Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gastroentritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang
ditandai dengan diare dan muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan elektrolit
yang menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit. (Cecyly, Betz. 2002).
Menurut WHO (2006), diare didefinisikan keluarnya tinja yang lunak atau cair dengan
frekuensi tiga kali perhari atau lebih dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja,
atau bila ibu merasakan adanya perubahan konsistensi atau frekuensi pada anaknya.
Angka kesakitan diare sekitar 200-400 kejadian diantara 1000 peduduk setiap
tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60 juta kejadian setiap
tahunnya, sebagian besar 70 80% penderitanya adalah anak dibawah lima tahun
(BALITA).
Oleh karena itu, kasus diare akut termasuk dalam kasus dengan area kompetensi
empat, dimana dokter umum atau dokter pada tingkat layanan primer harus mampu
membuat diagnosa klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
serta mampu memutuskan dan menangani kasus tersebut secara mandiri hingga tuntas.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat kasus ini sebagai
pembelajaran dalam upaya pendekatan kedokteran keluarga terhadap penanganan
permasalahan penyakit diare akut.
1.2 TUJUAN
Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk melatih keterampilan klinis dan
komunikasi dalam menangani kasus pada anak, khususnya diare akut yang terjadi pada
An.V, dengan upaya pendekatan kedokteran keluarga yang bersifat holistik dan
komprehensif.
1.3 MANFAAT
Manfaat penyusunan laporan ini adalah sebagai media pembelajaran dan evaluasi
terhadap aspek kedokteran keluarga dalam penanganan serta pencegahan kasus infeksi
khususnya kasus diare akut.
BAB II

LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
2.1.1 Identitas Pasien
Nama

: An. V

Umur

: 9 bulan

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Tirtomulyo kecamatan ampelgading

Agama

: Islam

Tanggal MRS

: 15 November 2015

No. RM

: 15-190-10

2.1.1 Identitas orangtua


Identitas ayah
Nama ayah

: Tn. N

Umur

: 25 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Wiraswasta

Pendidikan

: SMK

Agama

: Islam

Alamat

: Tirtomulyo kecamatan ampelgading

Identitas ibu
Nama ibu

: Ny. F

Umur

: 22 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Karyawan Swasta

Pendidikan

: SMK

Alamat

: Tirtomulyo kecamatan ampelgading

2.2 ANAMNESIS (Heteroanamnesa)

1. Keluhan Utama : Diare dan muntah sejak -i malam


Harapan
Kekhawatiran

: Cepat sembuh.
: Sakit bertambah parah.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien An. V datang ke IGD RS diantar oleh orang tuanya. Ibu mengeluh bahwa
An.V mengalami diare sejak -i malam yang disertai muntah setiap kali diberi minum
sejak -i malam. Diare An. V berbentuk cair dengan volume sedikit-sedikit. Tidak
dijumpai adanya darah maupun lendir. Selain diare, Ibu pasien juga mengeluh bahwa
pasien terlihat lemas dan suhu badannya panas. Keluhan lain disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit yang serupa
Riwayat kejang demam
Riwayat demam tifoid
Riwayat alergi obat/makanan
Riwayat MRS

:+
::::-

:-

Keterangan : Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini waktu usia 6 bulan
tetapi tidak sampai MRS.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa
Riwayat demam tifoid
Riwayat alergi obat/makanan
5. Riwayat Kehamilan Ibu

: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada

Keluhan

: (-)

Usia ibu hamil

: 20 tahun

Kontrol

: rutin setiap bulan ke bidan

Riwayat Kelahiran
Persalinan

: Sectio Caesare oleh dokter spesialis kandungan di RS karena

CPD ( cephalo pelvic disproportion)


Usia kehamilan : 36 Minggu

BB PB lahir

: 3500 gram 48 cm

Kondisi lahir

: cacat (-), ketuban jernih dan tidak berbau, APGAR = tidak ada
data.

Kelainan kelahiran :

Riwayat Imunisasi Anak :

HB
BCG
Polio 1
DPT/HB1
Polio 2
DPT/ HB2
Polio 3
DPT/HB 3
Polio 4
Campak

7 Februari 2015
5 Maret 2015
5 Maret 2015
7 Mei 2015
7 Mei 2015
4 Juni 2015
4 Juni 2015
2 Juli 2015
2 Juli 2015
5 November 2015

6. Riwayat Gizi
ASI: An. V mengkonsumsi ASI eksklusif sampai usia 2 bulan lalu dikombinasikan
dengan susu formula. Sejak usia 6bulan diberikan makanan tambahan berupa
bubur.
Makanan sehari-hari: Selama sakit, nafsu makan An.V menurun. Sebelum sakit,
biasanya An.V makan 3 kali sehari, nafsu makan baik.

7. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :


Pertumbuhan:
Tumbuh gigi mulai usia 8 bulan
Pertumbuhan BB
Perkembangan:
Mulai bisa tengkurap usia 5 bulan
Mulai bisa merangkak usia 9 bulan
Mulai bicara usia 9 bulan (1 kata)
Perkembangan normal

Usia

BB

7,1 Kg

bulan
kemampuan bahasa

8. Riwayat Kebiasaan Keluarga:

Riwayat merokok : Riwayat minum alkohol : Riwayat olahraga : kedua orang tua jarang
berolah raga
Riwayat pengisisan waktu luang

An.

jarang bermain di luar rumah.


9. Riwayat Sosial Ekonomi :
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta di Malang sedangkan ibu pasien sebagai
karyawan swasta. Keduanya hanya sebagai anggota masyarakat biasa, tidak
memiliki jabatan khusus di masyarakat.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Tampak lemas dan sakit sedang, kesadaran compos

mentis (GCS 456), status gizi kesan cukup.


1

Atropometri
BB
: 6,9 kg
TB
: 70 cm
Status gizi kesan: persentil 0 (Baik)
Tanda Vital
TD
: - mmHg
Nadi : 112 x/menit
RR
: - x/menit
Suhu : 38,4 oC
3 Rambut

: Distribusi pertumbuhan rambut rata dan lebat, warna

rambut hitam.
4 Kepala dan wajah

: bentuk kepala normocephal, luka (-), UUB belum

menutup turgor (-), sianosis (-), pucat (-), papul (-)


5 Mata

: Conjunctiva hiperemi (+), sklera ikterik (-), pupil isokor (+).

Mata cowong (+)


6 Hidung

: Nafas cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-),

deformitas hidung (-)


7 Mulut : sianosis bibir (-), mukosa kering (-), lidah kotor (-), tepi lidah
hiperemis (-)
8 Telinga : otorrhea (-), kedua cuping telinga normal
9

Tenggorokan : tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)

10 Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB
(-)
11 Thorax

: normochest, simetris

Cor : inspeksi: iktus cordis tidak tampak


Palpasi: iktus cordis kuat angkat
Perkusi: batas jantung tidak dilakukan
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-).
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : (-)
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi :

+ +

suara dasar vesikuler +

wheezing

+ +

ronkhi basah, kering


-

12. Abdomen :
Inspeksi

: sejajar dinding dada

Palpasi

: supel, nyeri epigastrium (-)

Perkusi

: meteorismus (+)

Auskultasi : bising usus (+) meningkat


13. Sistem Collumna Vertebralis :
Inspeksi

: skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

14. Ekstremitas : palmar eritem (-)


deformitas (-), luka (-)
nyeri tekan (-), krepitasi (-)
15. Pemeriksaan neurologik :
Kesadaran

: GCS 456 composmentis

Fungsi sensorik (-)


Fungsi motorik (-)
Differential Diagnosa: Gastroentritis
Disentri Basiler,
Demam Tifoid
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel. Pemeriksaan Darah Lengkap (tanggal 15 November 2015)

Pemeriksaa

Hasil

Nilai Normal

11,3

11,5-13,5 g/dl

Ht

35,3

34 40 %

Leukosit

11,21

5 -14,5 ribu/uL

Trob

417

150-440 ribu/Ul

Eritrosit

4,28

3,96 5,32 juta/uL

PDW

9,5

9-13 fL

MPV

6,91

7,2-11,1

PCT

0,3

MCV

82,2

75-87 fL

MCH

26,5

24-30 pg

MCHC

32,2

31-37 %

Basofil

0,1

0-1 %

Eosinofil

0,4

1-6 %

Limfosit

23,5

30-45 %

Monosit

--,--

2-8 %

n
Hb

Netrofil
--,-50-70%
Keterangan: Terdapat penurunan Hb, MPV, Eosinofil.

Tabel. Serologi Darah (tanggal 15 November 2015)


Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Thypi O

(+) 1/80

Negative

Thypi H

Negative

Negative

Parathypi OA

Negative

Negative

Parathypi OB

Negative

Negative

Keterangan: Thypi O meningkat


2.5 RESUME
a) Anamnesis :
-

Diare tidak kunjung turun sejak -i malam.

Diare berbentuk cair dengan frekuensi. Tidak dijumpai adanya darah maupun

lendir. Feses keluar bersamaan saat pasien kentut.


Pasien terlihat lemas dan juga mengalami muntah-muntah. Tidak dijumpai adanya

darah dalam muntahan.


Pasien mengalami penurunan nafsu makan dibanding biasanya.
BAK normal

b) Pemeriksaan Fisik :
-

Tampak lemas dan sakit sedang, bibir kering (-), mata cowong (-), bising usus
meningkat dan meteorismus (+)

c) Pemeriksaan Penunjang :
Pada pemeriksaan serologi thypi O 1/80
2.6. DIAGNOSA HOLISTIK
1. Diagnosis dari segi biologis :
Working diagnostic

: Gastroenteritis Akut

Differential diagnostic: Disentri Basiler


Demam Tifoid
2. Diagnosis dari segi psikologis :
Hubungan An.V dengan anggota keluarga baik.

