Anda di halaman 1dari 4

HIV-Mielopati

Mielopati atau spinal cord disease, timbul pada 20% pasien dengan AIDS,
biasanya timbul bersama dengan HIV-associated neurocognitive disorder. Faktanya 90%
dari pasien dengan HIV-Mielopati juga mempunyai dimensia, hal ini menunjukan
petogenesis keduanya mempunyai hubungan.2,6 Ada tiga bentuk mielopati yang tampak
pada pasien AIDS, yaitu :
1. Vacuolare myelopathy. Kondisi ini secara patologik mirip dengan degenerasi subakut
pada cord, seperti yang terjadi pada anemia pernisiosa. Walaupun defisiensi vitamin
B12 dapat tampak pada pasien dengan AIDS sebagai komplikasi primer dari infeksi
HIV, hal ini tidak bertanggung jawab untuk mielopati yang umumnya terjadi.
Vacuolare myelopathy diandai dengan onset subakut dan biasanya disertai dengan
gait distrubance, paling sering ataxia atau spastik; dan bisa berkembang menjadi
disfungsi saluran cerna dan kandung kemih. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan
peningkatan refleks tendon dalam dan reflek ekstensor plantar.
2. Bentuk kedua melibatkan kolumna dorsalis dan tampak sebagai ataxia sensori murni.
3. Bentuk ketiga tampak melibatkan sensori murni dan tampak sebagai
parestesia/disestesia pada ekstremitas inferior.2,6,9
HIV-Neuropati 15,16

Gambar 6. Tipe neuropati pada HIV-AIDS. (Dikutip dari kepustakaan 15]

Distal sensory polyneuropathy (DSP) merupakan komplikasi neuropati yang paling


sering terjadi. Pada sekitar 2/3 dari pasien mengalami hal ini. Beberapa ARV mungkin
menjadi penyebab terjadinya DSP, disamping akibat HIV itu sendiri. Satu-satunya jenis
ARV yang saat ini diketahui memiliki sifat neurotoksik adalah dideoxynucleoside
nucleosid analog yang terdiri dari didanosin (ddI), stavudin (d4T), dan zalcitabin (ddC)
yang diketahui sebagai d-drugs. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa
protease inhibitor seperti indinavir juga mungkin bersifat neurotoksik.12,15
Biasanya DSP muncul dengan gejala anestesi (mati rasa), geli dan terasa sensasi
seperti terbakar/panas, yang bersifat simetris pada ekstremitas bawah tanpa disertai
kelemahan otot yang signifikan. Keterlibatan dari ekstremitas atas mungkin disertai
dengan adanya neuropati yang progresif/ gloves and stocking distreibution. Pemeriksaan
neurologis menunjukan adanya penurunan refleks tendon, termaksud ankle, penurunan
prinprick (tusuk) dan peningkatan getaran treshold distal pada ekstremitas bawah. Secara
klinis sulit untuk membedakan neuropati akibat infeksi HIV itu sendiri maupun akibat
penggunaan ARV d-drugs. Adanya riwayat konsumsi d-drugs sebelumnya disertai
dengan cepatnya timbulnya gejala mungkin membantu diagnosis DSP. Cara terbaik
untuk membadakannya adalah adanya perbaikan gejala neuropati dalam beberapa
minggu setelah penghentian penggunaan obat terkait.15,17
Penggunaan secara luas HAART pada usia dekade 9, faktor risiko tejadinya DSP
terdiri dari peningkatan usia, hitungan limfosit T CD4+ yang rendah, tingginya kadar
HIV plasma, Hb rendah, diagnosis AIDS, penggunaan d-drugs dan adanya kelainan
neurologis yang lain. Namun dalam era HAART korelasi terjadinya DSP dengan
beberapa faktor risiko tersebut masih belum jelas. Hal ini mungkin disebabkan adanya
bias terhadap informasi yang didapat pada studi kohort. Selain itu, DSP juga lebih sering

muncul pada pasien degan kadar viral plasma yang dtinggi dibandingkan pada pasien
dengan iniasi terapi ARV.15
Patofisiologi HIV-DSP tidak diketahui. HIV tidak menginfeksi nervus perifer.
Seperti pada HIV terkait kerusakan pada SSP, kerusakan nervus perifer mungkin
disebabkan oleh sitokin. Hal ini yang diyakini bahwa ARV-DSP terkait dengan adanya
kerusakan mitokondrial DNA.15
Diagnosis dari HIV-DSP sebagian besar ditegakkan berdasarkan gejala klinis.
Penyakit lain dari neuropati harus disingkirkan. Pemeriksaan konduksi saraf tidak selalu
dilakukan dan hasilnya sering menunjukkan reflek fiber nauropati yang kecil. Biopsi
nervus tidak diindikasikan kecuali jika terdapat gejala yang khas seperti distribusinya
asimetris, atau adanya kelemahan otot yang mungkin mengidikasikan adanya vaskulitis
atau adanya proses infeksi yang lain. Biopsi kulit merupakan tehnik biopsi yang baru
untuk mendeteksi adanya fiber neuropathy. Hal ini melibatkan pengukuran dari densitas
fiber neuropati intraepidermal pada beberapa tempat di kaki dan dapat diulang beberapa
hari, hasilnya berkaitan dengan derajat keparahan dengan gejala nyeri.15,17
Penatalaksanaan dari HIV-DSP ini terdiri dari identifikasi dan memantau dengan
beberapa alternatif penyebab neuropati, seperti toksisitas ARV dan DM, pengobatan
simptomatik untuk nyeri neurpati dan mencagah deteorisasi neuropati dengan pematauan
terhadap kadar viral plasma. Jika diduga DSP disebabkan yang disebabkan oleh ARV
maka sebaiknya penggunaan obat terkait dihentikan jika kemungkinan setelah
dihentikan, gejala akan berkurang dalam -8 minggu atau lebih. Penghentian konsumsi ddrugs sering menunjukan adanya resolusi yang bertahap/signifikan pada sebagian besar
pasien, walaupun periode intensfitas gejal mungkin muncul sementara setelah
penghentian (coasting phenmenon). Namun, beberapa pasien tetap memiliki gejal sisa,
yang mungkin terjadi akibat kerusakan yang bersifat irreversibel yang disebabkan oleh

d-drug atau mungkin terkait dengan neuropati akibat infeksi HIVnya sendiri atau adanya
faktor risiko seperti DM.15
Apabila terdapat pasien dengan neuropati, standar terpi yang diberikan adalah
terapi utnuk menghilangkan atau mengurangi gejala nyeri. Tidak ada terapi spesifik
terkait dengan anestesinya. Tangga analgetik sederhana yang direkomendasikan oleh
WHO untuk managemen nyeri mungkin membantu. Dimulai dengan analgesik sederhana
dan ditimgkatkan sampai ke golongan opioid berdasarkan dengan gejala nyeri yang
dirasakan pasien.15,16
Namun, analgesik tidak sepenuhnya efektif. Opioid analgesik sering digunakan
untuk nyeri yang berat atau persisten, dan tidak diindikasikan pada pasien dengan
keadaan khusus.16
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa amitriptilin efektif dalam menghilangkan
nyeri pada neuropati diabetik. Namun, percobaan penggunaan amitriptilin pada HIV-DSP
tidak menunjukkan hasil lebih baik pada plasebo. Anti depresan baru, dubxetine, yang
merupakan serotonin selektif dan norepinefrin reuptake inhibitor, telah dibuktikan oleh
DPA dalam mengobati neuropati diabetik. Namun, belum ada penelitian yang
mengevaluasi penggunaanya pada HIV-DSP. 15

Anda mungkin juga menyukai