Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIAL

BLOK MUSKULOSKELETAL SKENARIO 1


BETISKU BAGIAN BAWAH NYERI SAAT LOMBA LARI CEPAT

KELOMPOK 20
Abdurrahman Azzam
Ananda Chaerunnisa P. S.
Cicilia Fitri Arumsari
Elsy Nasiha A.
Ghina Sabrina A.
Made Larashati Putri Wijaya
Muh. Arif Wira Bahari
Neoniza Eralusi A.
Riswanda Satria A. P.
Rosida Din Anjaini A.
Wildan Satrio W.
Zahra Addina

G0014002
G0014028
G0014058
G0014082
G0014106
G0014144
G0014160
G0014178
G0014204
G0014208
G0014240
G0014248

TUTOR : Dhani Redhono, dr.,Sp.PD.


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015

BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 1

Betisku Bagian Bawah Nyeri Saat Lomba Lari Cepat


Seorang sprinter tiba tiba terjatuh pada saat mengikuti perlombaan lari cepat 100 m. Dia
tampak kesakitan pada daerah betis kanan bagian bawah, tidak bisa berjalan berjinjit atau
berjalan sehingga tidak mampu melanjutkan perlombaan. Pemeriksaan tim kesehatan pada
atumit kanan didapatkan cekungan di atas tumit bagian belakang, oedem tidak didapatkan
jejas dan deformitas. Pemeriksaan pada tumit kiri tidak ada kelainan. Tim kesehatan
melakukan pemeriksaan khusus untuk menunjang diagnosis.
Berdasarkan skenario dan gambar di bawah ini, diskusikan anatomi, histologi, fisiologi
dan biokimia dari tulang, sendi, dan otot lurik pada emstremitas inferior kanan dan kiri
sprinter tersebut.

BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario
Dalam skenario ketiga ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai berikut:
1. Deformitas

: perubahan bentuk terhadap suatu jaringan

2. Jejas

: luka penyebab perubahan pada jaringan.

3. Oedem

: keadaan dimana terdapat cairan berlebih dalam tubuh.

4. Extremitas inferior

: alat gerak bagian bawah yang terdiri dari os coxae, os femur,

os
tibia, os fibula, dan os pedis
5. Sprinter

: atlet lari cepat

B. Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan


1. Bagaimana histologi dari kartilago, tulang, otot, dan sendi?
2. Bagaimana anatomi dari kartilago, tulang, otot, dan sendi?
3. Bagaimana fisiologi dari kartilago, tulang, otot, dan sendi?
4. Bagaimana biokimia dari kartilago, tulang, otot, dan sendi?
5. Bagaimana mekanisme kontraksi otot lurik?

6. Bagaimana mekanisme terjadi cekungan pada kaki atlet di skenario?


7. Apa saja penyebab dan gejala terjadi cekungan pada kaki atlet?
8. Apa saja otot dan ligamen yang terlibat saat lari cepat?
9. Bagaimana klasifikasi sendi secara fungsional dan struktural?
10. Bagaimana tahapan osifikasi?
11. Apa saja pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis?
12. Bagaimana diagnosis banding dari keluhan di skenario?
13. Apa saja terapi untuk pasien dalam skenario?
14. Bagaimana prognosisnya?
C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara
mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II).
1. OTOT
a. Otot Lurik
Otot lurik / Otot rangka
tersusun atas filamen-filamen,
yaitu filamen tebal dan filamen
tipis yang dapat terlihat pada
penampang

membujur

otot

rangka. Filamen tebal terdiri


dari miosin, merupakan daerah
yang terlihat gelap dan nantinya akan membentuk Pita A (Diskus Anisotrop).
Filamen tipis terdiri atas komponen aktin yang akan membentuk garis terang berupa
Pita I (diskus Isotrop). Pita A dan Pita I tersusun sejajar sepanjang serabut otot.

Garis tempat menempelnya filamen tipis dinamakan garis Z. Daerah yang di


batasi oleh dua garis Z disebut sarkomer yang nantinya akan berfungsi sebagai unit
fungsional dari otot rangka. Garis Z berjalan vertikal pada filamen tipis, sedangkan
garis terang yang berjalan vertikal tepat di tengah lapisan filamen tebal disebut Pita
H.
Dalam komponen miofibril terapat sebuah protein besar yang berfungsi untuk
menstabilkan posisi filamen dan meningkatkan kelenturan otot, yaitu protein titin.
Pada penampang melintang dari serat otot rangka akan terlihat bahwa satu filamen
tipis dikelilingi tiga filamen tebal, sedangkan filamen tebal dikelilingi oleh enam
filamen tipis yang nantinya akan berkaitan dengan proses jembatan silang dalam
menimbulkan kontraksi otot.
b. Otot Polos
Jenis otot ini disebut juga sebagai otot tidak lurik atau otot involunteer. Otot
polos terutama terdapat di bagian viseral, membentuk bagian kontraktil pada dinding
saluran cerna sejak pertengahan esofagus sampai ke anus, termasuk saluran keluar
kelenjar yang berhubungan dengan sistem ini. Otot ini terdapat pada system
pernapasan, system reproduksi, arteri, vena, pembuluh limfe yang besar, dermis, iris,
dan korpus siliaris pada mata. Pada tempat-tempat ini otot polos berfungsi mengatur
dan mempertahankan garis tengah lumen dari visera berongga.
Sel-sel otot polos dapat tersusun tersebar atau membentuk berkas memanjang
atau sebagai lembaran. Sel otot polos berbentuk gelendong, meruncing di kedua
ujungnya, dan mempunyai bagian tengah yang lebih lebar, tempat letak intinya.
Ukuran tergantung tempatnya, sekitar 15-20 m pada pembuluh darah kecil sampai
0,2 mm dengan tebal 6m. Pada dinding rahim yang sedang mengandung sel-sel otot
membesar dan memanjang sampai 0,5 mm.
Sitoplasma untuk sel otot disebut sarkoplasma mengandung sepasang sentriol.
Dalam sitoplasma terdapat butir-butir glikogen yang penting sebagai sumber energi.
Seperti selsel lainnya, sel otot diselubungi oleh membran plasma yang dinamakan