3. Diagnosis dari segi sosial dan ekonomi :


Dalam segi ekonomi, keluarga Tn. N tergolong cukup mampu.
2.7 PENATALAKSANAAN HOLISTIK
Non Farmakoterapi:

KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi):


o Menjaga kebersihan serta kesehatan diri dan lingkungan, khusunya menjaga
kebersihan kamar mandi rumah An.V.
o Menjaga higienitas makanan dan asupan cairan dan nutrisi yang sehat dan
cukup.
o Memberikan informasi dan pemahaman kepada orang tua An.V, mengenai
diare akut (pencegahan, pengenalan tanda dan gejala klinis, kondisi kegawatan,
penanganan dini atau rujukan, dan komplikasi).

o Istirahat dan perawatan yang intensif untuk mempercepat pemulihan dan


mencegah komplikasi.
o Memberikan pengertian kepada orang tua An.V akan pentingnya komunikasi
dan perhatian dalam pengawasan dan penyelesaian masalah yang dihadapi
An.V.
o Deteksi dini terhadap potensi terjadinya dehidrasi dan syok pada An.V.

Analisa dan Pola Pengaturan Gizi :


Perhitungan BMR dengan rumus Harris Benedict
66+(13,7xBB) + (5xTB) - (6,8xU) = 66 + (13,7x6,9) + (5x70) (6,8x0,9)
= 504,4 kkal
Kebutuhan kalori terkait aktivitas dan stress:
-

Aktifitas istirahat di tempat tidur (faktor: 1,2)


Kalori = BMR x faktor aktifitas
= 504,4 x 1,2
= 605.3 kkal

Kalori ini dibagi dalam 3 porsi besar dan 2 porsi tambahan, yakni:
1.
2.
3.
4.
5.

Makan pagi 20% = 121 kalori


Makan siang 30% = 182 kalori
Makan malam 25% = 151 kalori
Asupan di sela makan pagi dan siang 10% = 60,53 kalori
Asupan di sela makan siang dan malam 15% = 91 kalori

Menu khusus penderita diare akut:


Makanan tinggi karbohidrat rendah serat
Farmakologi:
Infuse C1:4 1050 cc/24 jam

Indikasi
C1 : 4 (Dex 5% + Ns 0,225 % )
Digunakan untuk klien umur 1 bulan samapi 3 tahun dengan kasus non-diare.
Rumus dosis maintenance cairan:
Berat badan anak dibagi menjadi tiga bagian :
10 Kg I = 100
10 Kg II = 50
Terapi An. V:

10

6,9 x 100 = 690 cc


Total Kebutuhan Cairan = 690 cc
(690 cc x 15 tetes) / 1440 menit = 7 tetes/menit
-

Inj Cefadoxil 2x100

Indikasi:

Infksi saluran pernafasan : tosilitis, faringitis, pneumonia,


otitis media.
Infeksi kulit dan jaringan lunak
Infeksi daluran kemih dan kelamin
Infeksi lain : osteomielitis, septisemia

Efek Samping

Ganguan saluran pencernaan : mual, muntah, diare. Vaginitis,


neutropenia, penigkatan transaminase

Kontra Indikasi:

Hipersensisitf sefalosporin

Paracetamol 3 x 1/3 cth

Indikasi:

Rasa nyeri termasuk sakit kepala dan gigi, demam disertai


influenza dan demam setelah imunisasi.

Dosis:

Dewasa: 1-2 tablet sehari. Anak: -1 tablet sehari.

Pemberian Obat:

Diberikan sesudah makan.

Kontra Indikasi:

Disfungsi hati dan ginjal

Syr Nifuroksazida 3 x cth

Indikasi:

Diare akut, kolopati spesifik dan non spesifik, diare yang


disebabkan E.coli pada anak dan orang dewasa

Efek Samping

Neurotoksisitas, nyeri perut, diare, pigmen hijau pada lidah

11

Kontra Indikasi:

Gangguan fungsi hati atau ginjal. Hipertiroidisme, intoleransi


iodin

Primadexforte

Indikasi:

Infeksi saluran kemih, infeksi saluran cerna dan saluran nafas


karena bakteri gram + atau -

Komposisi

Kotrimoxazol: sulfametoxazol, trimetoprim

Kontraindikasi

Anemia megaloblastik. Hamil dn laktasi, Bayi < 2bulan

Efek Samping

Anemia megaloblastik, leukopenia, trombositopenia, reaksi


kulit, gangguan GI, sakit kepala.

Metronidazole

Indikasi:

Infeksi bakteri anaerob

Kontraindikasi

Ketergantungan alkohol kronik

Perhatian

Wanita hamil dan menyusui,

Domperidon

Indikasi:

Pengobatan gejala dispepsia, mual dan muntah, mual dan muntah karena
pemberian levodopa

Efek Samping

Mengantuk, efek ekstrapiramidal, parkinson, tradive diskenia

Kontra Indikasi:

Hipersensitif domperidone, prolaktinoma

No

Tanggal

1.

