Anda di halaman 1dari 11

DIABETES MELLITUS TIPE 1

PENGERTIAN
Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes yang
bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau
langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh
anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1
memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu,
sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes
tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu
oleh adanya infeksi pada tubuh.
ETIOLOGI
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi
atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolaholah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
c. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf.

MANIFESTASI

KLINIS

Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering
ditemukan :
a)

Poliuri (banyak kencing)


Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap
ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan
dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

b)

Polidipsi (banyak minum)


Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri,
sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

c)

Polifagia (banyak makan)


Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga
untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja
makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.


Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh
terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di
tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun
banyak makan akan tetap kurus
e)

Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.

f)

Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau
tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik.

PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan
sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun
yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi
fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok
(mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin
perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang
mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan
predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang
khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan
dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (pulau-pulau
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis
apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau
kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama
sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan
glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis
(pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis
merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan
counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan
pengambilan protein, trigliserida, asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu.
Aseharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan
keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam
sel. Kadar glukosa lebih dari 180mg/dl ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus

sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik dan
menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urine, terutama natrium,
klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel
tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan
makanan (polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi
pada orang dewasa, khususnya yang

non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika

hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme
yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma
meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena
itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis,
dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Tandra, 2007).
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda.
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e) Elektrolit :

Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun

Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.

Fosfor : lebih sering menurun

f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanaya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

h)

Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi


;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

i)

Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)

j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai
tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya
(endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan
antibody . (autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan
infeksi pada luka.

PENATALAKSANAAN DIABETES
Diabetes Melitus baik Tipe 1 dan tipe 2
Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi:
1. Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara
penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama
kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang,
dan campuran.

Penatalaksanaan Terapi Insulin.


Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin
Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin.
Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini terutama
untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.

Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan
olahraga secara teratur
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
-

Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari

Kadar glukosa darah sering tidak teratur

Ingin mengurangi resiko hipoglikemi

Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan

Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Cara Pemberian Insulin
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak bisa
diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan,
bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau
suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus
dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin
medijector).
Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit
pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada
saat pubertas.

Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh,
diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja
mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan
setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin
sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C.
2. Pengaturan makan/diet
o

Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari

o Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15% protein
(semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
o Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai
berikut :
a.

20% berupa makan pagi.

b. 10% berupa makanan kecil.


c.

25% berupa makan siang.

d. 10% berupa makanan kecil.


e.

25% berupa makan malam.

f.

10% berupa makanan kecil.


Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi
karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong,
apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk,
nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar
Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68%
karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan
dengan diet A yang terdiri atas 40 50% karbohidrat, 30 35% lemak dan 20 25% protein.
Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol.
Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki
kepekaan sel beta pankreas.

Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density lipoprotein)
kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar
glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan pembentukan gel dalam traktus
gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat pengosongan lambung dan gerakan makanan yang
melalui saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan
tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung
muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur
segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan
kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali
bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara
bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.

Alkohol
Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang memproduksi glukosa
(glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes minum minuman beralkohol pada saat
lambung kosong, maka kemungkinan terjadinya hipoglikemia akan meningkat. Konsumsi
alcohol yang berlebihan dapat menggganggu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi
serta mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti rencana makan yang sudah
diresepkan untuk mencegah hipoglikemian.

3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang
sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training). Latihan
yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda.
4. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar
glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
a.

Sulfoniurea

Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi
insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
b. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk pasien
gemuk.
c.

Inhibitor glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase sehingga menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.

d. Insulin sentizing agent


Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
5. Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan komplikasinya, memotivasi
penderita dan keluarga agar patuh berobat.
6. Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya
di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia.
Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).

PATHWAY DIABETES MELLITUS TIPE 1

Anda mungkin juga menyukai