sarkolema. Untuk nutrisi jaringan otot diperlukan pembuluh darah yang bercabangcabang masuk di antara berkas-berkas otot.
Sarkoplasma di dekat inti mengandung sejumlah mitokondria halus,
mikrotubuli, granular endoplasmic reticulum dan kelompok-kelompok ribosom
bebas. Kompleks golgi menempati didekat salah satu ujung inti. Dalam sarkoplasma
terdapat berkas-berkas filamen yang membentuk miofibril
Ada 2 jenis miofilamen, yaitu miofilamen kasar dan miofilamen halus. Kedua
jenis miofilamen ini berjalan sejajar sumbu sel otot polos. Diantara berkas-berkas
miofilamen terlihat mitokondria. Apabila dilihat berkas-berkas gabungan miofilamen
halus dan miofilamen kasar maka mereka tidak membentuk pola yang teratur namun
tersebar di seluruh sel. Sarkolema menunjukkan lekukan ke dalam yang dinamakan
kaveola pada pengamatan dengan M.E.
Sebagian besar otot polos dibentuk melalui perkembangan sel-sel mesenkim.
Dalam hubungannya dengan beberapa kelenjar dan saluran keluarnya seperti
kelenjar-kelenjar liur, kelenjar keringat, dan kelenjar lakrimal ada sel dengan banyak
ciri khas otot polos yang berkembang dari ektoderm dan disebut sel mioepitel. Sel
otot polos dapat bertambah ukurannya akibat rangsangan fisiologis (misalnya dalam
rahim selama kehamilan) dan akibat rangsangan patologis (misalnya dalam arteriol
pada hipertensi). Pada keadaan dewasa dianggap bahwa sel otot polos berasal dari
jaringan pengikat yang belum mengalami diferensiasi lanjut.
Otot polos perlu inervasi untuk dapat berkontraksi maka jaringan otot
membutuhkan rangsangan dari ujung-ujung saraf. Oleh Bozler dibedakan 2 tipe:
1) Tipe multi unit
Apabila tiap otot polos mendapatkan rangsangan dari ujung-ujung saraf yang
berasal dari sebatang serabut saraf sehingga setiap sel otot mendapat impuls dalam
waktu bersamaan, akibatnya kontraksi dapat berlangsung bersamaan. Misalnya
terdapat pada iris, arteri besar, dan duktus deferens.

2) Tipe viseral
Dalam seberkas otot tidak semuanya mendapatkan ujung saraf tetapi rangsangan
akan diteruskan ke otot-otot yang berdekatan melalui hubungan yang mirip gap
junction.
c. Otot Jantung
Otot jantung bersifat lurik dan involunteer, berkontraksi secara ritmis dan
automatis. Mereka hanya terdapat pada miokard (lapisan otot pada jantung) dan pada
dinding pembuluh darah besar yang langsung berhubungan dengan jantung. Suatu
serat otot jantung terlihat dibawah mikroskop cahaya sebagai suatu satuan linier
terdiri atas sejumlah sel otot jantung yang terikat end to end (ujung-ujung) pada
daerah-daerah ikatan khusus yang disebut diskus interkalaris.
Serat otot jantung dibungkus suatu sarkolema tipis mirip yang terdapat pada
otot rangka, dan sarkoplasma yang mirip mithokondria. Miofibril-miofibril terpisahpisah oleh deretan mithokondria, yang mengakibatkan gambaran gurat-gurat
memanjang yang nyata. Celah-celah diantara anyaman serabut-serabut otot jantung
diisi oleh jaringan pengikat sebagai endomisium.
Otot jantung terdiri atas serabut-serabut otot yang bergaris-garis melintang
seperti halnya otot kerangka. Namun demikian kedua jenis serabut otot tersebut
terdapat perbedaan:

Serabut otot jantung tidak merupakan sinsitium, melainkan merupakan rangkaian


sel-sel tunggal yang berderet-deret ujung ketemu ujung dengan perantara suatu
bangunan yang dinamakan : discus intercalaris.

Sel otot jantung tidak berbentuk silindris biasa, melainkan bercabang-cabang


sehingga memberikan kesan adanya anyaman 3 dimensional.

Inti sel otot jantung tidak terletak dibawah sarkolema,melainkan ditengah sel.

Kontraksi otot jantung diluar pengaruh kehendak kita.


Dalam beberapa hal struktur halus otot jantung sama dengan otot kerangka,

khususnya mengenai hubungan antara miofilamen halus dengan miofilamen tebal,


sehingga lempeng-lempeng yang tampak pada miofibril tidak berbeda pula.
Perbedaan yang tampak pada pengamatan dengan M.E yaitu: susunan sarcoplasmic
reticulum dan mithokondria yang tidak teratur sehingga berkas-berkas miofilamen
membentuk miofibril tidak disusun secara teratur sehingga batas-batas miofibril tidak
tegas. Selain itu mitokondria lebih panjang dan lebih banyak jumlahnya serta sekatsekat dalam mithokondria juga lebih banyak. Kadang-kadang mithokondria
menempati satu sarkomer (2,5 m). Butir-butir glikogen banyak terdapat didaerah
lempeng I.
Invaginasi tubuler dari sarkoma yang membentuk tubul T pada otot jantung
berukuran lebih besar daripada otot kerangka dan terdapat pada daerah setiap
lempeng Z. Discus intercalaris yang biasanya terdapat pada daerah lempeng Z yang
semula belum diketahui secara pasti identitasnya, ternyata merupakan batas sel yang
berbentuk berigi-rigi antara sel-sel otot jantung yang berdekatan. Apabila diamati
dengan M.E, discus intercalaris dibedakan menjadi 2 bagian utama yaitu pars
transvelaris (menempati bagian yang berjalan melintang terhadap serabut otot) yang
tampak sebagai garis berkelok-kelok dibedakan dalam 2 daerah yang berlainan
strukturnya khususnya hubungan antara 2 sel yang berdekatan dan Pars lateralis
(menempati bagian yang sejajar dengan serabut otot).
Struktur pertama mirip struktur desmosom yaitu adanya gambaran pemadatan
sarkoplasma didaerah itu. Struktur ini meliputi daerah yang cukup luas, maka
dinamakan fascia adhaerens. Fungsi struktur ini diduga keras sebagai usaha mengikat
sel otot jantung satu dengan yang lain. Diantara struktur pertama tersebut, disana-sini
terdapat struktur jenis kedua yang mirip struktur gap junction dengan celah yang
memisahkan 2 sarkolema sebesar 20. Pada daerah ini tidak ada pemadatan
sitoplasma.mengingat struktur yang demikian diduga keras hubungan ini berfungsi
untuk merambatkan impuls dari satu sel otot jantung ke sel otot jantung di dekatnya.

Struktur pars lateralis dari discus intercalaris ternyata mirip dengan gap junction
kecuali meliputi daerah yang luas.
Otot jantung lebih tahan terhadap trauma bila dibandingkan dengan otot jenis
lainnya, tetapi hampir tidak ada tanda-tanda regenerasi setelah terjadinya suatu
cedera. Otot jantung yang rusak diperbaiki dengan meninggalkan suatu jaringan
parut.
Dapat diikuti sejak embrio sebagai perkembangan dari splanchnopleura yang
terdapat diluar endotil primordium jantung. Sejak awalnya telah terbentuk struktur
desmososm antar sel-sel otot. Terbentuknya sel otot jantung definitif yaitu pada saat
pembuluh darah bersama jaringan pengikat menembus endotil jantung.