15/11/2015

Diare (+)

KU pasien terlihat lemas, compos GEA

Infus C1 : 4 10 tpm

Muntah (+)

mentis GCS 456

Inj cefadroxil 2x100

Demam (+)

Vital sign:
TD: -mmHg,
RR: - x/menit,
HR: 112 x/menit
T: 38,4 oC

Syr nifuroksazid 3 x
cth
Syr paracetamol 3x
cth

12

SpO2 : 98
meteorismus (+) dan bising usus
meningkat
DL : Terdapat penurunan Hb, MPV,
Eosinofil.
Pemeriksaan serologi ditemukan
thypi O positif (1/80)
2.

16/11/2015

Diare (+)
Muntah (+)
Demam (+)

KU lemah, compos mentis GCS 456 GEA


Vital sign:
TD: - mmHg
RR: - x/menit
HR: 116 x/menit
T: 38,6oC

Infus C1 : 4 10 tpm
1.Inj cefadroxil 2x100
Syr nifuroksazid 3 x
cth
Syr paracetamol 3x
cth
Syr

3.

17/11/2015

Diare (+)

KU lemah, compos mentis GCS 456 GEA


Vital sign:
TD: - mmHg
RR: - x/menit
HR: 108 x/menit
T: 37oC

Domperidone

3x1/3 cth
Infus C1 : 4 10 tpm
Inj cefadroxil 2x100
Syr nifuroksazid 3 x
cth
Syr paracetamol 3x
cth
Syr

Domperidone

3x1/3 cth
Puyer
( metronidazole +
primadexforte)
4.

18/11/2015

Diare (+)

KU lemah, compos mentis GCS 456 GEA


Vital sign:
TD: - mmHg
RR: - x/menit
HR: 108 x/menit
T: 36,4oC

sachet
Infus C1 : 4 10 tpm
Inj cefadroxil 2x100
Syr nifuroksazid 3 x
cth
Syr paracetamol 3x
cth
Syr

Domperidone

3x1/3 cth
Puyer
( metronidazole +
primadexforte)

13

5.

19/11/2015

Keluhan(-)

sachet
Rawat jalan

compos mentis GCS 456

Syr nifuroksazid 3 x

Vital sign:

cth

TD: - mmHg

Syr paracetamol 3x

RR: - x/menit

cth

HR: 100 x/menit

Syr

T: 36,2oC

Domperidone

3x1/3 cth
Puyer
( metronidazole +
primadexforte)
sachet

2.9 IDENTIFIKASI KELUARGA


A. Profil Keluarga
Karakteristik Demografi Keluarga
Nama kepala keluarga

: Tn. J

Alamat

: Tirtomulyo kecamatan ampelgading

Bentuk Keluarga

: Extended family

Struktur Komposisi Keluarga :


Tabel. Daftar anggota keluarga
No

Nama

Kedudu
kan
Kepala

L/P

Pendi

Pekerjaan

dikan

Tn. J

Ny. K

Istri Tn.J

Tn.N

Menantu

Ny. F

Anak

An.v

Cucu

Nn.C

Anak

keluarga

Umur

57
tahun
45
tahun
25
tahun
22
tahun
9
bulan
17
tahun

SD
SMK
SMK

Pasien

Ket.

klinik
Wiraswasta
Ibu rumah
tangga
Wiraswasta
Karyawan
Swasta

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Pasien

SMK

Pelajar

Tidak

14

Nn.Nd

Anak

15

tahun
Sumber: data primer, 20 November 2013

SMK

Pelajar

Tidak

Kesimpulan : Keluarga Tn. N adalah extended family yang terdiri atas 7 orang yang
tinggal dalam satu rumah. Terdapat satu orang yang sakit yaitu An.V (anak tunggal) usia
9 bulan dengan diagnosa awal Gasteroenteritis akut. Setelah menjalani beberapa
pemeriksaan penunjang, An. V didiagnosis menderita penyakit Gasteroenteritis akut.
Dalam hal ini, pembiayaan kesehatan An.V bersifat mandiri tanpa jaminan kesehatan
atau asuransi.
B.

Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup


a. Lingkungan tempat tinggal
Tabel. Lingkungan tempat tinggal
Status kepemilikan rumah : menumpang/kontrak/hibah/milik sendiri
Daerah perumahan

: Kec. Dau

Karakteristik Rumah dan Lingkungan


Luas tanah : 7 x 15 m2, luas bangunan: Jumlah penghuni dalam satu rumah : 7 orang
Jarak antar rumah : Mepet kurang dari 1 meter (samping)
Tidak bertingkat
Lantai rumah: ubin
Dinding rumah: tembok bata, tinggi, dicat
Jamban keluarga : ada (WC)
Kamar mandi : ada, sebanyak 1, layak
Dapur : bersih
Tempat bermain : tidak ada (teras depan rumah)
Penerangan listrik : ada
Pencahayaan cukup (tiap ruangan terdapat jendela kaca yang dapat
dibuka, dan terdapat lubang angin-angin di tembok atas)
Ketersediaan air bersih : air sumur
Kondisi umum rumah : kondisi rumah Tn.J bersih dan sehat
Tempat pembuangan sampah : ada, depan rumah
b. Denah rumah keluarga Tn. J :

