-3-
-5-
-6-
atau tanpa semen ) dan membuka femur dan insersi komponen femur
( kaput femur dan stem ) ke dalam femoral shaft ( dengan atau tanpa
semen ).
THR juga dikaitkan dengan tiga komplikasi yang mengancam
kehidupan :
- bone cement implantation syndrome.
- peradarahan intra dan postop.
- thromboemboli vena.
Jadi terdapat banyak alasan mengapa monitoring arteri invasive
pada umumnya direkomendasikan untuk prosedur-prosedur ini. Fenomena
emboli sebagian besar terjadi selama insersi phrostesis femur. Beberapa
klinisi meningkatkan konsentrasi oksigen inspirasi sebelum memberikan
semen. Operator juga membuat lubang ventilasi pada femur distal untuk
menurunkan tekanan intr medulla, melakukan lavage tekanan tinggi
femoral shaft untuk mengeluarkan debris ( berpotensi mikroemboli) atau
menggunakan komponen yang tidak menggunakan semen.
Thromboemboli vena penyebab yang signifikan morbiditas dan
mortalitas akibat hip replacement surgery. Seperti yang telah dibicarakan
lebih awal, penggunaan anestesi regional menurunkan insiden deep
venous thrombosis dan emboli pulmonal. Oleh karena itu sebagian besar
center menggunakan anestesi neuraksial baik sendiri atau digabung
dengan anestesi umum, jika memungkinkan. Anestesi epidural atau
spinal ( biasanya hipobarik atau isobaric ) dapat digunakan. Beberapa
center secara rutin menggunakan opioid spinal pada akhir prosedur,
dimana yang lainnya mempercayakan pada parenteral dan opioid oral
untuk analgesia post operatif. Pencegahan lainnya terhadap DVT
adalah intermittent leg-compression devices dan profilaksis
antikoagulan dosis rendah.
A. Arthroplasty Bilateral
Bilateral hip arthroplasty dapat secara aman dikerjakan selama
anestesi tunggal, dengan asumsi tidak ada embolisasi pulmonal yang
signifikan setelah insersi komponen femor yang pertama. Monitoring arteri
pulmonal member tanda yang dapat dipercaya adanya embolisasi dengan
peningkatan pulmonary vascular resistance (PVR). Ini biasanya
diindikasikan dengan adanya peningkatan pulmonary artery pressure
(PAP) bersamaan dengan unchanged pulmonary artery occlusion pressure
(PAOP) dan turunnya cardiac output.
Jika tekanan arteri pulmonal meningkat diatas normal (200 dyn x s x
cm-5 ) selama arthroplasty panggul yang pertama, pembedahan sisi
kontralateral seharusnya ditunda. Sistem prosthetic tanpa semen yang
baru membantu menghindarkan efek samping dari semen. Arthroplasty
panggul bilateral tanpa semen tidak perlu monitoring tekanan arteri
pulmonal. Insersi kateter epidural preoperative sangat memfasilitasi
manajemen nyeri post op. Cairan anestesi local yang diencerkan dengan
atau tanpa opioid dapat digunakan dalam 24-72 jam post op.
B. Revisi Arthroplasty
-9-
rumah
sakit
lebih
awal,
dan
pemulihan
yang
lebih
cepat.Pendekatan lateral dengan mengunakan single 3-in incision pada
pasien
dengan
posisi
lateral
dekubitus,
pendekatan
anterior
menggunakan two separate 2-in incisions ( satu untuk komponen
astabulum dan yang lain untuk komponen femur ) dengan pasien posisi
supine. Teknik invsif minimal dapat mengurangi hospitalisasi sampai24
jam
atau
kurang.
Teknik
anestesi
telah
berkembang
untuk
mengakomodasikan perubahan radikal ini pada manajemen pembedahan.
Anestesi epidural dengan infuse propofol dan sebuah LMA
paling sering digunakan. Penggunaan teknik ini pada beberapa center
secara besar-besaran menghilangkan kebutuhan opioid parenteral,
mempercayakan hanya pada opioid oral pada periode pre dan post
op.
Premedikasi
termasuk
analgesia
multimodal,
terdiri
oxycodone 10 mg, valdecoxib 20 mg dan asetaminofen 500 mg.
Midazolam 1-2 mg juga digunakan sebagai sedasi segera sebelum
pembedahan. Profilaksis anti emetic secara rutin digunakan .
Anestesia untuk pembedahan biasanya diberikan dengan lidokain 2%
lewat epidural (4cc test dose ) dan ropivacain 1% ( total 8 cc ), jumlah
anestesi local ini adequate untuk sebagian besar pasien dan berlangsung
2 3 jam. Penggunaan kateter epidural mengijinkan administrasi
tambahan anestesi local jika diperlukan. Sedasi atau anesthesia umum
yang dangkal diberikan dengan propofol 75 150 mikrogram / kgbb /
menit. Sebagian besar operator juga menginjeksikan ropivacain atau
bupivakain ( 80 100 mg dengan methylprednisolon 80 mg dan morphin
4 mg ) ke dalam sendi dan luka. Kateter epidural dicabut pada akhir
pembedahan. Analgesia post op diberikan dengan hydrocodone dan
asetaminofen ( atau propoksifen dan parasetamol ) dan NSAIDs
( valdecoxib ).
