Anda di halaman 1dari 11

1.

Definisi Konstipasi

tiga

Kata constipation atau


konstipasi berasal dari bahasa
Latin

constipare

yang

mempunyai arti bergerombol


bersama, yaitu suatu istilah
yang

berarti

menyusun

ke

dalam menjadi bentuk padat.


Baru pada abad 16 istilah
konstipasi

digunakan

pada

keadaan ditemukan sejumlah


tinja terakumulasi di dalam
kolon

yang

Konstipasi
keadaan
ditemukan

berdilatasi.
merupakan

yang
pada

sering
anak

dan

dapat menimbulkan masalah


sosial maupun psikologis.
Konstipasi

lebih

merupakan suatu gejala klinis


dibanding

sebagai

suatu

penyakit tersendiri.
Salah

satu

mempelajari

kendala

dalam

konstipasi

adalah sulitnya menentukan


definisi kelainan ini. Terdapat

aspek

penting

menentukan

untuk
adanya

konstipasi, yaitu;
konsistensi tinja
frekuensi defekasi
dan temuan pada feses
(Endyarni, 2004).
2. Patofisiologi Konstipasi
Proses normal defekasi
diawali dengan teregangnya
dinding rektum.
Regangan

tersebut

menimbulkan refleks relaksasi


dari

sfingter

anus

interna

yang akan direspon dengan


kontraksi

sfingter

anus

eksterna.
Saat proses defekasi, sfingter
anus eksterna dan muskulus
puborektalis
relaksasi

mengadakan

sedemikian

rupa

sehingga sudut antara kanal


anus

dan

rektum

terbuka,

membentuk jalan lurus bagi


tinja
anus.

untuk

keluar

melalui

Kemudian dengan mengedan,

menimbulkan konstipasi dan

yaitu meningkatnya tekanan

hemorrhoid.

abdomen

dan

kontraksi

Proses

defekasi

yang

rektum, akan mendorong tinja

normal memerlukan keadaan

keluar

anatomi

melalui

anus.

Pada

dan

persyarafan

posisi jongkok, sudut antara

yang normal dari rektum, otot

anus dan rektum ini akan

puborektal dan sfingter ani.

menjadi

Rektum adalah organ sensitif

lurus

akibat

fleksi

maksimal dari paha.

yang

Hal

defekasi.

ini

proses

akan

memudahkan

defekasi

dan

memerlukan

tidak
tenaga

mengedan yang kuat.

mengawali

Tekanan pada dinding rektum


akan

merangsang

saraf

intrinsik

menyebabkan
Pada

posisi

duduk,

sudut

proses

ngter

ani

sistem

rektum

dan

relaksasi
interna,

sfi
yang

antara anus dan rektum ini

dirasakan sebagai keinginan

menjadi

untuk defekasi. Sfingter ani

tidak

sehingga

cukup

lurus

membutuhkan

eksterna

tenaga mengedan yang lebih

relaksasi

kuat.

kuat

dikeluarkan

yang

peristaltik kolon melalui anus.

Akibat

tenaga

mengedan

dibutuhkan,
dapat

semakin

lama-kelamaan
menimbulkan

kerusakan

pada

daerah

rektoanal

yang

dapat

kemudian

menjadi

dan

feses
mengikuti

Bila relaksasi sfingter ani


interna

tidak

cukup

kuat,

maka sfingter ani eksterna


akan
reflek,

berkontraksi

secara

selanjutnya

sesuai

dengan

kemauan.

puborektal

akan

Otot

membantu

sfingter ani eksterna sehingga


anus

mengalami

konstriksi.

konstriksi

sfingter

Bila

Sasaran

terapi

yaitu:
(1) massa feses, (2) refleks
peristaltik
Tujuan

dinding

kolon.

terapinya

adalah

eksterna berlangsung cukup

menghilangkan

lama, refleks sfingter internus

artinya

akan

mengalami

menghilang,

keinginan

sehingga

defekasi

juga

menghilang.
Pada
yang

terkumpul

di

waktu

lama

dalam

proses

feses
rektum
akan

mengurangi

aktivitas
mendorong

konstipasi

lagi
atau
BAB

frekuensi
feses)

dan

kembali

normal.
Sasaran Terapi Konstipasi
Strategi

terapi

dapat

menggunakan

terapi

peristaltik

yang

farmakologis

maupun

non-

feses

luar

farmakologis.

Terapi

non-

sehingga
retensi

tidak

defekasi/

konsistensi

menyebabkan dilatasi rektum.