Kesimpulan
Kondisi rumah
cukup baik dan
memadai

15

Kamar
tidur

Kamar
tidur

Ruang
keluarga
dan tempat

Dapu
r

K
M
K
M

Kamar
tidur

Ruang
tamu

Kamar
tidur

Sum
ur

Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga


Jenis tempat berobat : RS, Klinik Dokter, bidan
Asuransi / jaminan kesehatan : tidak menggunakan, secara mandiri (out of
pocket)

Pola Konsumsi Makanan Keluarga


a. Kebiasaan makan: Sebelum sakit, biasanya An.V makan 3 kali sehari, nafsu
makan baik. Selama sakit, nafsu makan An.V menurun.

Pola Dukungan Keluarga


a. Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga:
Orang tua An.V termasuk dalam keluarga yang mengerti dan dengan tingkat
ekonomi yang cukup. Sehingga dalam menyelesaikan masalah ekonomi dan
kebutuhan sehari-hari serta pelayanan kesehatan masih mudah untuk
dijangkau.
b. Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga:
-

C.

Identifikasi Fungsi-Fungsi dalam Keluarga


Fungsi Holistik
1 Fungsi biologis

16

Keluarga ini terdiri dari 3 orang anggota keluarga. An.V adalah anak tunggal.
An.V menderita diare sejak satu hari yang lalu. An.V juga terlihat lemas, serta
muntah, sehingga ibunya khawatir dan segera memeriksakan An.V ke rumah
2
3

sakit.
Fungsi Psikologis
Hubungan An.V dengan anggota keluarga baik.
Fungsi Sosial dan Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta sedangkan ibu pasien karyawan swasta.
Dimana keduanya hanya sebagai anggota masyarakat biasa, tidak memiliki
jabatan khusus di masyarakat.

Fungsi Fisiologis dengan APGAR Score


Adaptation : kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan
anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan, dan saran dari

anggota keluarga yang lain.


Partnership : menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi
antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga

tersebut
Growth : menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang

dilakukan anggota keluarga tersebut


Affection : menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar

anggota keluarga
Resolve : menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan
dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.

Penilaian :

o Hampir selalu

: 2 poin

o Kadang kadang

: 1 poin

o Hampir tak pernah

: 0 poin

Penyimpulan :
o Nilai rata-rata < 5

: kurang

o Nilai rata-rata 6-7

: cukup/sedang

o Nilai rata-rata 8-10

: baik

17

Tabel. APGAR score Keluarga Tn. J


APGAR terhadap keluarga Tn.
Tn. J
J
A Saya puas bahwa saya dapat 2
kembali
P

ke

keluarga

menghadapi masalah
Saya puas dengan

Ny.K Tn.
2

N
2

Ny.F Nn.

Nn.N

C
2

d
2

bila
cara 2

keluarga saya membahas dan


membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara 2
keluarga saya menerima dan
mendukung
untuk

keinginan

melakukan

saya

kegiatan

baru atau arah hidup yang baru


A Saya puas dengan cara 2
keluarga

saya

mengekspresikan
sayangnya

dan

kasih
merespon

emosi saya seperti kemarahan,


perhatian dll
R Saya puas dengan
keluarga

saya

dan

cara 2
saya

membagi waktu bersama-sama


Untuk Keluarga Tn. J APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Adaptation

: Keluarga Tn. J puas terhadap dukungan dan saran

suaminya jika menghadapi masalah


2. Partnership
: komunikasi Keluarga Tn. J dengan keluarganya berjalan
baik.
3. Growth: suami Keluarga Tn. J, selalu mendukung dengan apa yang akan
dilakukan oleh Keluarga Tn. J
4. Affection
: Keluarga Tn. J puas dengan kasih sayang dan perhatian
yang diberikan keluarganya

18

5. Resolve

: Keluarga Tn. J merasa puas dengan waktu luang yang

diberikan anggota keluarganya untuk bisa berkumpul dan berbagi waktu


bersama
Total APGAR score Keluarga Tn. J = (10+10+10+10+10+10) : 6 =10
Kesimpulan : Fungsi fisiologis keluarga Tn.J baik
Fungsi Patologis dengan Alat SCREEM Score
Fungsi patologis keluarga An.V dinilai menggunakan alat S.C.R.E.E.M sebagai
berikut:
Tabel. SCREEM keluarga An.V
Sumber

Patologis

Social

Hubungan dengan tetangga cukup baik.

Culture

Menggunakan adat-istiadat Jawa, bahasa Jawa, serta

bahasa Indonesia secara sopan dengan sesama anggota


keluarga dan orang lain dikehidupan sehari-hari. Anggota
keluarga juga telah mengikuti perubahan zaman dan
tergolong modern.
Religious

Anggota keluarga menjalankan sholat 5 waktu di rumah

dan sering mengikuti pengajian.


Economic

Penghasilan keluarga yang relatif cukup dan tergolong

menengah ke atas.
Educational

Tingkat pendidikan yang cukup baik untuk menangani

keluhan pada An. V


Medical

Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga An. V


pergi ke RSI dan hanya pada saat tidak bisa menangani
permasalahan kesehatan sendiri. Orang tua An.V termasuk
keluarga dengan tingkat ekonomi yang cukup, sehingga
dalam membiayai pelayanan kesehatan masih mudah
untuk dijangkau dan bisa dibayar secara mandiri.

Kesimpulan : Keluarga An.V tidak mempunyai fungsi patologis

Genogram dalam Keluarga

19

Tn.
J

Nn. N

Ny. K

Nn. C

Tn.
N

Ny. F

An.V

Keterangan:

= laki-laki

= tinggal dalam satu rumah

= perempuan

= Pasien

Informasi Pola Interaksi Keluarga


Nn.Nd

Tn.
N

Nn.C

Ny.F
Tn. J

An.V

Ny.K

Keterangan:
: hubungan baik

: laki-laki

: hubungan kurang baik

: perempuan

Kesimpulan : Hubungan antara An.V dengan keluarganya kurang berjalan baik.


D. IDENTIFIKASI

FAKTOR-FAKTOR

YANG

MEMPENGARUHI

KESEHATAN
Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga

Faktor Perilaku Keluarga


a Pengetahuan

20

Keluarga memiliki pengetahuan yang cukup, sehingga pasien langsung dibawa


ke bidan lalu di rujuk RSI sehari sejak keluhan muncul.
b Sikap
Keluarga cukup peduli terhadap kesehatan An.V maupun anggota keluarga
yang lain. An. V segera diperiksakan ke rumah sakit.
c Tindakan
Keluarga An.V cukup mengetahui tentang penyakit diare, sehingga ibu An, Z
segera membawa An.V ke bidan terdekat.
Faktor Non Perilaku
a. Lingkungan
Jarak antara kamar mandi dan dapur di rumah An.V cukup dekat.
b. Pelayanan kesehatan
Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga An.V pergi ke RSI. Orang tua
An.V termasuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang cukup, sehingga dalam
membiayai pelayanan kesehatan masih mudah untuk dijangkau dan bisa dibayar
secara mandiri.
c. Keturunan, Jenis Kelamin, dan Usia
An.V, usia 9bulan, merupakan kelompok gender dan usia risiko tinggi terhadap
terjangkitnya
penyakit diare.
Faktor Perilaku
Faktor
Non-Perilaku

Diagram Faktor Perilaku


dan Non
Perilaku

yang cukup, sehingga pasien langsung dibawa ke bidan lalu di rujuk RSI sehari sejak keluhan munc
Lingkungan:

Jarak antara kamar mandi & dapur cukup dekat.

ga An.V pergi ke RSI. Orang tua An.V termasuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang cukup, sehin
An.V dan Keluarga

kesehatan An.V maupun anggota keluarga yang lain. An. V segera diperiksakan ke rumah sakit.

ngetahui tentang penyakit diare, sehingga ibu An, Z segera membawa An.V ke bidan terdekat.

Keturunan: An.V, usia 9bulan, merupakan kelompok gender dan usia risiko tinggi terhada

21

22

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
3.1.1

Gastroenteritis Akut
Anatomi dan Fisiologi Small Intestinal
Anatomi
Usus halus (Small intestinal):
Small intestinal adalah bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara
gaster dan colon. Dinding intestinal kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zatzat yang diserap ke hepar melalui vena porta. Dinding intestinal melepaskan lendir
(yang melumasi isi intestinal) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding intestinal juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, glukosa dan lipid.
Lapisan small intestine: lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot sirkuler,
lapisan otot longitudinal atau memanjang dan lapisan serosa (sebelah luar)

Gambar 3.1 Small Intestine


Small intestine terdiri dari tiga bagian yaitu:

23

1. Duodenum
Bagian dari usus halus yang terletak setelah gaster dan menghubungkannya ke
jejunum. Bagian duodenum merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari
bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Duodenum merupakan organ
retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua
belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada duodenum terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Gaster melepaskan makanan (chime) ke dalam duodenum dan masuk melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum
akan megirimkan sinyal pada gaster untuk berhenti mengalirkan makanan.