Reduksi Tertutup Dislokasi Panggul
Terdapat 3% insiden dislokasi panggul setelah arthroplasti panggul
primer dan 20% insiden setelah total hip revision. Insiden ini tampaknya
secara signifikan diturunkan dengan CAS. Karena kekuatan kecil yang
diperlukan untuk membuat dislokasi prosthetic hip, pasien dengan hip
implants memerlukan perhatian khusus selama mengatur posisi setelah
prosedur bedah.
Dislokasi panggul biasanya dapat dikoreksi dengan reduksi tertutup.
Anestesi umum dengan face mask atau LMA biasanya cukup untuk
prosedur yang sangat singkat ini. Paralisis yang nyata dapat diberikan
suksinil kolin atau mivacurium dan akan memfasilitasi manipulasi operator
dengan merelaksasi otot-otot panggul. Reduksi yang berhasil perlu
dikonfirmasikan secara radologis sebelum pasien bangun.
OPERASI LUTUT
Dua hal yang sering dikerjakan pada pembedahan lutut yaitu arthroskopi
dan total atau partial joint replacement.
Arthroskopi Lutut
-11-
Pertimbangan preoperative
Arthroskopi adalah pembedahan yang mengalami revolusi untuk
banyak sendi, termasuk lutut, bahu, ankle, dan pergelangan tangan.
Arthroskopi sendi biasanya prosedur outpatient. Meski pasien dengan
tipikal khusus yang menjalani arthroskopi lutut sering pada atlet muda
yang sehat, juga sering dikerjaka pada pasien tua dengan masalah medis
multiple.
Manajemen Intraoperatif
Lapangan operasi yang tak berdarah sangat memfasilitasi bedah
arthroskopi. Untungnya, bedah lutut memberikan area tak berdarah
dengan menggunakan pneumatic tourniquet. Prosedur dikerjakan sebagai
prosedur outpatient dengan pasien pada posisi supine dan pada sebagian
besar pasien dengan anesrtesi umumdengan LMA. Beberapa center
secara rutin menggunakan anesthesia neuraksial. Teknik anesthesia
regional alernatif termasuk blok saraf three-in-one saraf femoral dan saraf
kutaneus femoral ( dengan atau tanpa blok saraf sciatic ), blok
kompartemen psoas dan infiltrasi local (semua dengan sedasi).
Keberhasilan dan kepuasan pasien tampaknya sama dengan
anestesi epidural ( 3% 2-chloroprocaine ) dan anestesi spinal ( lidokain 25
mg atau bupivakain 6 mg ditambah fentanyl 15-20 g ). Dengan catatan
bahwa dosis kecil spinal lidokain insiden sindrom neurologi sesaat
melampaui 10%. Juga sekitar 30% pasien mengeluh nyeri pinggang
setelah anestesi epidural atau spinal. Waktu pemulangan setelah anestesi
umum dan neuraksial tampaknya sama.
Pemulihan nyeri post operatif
Pemulihan pasienyang berhasil tergantung pada ambulatory yang
lebih awal, pemulihan nyeri yang adequate, dan nausea dan
vomitus yang minimal. Teknik yang menghindari dosis besar opioid
sistemik merupakan himbauan yang nyata. Bupivacain intra articular
( 15-30 cc dari 0,25-0,5% bupivacain atau ropivacain dengan
epinephrine 1:200.000) sering memberikan kepuasan analgesia untuk
beberapa jam post operatif. Tambahan
1-5 mg morphin dapat
memperpanjang analgesia untuk beberpa jam pada beberapa pasien.
Mekanisme yang diduga dari analgesia ini agak kontroversi melibatkan
interaksi antara reseptor opioid perifer dalam sendi. Strategi pengendalian
nyeri lainnya termasuk ketorolak sistemik, injeksi kortikosteroid
intra artikular ( mis: triamsinolon asetonid 10mg dala 20 ml saline
), blok saraf three-in-one, atau pemasangan kateter banyak
lubang saat penutupan luka yang dihubungkan dengan portable
pump (mis: Pain Buster ).
Total Knee Repalcement (TKR)
Pertimbangan Perioperatif
Pasien yang menjalani total knee replacement sangat menyerupai
mereka yang total hip replacement ( mis: rheumatoid arthritis,
osteoarthritis ).
Manajemen intraoperatif
-12-
Indonesia is one of countries with the largest forest area in the world and really need
to do the conservation. It also completed with a management of forests for
conservation and ecological balance of the earth nature. Different types of forests in
Indonesia have the following functions.
1. Prevent erosion and landslides. The roots of the tree serve as a binder grain of
soil. With no forest, no rain fell to the ground but fell to the leaf surface or
absorbed into the ground.
2. Keeps, organize, maintain supplies of water in the rainy season also dry season.
3. Fertilize the soil, as fallen leaves will break down into soil humus.
4. As an economic resource. It can be utilized as a result of forest raw materials
or raw materials for industrial and building. For example, rattan, rubber, and
gutta-percha are used for handicrafts and materials of building.
5. As a dutfah plasma source for diversity in forest ecosystems that allow for the
development of genetic biodiversity.
6. Reduce pollution to air pollution. Plants absorb carbon dioxide and produce
oxygen needed by a living.
-14-