Akibatnya

gejala,

pasien

(meliputi
konstipasi,

konstipasi

ke

menyebabkan

feses

yang

lebih

farmakologis
untuk

digunakan
meningkatkan

banyak. Peningkatan volume

frekuensi BAB pada pasien

feses

konstipasi,

yaitu

menambah

asupan

pada

menyebabkan
sensorik

rektum

rektum

kemampuan
berkurang

dengan
serat

sebanyak 10-12 gram per hari

sehingga retensi feses makin

dan

mudah terjadi.

cairan yang diminum, serta

Sasaran Terapi Konstipasi

meningkatkan

volume

meningkatkan aktivitas fisik/

meningkatkan

tekanan

olahraga.

hidrostatik dalam usus.

Sumber makanan yang

Obat

kaya akan serat, antara lain:

mengubah

sayuran, buah, dan gandum.

normalnya merupakan organ

Serat

tempat

dapat

menambah

pencahar
kolon,

ini
yang

terjadinya

volume feses (karena dalam

penyerapan

saluran pencernaan manusia

organ yang mensekresikan air

ia tidak dicerna), mengurangi

dan elektrolit (Dipiro, et

penyerapan air dari feses, dan

2005).

membantu

cairan

menjadi
al,

mempercepat

Obat pencahar sendiri

feses melewati usus sehingga

dapat dibedakan menjadi 3

frekuensi

golongan, yaitu: (1) pencahar

defekasi/

BAB

meningkat.

yang melunakkan feses dalam

Sedangkan
farmakologis

terapi

1-3

hari

(pencahar

obat

bulk-forming, docusates, dan

laksatif/ pencahar digunakan

laktulosa); (2) pencahar yang

untuk meningkatkan frekuensi

mampu

BAB dan untuk mengurangi

yang

konsistensi feses yang kering

dalam

dan

(derivat

keras.

mekanisme
pencahar

dengan

waktu

Secara

umum,

kerja

obat
meliputi

menghasilkan feses

lunak

atau

waktu

semicair

6-12

jam

difenilmetan

dan

derivat antrakuinon)
pencahar

yang mampu

pengurangan absorpsi air dan

menghasilkan

pengluaran

elektrolit,

feses yang cair dalam waktu

meningkatkan

osmolalitas dalam lumen, dan

(3)

1-6

jam

(saline

cathartics,

minyak

castor,

larutan

elektrolit polietilenglikol).
Penatalaksanaan

Terapi

Konstipasi
a.
Pengobatan

usus

besar

non-

adalah

suatu bentuk latihan perilaku


yang

disarankan

penderita
tidak

jelas

yang

penyebabnya.

Penderita

dianjurkan

mengadakan
teratur

pada

konstipasi

waktu

setiap

hari

ini.
2.

Diet : peran diet penting

untuk

farmakologis
1.
Latihan usus besar :
melatih

menunda dorongan untuk BAB

secara
untuk

mengatasi

konstipasi

terutama pada golongan usia


lanjut.

Data

epidemiologis

menunjukkan

bahwa

diet

yang

mengandung

banyak

serat

mengurangi

angka

kejadian

konstipasi

dan

macam-macam

penyakit

gastrointestinal

lainnya,

misalnya divertikel dan kanker


kolorektal.
Serat meningkatkan massa

memanfaatkan gerakan usus

dan

besarnya. dianjurkan waktu ini

mempersingkat waktu transit

adalah

di

5-10

berat

setelah

sehingga

dapat

manfaa serat ini, diharpkan

memanfaatkan reflex gastro-

cukup asupan cairan sekitar 6-

kolon untuk BAB. Diharapkan

8 gelas sehari, bila tidak ada

kebiasaan

dapat

kontraindikasi untuk asupan

penderita

cairan.
3. Olahraga : cukup aktivitas

ini

menyebabkan
tanggap
tanda

dan

terhadap
rangsang

tandauntuk

BAB, dan tidak menahan atau

untuk

serta

menit

makan,

usus.

feses

mendukung

atau mobilitas dan olahraga


membantu

mengatasi

konstipasi jalan kaki atau lari-

lari

kecil

sesuai

yang

dengan

dilakukan
umur

kemampuan

pasien,

menggiatkan

sirkulasi

perut

untuk

dinding

terutama

pada

lanjut yang lebih muda, serat

akan

berguna menurunkan waktu

dan
perut,

penderita

dengan atoni pada otot perut.


4. Cairan: Keadaan status
hidrasi

yang

buruk

menyebabkan
Kecuali
orang

dapat

konstipasi.

ada

kontraindikasi,

lanjut

diingatkan

usia

perlu

untuk

minum

sekurang kurangnya 6-8 gelas


sehari

(1500

perhari)

untuk

dehidrasi.
dapat

ml

cairan

mencegah

Asupan

dicapai

bila

cairan
tersedia

cairan/minuman

yang

dibutuhkan di dekat pasien,


demikian

pula

cairan

Serat: Pada orang usia

dan

memeperkuat

otot-otot

5.

yang

transit (transit time).


Pada
orang
lanjut

usia

disarankan

agar

mengkonsumsi serat skitar 610 gram per hari. Ada juga


yang

menyarankan

agar

mengkonsumsi

serat

sebanyak 15-20 per hari.


Serat berasal dari;
biji-bijian
sereal
beras merah
buah
sayur
kacang-kacangan.
Serat

akan

gerakan

memfasilitasi

usus

dengan

meningkatkan masa tinja dan


mengurangi

waktu

transit

usus.
Serat juga menyediakan

berasal dari sup,sirup, dan es.


Asupan cairan perlu lebih

substrat untuk bakteri kolon,

banyak

dengan

bagi

mereka

yang

produksi

gas

dan

mengkonsumsi diuretik tetapi

asam lemak rantai pendek

kondisi jantungnya stabil.

yang meningkatkan gumpalan

tinja.

Perlu

diingat

serat

wheat seperti pysilium dan

tidaklah efektif tanpa cairan

isophagula husk, dan senyawa

yang

sintetik seperti metilselulosa.

cukup,

dan

dikontraindikasikan

pada

Bulking

agent

sistetik

pasien dengan impaksi tinja

serat

(skibala) atau dilatasi kolon.


Peningkatan jumlah serat

efektif dalam meningkatkan

dapat

menyebabkan

gejala

kembung, banyak gas, dan


buang

besar

tidak

teratur

terutama pada 2-3 minggu


pertama,

yang

seringkali

menimbulkan ketidakpatuhan
obat.
b. Pengobatan farmakologis
Jika

modifikasi

perilaku

ini

kurang berhasil, ditambahkan


terapi

farmakologis,

dan

biasanya dipakai obat-obatan


golongan pencahar. Ada 4 tipe
golongan obat pencahar :
1. Pencahar pembentuk tinja
(pencahar bulk/bulk laxative)
Pencahar bulk merupakan

natural

dan

sama-sama

frekuensi dan volume tinja.


Obat ini tidak menyebabkan
malabsorbsi
kalsium

zat

pada

besi

atau

orang

usia

lanjut, tidak seperti bran yang


tidak diproses.
Pencahar bulk

terbukti

menurunkan konstipasi pada


orang usia lanjut dan nyeri
defekai pada hemoroid. Sama
halnya dengan serat, obat ini
juga harus diimbangi dengan
asupan cairan.
2. Pelembut tinja
Docusateseringkali
direkomendasikan

dan

digunakan oleh orang lanjut


usia sebagai pencahar dan

25% pencahar yang beredar

sebagai

pelembut

di pasaran.
Sediaan yang ada merupakan

Docusate

sodium

bentuk

serat

alamiah

non-

sebagai

tinja.

bertindak
surfaktan,

menurunkan

tegangan

Orang usia lanjut biasanya

untuk

memerlukan waktu yang lebih

membiarakan air masuk dam

lama yakni sampai dengan 10

memperlunak feses.
Docusate sebenarnya

minggu

permukaan

dapat

feses

menolong

tidak

konstipasi

sebelum

kebiasaan

mencapai

defekasi

yang

sebelum

tidur

mengurangi

risiko

teratur.

yang kronik, penggunaannya


sebaiknya
situasi

dibatasi

dimana

pada

mangedan

harus dicegah.
3. Pencahar stimulan
Senna merupakan obat yang
aman digunakan oleh orang
usia

lanjut.

meningkatkan

Senna

peristaltik

di

kolon distal dan menstimulasi


peristaltik

diikuti

dengan

evakuasi feses yang lunak.


Pemberian 20 mg senna per
hari

selama

bulan

oleh

pasien berusia lebih dari 80


tahun

tidak

kehilangan

menyebabkan
protein

atau

elektrolit.
Senna umumnya menginduksi
evakuasi

tinja

setelah pemberian.

8-12

jam

Pemberian
malam

inkontininsia fekal malam hari


dan dosis juga harus ditritasi
berdasarkan respon individu.
Terapi

dengan

Bisakodil

supositoria memiliki absorbsi


sistemik minimal dan sangat
menolong
diskezia
lanjut.

untuk
rectal

mengatasi
pada

Sebaiknya

usia

diberikan

segera setelah makan pagi


secara

supositoria

mendapatka

efek

untuk
refleks

gastrokolik. Penggunaan rutin


setiap

hari

menyebabkan
terbakar

pada

dapat
sensasi

rectum,

jadi

sebaiknya digunakan secara

rutin, melainkan sekitar 3 kali

diberikan 20-30 selama empat

seminggu.
4. Pencahar hiperosmolar
Pencahar hiperosmolar terdiri

kali sehari.
Glikol polietelin

atas laktulosa disakarida dan


sorbitol.

Di

dalam

kolon

keduanya di metabolisme oleh


bakteri kolon menjadi bentuk
laktat,

aetat,

dan

dengan

asam

melepaskan

karbondioksida. Asam organik


dengan berat molekul rendah
ini

secara

osmotic

meningkatkan

cairan

intraluminal dan menurunkan


pH feses.
Laktulosa

merupakan

pencahar hiperosmolar yang


potensial

yang

cairan

ke

mengalirkan
lumen

merupakan

zat

usus

efektif.

yang

dan

pembersih
Gliserin

adalah pencahar hiperomolar


yang dugunakan hanya dalam
bentuk supositoria.
5. Enema
Enema merangsang evakuasi
sebagai

respon

distensi

kolon;

terhadap
hasil

yang

kurang baik biasanya karena


sebagai

pencahar

hiperosmolar

pemberian

yang

tidak

Enema

harus

terbukti

memadai.

memperpendek waktu transit

digunakan

pada sejumlah kecil penghuni

pada usia lanjut. Pasien usia

panti

lanjut yang mengalami tirah

rawat

jompo

yang

mengalami konstipasi.
Laktulosa dan sorbitol juga
sama-sama

menunjukkan

efektifitasnya
mengobati

dalam

konstipasi

pada

orang usia lanjut yang berobat


jalan.

Sorbitol

sebaiknya

secara

baring

hati-hati

mungkin

membutuhkan enema secara


berkala

untuk

mencegah

skibala.

Namun,

pemberian

enema tertentu terlalu sering


dapat

mengakibatkan

efek

samping. Enema yang berasal


dari

kran

(tap

water)

merupakan tipe paling aman


untuk

penggunaan

karena

tidak

rutin,

menghasilkan

iritasi mukosa kolon. Enema


yang berasal dari air sabun
(soap-suds)
diberikan

sebaiknya

pada

tidak

orang

usia

lanjut.
Kesimpulan

dalam

waktu

menyebabkan

rektum.
mengurangi
feses

dilatasi
aktivitas

yang

ke

yang

mendorong

luar

menyebabkan

sehingga

retensi

lebih

Peningkatan
pada

lama

Akibatnya

peristaltik

feses

banyak.

volume

rektum

feses

menyebabkan

kemampuan sensorik rektum


berkurang

kolon.

sehingga

retensi

feses makin mudah terjadi.

(1)

massa

Strategi

dan

penatalksanaan terapi dapat


menggunakan
farmakologis

terapi
maupun

non-

farmakologis
Saran
yang

dapat

diberikan yaitu, perbanyaklah


referensi

1. Feses yang terkumpul di

terapi

feses
(2) refleks peristaltik dinding

Saran

diambil yaitu :

akan

Sasaran

konstipasi yaitu:

B.

Kesimpulan yang dapat

rektum

2.

banyak

agar

semakin

pengetahuan

yang

diperoleh tentang konstipasi.


Untuk

mencegah

sebelum terjadinya konstipasi


jagalah

pola

hidup,

seperti

makan makanan yang sehat


dan olahraga teratur.

DAFTAR PUSTAKA

Seventh Edition. The McGrawHill Companies. New York.


Arif, A., dan Sjamsudin, U. 1995 . Obat
Endyarni B dan Badriul H S. 2004.
Lokal. Dalam : Ganiswara,
Konstipasi Fungsional. Sari
S.G. Farmakologi dan Terapi.
Pediatri. Vol. 6 No. 2.
Edisi
Keempat.
UI-Press.
Firmansyah A.1994. Konstipasi Pada
Jakarta.
Anak. Sari Pediatri. Vol. 2
Buller MA, Ginkel VR, Benninga MA.
No.5.
2002.
Constipation Gerai,
in
2013. Gastroenterologi : Kenali
children, pathophysiology and
Jenis Konstipasi dan Tentukan
clinical approach. Prosiding
Terapi. Farmacia.
KONIKA ke-12, Bali.
McQuaid K.R. 2007. Gastrointestinal
Dianne, Y. J., Sofni, S., Yorfa, S., 2013.
disorders.
In
S.J.McPhee,
Konstipasi pada Anak. CDK,
M.A.Papadakis,
L.M.Tierney:
Vol. 40, No.1. Universitas
Current medical diagnosis &
Andalas. Sumatera Barat.
treatment 2008. 47th ed. New
Dipiro, J. T., Robert, L.T., Gary, C.,
York: McGraw-Hill.
Barbara, G.W., Michael,Santosa,
P.
Nindya.
dkk.
2002.
2005. Pharmacotherapy :A
Farmakologi Jilid II (untuk
Pathophysiologic
Approach
kelas II) Cetakan Ketiga. Jakart

Anda mungkin juga menyukai