Atonia Uteri
Oleh :
Dea Puspitarini
2010.1040.1011.017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
ILMU KANDUNGAN & KEBIDANAN RSUD KABUPATEN JOMBANG
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 40 60% )
kematian ibu melahirkan di Indonesia.
hemorragic post partum (HPP) adalah kehilangan darah melebihi 500 ml yang
terjadi setelah bayi lahir.
Perdarahan pascapersalinan di bagi menjadi perdarahan pascapersalinan primer
dan sekunder. Perdarahan pascapersalinan primer (Early HPP) terjadi dalam 24 jam
pertama. Sedangkan perdarahan pascapersalinan sekunder (Late HPP) terjadi setelah 24
jam pertama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perdarahan Pasca Persalinan
Perdarahan pasca persalinan atau hemorragic post partum (HPP) adalah
kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir. (Cunningham,
1998). Pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus
maternalis di tempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan
itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluhpembuluh darah darah yang terbuka, sehingga lumennya menutup, kemudian
pembuluh darah tersumat oleh bekuan darah. Seorang wanita sehat dapat
kehilangan 500 ml darah tanpa akibat buruk. Volume darah yang hilang juga
bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan
kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan
darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan pascapersalinan di bagi menjadi perdarahan pascapersalinan
primer dan sekunder. Perdarahan pascapersalinan primer (Early HPP) terjadi
dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pascapersalinan primer adalah
atonia uteri (50-60%), retensio plasenta( 16 17% ), robekan jalan lahir (4-5%),
ruptur uteri, sisa plasenta, dan kelainan pembekuan darah. Terbanyak dalam 2 jam
pertama. Sedangkan perdarahan pascapersalinan sekunder (Late HPP) terjadi
setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pascapersalinan sekunder
adalah robekan jalan lahir, subinvolusi didaerah insersi plasenta,dan sisa plasenta
atau membran.
Kadang-kadang perdarahan disebabkan kelainan proses pembekuan darah
akibat dari hipofibrinogenemia (solusio plasenta, retensi janin mati dalam uterus,
emboli air ketuban). Apabila sebagian plasenta lepas sebagian lagi belum, terjadi
perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada
batas antara dua bagian itu. Selanjutnya, apabila sebagian besar plasenta sudah
lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul
perdarahan dalam masa nifas.
2.2.3
Gejala Klinis
Gejala dan tanda yang selalu ada :
a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
b. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan
primer)
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada :
Syok (tekanan darah rendah,denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas
dingin, gelisah, mual,dan lain-lain).
2.2.4
Diagnosis
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama bila timbul perdarahan
banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu
lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia
tampak pucat. Nadi dan pernafasan menjadi cepat, dan tekanan darah
menurun.
Diagnosis perdarahan pasca persalinan :
1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak
Diagnosis Banding
DX KEMUNGKINAN
Syok
Atonia uteri
(HPP primer)
Perdarahan segera
Darah segar yg mengalir segera stlh
Pucat
Lemah
Menggigil
bayi lahir
Uterus kontraksi baik
Plasenta lengkap
berlebihan
Inversio uteri akibat tarikan
Perdarahan lanjutan
lengkap
Perdarahan segera
lahir )
Perdarahan segera
Nyeri sedikit / berat
Perdarahan
2.2.6
Retensio plasenta
Tertinggalnya sebagian
dr plasenta
Shock neurogenik
Pucat & limbung
Inversio uteri
(perdarahan
intraabdominal / vaginum )
Anemia
Demam
Shock
Nyeri tekan perut
Denyut nadi ibu cepat
Perdarahan terlambat
Ruptura uteri
Pencegahan
Penatalaksanaan
Gambar dibawah ini menunjukkan penatalaksanaan umum pada HPP :
3.
Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
F2alfa.
Dapat
transvaginal,
diberikan
intravenous,
secara
intramiometrikal,
intramuscular,
dan
rectal.
Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15
menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat
dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 g = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare,
sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot
halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadangkadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang
disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan
saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping
serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang
sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif
untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan
adalah
membuat
distensi
maksimum
sehingga
operasi
Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan
angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina
yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim.
Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah
rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan
benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan
melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium
keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat
melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai
cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan
2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas
tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim.
Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada
10
vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi
ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen
bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika
perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau
unilateral ligasi vasa ovarian.
Ligasi arteri Iliaka Interna. Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka,
tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8
cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum
dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm
distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang
arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua
ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.
Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan
sebelum dan sesudah ligasi. Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena
iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan
ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
Teknik B-Lynch. Teknik B-Lynch dikenal juga dengan brace
suture, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan
operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia
uteri.
Histerektomi. Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang
sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang
membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000
kelahiran,
dan lebih
banyak
terjadi
pada persalinan
abdominal
dibandingkan vaginal.
11
12
2.2.8
Komplikasi
Di samping menyebabkan kematian, syok, HPP memperbesar
kemungkinan terjadinya infeksi peurpeal karena daya tahan tuuh penderita
berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindroma Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi
insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya ialah hipotensi, anemia,
turunnya berat badana sampai menimbulkn kakeksia, penurunana fungsi
seksual dengan atrifi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak,
penurunan metabolisme dan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi
laktasi.
13
BAB III
RINGKASAN
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 40 60% )
kematian ibu melahirkan di Indonesia.
terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering
untuk melakukan histerektomi peripartum. Atonia uteria (relaksasi otot uterus)
adalah uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan
fundus uteri (plasenta telah lahir). Penyebab atonia uteri antara lain disfungsi
uterus, partus lama, pembesaran uterus berlebihan, multiparitas, miomauteri,
anestesi yang dalam dan lama serta penatalaksanaan yang salah pada kala
plasenta. Gejala dan tanda yang selalu ada antara lain uterus tidak berkontraksi
dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir. Diagnosis ditegakkan
dengan : palpasi uterus, memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau
tidak,
melakukan
eksplorasi
cavum
uteri,
inspekulo
dan
pemeriksaan
14
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG etc, editor. Williams Obstetrics 20th edition. Connecticut:
Applenton Lange. 1998.
Febrianto H.N. Perdarahan Pasca Persalinan. Fakultas Kedokteran. Universitas
Sriwijaya. 2007.
Heller, Luz. Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Alih bahasa H. Mochamad
martoprawiro, Adji Dharma. Jakarta: EGC, 1997.
James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa
TMA Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002.
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
Wiknjosatro H, dkk. Editor. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta. 1994.
15