2. KARTILAGO (TULANG RAWAN)


Tulang rawan merupakan sejenis jaringan penyambung di mana bahan interselnya
mempunyai konsistensi keras, meskipun jaringan ini kurang resisten terhadap tekanan
dibanding jaringan tulang keras. Fungsi tulang rawan adalah : menyokong jaringan lunak,
karena permukaan yang halus tulang rawan memberi permukaan pada persendian, sehingga
memudahkan pergeseran permukaan persendian , juga penting untuk pertumbuhan tulang
panjang, menjadi rangka bagi kehidupan prenatus Sifat-sifat fisiologi tulang rawan
terutama tergantung dari sifat fisikokimia matriknya yang mengandung kolagen dan atau
elastis yang berhubungan dengan glikoaminoglikan, konsistensi dari kebanyakan tulang
rawan terutama tergantung dari glikoaminoglikan yang molekul-molekulnya rupanya
bergabung dengan elektrostatik dengan kolagen yang ada dalam matrik tulang rawan
tersebut. Tulang rawan dengan kebutuhan tekanan dan beban berat akan lebih banyak
mengandung serabut kolagen dibanding elastis, sebaliknya tulang rawan yang tidak
mendapat tekanan tetapi memerlukan elastisitas, lebih banyak mengandung serabut elastis
dibanding kolagen.

a. Tulang rawan hialin


Tulang rawan hialin segar berwarna putih dan tembus cahaya, terdapat di : ujung
tulang iga, ujung tulang panjang, permukaan sendi, rangka embrio, rangka saluran
pernapasan dari hidung sampai bronkus. Zat amof intersel terutama mengandung serabut
kolagen tetapi tidak kelihatan dalam pengecatan rutin karena serabut kolagen berbentuk
fibril halus dan mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan indeks bias zat dasar
amorf, glikoaminoglikan merupakan unsur utama penyusun matrik amorf tulang rawan.
Sel tulang rawan ( kondrosit)merupakan sumber pembentuk matriks tulang rawan,
apabila ada kematian sel tulang rawan akan diikuti rapuhnya matrik bila tidak ada
perbaikan oleh kondrosit yang ada, hal ini terlihat pada pertumbuhan tulang keras pada
tempat yang sebelumnya adalah tulang rawan dimana kematian kondrosit diikuti
rapuhnya matrik tulang rawan. Perikondrium adalah sumber bagi kondrosit, karena pada
perikondrium ditemuka selsel tulang rawan muda yang bersifat embrional yaitu
kondroblas, kerusakan sel tulang rawan segera akan memicu terjadinya perkembangan
kondroblas menjadi sel tulang rawan baru untuk mengganti kematian kondrosit,
kerusakan jaringan tulang rawan akan segera diperbaiki oleh pertumbuhan sel baru dari
perikondrium.
Pertumbuhan tulang rawan ada 2 mekanisme, yaitu

Pertumbuhan secara interstisial, yang ditunjukkan oleh pembelahan kondrosit yang


sudah ada dan menghasilkan kondrosit isogenik yang diikuti pembentukan matrik
oleh kondrosit baru ini sehingga tulang rawan menjadi bertumbuh.

pertumbuhan aposisional, ddiferensiasi sel di perikondrium (kondroblas) perifer


menjadi sel tulang rawan baru, yang segera mensintesis matrik dan terjadi
pertumbuhan tulang rawan, pertumbuhan secara aposisional menjadi cara
pertumbuhan tualang rawan yang lebih penting.

b. Tulang rawan elastis

Tulang rawan elastis ditemukan di dalam adun telinga, dinding kanalis auditorius
eksternum, tuba auditorius eustakii dan epiglotis serta larinks. Pada dasarnya tulang
rawan elastis identik dengan tulang rawan hialin, kecuali bahwa pada tulang rawan
elastis selain mempunyai serabut kolagen juga kaya dengan serabut elastis. Tulang
rawan elastis mempunyai warna kuning akibat dari warna serabut elastis, tulang rawan
elastis bisa ada sendiri atau bersama dengan tulang rawan hialin, kebanyakan tulang
rawan elastis tumbuh dengan cara aposisional.
c. Tulang rawan fibrokartilago
Fibrokartilago adalah suatu jaringan dengan sifat-sifat pertengahandiantara sifat
jaringan pengikat padat dan tulang rawan hialin. Fibrokartilago ditemukan di diskus
intervertebralis, simpisis pubis dan ligament tertentu pada sambungan tulang.
Fibrokartilago mengandung kondrosit yang mirip dengan kondrosit tulang rawan hialin
baik tunggal maupun kelompok isogenik, matrik fibrokartilago bersifat acidofilik karena
mengandung sejumlah besar serabut kolagen kasar.

3. TULANG
4.

Merupakan salah satu jaringan terkeras dalam tubuh , fungsi jaringan tulang

adalah :

menahan tekanan
sebagai unsur utama kerangka tubuh
menyokong struktur-struktur berotot
melindungi organ penting / vital
untuk lokomosio
membentuk sel darah pada sumsum tulang aktif
tuas untuk melipatgandakan kontraksi otot rangka
deposit kalsium

5.

Sifat plastis tulang bisa untuk intervensi ortodontik bagi keperluan medis dan

estetika Struktur umum jaringan tualng terdiri dari matrik tulang, bahan inetrsel yang
mengalami kalsifikasi, osteosit (sel tulang) yang terdapat dalam lakuna (rongga) pada matrik,
osteoblas yang berperan untuk sintesis bahan organik matrik tulang : serabut kolagen dan
glikoprotein dan osteoklas : sel raksasa yang berperan untuk perombakan matrik tualng dan
perubahan bentuk jaringan tulang.
A. Osteoblas
6. Adalah bentuk sel tulang muda, fungsi penting dari sel ini adalah untuk sintesis
bahan organik matrik tulang yaitu serabut kolagen dan glikoprotein. Bila aktif mensintesis
osteoblas menunjukkan sel yang berbentuk kuboid, mempunyai sitoplasma basofilik,
mempunyai prosesus sitoplasmik yang memungkinkan berhubungan dengan osteoblas lain/
disekitarnya,retikulum endoplasmik granuler dan aparatus golgi yang berkembang dengan
baik. Mereka adalah molekul yang mempunyai polarisasi, pengeluaran molekul yang
disentesis melalui permukaan sel yang berhubungan dengan matrik tulang, nukleus besar
dan bulat, mempunyai kromatin halus yang tersebar terutama pada sisi sel yang jauh dari
matrik. Osteoblas dikelilingi matrik yang baru disintesis dikenal dengan osteoklas
B. Osteosit
7. Osteosit adalah sel-sel tulang yang matur yang terbungkus dalam lapisan-lapisan
matrik tulang yang telah mengalami mineralisasi, osteosit mempunyai juluran filopodial
yang menggandengkan dengan sel tulang lain saluran filopodial ini (kanalikuli)
memungkinkan difusi nutrisi dari kapiler terdekat menuju osteosit-osteosit yang jauh,
fenomena ini bisa mendukung nutrisi bagi kira-kira 15 rantai lingkaran / lamela osteosit.
Osteosit lebih kecil dibanding osteoblas, mempunyai retikulum endoplasmik dan aparatus
golgi jauh lebih sedikit dibanding osteoblas serta kromatin inti yang lebih padat,
mempunyai fungsi memelihara matrik tulang. Osteosit dan osteoblast diketahui
mempunyai kalsium fosfat yang berikatan dengan protein atau glikoprotein, suatu indikasi
kemampuan untuk melakukan kalsifikasi matrik.