24

Gambar 3.2 Struktur Small Intestine


2. Jejunum
Jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara duodenum dan ileum.
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah
bagian jejunum. Jejunum dan ileum digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam jejunum berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan
duodenum, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan
dengan ileum, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan jejunum dan ileum secara makroskopis.
3. Illeum
Ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia,
ileum memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan oleh apendiks. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

Fisiologi
Suatu lubang pada dinding duodenum menghubungkan duodenum dengan
saluran getah pancreas dan saluran empedu. Saluran dari pankreas ke duodenum disebut
duktus wirsungi dan duktus santorini (accessorius), sedangkan dari empedu bermuara
ke duktus biliaris dan ketiganya bermuara pada sfingter odii. Pankreas menghasilkan
enzim tripsin, amilase, dan lipase yang disalurkan menuju duodenum. Tripsin berfungsi
merombak protein menjadi asam amino. Amilase mengubah amilum menjadi maltosa.
Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Getah empedu dihasilkan
oleh hepar dan ditampung dalam kantung empedu. Getah empedu disalurkan ke
duodenum. Getah empedu berfungsi untuk menguraikan lemak menjadi asam lemak dan
gliserol.
Selanjutnya pencernaan makanan dilanjutkan di jejunum. Pada bagian ini terjadi
pencernaan terakhir sebelum zat-zat makanan diserap. Zat-zat makanan setelah melalui

25

jejunum menjadi bentuk yang siap diserap. Penyerapan zat-zat makanan terjadi di ileum.
Glukosa, vitamin yang larut dalam air, asam amino, dan mineral setelah diserap oleh vili
usus halus; akan dibawa oleh pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. Asam
lemak, gliserol, dan vitamin yang larut dalam lemak setelah diserap oleh vili usus halus;
akan dibawa oleh pembuluh getah bening dan akhirnya masuk ke dalam pembuluh
darah.
3.1.2

Definisi dan Epidemiologi Gastroenteritis akut


Diare atau gastroenteritis adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi

yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi lebih dari 200 g/hari
dan konsistensi feses cair.
Penyakit diare merupakan peningkatan massa tinja, frekuensi buang air besar,
atau fluiditas (tingkat keenceran) tinja dan pembentukan feses yang melebihi 250
gr/hari yang mengandung air 70% hingga 95%.
Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih
tinggi. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460
balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3
bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Setiap anak di Indonesia mengalami
episode diare sebanyak 1,6 2 kali per tahun.
3.1.3

Etiologi
Menurut Smeltzer (2001:hal 1093) etiologi diare adalah proses infeksi virus,

bakteri (disentri, shigelosis, dan keracunan makanan), obat-obatan tertentu misalnya


(pergantian hormon tiroid, pelunak feses, dan laksatif, antibiotik, kemoterapi dan
antasida), gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi dan malabsorbsi.
.
Menurut Ngastiyah (2005:hal.224) penyebab diare ada beberapa faktor yaitu :
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak. infeksi enteral meliputi :
a) Infeksi bakteri : vibria, E.Coli, salmonella, shigella, compylobacter,
yersiria, aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus,
Adenovirus,

Rofavirus,

(virus

Astrovirus,

Echo,

Coxsackie, Poliomielitis)

Trichuris, Oxyuris,

strongy

loides,

26

Protozoa, (Entomoeba histolyfica, giardia, lamblia, Trichomonas hominis),


jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral
Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA),
Tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, pemberian makanan
perselang, gangguan metabolic dan endokrin (Diabetes, Addison, Tirotoksikosis)
serta proses infeksi virus/bakteri (disentri, shigellosis, keracunan makanan).
b. Faktor malabsorbsi yaitu terdiri dari malabsorbsi karbohidrat, malabsorbsi
lemak, dan malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan yaitu makanan basi, beracun, dan alergi pada makanan.
d. Faktor psikologis yaitu rasa takut dan cemas.

27

3.1.4
-

Diagnosa Banding
disentri
demam tifoid

3.1.5 Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005:hal 225), komplikasi diare yaitu:
a. Dehidrasi
Berdasarkan cairan yang hilang tingkat dehidrasi terbagi menjadi:
1) Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan 5% atau 25 ml/kg/bb.
2) Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% atau 75 ml/kg/bb.
3) Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan 10-15% atau 125 ml/kg/bb.
Berdasarkan Tonisitas caiaran dehidrasi terbagi menjadi :
1) Isotonis : Kadar Na + : 131 150 mEq/L
2) Hipertonis : Kadar Na+ : > 150 mEq/L
3) Hipotonik : < 131 mEq/L
b. Renjatan hipovolemik
c. Hipokalemia (dengan gejala lemah, bradikardi, dan perubahan elektrokardiogram)
d. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktase
e. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik
f. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

28

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 DASAR PENEGAKAN DIAGNOSA
Metode Diagnostik
Penegakan diagnosis diare akut didasarkan pada manifestasi klinis yang
diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih
dilakukan berbagai penelitian yang menggunakan berbagai metode diagnostik
untuk mendapatkan metode terbaik dalam usaha penatalaksanaan penderita diare
akut secara menyeluruh.
1. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari.
Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering
berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena
kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering,
bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut
infektif datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam,
dan tinja yang sering, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang
spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon
lebih mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya
makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang
dihasilkan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tandatanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tandatanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.

