DIARE AKUT
DISUSUN OLEH :
REGINA TAMBUNAN
110100097
ANGELIA SITANGGANG
110100277
110100338
ii
Nilai
Pimpinan Sidang
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini dengan judul Diare Akut.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, yakni Letkol. CKM dr. Bambang Darmawan, Sp.PD, yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan
laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................
Lembar Pengesahan.....................................................................................
Kata Pengantar............................................................................................
Daftar Isi.......................................................................................................
Bab 1 Tinjauan Pustaka..............................................................................
1.1.Latar Belakang....................................................................................
1.2. Definisi...............................................................................................
1.3. Epidemiologi......................................................................................
1.4. Etiologi...............................................................................................
1.5. Patofisiologi.......................................................................................
1.6. Manifesasi Klinis...............................................................................
1.7. Diagnosa............................................................................................
1.8. Penatalaksanaan..................................................................................
1.9. Pencegahan.........................................................................................
1.10 Komplikasi........................................................................................
1.11.Prognosis...........................................................................................
Bab 2 Status Orang Sakit...........................................................................
Bab 3 Follow Up Pasien..............................................................................
Bab 4 Diskusi Kasus...................................................................................
Bab 5 Kesimpulan.......................................................................................
Daftar Pustaka.............................................................................................
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
Latar Belakang
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 1,2
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare
yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus,
Bakteri, dan Parasit.1,2
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja
di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam
waktu yang singkat.3,4
Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi
masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah
kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1
dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi.
Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan
waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter
jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan
Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC). 3,4
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta
penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap
tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3
kali setiap tahun. 3,4
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang
kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,
Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab
terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp,
V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01,
dan Salmonella paratyphi A. 3,4
1.2.
Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1,2
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005, diare
akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. 1,2
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya
para pakar di dunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik
pada kasus diare tersebut, ada 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi di
Indonesia dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat
mengivestigasi penyebab diare dengan lebih tepat. 1,2
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang
menyatakan diare yang berlangsung 15 30 hari yang merupakan kelanjutan dari
diare akut (peralihan antara diare akur dan kronik, dimana lama diare kronik yang
dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari). 1,2
Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare non
infektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut. Diare
fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab organic. 1,2
1.3.
Epidemiologi
Etiologi
Etiologi diare menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia, yaitu 1 :
1. Infeksi
a. Enteral
i. Bakteri ( Shigella sp, E.Coli pathogen, Salmonella sp,
Vibrio cholera, Yersinia enterocolica, Campylobacter
jejuni,
V.parahaemoliticus,
Klebsiella,
Pseudomonas,
Aeromonas, Proteus-dll.
ii. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk Virus, Norwal like
virus, CMV, echovirus, HIV
iii. Parasit : protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Cryptosporidium parvum, Balantidium coli)
iv. Cacing : A. lumbricoides, Cacing tambang, T. Triciura, S.
stercoralis, cestadiosis, dll.
v. Fungus : Kandida/moniliasis
b. Parenteral : Otitis media akut (OMA), pneumonia. Travelers
diarrhea
c. Makanan :
i. Intoksikasis Makanan : makanan beracun atau mengandung
logam berat, makanan mengandung bakteri/toksin; C.
tetani, B. cerecus, S. aureus, S. anhaemolyticus dll.
ii. Alergi : susu sapi, makanan tertentu
iii. Malabsorpsi/maldigesti : karbohidrat, protein, lemak, asam
amino
2. Non Infeksi
a. Imunodefisiensi : hipoglobuminemia, panhipogamaglobuminemia,
penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA
b. Terapi obat : antibiotik, kemoterapi, antasid, dll
c. Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterektomi, dosis
tinggi terapi radiasi.
d. Lain lain : Sindroma Zollinger Ellison, neuropati autonomic
(neuropati diabetic).
1.5.
Patofisiologi5,6,7
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus.
A. Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur
polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel
epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization
factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti
Enterotoxic E. Coli (ETEC)
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic
E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF),
menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur
sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak
terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada
jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.
B. Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel
usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel
epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi
inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya
mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman
Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses
patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa
lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.
C. Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan
sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat
menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC
serta V. Parahemolyticus.
D. Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT)
yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin
kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang
aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga
terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi
klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama
dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP
selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili,
membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.
E. Peranan Enteric Nervous System (ENS)
Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan
reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus
mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik.
Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan
refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen
kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1
VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT,
Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang
berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik
yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan
berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air
yang isotonik.4,8
Adapun tanda dan gejala yang timbul akibat diare terhadap dehidrasi4,8:
1. Diare dengan dehidrasi ringan, dengan gejala sebagai berikut:
a. Frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih dalam sehari
b. Keadaan umum baik dan sadar
c. Mata normal dan air mata ada
d. Mulut dan lidah basah
e. Tidak merasa haus dan bisa minum
2. Diare dengan dehidrasi sedang, kehilangan cairan sampai 5-10% dari berat
badan, dengan gejala sebagai berikut :
a. Frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan sering
b. Kadang-kadang muntah, terasa haus
c. Kencing sedikit, nafsu makan kurang
d. Aktivitas menurun
e. Mata cekung, mulut dan lidah kering
f. Gelisah dan mengantuk
g. Nadi lebih cepat dari normal, ubun-ubun cekung
3. Diare dengan dehidrasi berat, kehilangan cairan lebih dari 10% berat
badan, dengan gejala:
a. Frekuensi buang air besar terus-menerus
Diagnosis 1
1.7.
10
Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering
berhubungan dengan malabsorpsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena
kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering,
bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut
infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan tinja yang sering, bisa malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri
patogen yang spesifik.
Secara umum, patogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon
lebih mengarah ke invasif. Pasien yang memakan toksin atau pasien yang
mengalami infeksi toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai
gejala prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam.
Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan
kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan. Parasit yang tidak
menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium, biasanya
menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan. Giardiasis mungkin
berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas dan kembung. Bakteri invasif
seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella, dan organisme yang
menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile and enterohemorrhagic E
coli (serotipe Ol57 H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat.
Organisme Yersinia seringkali menginfeksi ileum terminal dan caecum
dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai apendisitas
akut. Infeksi Campylobacter jejuni sering bemanifestasi sebagai diare, demam dan
kadangkala kelumpuhan anggota badan dan badan(sindrom Guillain-Barre).
Keluhan lumpuh pada infeksi usus ini sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek
dokter karena ketidaktahuan masyarakat.
Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme yang menginvasi epitel
usus dengan inflamasi minimal, seperti virus enterik, atau organisme yang
menempel tetapi tidak menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E coli,
protozoa, and helminths. Beberapa organisme seperti Campylobacter, Aeromonas,
Shigella, atd Vibrio species (misal, Vparahemo lyticus) menghasilkan enterotoksin
11
dan juga menginvasi mukosa usus; pasien karena itu menunjukkan gejala diare air
diikuti diare berdarah dalam beberapajam atau hari.
Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP)
dapat timbul pada infeksi dengan bakteri E coli etterohemorrhagic dan Shigella ,
terutama anak kecil dan orang tua. Infeksi Yersinia dan bakteri enterik lain dapat
disertai sindrom Reiter (artritis, uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis,
perikarditis, atau glomerulonefritis.
Demam enterik, disebabkan SalmoneIIa typhi atau Salmonella paratyphi,
merupakan penyakit sistemik yang berat yang bermanifestasi sebagai demam
tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik, diikuti nyeri tekan
abdomen, diare dan kemerahan (rash).
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena
nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi
bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air
kecil dengan wama urine gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan
orlostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan
status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala.
2. Pemeriksaan Fisik
Kelainan - kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat
berguna dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare.
Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan
darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang
seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya
atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan "clue" bagi
penentuan etiologi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan tersebut pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin,
12
hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, Ureum dan
kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaar Enzym linked immunosorbent assay
(ELISA) mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis, dan foto x-ray
abdomen.
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung
jenis leukosit yang normal atau Iimfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri
terutama pada infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis
dengan kelebihan darah putih muda.
Neutropenia
dapat timbul
pada
1.8.
Penatalaksanaan
A. Penggantian Cairan dan elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan
rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak
13
dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena
yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g
Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g
glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket
yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara
komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan
menambahkan sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4 sendok
makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk
mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak
mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra vena diperlukan, cairan
normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan
suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus
dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan
urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan
rehidrasi oral sesegera mungkin.9
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai
cara : 1,4
1.
Rasa haus/muntah
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg
1
1
14
2
1
1
2
1
2
2
1
1
1
2
-1
-2
Cara I :
- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya,
maka kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.
- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari
berat badan saat itu.
- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas,
perubahan mental seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan
sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 7 liter pada orang dewasa dengan
berat badan 50 Kg.
Cara II :
Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada
fase akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.
Cara III :
Dengan menggunakan rumus :
Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :
Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal, biasanya
60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2 = Kadar natrium
plasma sekarang ; BW2 = volume air badan sekarang
15
B. Anti biotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan
gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan
jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2), tetapi terapi
antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.11
Tabel 2. Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri11
Organisme
Campylobacter
Pilihan pertama
Ciprofloksasin
Pilihan kedua
500mg Shigella atau
Salmonella/Shigella
Salmonella spp
Ceftriaxon 1gr IM/IV sehari
TMP-SMX DS oral 2x sehari,3 hari
Campilobakterspp
Azithromycin, 500 mg oral 2x sehari
Eritromisin 500 mg oral 2x sehari,
Tetrasiklin 500 mg
5hr
Resisten Tetrasiklin
Doksisiklin 300mg
Traveler diarrhea
4xsehari3 hari
TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari
Clostridium difficile
Metronidazole
Vibrio Cholera
mg
4xsehari, 7-14 hari,
oral atau IV
7-14 hari
16
racecadotril
yang
bermanfaat
sekali
sebagai
penghambat
enzim
fungsi
akan
menormalkan
sekresi
dari
elektrolit
sehingga
17
Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam
bentuk kapsul atau tablet. 8,12
e. Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna
akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor
saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan
diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat. 8,12
1.9.
Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya
dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering
mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah
makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan
ternak harus terjaga dari kotoran manusia.5,10
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang
diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk
tidak menelan air. 5,10
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang
bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia
atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buahbuahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya
produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC
terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang
dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak. 5,10
18
Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat.
Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan
asidosis metabolik.4
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga
syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul
Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat
sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.8,11
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan
meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi
penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi. 4,8,11
Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah
merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah
infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita
infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita
19
Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
BAB III
STATUS ORANG SAKIT
No. Reg. RS
: 0033897
Tanggal Masuk
: 04 Februari 2016
Jam
: 18.00 WIB
Kamar
ANAMNESIS PRIBADI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Status Perkawinan
Pekerjaan
Suku
Agama
Alamat
ANAMNESIS
20
Autoanamnese
Alloanamnese
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama :
Telaah
Mencret
- Hal ini dialami oleh O.S sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
Frekuensi mencret 3 4x per hari dengan volume sekitar gelas aqua per
kali mencret. Konsistensi cair, air lebih banyak dari pada ampas, dengan
feses berwarna kuning. BAB berdarah (-), BAB berlendir (-). BAK (+)
normal.
- Os juga mengeluhkan mual dan muntah yang dialami sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Frekuensi muntah 1 2x per hari dengan volume
sekitar 1 gelas aqua per kali muntah. Muntah berisi apa yang dimakan dan
diminum. Muntah darah (-). Nyeri ulu hati dijumpai. Penurunan nafsu
makan dijumpai.
- Selain itu, O.S juga mengeluhkan hoyong. O.S merasakan ruangan
berputar terhadap dirinya. Hal ini dirasakan terutama saat O.S berubah
posisi. Sebelumnya O.S pernah didiagnosa dengan vertigo 5 tahun yang
lalu oleh spesialis saraf dan mendapat terapi betahistin. O.S mengatakan
rutin mengkonsumsi obat sesuai dengan anjuran dokter tersebut. DM (-),
Hipertensi (-).
RPT
: Vertigo
RPO
: Betahistin
ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Sesak Napas
Angina
: (-)
: (-)
Edema
Palpitasi
: (-)
: (-)
Lain-lain
: (-)
Asma, bronchitis
: (-)
Pectoris
Saluran
Pernapasan
Batuk-batuk
: (-)
21
Saluran
Dahak
: (-)
Lain-lain
: (-)
Nafsu Makan
: Menurun
Penurunan BB
: (-)
Keluhan
: (-)
Pencernaan
Menelan
Keluhan Perut :
(+)
Nyeri Lain-lain
: (-)
Ulu Hati
Saluran
Sakit
Urogenital
Air Kecil
Mengandung
Sendi
Buang : (-)
: (-)
tersendat
Keadaan Urin
:Kuning
Batu
Haid
: (-)
Lain-lain
: (-)
dan Sakit
: (-)
Keterbatasan
: (-)
: (-)
Gerak
Lain-lain
: (-)
Tulang
Pinggang
Keluhan
Persendian
Endokrin
Haus/Polidipsi : (-)
Poliuri
: (-)
Polifagi
: (-)
Gugup
Perubahan Suara
Lain-lain
: (-)
: (-)
: (-)
Saraf Pusat
Sakit Kepala
: (-)
Hoyong
Lain-lain
: (+)
: (-)
: (-)
Perdarahan
: (-)
: (-)
Purpura
: (-)
Lain-lain
: (-)
Lain-lain
: (-)
Darah
dan Pucat
Pembuluh
Petechiae
darah
Sirkulasi
Claudicatio
Perifer
Intermitten
ANAMNESIS FAMILI
: (-)
22
: CM
: 110/80 mmHg
: 90
: 82x/i, reg, t/v cukup
: 24 x/i
: 36,5C (axilla)
Keadaaan Penyakit
Pancaran Wajah
Sikap Paksa
Reflek Fisiologis
Reflek Patologis
: Lemah
::+
:-
Keadaan Gizi :
TB : 150 cm
BB : 55 kg
BW =
RBW = 110%
IMT
= 22,49kg/m2
Kesan : Normoweight
KEPALA :
Mata
Telinga
Hidung
23
Mulut
: Lidah
Gigi geligi
Tonsil/faring
LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea: medial, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)
THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk
: Simetris Fusiformis
Pergerakan
Nyeri tekan
: Tidak ada
Fremitus suara
Iktus
Palpasi
medial LMCS
Perkusi
Paru
Batas paru-hati R/A
: R: ICS V; A: ICS VI
Peranjakan
: 1 cm
Jantung
Batas atas jantung
: ICS II LMCS
: ICS V LMCS
: Vesikuler
Suara Tambahan
: Tidak ada
Jantung
24
: Simetris Fusiformis
Palpasi
Perkusi
: Sonor
Auskultasi :
SP : Vesikuler
ST : Tidak ada
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk
: Simetris
Gerakan lambung/usus
: tidak terlihat
Vena kolateral
: (-)
Caput medusae
: (-)
Lain Lain
: (-)
Dinding Abdomen
: Soepel
Palpasi
HATI
Pembesaran
: (-)
Permukaan
: (-)
Pinggir
: (-)
Nyeri tekan
: (-)
LIMFA
Pembesaran
: (-)
GINJAL
Ballotement
: (-)
25
UTERUS/OVARIUM
: (-)
TUMOR
: (-)
Perkusi
Pekak hati
: (+)
Pekak beralih
: (-)
Auskultasi
Peristaltik usus
Lain-lain
: (-)
PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri / Kanan
INGUINAL
GENITALIA LUAR
Sphincter ani
Lumen
Mukosa
Sarung tangan
Kanan
(-)
(-)
Jari Tabuh
(-)
Femoralis
Arteri Tibialis :
(+)
(+)
(-)
Posterior
Arteri Dorsalis :
(+)
(+)
: (-)
: (-)
26
Telapak
Tangan : (-)
(-)
Pedis
Refleks KPR
(+)
(+)
Sembab
Sianosis
Eritema
: (-)
: (-)
(-)
(-)
Refleks APR
Refleks
:
:
(+)
(+)
(+)
(+)
Fisiologis
Refleks
(+)
(+)
Lain lain
Patologis
Kemih
Warna
:11,2 g%
Eritrosit
: - x106/mm3
Leukosit : 8,5 x103/mm3 Protein
Trombosit : 413 x103/mm3 Reduksi
Ht
MCV
MCH
MCHC
: 30,9%
: - Fl
: - pg
: - g%
Tinja
: kuning Warna
:Coklat
::-
:Lembek
: (-)
Konsistensi
Eritrosit
Bilirubin
:Urobilinogen : Sedimen
Leukosit
:0-1
Amoeba/Kista : (-)
Telur Cacing
Eritrosit : -
Ascaris
Hitung jenis :
Leukosit : -
Ankylostoma : (-)
Eosinofil : - %
Silinder : -
T. trichiura
: (-)
Basofil
Epitel
:-
Kremi
: (-)
Bakteri
:-
:-%
Neutrofil : - %
Limfosit
: (-)
:-%
Monosit : - %
27
: Baik
LABORATORIUM
RUTIN
DIAGNOSA BANDING
1. Infeksi
2. Non Infeksi
Diare ec
+ Dispepsia
Fungsional
Tipe Like Ulcer
Dismotilitas
Vertigo
BPPH
+
28
DIAGNOSA
SEMENTARA
Aktivitas : Tirah baring
Diet : MB TKTP
Tindakan Suportif :
1. IVFD RL 20 gtt/I makro
Medikamentosa:
PENATALAKSANAAN
1. Newdiatab 3 x 1
2. Metronidazole 3 x 1
3. Inj Ranitidine 1 amp/12 jam
4. Ondansentron 4 mg/12 jam
5. Betahistin 3 x 1
Rencana Penjajakan
1. Kultur Feses /ST
2.
32
BAB IV
FOLLOW UP
Minggu, 17 Januari 2016
S
P
Terapi
Rencana
P
Terapi
Rencana
33
34
P
Terapi
Rencana
P
Terapi
Rencana
35
P
Terapi
Rencana
39
BAB 4
DISKUSI
TEORI
KASUS
BAB 5
40
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
41