C. Matrik tulang
8. Matrik tulang bahan anorganik utama dalam matrik tulang adalah kalsium dan
fosfor, keduanya membentuk kristal hidroksiapatit yang terletak di samping fibril kolagen
dan dikelilingi zat dasar amorf. Ion-ion permukaan hidroksiapatit terhidrasi dan satu
lapisan air dan ion terbentuk disekitar kristas tersebut lapisan ini disebut kulit hidrasi /
hydration shell yang mempermudah pertukaran ion diantara kristal tersebut dan cairan
tubuh. Adapun bahan organik matrik tulang adalah dominan serabut kolagen, dan zat dasar
amorf yang mengandung glikoaminoglikan yang berhubungan dengan protein.
Glikoaminoglikan tulang adalah : kondroitin 4- sulfat, kondroitin- 6 sulfat dan keratan
sulfat, hubungan hidroksiapatit dengan serabut kolagen berhubungan dengan kekuatan dan
resistensi yang merupakan ciri pokok ulang.
D. Periosteum dan endoosteum
9. Permukaan dalam dan luar jaringan tulang dilapisi oleh endoosteum dan
periosteum, suatu jaringan ikat yang penting bagi jaringan tulang, keduanya vaskuler dan
mempunyai sel dengan morfologi fibroblas yang berdiferensiasi menjadi osteoblas yang
memegang peranan dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan tulang dan menjaga suplai
nutrisi bagi sel-sel tulang dari keberadaanya yang vaskuler, perbaikan kerusakan tulang
akan dilakukan oleh diferensiasi sel-sel di periosteum dan endoosteum menjadi sel-sel
tulang baru.
E. Osifikasi intramembran dan endokondral
10.Osifikasi intramembran menjadi sumber penulangan bagi tulang pipih, tulangtulang penyusun tengkorak, juga penebalan pada tulang panjang. Terjadi penulangan di
daerah jaringan penyambung dimana terjadi diferensiasi sel seperti fibroblas menjadi
osteoblas yang kemudian akanmensintesi matrik tulang yang kemudian mengalami
kalsifikasi kemudian menaji osteosit dan tumbuh jaringan tulang
11.

4. MEKANISME KONTRAKSI OTOT RANGKA


12.

Belum terjawab pada pertemuan pertama

13.
5. MEKANISME, PENYEBAB, DAN GEJALA TERJADI CEKUNGAN
14. Belum terjawab pada pertemuan pertama
15.
6. OTOT YANG TERLIBAT SAAT LARI CEPAT
16. Belum terjawab pada pertemuan pertama
17.
7. KLASIFIKASI SENDI
18. Belum terjawab pada pertemuan pertama
19.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
20. Belum terjawab pada pertemuan pertama
21.
9. DIAGNOSIS BANDING
22. Belum terjawab pada pertemuan pertama
23.
10. TERAPI UNTUK PASIEN PADA SKENARIO

24. Belum terjawab pada pertemuan pertama


25.
11. PROGNOSIS PASIEN PADA SKENARIO
26. Belum terjawab pada pertemuan pertama
27.
28.
29.

D. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara


mengenai permasalahan pada langkah III.
30.

OTOT
KARTILAGO
TUNGKAI BAWAH
SENDI
TENDON

Anatomi
Fisiologi
Biokimia
Histologi

CEDERA

Mekanisme
Organ yang terlibat
Pemeriksaan
Diagnosis banding
Prognosis
Terapi

31.

E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran


32.

Tujuan pembelajaran

(learning objectives) pada skenario ini yaitu:


1. Menjelaskan anatomi, fisiologi, histologi, dan biokimia dari
2. Menjelaskan mekanisme cedera tungkai bawah
3. Menjelaskan pemeriksaan cedera tungkai bawah pada skenario
4. Menjelaskan terapi cedera tungkai bawah pada skenario
5. Menjelaskan diagnosis banding cedera tungkai bawah pada skenario
6. Menjelaskan prognosis cedera tungkai bawah pada skenario
7. Menjelaskan organ yang terlibat pada keluhan di skenario
33.
F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru.
34. Learning Objectives (LO) atau tujuan pembelajaran yang telah ditentukan di Jump
ke-5

kemudian

kami

cari

pembahasannya

dari

sumber

pustaka

yang

teruji

validitasnya.Sumber pustaka yang digunakan yaitu jurnal ilmiah (internet), textbook, bahan
kuliah, KBBI, serta artikel dari pakar-pakar yang juga diperhitungkan waktu terbitnya.Dengan
begitu diharapkan pembahasan yang didapat bukan hanya teruji kebenarannya, melainkan
juga teruji kekiniannya.
G. Langkah VII: menjawab semua LO yang ada
1. OTOT YANG TERLIBAT DALAM LARI CEPAT
35.

Tentu saja otot yang paling banyak digunakan ketika kita berlari adalah otot kaki.

Tapi otot kaki bagian mana tepatnya? Pada dasarnya ada 3 tipe otot yang bekerja saat lari:

a. Otot Primer

Otot quadriceps femoris adalah gabungan dari beberapa otot lagi di bagian depan paha,
yaitu m. rectus femoris, m. vastus medialis, m. vastus lateralis, dan m.vastus
intermedius. Kelompok otot quads mengaktifkan 2 sendi sendi pinggul dan sendi lutut
terutama untuk menekuk pinggul (membungkuk) dan meluruskan lutut.

Otot hamstring terdiri dari 4 otot di belakang paha, yaitu m. semitendinosus, m.


semimembranosus, m. biceps femoris long head, dan m. biceps femoris short head.
Keempat otot ini mengaktifkan sendi lutut, terutama untuk gerakan menekuk lutut.
Ketiga otot diatas juga menggerakan sendi pinggul, terutama untuk meluruskan pinggul.
Namun karena otot biceps femoris short head hanya melintasi sendi lutut, otot ini tidak
terlibat dalam gerakan ekstensi pinggul.

Otot gluteus maximus adalah salah satu dari tiga otot gluteal, dan merupakan yang
terbesar dari ketiganya. Otot ini berperan sebagai pembentuk bokong. Fungsi utama dari
gluteus maximus adalah untuk menjaga bagian belakang tubuh tetap tegap, atau untuk
mendorong kedudukan pinggul ke posisi yang tepat. Ini sebabnya spesies primata lain
memiliki bentuk bokong lebih rata dibanding manusia.

Otot iliopsoas terdiri dari 2 otot, yaitu m. iliacus dan m. psoas major. Kelompok otot
iliopsoas mendukung gerakan lekukan pinggul dengan m. psoas major yang lebih
dominan.

Otot betis (triceps surae) merupakan kelompok otot yang terdiri dari m. gastrocnemius
dan m. soleus. Tujuan dari otot betis adalah untuk menekuk plantaris pergelangan kaki
dan lutut.

b. Otot Pendukung
36.

Bagian otot kaki yang termasuk kategori Pendukung dalam berlari adalah:

Otot biceps brachii adalah otot lengan bagian atas yang berfungsi memutar lengan
bawah dan menekuk siku. Karena berlari akan lebih efisien bila dilakukan dengan siku
ditekuk, maka otot biceps brachii mendukung aktifitas lari.

Otot perut atas dan otot perut bawah berfungsi menguatkan pusat tubuh (core). Hal ini
penting untuk memaksimalkan performa dan mencegah cidera. Karena aktifitas lari
menimbulkan banyak rotasi tulang belakang, dibutuhkan otot perut atas dan bawah yang
kuat untuk stabilisasi tulang belakang dan meminimalkan pembuangan energi pada saat
perpindahan tenaga ke bagian ekstremitas tubuh (kaki dan tangan).

c. Otot Tambahan
37.

Sebagian dari otot-otot tubuh bagian lain yang dianggap membantu aktifitas lari

adalah:

Otot intercostals eksternal membantu pernarikan napas

Otot intercostals internal membantu pembuangan napas.

38.

Ada otot lain yang dapat diikutsertakan dalam kategori otot tambahan, contoh

adalah kelompok otot yang menopang kepala agar tetap tegak ketika kita berlari.
39.
2. MEKANISME, PENYEBAB, DAN GEJALA TERJADI CEKUNGAN
40.

Cekungan pada kasus disebabkan karena ruang di atas tumit menjadi kosong

karena tendo achiles yang mengiri ruang tersebut putus. Penyebab putusnya tendon achiles
merupakan multifaktoral, diantaranya olahraga tanpa atau kurang pemanasan dan olahraga
yang terlalu berat. Biasanya terjadi pada atlet lari, gymnastic, sepeda balap, dan atlet voli.
Pada atlet yang mengalami ruptur tendon achilles mengalami bunyi aneh ketika berlari atau
akan start berlari. Ditemukan adanya oedem dan tidak ada jejas.Selain itu, tifak bisa berjalan
jinjit juga karena tendon yang menarik os calcaneus terputus atau robek.

41.
3. MEKANISME KONTRAKSI OTOT
a.

Neuromuskular Junction
42.Kontraksi sel2 otot rangka merupakan akibat penghantaran impuls dari motor
neuron. Tempat di mana bagian akhir dari sebuah motor neuron (akson terminal) bertemu
dengan membran sebuah sel otot (sarkolema) disebut sebagai neuromuscular junction.
Neuromuscular junction dipisahkan oleh suatu celah sinaptik (synaptic cleft). Bagian otot
yang bersinaps dengan akson terminal pada celah sinaptik tersebut disebut sebagai motor
end plate. Dalam serat otot, terdapat 2 macam tubulus, yaitu tubulus transversus (tubulus
T) dan tubulus longitudinal. Pelebaran pada ujung tubulus longitudinal disebut terminal
cisternae yang merupakan gudang kalsium.
43.Ujung2 terminal dari akson mengandung mitokondria dan enzim acetylcholine
transferase yang diperlukan untuk sintesis neurotransmiter acetylcholine (ACh). ACh
dibungkus oleh gelembung2 sinaptik (synaptic vesicles). Ketika suatu potensial aksi
sampai pada akson terminal, terjadi perubahan potensial listrik (voltage change) pada
membran yang akan membuka kanal2 kalsium (voltage regulated calsium channels)
sehingga ion2 kalsium dapat masuk ke dalam akson terminal. Ion2 kalsium ini
menyebabkan gelembung2 sinaptik berfusi dengan membran akson terminal dan
mengeluarkan ACh yang dikandungnya secara eksositosis ke dalam celah sinaptik.
Selanjutnya, ion2 kalsium segera dipompa keluar dari akson terminal.
44.ACh terikat pada reseptor di motor end plate dan menyebabkan kanal natriumkalium terbuka. Terbukanya kanal ini menyebabkan masuknya dua ion natrium setiap
keluarnya satu ion kalium sehingga cairan intrasel (CIS) yang normalnya lebih negatif dari
cairan ekstrasel (CES) kini menjadi lebih positif. Pertukaran ion2 ini menyebabkan
terjadinya depolarisasi lokal pada motor end plate yang disebut sebagai potensial motor
end plate. Selanjutnya, ACh segera terlepas dari reseptornya sehingga kanal natriumkalium menutup kembali. ACh kemudian dihancurkan oleh enzim acetylcholinesterase.

45.Depolarisasi pada motor end plate memulai suatu potensial aksi yang menyebar
ke seluruh sarkolema dan tubulus T. Potensial aksi ini menyebabkan pelepasan kalsium
dari terminal cisternae ke dalam sitosol yang akan memicu terjadinya kontraksi sel otot.
1.

Sliding Filament Theory


46.Kontraksi sel otot terjadi ketika filamen aktin meluncur melalui filamen miosin.
Sliding filament theory tentang mekanisme kontraksi otot melibatkan aktivitas molekul
miosin, aktin, tropomiosin, troponin, ATP, dan ion kalsium. Selama kontraksi, filamen2
aktin di kedua sisi sarkomer bergeser masuk ke arah pusat pita A. Filamen2 aktin ini
menarik garis2 Z ke tempat filamen2 tersebut mendekat satu sama lain sehingga sarkomer
memendek. Akibatnya, seluruh serat otot juga memendek secara simultan. Baik filamen
aktin maupun miosin tidak mengalami perubahan panjang selama pemendekan sarkomer.
Kontraksi dilakukan oleh pergeseran filamen2 aktin yang mendekat satu sama lain di
antara filamen miosin.
47.Jembatan silang miosin memiliki 2 tempat ikatan, yaitu tempat ikatan ATP dan
tempat ikatan aktin. Sebaliknya, tiap subunit aktin juga punya tempat ikatan spesifik untuk
jembatan silang miosin. Terikatnya ATP pada jembatan silang akan menyebabkan hidrolisis
ATP menjadi ADP dan fosfat inorganik (Pi) sehingga menghasilkan energi untuk
pergerakan jembatan silang miosin (power stroke). Gerakan fleksi dari ekor dan jembatan
silang miosin selalu menuju ke arah pusat sarkomer sehingga menyebabkan filamen aktin
juga meluncur ke pusat sarkomer.
48.Namun, aktin tidak dapat berikatan dengan jembatan silang miosin jika terdapat
tropomiosin yang menutupi tempat ikatan spesifik pada aktin. Supaya tropomiosin ini
bergeser dan tidak menutupi tempat ikatan aktin, maka troponin yang merupakan pengunci
(stabilitator) dari tropomiosin harus diinaktifkan.
49.Satu siklus kontraksi otot diawali dengan keluarnya ion kalsium dari terminal
cisternae dan diakhiri dengan masuknya kembali ion kalsium ke dalam cisternae. Ion
kalsium yang keluar dari terminal cisternae akan berikatan dengan troponin. Ikatan ini
mengakibatkan perubahan bentuk kompleks troponin-tropomiosin yang menyebabkan

bergesernya rantai tropomiosin dari tempat ikatan pada protein aktin. Akibatnya, miosin
dapat berikatan dengan aktin. Pada saat yang sama, terjadi hidrolisis ATP

yang

menghasilkan energi untuk power stroke dari jembatan silang miosin sehingga filamen
aktin meluncur menuju pusat sarkomer.
50.Untuk memutus ikatan antara jembatan silang miosin dan aktin, sebuah molekul
ATP harus terikat pada jembatan silang miosin. Hidrolisis ATP akan menghasilkan energi
bagi jembatan silang miosin untuk kembali ke posisi semula. Ion2 kalsium akan
dikeluarkan secara aktif (melalui pompa ion) dari sitosol kembali ke terminal cisternae dan
kompleks troponin-tropomiosin kembali menutupi tempat ikatan pada aktin. Selama
kontraksi, terbentuk dan terputusnya ikatan pada jembatan silang miosin yang satu dengan
lainnya berlangsung tidak bersamaan. Jadi, ATP punya 3 peran dlm kontraksi otot, yaitu:

Menyediakan energi untuk gerakan jembatan silang miosin (power stroke)

Memutuskan ikatan antara jembatan silang miosin dengan aktin

Memasukkan kembali ion2 kalsium ke dlm terminal cisternae secara aktif.

51.
4.KLASIFIKASI SENDI
a. Sendi fibrosa
52.

Sendi ini dipersatukan oleh jaringan ikat padat fibrosa. Bila penyatuan ini sangat

kuat, sendi ini disebut sutura. Sutura hanya terdapat pada tengkorak dan tidak bersifat
permanen karena jaringan fibrosa pengikat itu dapat diganti oleh tulang di kemudian hari.
Penyatuan tulang yang dihasilkan itu dikenal sebagai sinostosis. Sendi pada tulang yang
dipersatukan oleh jaringan ikat fibrosa yang jauh lebih banyak daripada yang terdapat pada
sutura disebut sindesmosis. Sendi macam ini, misalnya sendi radioulnar dan tibiofibular,
memungkinkan gerak dalam batas tertentu. Jenis fibrosa ketiga yaitu gomfosis, merupakan

sendi khusus terbatas pada gigi dalam maksila dan mandibula; jaringan fibrosis penyatu itu
membentuk membran periodontal.
b. Sendi tulang rawan
53.

Sendi ini sering dikatakan sebagai sendi kartilaginosa sekunder untuk

membedakannya dari sendi primer, paling jelas ditunjukkan sebagai contoh oleh sendi di
antara badan-badan vertebra yang berdekatan. Permukaan tulang yang berhadapan dilapisi
lembar-lembar tulang rawan hialin, yang secara erat

dipersatukan oleh lempeng

fibrokartilago. Simfisis, seperti sendi pubis dan manubriosternal, merupakan contoh sendi
kartilaginosa sekunder. Sendi demikian berbeda dari diskus intervertebralis karena di
bagian pusatnya terdapat rongga kecil. Tetapi rongga sendi ini tidak memiliki ciri khusus
suatu sendi sinovial.
c. Sendi sinovia
54.

Pada sendi sinovia, tulang-tulang ditahan menjadi satu oleh suatu simpai sendi

dan permukaan yang berhadapan, dilapisi tulang rawan sendi, dipisahkan oleh celah sempit
yang mengandung cairan sinovia. Tulang rawan sendi dibentuk oleh tulang rawan jenis
hialin, walaupun matriksnya mengandung banyak serat kolagen. Pada beberapa tempat,
seperti tepi fossa glenoid dari sendi bahu dan asetabulum sendi panggul, tulang rawannya
bersifat fibrosa. Lapis terdalam tulang rawan sendi mengapur dan melekat sangat erat pada
tulang di bawahnya. Tulang rawan sendi tidak memiliki serat saraf atau pembuluh darah,
dan tidak dibungkus perikondrium. Simpai sendi menyatukan tulang-tulang. Lapisan luar
simpai adalah jaringan ikat pada kolagen yang menyatu dengan periosteum yang
membungkus tulang dan pada beberapa tempat menebal membentuk ligamen-ligamen
sendi. Lapis dalam simpai, yaitu membran sinovial, membatasi rongga sendi, kecuali di
atas tulang rawan sendi, dan, bila ada, diskus intra-artikular. Membran sinovial merupakan
membran vaskular tipis yang mengandung kapiler-kapiler lebar dan lebih ke dalam, banyak
sel lemak. Satu sampai tiga lapis sel-sel sinovial membentuk lapis permukaan. Tidak ada
membran basal bawah sel-sel ini dan dengan demikian kapiler di bawahnya tidak

dipisahkan sawar dari rongga sendinya. Dapat dibedakan dua jenis sel sinovial, yang
mungkin merupakan jenis sel sama dengan tahapan perkembangan fungsional berbeda.
55.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan fisik
56.

Lakukan pemeriksaan umum kaki dan pergelangan kaki, berkonsentrasi pada area

tertentu sebagai berikut:

Periksa untuk kelembutan pergelangan kaki posterior, bengkak, atau jeda yang teraba di
tendon.

Periksa kekuatan otot. Pasien masih mungkin dapat plantarflex pergelangan kaki dengan
kompensasi

dengan

otot

lain,

tetapi

kekuatan

akan

lemah.

Single-ekstremitas meningkat tumit tidak akan mungkin.

Lutut fleksi test:


57.

Periksa posisi istirahat pergelangan kaki dengan lutut tertekuk rawan dan pasien

90 . Kehilangan tegangan normal soleus istirahat gastrocnemius akan memungkinkan


pergelangan kaki untuk menganggap posisi yang lebih dorsiflexed dari itu di sisi
terluka.
b. Thompson test (simmonds)
58.

Posisi pasien rawan dengan jelas kaki meja. Meremas betis biasanya

menghasilkan plantarflexion pasif pergelangan kaki. jika Achilles tendon tidak dalam
kontinuitas, pergelangan kaki tidak akan pasif flex dengan kompresi otot betis. uji
Simmonds ' (alias uji Thompson ) akan positif, meremas otot betis dari sisi yang terkena
sementara pasien berbaring rawan, menghadap ke bawah, dengan nya kaki menggantung
hasil longgar tidak ada gerakan (tidak ada plantarflexion pasif) kaki, sementara gerakan

diharapkan dengan tendon Achilles utuh dan harus diamati pada manipulasi betis terlibat.
Berjalan biasanya akan sangat terganggu, karena pasien akan mampu melangkah dari tanah
menggunakan kaki terluka. Pasien juga akan dapat berdiri di ujung kaki itu, dan menunjuk
kaki ke bawah ( plantarflexion ) akan terganggu. Nyeri bisa menjadi berat dan
pembengkakan adalah umum.
c. Tes O'Brien
59.

Tes Obrien juga dapat dilakukan yang memerlukan menempatkan jarum steril

melalui kulit dan masuk ke tendon. Jika hub jarum bergerak dalam arah yang berlawanan
tendon dan arah yang sama dengan jari-jari kaki ketika kaki bergerak naik dan turun maka
tendon setidaknya sebagian utuh.
d. Radiografi
60.

Untuk mengevaluasi struktur tulang jika bukti hadir dari patah tuberositas

calcaneal dan avulsion Achilles tendon, radiografi biasanya menggunakan sinar-X untuk
menganalisis titik cedera. Ini sangat tidak efektif untuk mengidentifikasi cedera jaringan
lunak. Sinar-X dibuat ketika elektron energi tinggi menghantam sumber logam. Gambar Xray diperoleh dengan memanfaatkan karakteristik redaman yang berbeda padat (misalnya
kalsium dalam tulang) dan jaringan kurang padat (misalnya otot) ketika sinar tersebut
melewati jaringan dan terekam dalam film. Sinar-X umumnya terkena mengoptimalkan
visualisasi benda padat seperti tulang, sementara jaringan lunak masih relatif
undifferentiated di latar belakang. Radiografi memiliki sedikit peran dalam penilaian
cedera tendon Achilles dan lebih berguna untuk mengesampingkan luka lain seperti patah
tulang calcaneal.
e. USG
61.

USG dapat digunakan untuk menentukan ketebalan tendon, karakter, dan

kehadiran air mata. Ia bekerja dengan mengirimkan frekuensi yang sangat tinggi suara
melalui tubuh Anda. Beberapa suara yang dipantulkan kembali dari ruang antara cairan
interstisial dan jaringan lunak atau tulang. Gambar-gambar ini tercermin dapat dianalisis

dan dihitung ke dalam gambar. Gambar-gambar ini diambil secara real time dan dapat
sangat membantu dalam mendeteksi pergerakan tendon dan memvisualisasikan luka atau
mungkin air mata. Perangkat ini membuatnya sangat mudah untuk menemukan kerusakan
struktural untuk jaringan lunak, dan metode yang konsisten untuk mendeteksi jenis cedera
ini.
f. Magnetic resonance imaging (MRI)
62.

MRI dapat digunakan untuk membedakan pecah lengkap dari degenerasi tendon

Achilles, dan MRI juga dapat membedakan antara paratenonitis, tendinosis, dan bursitis.
Teknik ini menggunakan medan magnet yang kuat untuk menyelaraskan seragam jutaan
proton berjalan melalui tubuh. proton ini kemudian dibombardir dengan gelombang radio
yang mengetuk beberapa dari mereka keluar dari keselarasan. Ketika proton ini kembali
mereka memancarkan gelombang radio sendiri yang unik yang dapat dianalisis oleh
komputer 3D untuk membuat gambar penampang tajam dari area of interest. MRI dapat
memberikan kontras yang tak tertandingi dalam jaringan lunak untuk foto kualitas yang
sangat tinggi sehingga mudah bagi teknisi untuk melihat air mata dan cedera lainnya.
g. Musculoskeletal ultrasonografi
63.

Musculoskeletal ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan ketebalan

tendon, karakter, dan kehadiran air mata. Ia bekerja dengan mengirimkan frekuensi yang
sangat tinggi dari suara melalui tubuh Anda. Beberapa suara yang dipantulkan kembali dari
ruang antara cairan interstitial dan jaringan lunak atau tulang. Gambar-gambar tercermin
dapat dianalisis dan dihitung ke dalam gambar. Gambar-gambar diambil secara real time
dan dapat sangat membantu dalam mendeteksi gerakan tendon dan memvisualisasikan
kemungkinan cedera atau air mata. Perangkat ini membuatnya sangat mudah untuk melihat
kerusakan struktural pada jaringan lunak, dan metode yang konsisten untuk mendeteksi
jenis cedera. Pencitraan ini modalitas murah, tidak melibatkan radiasi pengion dan, di
tangan ultrasonographers terampil, mungkin sangat handal.
h. Foto Rntgen

64.

Foto rontgen digunakan untuk melihat tendon yang rusak pada bagian otot tubuh.

65.
6. DIAGNOSIS BANDING

Tendonitis achilles
66.

Gejala :

67.

1. biasanya tanpa nyeri

68.

2. ada nodul teraba pada tendon

69.

3. nodul intratendinous

Paratenonitis
70.

Gejala :

71.

1. pasien merasakan panas dan bengkak

72.

2. ada diffuse tenderness 2 - 6 cm disekitar insersi tendon

Paratenonitis dengan tendinosis


73.

Gejala :

74.

1. Tendonnya bengkak dan teraba ada nodul

Ruptur tendo achilles


75.

Gejala :

76.

1. terasa nyeri sepertiditendang, ditembak,atau dipotong pada bagian kaki

77.

2. tidak bisa berjinjit

78.

3. pasien mengalami kesulitan berjalan

79.
7. PENANGANAN CIDERA
80. Penanganan cedera menurut dr. Hardianto Wibowo dalam bukunya (1995:16) ada 4 tahap
yaitu :
a. Tahap segera setelah terjadinya cedera (0- 24 jam s/d 36 jam).

(R) Rest
81.

Artinya penderita cedera memar tersebut di istirahatkan dari aktivitas olahraganya

atau aktivitas fisik lainnya.Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kerusakan jaringan yang
mengalami cedera lebih lanjut atau bertambah parah cedera yang dialami oleh penderita
cedera.Istirahat sangat berarti untuk menghimpun tenaga ataupun mengistirahatkan
tubuh. Istirahat akan meminimalkan nyeri yang di derita, mengurangi pembengkakan,
menghindari gerakan yang tidak diperbolehkan dan menjaga sistem otot (muscular),
sendi dan rangka (tulang), yang terlibat. Lebih jelasnya tidak melakukan kegiatan yang
melibatkan bagian yang cedera terlebih dahulu.

I (Ice)
82.

Pemberian es atau sesuatu yang bersifat dingin dalam penanganan cedera

bertujuan agar mengurangi pembengkakan pada cedera dan mengurangi rasa sakit.
Secara fisiologis ketika terjadi cedera berarti dalam jaringan tubuh yang terkena cedera
akan megnalami pelebaran pembuluh darah atau vasodilatasi pada pembuluh darah,
untuk mengurangi terjadinya pembesaran pembuluh darah tersebut maka diberikan
kompres dingin agar pembuluh darah tersebut menjadi menyempit atau vasokontriksi.
Dengan adanya penyempitan pembuluh darah maka akan disertai dengan menurunya
aktualitas bengkak dan nyeri pada daerah yang megnalami cedera. Es dapat mengurangi

nyeri karena es bersifat analgetik bila dipakaikan ke bagian tubuh secara kontak
langsung yang mana jaringan yang dipakaikan akan menjadi tebal (seperti di bius atau
di anasthesi). Pengecualian pemakaian medium es adalah bila adanya luka terbuka pada
cedera. Pengaplikasian cara ini dapat dengan cara kompres es (kontak langsung tidak
lebih dari 10 menit) atau dengan cloride ethyl spray (vapocoolant spray).

C (Compression)
83.

Compression merupakan tindakan pembalutan pada lokasi cedera dengan alat

perban atau bandage untuk menghindari penumpukan cairan yang disebabkan oleh
pembengkakan. Selain untuk menghindari pembengkakan metode kompresi dapat juga
sebagai penyangga atau peng-fiksasi gerakan extremitas yang cedera agar tidak
bergerak sehingga tidak meluasnya jaringan yang rusak karena cedera. Tindakan
compression ini menggunakan balut tekan.