29

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:


obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare.
Subyektif dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan,
Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya
tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita
dengan dehidrasi berat. Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik
dapat dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus
diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan lainlain. Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing,
parasit, bakteri, dan lain-lain.
4.2 DASAR RENCANA PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi

diare

tetapi

memperbaiki

kondisi

usus

serta

mempercepat

penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare


juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

1. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi
rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk

30

mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke
sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit
didasarkan pada derajat dehidrasi.
a. Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan

sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak
boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas.
Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi
perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan
sampai dengan diare berhenti.
2. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc jugaberperan
dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume
tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami
diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
a. Umur < 6 bulan : tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

31

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI,
sesudah larut berikan pada anak diare.
3. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya
berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang
minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau
lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan
yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare
berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.
4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan anti
diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak
bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini
tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
5. KIE
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan
balita harus diberi nasehat tentang:
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
a. Diare lebih sering
b. Muntah berulang
c. Sangat haus
d. Makan/minum sedikit
e. Timbul demam
f. Tinja berdarah

32

g. Tidak membaik dalam 3 hari.

33

BAB V
PENUTUP
A KESIMPULAN HOLISTIK

Diagnosis dari segi biologis:


Working diagnostic

: Gastroenteritis Akut

Differential diagnostic : 1. Disentri


2. Demam Tifoid

Diagnosis dari segi psikologis :


Hubungan An. V dengan anggota keluarga baik.

Diagnosis dari segi sosial dan ekonomi :


Dalam segi ekonomi, keluarga Tn. N tergolong cukup mampu.

B SARAN KOMPREHENSIF
o Menjaga kebersihan serta kesehatan diri dan lingkungan, khusunya menjaga
kebersihan kamar mandi rumah An.V.
o Menjaga higienitas makanan dan asupan cairan dan nutrisi yang sehat dan
cukup.
o Memberikan informasi dan pemahaman kepada orang tua An.V, mengenai
diare akut (pencegahan, pengenalan tanda dan gejala klinis, kondisi kegawatan,
penanganan dini atau rujukan, dan komplikasi).
o Istirahat dan perawatan yang intensif untuk mempercepat pemulihan dan
mencegah komplikasi.
o Memberikan pengertian kepada orang tua An.V akan pentingnya komunikasi
dan perhatian dalam pengawasan dan penyelesaian masalah yang dihadapi
An.V.
Deteksi dini terhadap potensi terjadinya dehidrasi dan syok pada An.V.

DAFTAR PUSTAKA

34

Adisasmito W., 2007. Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia. Systemic
Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia.
Ahlquist D.A, and Camilleri M., 2005. Diarrhea and Constipation. In: Harrisons
Principles Of Internal Medicine 16th ed. USA: McGraw Hill. 224-233.
Brotowasisto, 1997. Diare, Penanggulangan dan Hasil-hasilnya. Dalam: Simatupang
M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare
pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program Pascasarjana, Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Budiarso R. et al., 1986. Survey Kesehatan Rumah Tangga. Dalam: Harianto, 1991.
Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat.
Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta. Depkes RI, 2000. Buku
Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Diare, Ditjen PPM &
PLP, Jakarta.
Gertruida, Surahni T., Ninik S., Sukowidodo, 1990. Laporan Pelaksanaan Komunikasi
Program P2 Diare di Indonesia. Dalam: Harianto, 1991. Penyuluhan
Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen
Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.
Harianto, 2004. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di
Masyarakat. Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.
Hasan R., Atalas H., 1985. Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ed. ke-11. Jakarta: Infomedika Jakarta.
Kliegman R.M., Marcdante K.J., and Behrman R.E., 2006. Nelson Essentials of
Pediatric. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Sinthamurniwaty, 2006. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi
Kasus di Kabupaten Semarang). Progr am Studi Epidemiologi Pascasarjana,
Semarang: Universitas Diponegoro.
Soetjiningsih, 2002. Gizi untuk Tumbuh Kembang Anak. Dalam: Moersintowarti B.N.
et al., ed. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto, 22-38.
Suharyono, 1986. Diare Akut. Dalam: Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun
2003. Program Pascasarjana, Medan: Universitas Sumatera Utara.

35

Sutanto A.H., 1984. Rehidrasi Oral Pemantapan dan Pembudayaannya Dalam Upaya
Penanggulangan Diare. Dalam: Harianto, 1991. Penyuluhan Penggunaan
Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen Farmasi
Universitas Indonesia, Jakarta.
Sutoto, 1992. Pemberantasan Penyakit Diare Dalam Repelita V, Depkes. Dalam:
Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003.
Program
Pascasarjana, Medan: Universitas Sumatera Utara.
Winardi B., 1981. Diare dan Upaya Pemberantasannya. Dalam: Harianto, 1991.
Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat.
Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai