Anda di halaman 1dari 7

PAPER PANCASILA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014


TENTANG WAJIB BISA BACA AL-QURAN BAGI SISWA DAN CALON PENGANTIN
DIANGGAP BERTENTANGAN DENGAN PANCASILA

Oleh :
Lia aulia
Teddy Dwi Tristiawan
Mentari Hayu Pramesti
Ovianti Dwi Antari
Ida sukma k.
Katrina Rahmadewi Hendarto
Olenka Putri Windiarko
Cholid mawardi
Dedi hartawan

125130100111047
125130107111011
125130107111028
135130100111027
135130100111036
135130101111046
135130101111053
135130101111060
135130107111033

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014
TENTANG WAJIB BISA BACA AL-QURAN BAGI SISWA DAN CALON PENGANTIN
DIANGGAP BERTENTANGAN DENGAN PANCASILA
Pada Tahun 2014 Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah mengeluarkan
Peraturan Daerah baru. Peraturan Daerah tersebut merupakan Peraturan daerah yang berbasis
syariah islam. Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Wajib Bisa Baca Al-Quran Bagi Siswa dan Calon Pengantin. Dalam undang-undang tersebut

diantaranya diatur mengenai kewajiban bagi siswa untuk dapat membaca Al-Quran dan
mendapat sertifikat tanda tamat belajar Al-Quran sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan
kejenjang yang lebih tinggi dan juga sebagai syarat untuk dapat melaksanakan perkawinan.
Salah satu isi peraturan daerah yang menggelitik, adalah tentang kewajiban dapat
membaca Al-Quran bagi siswa dan calon pengantin. Hal tersebut dianggap bertentangan dengan
Nilai Pancasila. Yaitu Pancasila sila ke-1 yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan sila ke5 yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Prinsipnya, instrumen hukum publik yang bersifat mengatur seperti Undang-Undang dan
peraturan daerah harusnya ditujukan untuk mengatur publik umum secara luas, bukan eksklusif
untuk agama tertentu. Pasalnya, Indonesia adalah Negara yang berlandaskan Pancasila yang
mengayomi semua agama yang ada. Menggunakan hukum publik untuk umat agama tertentu
bertentangan dengan landasan fundamental Negara yaitu Pancasila.
Oleh sebab itu, kami berpendapat bahwa memilih kitab suci agama tertentu sebagai
rujukan suatu produk hukum, merupakan hal yang tidak sesuai dengan tata cara pembentukan
perundangan. Sebab sumber dari segala sumber hukum dalam segala kehidupan ketatanegaraan
adalah Pancasila.1 Idealnya, rujukan suatu peraturan daerah adalah peraturan perundangundangan di atasnya, sesuai dengan dierarki peraturan perundang-undangan.
Dalam Perda Bengkulu Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Wajib Bisa Baca Al-Quran Bagi
Siswa Dan Calon Pengantin dituliskan pada pasal 2 yang berbunyi :
(1) Setiap satuan pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan baca Al Quran.
(2) Setiap siswa yang akan menamatkan jenjang pendidikan wajib bisa baca Al-Quran dengan
baik dan benar.
Dari pasal ini dapat diartikan bahwa diwajibkan bagi seluruh siswa dari semua tingkatan
untuk dapat membaca Al-Quran dengan baik. Pada pasal 10 dijelaskan bahwa setiap siswa yang
telah menyelesaikan pendidikan baca Al-Quran akan diujikan oleh sekolah atau satuan
pendidikan yang bersangkutan dan jika dinyatakan lulus akan diberikan sertifikat tanda tamat
belajar Al-Quran sesuai dengan jenjang pendidikannya. Dalam hal ini, sudah dapat diartikan
bahwa peraturan tersebut bersifat mengikat bagi siswa yang beragama islam dari semua
tingkatan pendidikan untuk dapat baca Al-Quran dengan baik.
1 Pasal 2 UU 12 2011 tentang Pembentukan peraturan Perundang-Undangan.

Berikut merupakan Perda Bengkulu Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Wajib Bisa Baca AlQuran Bagi Siswa Dan Calon Pengantin BAB IX pasal 10, BAB X pasal 11 dan BAB XI pasal
12 dan pasal 13 yng berbunyi:
BAB IX
EVALUASI PENDIDIKAN
Pasal 10
(1) Setiap siswa yang telah menyelesaikan pendidikan baca Al Quran dievaluasi dan diuji
kemampuannya oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
(2) Siswa yang dinyatakan lulus mengikuti ujian pendidikan baca Al Quran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diberikan sertifikat tanda tamat belajar Al Quran sesuai dengan
jenjang pendidikannya oleh Dinas Pendidikan.
(3) Sertifikat untuk siswa Madrasah harus mendapat rekomendasi dari Kantor Kementerian
Agama Bengkulu Tengah.
BAB X
KEGUNAAN SERTIFIKAT
Pasal 11
(1) Kegunaan sertifikat sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2), yaitu sebagai salah satu
syarat bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, serta syarat untuk
melangsungkan perkawinan bagi calon pengantin.
(2) Dalam hal siswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki sertifikat tanda tamat
belajar Al Quran, satuan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi berhak menolak calon
siswa yang bersangkutan.
(3) Dalam hal calon pengantin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki sertifikat
tanda tamat belajar Al Quran, Pegawai Pencatat Nikah berhak mencegah perkawinan.