E (Elevation)
84.

Elevation atau elevasi merupakan tindakan meninggikan posisi atau mengubah

posisi ke yang lebih tinggi dari posisi jantung sehingga terjadi aliran kebawah yang
akan memfasilitasi pembuluh darah balik dalam bekerja. Pembekakan di extremitas
atau anggota gerak biasanya terjadi kerena tidak lancarnya pembuluh darah balik
tersebut. Untuk mengurangi pembengkakan atau menghindari pembengkakan yang lama
untuk itu dilakukan elevasi extremitas.
b. Tahap setelah cedera 24 sampai dengan 36 jam
85.Tahap ini diberika dalam waktu 24 sampai 36 jam setelah cedera terjadi atau
sbagian yang cedera sudah hampir sembuh dan dapat digerakan lagi. 9 hampir normal).
Tujuan dari pemberian heat treatment adalah mecerai beraikan traumatic effusion (cairan
plasma darah yang keluar dan masuk disekitar tempat yang cedera), hingga mudah
diangkut oleh pembuluh darah balik dan limfe. Selain itu memperlancar proses
penyembuhan dan dapat mengurangi rasa sakit karena kejang otot (kekauan otot).

86.Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa kompres panas jangan sekali-kali
diberikan pada waktu baru terjadi cedera hal ini akan berakibat menambah perdarahan
serta pembengkakan. Pemberian kompres panas ini intervalnya 20-30 menit.
c. Jika bagian yang cedera dapat digunakan dan hampir normal.
87.Tindakannya adalah membiasakan jaringan yang cedera tanpa menggunakan alat
bantu seperti balut tekan atau decker. Otot-otot disekitar cedera, harus mulai dilatih,
demikian pula gerakan-gerakan pada persendian, tentu saja latihan dimulai dengan
gerakan-gerakan yang bersifat pasif, kemudian menjadi gerakan aktif.
d. Jika bagian yang cedera sudah sembuh dan latihan dapat dimulai.
88.

Memulai latihan kembali bagian yang mengalami cedera untuk

mempersiapkan agar kuat terhada tekanan-tekanan dan tarikan-tarikan yang terdapat pada
aktivitas olahraga yang akan dilakukan.
89.
8.PROGNOSIS
90. Prognosis kasus ini baik, namun ROM pasien akan berkurang. Sebagian besar atlet yang
mengalami ruptur tendo achilles sebagian dapat kembali ke aktifitas seperti semula.

91. BAB III


92. KESIMPULAN
93.
94.

Dari diskusi tutorial kali ini, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk bergerak

otot, tulang dan sendi mempunyai peran yang sangat penting. Otot adalah alat gerak aktif
sementara tulang adalah alat gerak pasif. Sementara sendi adalah penghubung antar tulang. Pada
diskusi tutorial ini dibahas mengenai anatomi, histologi, fisiologi, dan biokimia tulang, otot, dan
sendi. Selain itu juga dibahas pula mengenai tendon, jaringan pengikat padat yang
menghubungkan antara tulang dan otot.
95.

Secara mikroskopis, otot dibagi menjadi otot polos, otot lurik, dan otot jantung yang

masing-masing memiliki perbedaan dan fungsi yang berlainan. Namun, semua otot ini tetap dikendalikan
oleh sistem saraf dalam menanggapi rangsang.
96.

Secara molekuler, otot juga memiliki mekanisme regulasi seperti perbaikan tulang dan

regulasi zat-zat mineral yang dapat mempertahankan bentuk serta konsistensi tulang. Regulasi ini tidak
terlepas dengan eksistensi osteoblast, osteoklast, osteoid, dan faktor-faktor serta sel progenitor lainnya.
97.

Pada skenario ini, dapat disimpulkan bahwa ada berbagai macam bentuk gerak seperti

fleksi, ekstensi, abduksi, dan lain sebagainya. Sedangkan yang berkaitan dengan skenario adalah gerakan
ekstensi dan fleksi otot kaki khususnya m. Quadriceps femoris dan m. Biceps femoris. Disamping itu, ada
mekanisme kontraksi otot sehingga gerakan tertentu dapat terjadi. Dapat disimpulkan pula apabila terjadi
cedera pada tendon Achilles, seseorang tidak dapat melakukan gerakan plantar fleksi.

98.
99.
100.
101.
102.

103.

BAB IV

104.
105.

SARAN

106.
107.

Secara umum diskusi tutorial skenario 1 Blok Muskuloskeletal berjalan dengan

baik dan lancar. Namun masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki supaya dalam melakukan
diskusi tutorial selanjutnya kami dapat melaksanakan diskusi tutorial secara efektif dan efisien.
Selain itu, pada diskusi kelompok kami pada skenario ini, masih ada beberapa anggota kurang
berpartisipasi aktif. Adanya beberapa anggota yang pasif dalam diskusi ini membuat tujuan
pembelajaran tercapai tetapi tidak merata.Selain itu, kami juga harus mencantumkan sumber
yang dapat dipercaya setiap kali kami menyampaikan pendapat.
108.

Saran untuk tutorial berikutnya agar kami dapat menggunakan waktu secara

efektif dan efisien supaya waktu yang dialokasikan untuk diskusi dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya.
109.

Adanya tutor yang memandu diskusi membantu jalannya tutorial karena tutor

dapat mengarahkan dengan baik selama tutorial berlangsung sehingga dapat menemukan serta
memahami tujuan pembelajaran pada diskusi kali ini.
110.

111.

DAFTAR PUSTAKA
112.

113.

Eroschenko, V. and Fiore, M. (2000). Di Fiore's Atlas of Histology with Functional


Correlations. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

114.

Guyton, C Arthur: Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. 3rd ed. Jakarta:
EGC;1990.

115.

Hilman, S. K.. Functional Anatomy. Ed. Ke-3. USA: Primal Pictures, 2006: 181-204.

116. Kusumaningtyas, Sasanty. Mekanisme Gerak Muskuloskeletal. Diunduh dari


http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/9d554015ce6a420e6050172688e0f96348cfc89f
.pdf pada 1 Desember 2009
117. Leeson, C Roland. Leeson, C Thomas, Paparo, A Anthony. Buku Ajar Histologi. 5th ed.
Jakarta: EGC; 2005.
118.

Mescher, L Anthony. Junqueiras Basic Histology: Textbook and Atlas. 12th ed.

USA: McGraw Hill Companies;2010.


119. Netter, F. and Colacino, S. (1989). Atlas of Human Anatomy. Summit, N.J.: CIBA-GEIGY
Corp.
120. Running. Dinduh dari http://www.emedicinehealth.com/running/page4_em.htm pada 1
Desember 2009
121.

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta:

EGC;2001.
122.

Sobotta, J. and Figge, F. (1963). Atlas of Human Anatomy. New York: Hafner Pub. Co.

Anda mungkin juga menyukai