BAB XI
DISPENSASI
Pasal 12
(1) Siswa sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) berhak mengajukan permohonan
dispensasi kepada pejabat yang berwenang.

(2) Calon pengantin sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (3) berhak mengajukan
permohonan dipensasi kepada pejabat yang berwenang.
(3) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati
dengan Keputusan Bupati.
(4) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala
Kantor Kementerian Agama oleh Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama.

Pasal 13
(1) Pejabat yang berwenang dapat memberikan dispensasi kepada siswa atau calon pengantin
yang tidak memiliki sertifikat, setelah syarat-syarat pemberian dispensasi dipenuhi.
(2) Syarat-syarat pemberian dispensasi kepada siswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yaitu sebagai berikut:
a. Siswa yang bersangkutan bersedia dan mampu untuk diuji;
b. Dalam hal setelah di uji ternyata siswa yang bersangkutan tidak bisa membaca Al
Quran, maka siswa yang bersangkutan wajib membuat surat penyataan bersedia untuk
mengikuti program khusus belajar baca Al Quran selama 3 (tiga) bulan pada satuan
pendidikan dimana ia akan melanjutkan pendidikan.
(3) Syarat-syarat pemberian dispensasi kepada calon pengantin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yaitu sebagai berikut:
a. Calon pengantin yang bersangkutan bersedia dan mampu untuk diuji;
b. Dalam hal setelah di uji ternyata calon pengantin yang bersangkutan tidak bisa
membaca Al Quran, maka calonpengantin yang bersangkutan wajib membuat surat
penyataan bersedia untuk mengikuti program khusus belajar Al Quran selama 3 (tiga)
bulan pada satuan pendidikan yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang.
Sertifikat ini digunakan sebagai salah satu syarat bagi siswa untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi, serta syarat untuk melangsungkan perkawinan bagi calon
pengantin, sedangkan bagi siswa yang tidak memiliki sertifikat tersebut pihak satuan pendidikan
yang lebih tinggi berhak menolak calon siswa yang bersangkutan dan bagi calon pengantin yang
tidak memiliki sertifikat tersebut pegawai pencatat nikah berhak mencegah perkawinan, hal ini
tertulis dalam pasal 11. Berdasarkan pasal-pasal yang telah disebutkan sesuai yang tertulis dalam
perda bengkulu tersebut sudah jelas bahwa perda ini hanya mengatur kepada umat yang
beragama islam (muslim) saja. Sedangkan pada Pancasila yaitu sila ke-1 yang berbunyi
Ketuhanan Yang Maha Esa bahwa Indonesia mengayomi seluruh agama atau kepercayaan

yang ada dan tidak memberatkan terhadap salah satu agama saja. Pada butir-butir Pancasila pada
sila ke-1 juga disebutkan, seperti berikut:
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain (Redaksi Indonesia Tera, 2008).
Berdasarkan perda Bengkulu tersebut jelas bahwa perda tersebut tidak sesuai dengan
nilai-nilai pancasila karena hanya mentitik beratkan yang mengatur umat islam saja. Seharusnya
perda tersebut mengatur seluruh agama atau kepercayaan yang ada bukan hanya sepihak saja.
Selain itu juga, perda tersebut dibuat tidak berlandaskan pada UUD 1945 dan hanya diputuskan
pada kepentingan kelompok. Dalam hal ini, agama lain terlihat lebih di kesampingkan karena
tidak ada perda yang mengatur agama lainnya. Jelas pasti ada timbul kecemburuan sosial
terhadap ini dan juga tidak ada keadilan terhadap sesama umat beragama.
Selain itu juga, terdapat aturan yang mengikat terhadap siswa dan juga calon pengantin
harus memiliki sertifikat tanda tamat belajar Al-Quran, jika tidak memiliki sertifikat tersebut
maka siswa yang bersangkutan tidak dapat melanjutkan pendidikan kejenjang lebih tinggi serta
bagi calon pengantin tidak dapat melaksanakan pernikahan. Bahkan untuk calon pengantin yang
tidak memiliki sertifikat tanda tamat belajar Al Quran, Pegawai Pencatat Nikah berhak
mencegah perkawinan. Hal ini jelas, melanggar hak asasi terhadap kebebasan mendapatkan
pendidikan serta kebebasan dalam melaksanakan pernikahan dan juga jelas tidak sesuai dengan

nilai pancasila yaitu pada sila ke-5 yang berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Pada butir-butir sila ke-5 ini dijelaskan bahwa:
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup
mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan
umum.
9. Suka bekerja keras
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan social (Redaksi Indonesia Tera, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Redaksi Indonesia Tera, 2008, UUD 1945 dan Perubahannya+Struktur Ketatanegaraan,
Penerbit Indonesia Tera, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai