Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah memberikan
taufik,
hidayah
dan
inayah-Nya
kepada
penulis,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga dimpahkan kepada Nabi
Muhammad saw yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah (kebodohan)
menuju zaman yang terang benerang.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu
syarat yang telah ditetapkan oleh Fakultas dalam menyelesaikan program S-1 jurusan
Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, banyak sekali rintangan dan hambatan yang
penulis hadapi. Namun berkat kerja keras dan curahan karunia Allah swt serta
dorongan doa restu dari kedua orang tua, adik-adik, dan para sahabat yang tercinta,
maka rintangan dan hambatan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya
sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga jasa mereka semua yang tak ternilai
itu dibalas oleh Allah swt Amin.
Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mempersembahkan rasa
terima kasih dan penghargaan yang mendalam kepada :
iv
Akhirnya tak ada gading yang tak retak, kritik dan saran sangat penulis
harapkan atas skripsi ini, dengan satu harapan dapat memberikan sumbangan bagi
dunia pendidikan.
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .........................................3
C. Metode Pembahasan .....................................................................4
D. Tujuan Penulisan ..........................................................................5
E. Sistematika Penulisan ...................................................................5
Dasar Yuridis........................................................................ 12
2.
Dasar Religius....................................................................... 14
3.
vii
BAB V
PENUTUP........................................................................................... 76
A. Kesimpulan .....................................................................................76
B. Saran-saran.................................................................................... 77
viii
BAB I
PENDAHULUAN
pencernaan. Puasa juga dapat membantu membersihkan tubuh dari racun, kotoran
dan ampas; menghambat pekembangan virus, bakteri dan sel kanker,
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan masih banyak lagi manfaat puasa yang
1 Rahman, Hikmah Puasa, Tinjuan Ilmu Kesehatan, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001), cet.
Ke-2, h. 135-140
2
Ibid, h. 149-150
dasarnya usaha untuk mengembangkan segala potensi dalam diri manusia, baik
potensi jasmani maupun potensi rohani. Sebagaimana dikatakan Hasan
Maarif,
1962), h. 45-46bahwa
Langgulung
tujuan-tujuan
pendidikan
agama
harus
mampu
mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi spiritual yang
berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi psikologis yang berkaitan dengan
tingkah laku individual termasuk nilai-nilai yang mengangkat derajat manusia ke
derajat yang lebih sempurna, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan aturanaturan sosial yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau masyarakat
dimana masing-masing memiliki hak-hak dan tanggungjawab untuk menyusun
masyarakat yang harmonis dan seimbang.3 Tujuan ini sangat relevan jika
dikaitkan dengan hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa. Karena
itulah penulis mengambil judul skripsi Nilai-nilai Edukatif yang Terkandung
dalam Ibadah Puasa agar hikmah puasa yang berkaitan dengan pendidikan dapat
terungkap secara ilmiah dan dapat memberikan kontribusi positif dalam
mengembangkan pendidikan.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembahasan nilai-nilai puasa mempunyai cakupan yang cukup luas. Oleh
karena itu, agar pembahasan dalam skripsi ini terarah dan optimal maka masalah
yang akan dibahas pada sekitar edukatif Islam, nilai-nilai edukatif Islam pada
pelaksanaan ibadah puasa.
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-
Dari pembahasan masalah di atas, maka masalah pokok yang akan dibahas
dapat dirumuskan sebagai berikut :
-
C. Metode Pembahasan
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusuan skripsi ini adalah
penelitian kepustakaan (Library Rasearch). Penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data-data kepustakaan yang diperlukan, terutama dari buku-buku
yang berkaitan dengan tema penelitian, baik buku-buku tentang pendidikan
D. Tujuan
1. Untuk mengembangkan wawasan keilmuan yang penulis peroleh semala
studi di kampus.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam ibadah
puasa.
3. Untuk menambah khazanah keilmuan terutama dalam dunia pendidikan.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan, skripsi ini dibagi ke dalam lima bab, yang
masing-masing terdiri dari sub-sub bab yang saling terkait satu dengan yang lain.
Berikut ini penjelasan dari masing-masing bab.
Bab I
PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, metode pembahasan dan sistematika penulisan.
Bab II
PENDIDIKAN ISLAM
Bab ini akan menguaraikan tentang Pengertian Pendidikan Islam,
Dasar-dasar Pendidikan Islam serta Tujuan Pendidikan Islam.
PENUTUP
Bab ini terdiri dari dua sub yaitu kesimpulan, yang memuat kesimpulankesimpulan dari uraian-uraian pada bab terdahulu, dan saran yang
memuat beberapa saran dari penulis yang berhubungan dengan
kesimpulan yang telah dikemukakan.
BAB II
memelihara
atau
melatih.1Dalam bahasa Arab, kata yang memiliki arti pendidikan adalah kata
tarbiyah () yang berasal dari kata rabba (). Rabba berarti mendidik,
mengasuh.
WIS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), cet.
Ke-5, h. 250
1
Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan
mengembangkan kepribadian serta kemampuan formal dan non formal. Jadi
dengan kata lain pendidikan pada hakikatnya adalah ikhtiar manusia untuk
membantu dan mengarahkan fitrah manusia supaya berkembang pada titik
maksimal yang dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.4
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa pendidikan merupakan suatu proses
untuk mengembangkan potensi atau kemampuan dasar yang dimiliki manusia.
Dalam proses tersebut manusia membutuhkan adanya bantuan dari orang lain
untuk membimbing, mendorong dan mengarahkan agar berbagai potensi tersebut
dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan optimal sehingga hidupnya kelak
dapat meraih kesuksesan. Dengan demikian dia akan dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial.
Pendidikan
juga
berusaha
untuk
mengembangkan
aspek-aspek
kepribadian anak, baik yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat ruhaniah,
termasuk di dalam aspek individualitas, sosialitas, moralitas, maupun aspek
relijius. Sehingga dengan pendidikan itu akan tercapai kehidupan yang harmonis
Sutari Imam Bernadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: PT. Andi Ofset,
1989), h. 25
3
H.M Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan
Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), h. 12
4
dan seimbang antara kebutuhan aspek material dengan kebutuhan mental spiritual
serta antara dunia dengan akhirat. Hal ini juga ditegaskan Zuhairini bahwa
adalah aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan
Pendidikan
kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, rohani
(pikiran, rasa, karsa, cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta
keterampilan-keterampilan).5
Zuhairini, et. al, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. ke-2, h. 151
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al- Maarif,
1986 ), h. 19
10
dilakukan secara sadar, yang didalamnya ada pendidik, peserta didik, media,
sarana dan tujuan.
Beralih kepada pengertian Pendidikan Agama Islam, juga terdapat
perbedaan definisi diantara para tokoh. Menurut Zakiah Daradjat:
Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran
agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar
nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara
menyeluruh, serta menjadikan agama Islam itu sebagai suatu pandangan
hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di
akhirat kelak.7
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Pendidikan
Agama Islam adalah bimbingan dan usaha yang diberikan kepada anak didik
Zakiah Darajat, et. al, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 86
11
Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), Cet.
.ke-1, h. 65
9
12
Dasar yuridis
Indonesia yang telah memberikan landasan bagi pendidikan tidak
terkecuali pendidikan agama Islam, secara yuridis pendidikan agama Islam
memiliki tiga dasar yaitu :
1. Dasar ideal, Pancasila sila pertama;
2. Dasar Struktural/Konstitusi,
Dalam Undang-undang Dasar 1945, yang telah diamandemen, BAB XIII,
tentang Pendidikan pasal 31, ayat 1-5 dikatakan:
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Zuhaerini, et.al., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983),
Cet. ke-8, h. 21
10
13
Jimly Asy-Shidiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah perubahan Keempat, (Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), h. 54
11
14
Dasar religius
a.
Al-Quran
Al-Quran merupakan kalam Allah yang telah diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW bagi seluruh umat manusia. Al-Quran
merupakan petunjuk yang lengkap, pedoman bagi manusia yang meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia termasuk pendidikan.13
Beberapa ayat al-Quran yang dapat dijadikan sebagai dasar
pendidikan agama Islam:
Al-Quran adalah kitab petunjuk, hal ini sebagai firman Allah
SWT
Syamsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media
15
petunjuk
dan rahmat
kaum yangkepada
berima kamu Al-Kitab (alArtinya :
Dan kami
tidak bagi
menurunkan
Quran) ini melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada
n.
mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi
(QS. An-Nahl : 64)
Selanjutnya firman Allah SWT :
(manusia) dengan perantaran kalam Dia mengajar kep
ada
16
Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah Yang mengajar
manusia apa yang tidak diketahuinya. Al-Alaq : 1-5)
Tuhan memberikan bahan (materi/pendidikan agar manusia hidup
sempurna di dunia ini. Al-Quran surat al-Baqarah ayat: 31
Artinya : Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya,Kemudian mengemukakannya
kepada
para
malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama bendabenda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar
(Al-Baqarah : 31)
17
) .
18
14
daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam
rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam.15
Banyak sekali hadits-hadits Nabi yang menjadi rujukan bagi dasar
pendidikan agama Islam diantaranya :
sebagaimana
al-Quran
menerangkan
terdapat
dalam
dan
hal-hal
Artinya : Menuntu ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim (pria dan
wanita) (HR. Ibnu Majah).16
17
Artinya :
14
Ilmu
Barangsiapa
suatu
menimba
Nur Uhbiyati,
Pendidikanmenempuh
Islam I, (Bandung:
CV. jalan
Pustakademi
Setia, 1997),
h. 22
15
16
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Darul Fikri, 1995), Jilid I, h. 87
17
Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Beirut : Darul Fikr,tt) h.
ilmu, pa
19
a. As-Sunnah
mampu
menjelaskan
konsep
pendidikan
Islam
c.
Ijtihad
Menurut etimologi kata ijtihad berasal dari kata ) berarti
kemampuan dan kesulitan, misalnya ( ) mencari atau
menuntut sesuatu sampai tercapainya tujuan, demikian pula ungkapan
) yang berarti mencurahkan kemampuan dan daya dalam mencari
sesuatu guna mencapai apa yang diinginkan yaitu berupa tujuan akhir.
Ijtihad secara terminologi adalah mencurahkan kesanggupan yang ada
dalam membahas (menyelidiki) suatu masalah untuk mendapatkan suatu
hukum yang bertitik tolak kepada kitab dan sunnah.19
Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari al-Quran dan
as-Sunnah yang seolah-olah akal sehat dari para ahli pendidikan agama
Islam. Ijtihad tersebut harus dalam hal-hal yang berhubungan langsung
dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu.20
19
Alaudin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 127
20
20
kepercayaan
kepada Tuhan
21
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental dalam Keluarga, (Jakarta: Pustaka Antara, 1993), Cet.
ke-3, h. 28
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, (Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya, 1999), Cet. ke-2, h. 35
22
21
mendekat dan mengabdi kepada Allah SWT, hal ini diterangkan dalam
firmannya :
Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentram dengan mengingat Allah SWT, ingatlah, hanya dengan
22
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), Cet. ke-2, h.860
25
26
23
3. Menurut Zakiah Daradjat yang terdapat dalam buku pendidikan agama Islam
tujuan pendidikan Islam adalah : Terwujudnya kepribadian seseorang yang
membuatnya menjadi insan kamil dengan pola taqwa.27
4. Menurut Tim Penyusun Buku Ilmu Pendidikan Islam, tujuan pendidikan
Islam adalah ada empat macam yaitu: tujuan umum, tujuan akhir, tujuan
sementara, dan tujuan operasional.
a. Tujuan umum, adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan, baik dengan pendidikan atau dengan cara yang
lainnya. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan seperti; sikap,
tingkah laku, penampilan, kebiasaaan, dan pandangan.
b. Tujuan akhir, adalah membentuk insan kamil yang mati dalam
keadaan berserah diri kepada Allah SWT.
c. Tujuan sementara, adalah yang akan dicapai setelah anak diberi
sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam kurikulum
pendidikan formal.
d. Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan
sejumlah kegiatan tertentu. 28
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan
pendidikan agama Islam adalah : Terwujudkan kepribadian manusia (insan
kamil) yang seimbang antara jasmani dan rohani, pribadi, dan masyarkat (sebagai
makhluk individu dam makhluk sosial), agar dapat bermanfaat di dunia dalam
upaya menghadapi masa depan serta selamat di akhirat.
27
28
BAB III
PUASA
A. Pengertian Puasa
Puasa dalam bahasa Arab diambil dari kata :
yang berarti menahan. Puasa menurut bahasa, adalah :
1
Artinya : Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu
melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku
telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka
aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari
ini"
(Q.S Maryam : 26)
Maksud dari kata "shauman" yaitu: diam dan Menahan diri dari
berbicara. Kuda yang menahan diri dari memakan rumput adalah berpuasa.
Adapun menurut syara' ulama berbeda pendapat, diantaranya beberapa
Taqiyudin Abi Bakar, Kifayatul Akhyar, (Semarang : PT. Nur Asia, tt), Jilid I, h. 204
24
25
syarat
yang
telah ditentuka
n.
Artinya : Menahan diri dari makan, minum, jima dan lain-lain yang telah
diperintahkan kita daripadanya sepanjang hari menurut cara yang
diosyari'atkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia,
perkataan yang merangsang, perkataan yang diharamkan dan
dimakruhkan menurut waktu yang elah ditetapkan dan syaratMenurut
Syekh
Bajuri
Ibrahim
Bajuri
dalam
kitab
:
Artinya: Menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh, mulai dari fajar
Muhmmad bin Ismail Al Kahlani, Subulus Salam, (Bandung: Dakhlan, tt), juz I, h. 150
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, (Mesir: Maktabul Kalimah, 1945,), h. 143.
26
Artinya : Menahan diri dari segala yang membetalkannya, sejak terbit fajar
sampai terbenam matahari, disertai dengan niat.
Menurut Syaikh Muhammad Ali As-Shabuni, sebagaimana dikutip
Muhammad Zuhri dalam Rowa'ul Bayan, Ia mengatakan :" Puasa adalah
menahan diri dari makan, minum, dan jima disertai dengan niat, sejak dari terbit
fajar hingga terbenam matahari, dan kesemuanya adalah dengan menjauhi halhal yang kotor dan tidak melakukan perkara yang diharamkan.6
Dari pengertian-pengertian puasa di atas, penulis menyimpulkan bahwa
puasa menurut istilah ialah menahan diri dari makan, minum, jima' pada siang
hari dan dari segala yang membatalkannya dengan tujuan mengharapkan ridho
Allah SWT, dan bertaqwa kepada-Nya, pada waktu yang telah ditentukan, yaitu
dari semenjak terbit fajar hingga terbenam matahari dengan cara-cara dan syaratsyarat yang tertentu.
5
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Darul Fikr, 1983), Jilid I, h. 364
6
Muhammad Zuhri, Rowa'ul Bayan : Tafsir Ayat-ayat Ahkam (Terj), (Semarang : CV. Asyifa,
1993), Cet. ke-1, h. 286
27
28
a. Berakal
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 2000), Cet. ke-33, h. 227-
229
9
29
10
10
Ibid.
30
melakukan puasa.
c. Kuat berpuasa
Puasa tidak diwajibkan atas orang sakit. Walalupun demikian ,
mereka wajib mengqadhanya. Kewajiban mengqadha puasa bagi orang
sakit telah disepakati oleh para ulama. Tetapi jika ia berpuasa,
puasanya dipandang sah. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt
surat Al-Baqarah ayat 184:
31
keadaan kekafiran dikenai kewajiban yang berkaitan dengan cabangcabang syariat. Maksudnya, mereka wajib memeluk agama Islam,
kemudian berpuasa. Puasa tidak sah sebelum mereka masuk Islam,
karena puasa merupakan ibadah langsung kepada Allah swt yang
bersifat fisik yang memerlukan niat, sedag salah satu niat adalah
Islam, seperti halnya solat. Dan di akhirat siksaan
mereka
akan
32
11
33
berpuasa
pada
Para ulama Islam sependapat haram
hari
raya Islam, baik puasa fardhu atau sunah. Nabi saw bersabda :
bersabda
surga
kec
Rasul
Tidak
akan
masuk
uali
12
Artinya: Umar R.a Berkata : sesungguhnya rasul melarang
berpuasa pada dua hari ini, adapun hari raya Fitri,
karena bebuka dari puasa ramaadhanmu. Adapun hari
raya Adha adalah karena harus memakan sembelihan
(HR. Abu Dawud)
b. Puasa pada hari-hari Tasriq
Tidak boleh berpuasa pada hari-hari Tasriq, yaitu tiga hari
sesudah hari raya Adha. Berdasarkan hadits Nabi :
13
12
Abu Dawud, Sunan Abu Daud, (Kairo: Darul Hadis, 1988), Juz 2, h. 336
13
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Darul Fikr, t.t), Juz I, h. 548
34
C. Rukun Puasa
a. Niat
Kedudukan niat dalam ajaran Islam sangat penting sekali,
karena menyangkut dengan kemauan. Dan Allah tidak akan menerima
suatu amal
ibadahsesuai
kecuali dengan
disertai dengan
pahala
niatnyniat.
a. :
Nabi bersabda
14
35
b. Menahan diri dari dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit
fajar sampai terbenam matahari.
36
Artinya : Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur
dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan
kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi ma`af kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu
campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah
larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya
mereka bertakwa.
(Q.S: Al-Baqarah :187)
D. Macam-macam Puasa
Puasa bila ditinjau dari segi pelaksanaan hukumnya dibedakan atas :
1. Puasa wajib yang meliputi puasa bulan Ramadhan, puasa kifarat, puasa
nadzar, dan puasa qodho.
2. Puasa sunnat atau puasa tathawwu yang meliputi puasa enam hari bulan
syawwal, puasa senin kemis, puasa hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah, kecuali
bagi orang yang sedang mengerjakan ibadah haji tidak disunatkan), puasa hari
Syura (10 Muharram), puasa bulan Sya'ban, puasa tengah bulan (tanggal
13,14, dan 15 bulan Qomariyah).
3. Puasa makruh, yaitu puasa yang dilakukan terus menerus sepanjang masa
kecuali pada bulan haram, disamping itu makruh puasa pada tiap hari sabti
saja atau Jum'at saja.
4. Puasa haram yaitu puasa pada waktu-waktu :
- Hari raya Idul Fitri (1 Syawwal)
- Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah)
- Hari-hari tasyriq ( 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). 15
Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1995), Jilid I, hal. 261
15
37
1.
Puasa wajib
a. Puasa Ramadhan
sebelum kamu agar kamu bertakwa
Puasa Ramadhan adalah puasa wajib yang dibebankan atas setiap
.
umat Islam yang berakal, baligh dan kuat berpuasa.
Puasa ini wajib hukumnya berdasarkan keterangan al-Qur'an surat
Al-Baqarah ayat 183 :
38
ada
siksaan
yang
sangat
pedih
yang
tid
kafir
, Barangsiapa
ak
39
Jika
seorang
bersumpah
dengan
sengaja
dan
kemudian
kamu berikan ke
pada keluargamu, atau me
mberi pakaian
kepada mereka
atau memerdekakan se
orang budak.
40
ternak
yang
seimbang
dengan
binatang
buruan
yang
Baihaqi A.K, Fiqih Ibadah, (Bandung: Anggota IKAPI, 1996), Cet. Ke-1, hal. 14
41
42
Artinya :
2.
Puasa sunat
a. Puasa enam hari di bulan Syawal
Syawal
biaa
disebut
puasa
enam
Puasa enamhari
di bulan
dengan
hari, Rasulullah saw bersabda :
17
17
43
Artinya :
a.
Dikatakan puasa enam hari di bulan Syawal dan puasa sepanjang
masa adalah karena suatu kebajikan, dibalas dengan sepuluh ganda. Maka
puasa ramadhan itu disamakan dengan puasa dua bulan. Maka kalau kita
berpuasa satu bulan di bulan ramdhan dan enam hari di bulan Syawal,
seakan-akan kita berpuasa setahun penuh. Inilah sebabnya dinamakan
puasa sepanjang masa.
Puasa senin kamis disebabkan oleh antara lain, karena pada hari itu
amalan manusia dilaporkan kepada Allah SWT. Oleh karena itu alangkah
baiknya jika pada saat malaikat melaporkan amalan kita, kita dalam
keadaan puasa.
Rasulullah bersabda :
18
18
44
Artinya :
19
19
Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Beirut; Darul Fikri, tt), Juz 5, h. 295
45
20
saw bersabda :
21
Artinya : Dari Abi Salamah, dia berkata: saya berkata kepada A'isyah
ra. Tentang puasanya Nabi. Dia menjawab : adalah beliau
20
21
46
22
Artinya
3.
( HR. An-Nasai)
Puasa Makruh
a. Puasa yang dilakukan
terus
menerus puasa sepanjang tahu
katakan,
ia bagaikan
b. Puasa pada harinJumat saja
c. Puasa pada hari Sabtu saja.
22
23
An-Nasa'I, Sunan an-Nasa'I, (Beirut: Darul Kitab Al Arabi, tt), Juz 3, h. 222
47
mempunyai hak atasmu. Ia berkata: sesungguhnya aku
ini
sepanjang
Tidak
(panda
masa,
Nabi
saw
bersabda:
ng)
menerus) dua kal
24
i.
Artinya:
Dari Atha bahwa Abul
kepada
berita
25
25
49
26
Artinya : Abdillah bin Busri menceritakan Rasulullah saw bersabda:
Janganlah kamu berpuasa hari sabtu saja, kecuali bila
memang harus berpuasa, walaupun salah seorang dari
kalanganmu hanya menemukan kulit anggur atau dahan
(HR. Ibnu Majah)
4.
Puasa Haram
a. Puasa pada hari raya Idul Fitri dan Adha
Para ulama Islam sependapat haram berpuasa pada hari raya
Isalam, baik puasa fardhu atau sunah. Nabi bersabda :
27
Artinya: Umar R.a Berkata : sesungguhnya rasul melarang berpuasa
pada dua hari ini, adapun hari raya Fitri, karena bebuka dari
26
Ibid., h. 550
27
50
Tidak boleh berpuasa pada hari-hari Tasriq, yaitu tiga hari sesudah
hari raya Adha. Berdasarkan hadits Nabi :
28
Artinya :
28
BAB IV
NILAI-NILAI DALAM IBADAH PUASA
A. Pendidikan Jasmani
Puasa telah lama dikenal manusia. Dengan berpuasa seseorang akan
terdidik untuk memasukkan makanan, minuman yang masuk ke dalam tubuhnya.
Orang yang berpuasa tidak akan sembarangan memasukkan makanan, minuman ke
dalam tubuh baik dalam segi jenis makanan, waktu memakan, cara memakan dan
lain sebagainya yang akan masuk ke dalam tubuh, sehingga tubuh akan terjaga dan
tetap sehat.
Menurut Prof. Hembing Wijaya Kusuma dalam bukunya Puasa itu Sehat,
kegunaan puasa terhadap kesehatan meliputi berbagai aspek, yaitu aspek
Hembing Wijayakusuma, Puasa itu Sehat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997),
Cet. ke-1, h. 2
1
51
52
3.
Dengan puasa seseorang disetting seluruh tubuhnya untuk puasa pada esok
harinya untuk tidak ada makanan yang masuk ke lambung, sehingga
lambungpun terperintah untuk tidak mengeluarkan asamnya ketika tidak ada
makan itu, sehingga orang yang berpuasa terhindarlah dari penyakit mag.
4.
53
Mereka akan keluar melalui cairan tubuh bersama sel-sel yang telah mati dan
toksin.
5. Waktu berpuasa merupakan kesempatan yang paling baik untuk menja
ga
dari segala kebiasaan yang membahayakan.
Kebiasaan yang membahayakan kesejahteraan, misalnya merokok.
Karena kebiasaan ini akan menyebabkan syaraf seseorang akan kecanduan.
Jika seseorang telah menjadi pecandu, maka tidak mungkin menghentikannnya
dengan tiba-tiba, jika itu dilakukan maka ia akan merasa sakit dan lemah
syarafnya. Tetapi jika menghilangkan kebiasaan itu dengan berpuasa selama 12
jam dalam sehari dalam masa 4 mingu secara rutin, maka kimia ganja, alkohol
dan nikotin hari demi hari secara bertahap sedikit demi sedikit berkurang
kadarnya sehingga syaraf akan bebas dari pengaruh benda-benda yang
berbahaya dengan mudah dan nyaman. Hal ini senada dengan pendapat
Hembing Wijayakusuma dalam bukunya Puasa itu Sehat mengatakan bahwa :
Dari riset yang dilakuan para ahli, terbukti bahwa setelah menjalani puasa
darah para pecandu rokok bersih dari racun nikotin. Jika nikotin ini telah bersih
dari tubuh para perokok kecanduan akan berkurang dan secara berangsurangsur akan lenyap.2
Ibid. h. 15
54
B. Pendidikan Ruhani
Puasa disyariatkan agar melahirkan pribadi yang bertaqwa. Dengan puasa
seseorang akan selalu dididik untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT dimanapun
ia berada, baik dikala banyak orang atau tidak ada orang, Orang yang bertaqwa
akan selalu merasa selalu dilihat oleh Allah SWT dimanapun ia berada. Sehingga
ia akan selalu melaksanakan perintah dan menjauhi larangann-Nya, dengan rasa
tulus dan ikhlas hanya karena mengharap ridha dari Allah SWT. Orang yang
bertakwa akan selalu menghiasi pribadinya oleh cahaya iman, amaliah, dan gaya
hidup sehari-hari yang sangat terpuji. Selain itu, orang yang berpuasa, dengan
benteng iman dan taqwanya itu, tidak akan mudah terombang ambing oleh godaan
dan rayuan kemewahan dunia.
1.
jima dan lain-lain yang bersifat duniawi yang dilarang ketika sedang berpuasa,
Fathullah Gulen, Kunci-kunci Rahasia Sufi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet.
ke-1, h. 79
55
dan hanya mengharapkan ridlo dari Allah swt semata, sehingga orang yang
berpuasa akan memandang rendah terhadap dunia yang sifatnya materi ini bila
dibandingkan dengan ridlo Allah swt, maka timbullah sifat zuhud.
2.
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Darul Fikr, tt), Jilid 1, h 545
56
Achmad Suyuti, Nuansa Ramadhan (Puasa dan Lebaran), (Jakarta: Pustaka Amani, 1996),
Cet. Ke-1, h. 107
6
57
akan sanggup membentengi diri dari hal-hal yang merusak puasa dan
mengurangi
dijiwai oleh kesabaran itu akan menjadi sarana menuju takwa dan mendekatkan
diri pelakunya kepada Allah SWT. Kalau seorang muslim sudah cukup sabar,
tabah, dan mampu menahan diri hingga mampu menyelesaikan puasa sebulan
penuh, berarti dalam diri orang itu sudah ada benteng yang kokoh dan tangguh
untuk menghandapi tantangan hidup sebelas bulan berikutnya. Sebab, dengan
ibadah puasa itu seseorang telah menghiasi dirinnya dengan kebersihan hati,
kejernihan jiwa, dan ketulusan nurani, yang akan menghantarkannya menjadi
orang yang dekat kepada Alllah SWT dan dicintainya, serta termasuk golongan
orang-orang yang takwa dan sabar.
Orang yang berpuasa tentu merasakan lapar dan haus, serta merasakan
lemahnya fisik. Oleh sebab itu, ibadah yang banyak menuntut kesiapan fisik
dan psikis ini benar-benar menguji kesabaran pelakunya. Selama orang itu
berpuasa dengan penuh kesabaran, dan puasanya tidak rusak oleh perbuatanperbuatan tercela dan nafsu-nafsu buruk. Sebab, termasuk aspek yang paling
sulit dari ibadah puasa adalah berlaku sabar di dalam mengosongkan jiwa dari
nafsu badaniah. Karenanya, seseorang yang berpuasa disertai sikap kesabaran,
niscaya kecenderungan-kecenderungan nafsu badaniah yang melekat dalam
jiwanya secara berlahan lahan akan tertekan dan dibuat fasip. Oleh karena itu,
esensinya justru terletak pada kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan
sifat sabar dalam perilaku hidup sehar-hari. Karena, pada dasarnya cukup
58
sendiri dalam
kehidupan.
Menurut pandangan Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin,
sebagaimana ditulis oleh Wahjotomo dalam keadaan lapar karena berpuasa
sebenarnya akan diperoleh beberapa manfaat, yaitu :
a.Bersih hati, bersinarnya kecerdasan, dan tembusnya penglihatan mata
hati.
b. Halus dan bersihnya hati yang dengan itu dipersiapkan untuk
memperoleh ketekunan berzikir.
c.Terlepasnya dari nafsu-nafsu yang hina, sehingga terhindar dari
jebakan-jebakan kenikmatan, kegembiraan dan kufur nikmat.
d. Tidak melupakan cobaan Allah dan cobaan Allah yang ditimpakan
kepada orang lain.
e.Hancurnya nafsu-nafsu syahwat pada perbuatan-perbuatan maksiat
ataupun jahat.
f. Menolak tidur atau dapat mengurangi frekuensi tidur yang tinggi.
g. Memudahkan dorongan untuk semakin rajin beribadah.
h. Memiliki badan yang sehat sehingga kecil kemungkinan untuk
mengggapai penyakit.
i. Dapat meringankan biaya perbelanjaan.
j. Lebih kemungkinan untuk hidup tidak boros, sehingga dapat
yatim dan
menyisihkan kelebihan makanan atau lainnya untuk para
.7
fakir miskin
3.
59
perbuatan yang tidak baik menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh
syara pada waktu yang telah ditentukan pula. Dengan demikian, puasa itu
berfungsi sebagai pengendali dan pengontrol hawa nafsu agar tidak semenamena melampiaskan apa-apa yang diinginkan manusia. Dalam kaitan ini
Raulullah saw bersabda :
Sidi Gazalba, Azas Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 151
60
Islam mendisiplinkan
dirinya dengan
61
Ibid, h. 61-62
62
meliputi:
a. Puasa dapat mengendalikan emosi
b. Puasa dapat mengendalikan nafsu syahwat
Berikut penulis akan menjelaskan tentang manfaat dari puasa :
a.
12
13
63
Adapun hakikat marah ialah seberkas api dari api neraka Allah
yang menyala-nyala yang membakar hati manusia. Hal ini nampak pada
mata seseorang yang sedang marah yang menjadi merah.14
Ketika amarah menguasai serta melingkupi diri manusia, maka ia
akan mengambil bentuk sifat yang angkuh atau sombong serta
menyingkirkan segala hambatan yang dapat mencegahnya mempengaruhi
kehendak manusia, karena itu ia dapat menghasut manusia akan
mencelakakan lawan-lawannya tanpa pertimbanagn sama sekali. Selubung
amarah juga membutakan pikiran dan mengubah jiwa manusia menjadi
buas tanpa menghiraukan kenyataan. Hal itu juga dapat mendorong diri
manusia untuk melakukan segala kejahatan yang mengandung akibat fatal
dalam kehidupan.
Sifat jahat hanya menyebabkan penderitaan, karena pada akhirnya
ia tidak dapat menyelamatkan jiwa dan mengubah perbuatan-perbuatan
yang rendah menjadi kemarahan hingga sesuai pertimbangan akal dan hati
nurani,
menyebabkan
kepercayaan
hilang.
Jika
berbagai
akibat
pertimbanagan akal muncul pada diri orang yang marah, maka gelombang
penderitaan disertai rasa penyesalan yang hebat dan menggerogoti hatinya.
Bahkan tubuhpun mudah terserang penyakit akibat amarah tersebut, karena
tubuh merupakan tempat kediaman bagi ketenangan dan kebahagiaan jiwa.
14
Al-Ghazali, Celanya Merah, Dendam dan Dengki, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989), h. 633
64
65
Artinya : Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orangorang munafik itu, dan bersikap keralah terhadap mereka.
Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat
kembali yang seburuk-buruknya.
(QS. At-Taubah : 73)
tercela.
dikendalikan ?
66
15
(
kegiatan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat
Artinya : .
Dari Abu Hurairah ra. Bahwaannya Rasulullah SAWbersabda:
"Puasa itu benteng, apabila seseorang diantara kamu berpuasa
hendaklah ia jangan berlaku rafats dan jangan pula ia berlaku
jahil. Apabila ada seseorang yang hendak membunuhnya atau
mengangkat senjata kepadanya hendaklah ia berkata :
Sesungguhnya aku ini sedang berpuasa (katakan dua kali).
Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman-Nya, bau
busuk orang mulut orang yang berpuasa itu lebih disukai Allah
daripada bau kasturi, sebab ia telah meninggalkan makan,
minum, dan syahwatnya karena aku; puasa yang seperti itu
adalah untuk-Ku, dan akulah yang akan membalasnya, satu
(HR. Bukhari)
b. Puasa Mendidik Untuk Bisa Mengendalikan Syahwat
Syahwat sengaja diciptakan Allah SWT dalam diri manusia, tetapi
Allah mengingatkan agar jangan terlalu bergelimang atau asyik dengan
kepuasan syahwat, sehingga melupakan Allah yang telah menciptakannya.
Itu semua hanya bersifat sementara, selama di dunia yang fana ini, sedang
di sisi Allah ada tempat kenikmatan yang hakiki, yang bersifat abadi, di
akhirat kelak. Karena syahwat itu merupakan karunia Allah, maka akan
tetap berada di dalam diri manusia, selama masih hidup. Syahwat sangat
besar sekali kegunaannya bagi manusia, karena bila dapat dipergunakan
15
67
yang
16
Ibid., h. 238
68
C. Pendidikan Moral
1.
69
nyata dan terasa dalam praktek puasa. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri
puasa memiliki akses besar terhadap tanggungjawab puasa adalah persamaan.
Persamaan ini mempunyai implikasi pada keadilan. Keadilan terbukti oleh
pemerataan.
Persamaan ataupun keadilan juga pemerataan sebagai implikasi dari
puasa dengan sangat jelas terlihat dari praktek puasa di mana semua yang
menjalankan puasa secara bersamaan dan merasakan yang sama pula prosesi
puasa. Mereka sama-sama menahan lapar, dahaga dan haus sejak fajar hingga
terbenam matahari. Disitu tak ada lagi deferensasi ataupun dispensasi. Semua
dalam level dan status yang sama, yakni sebagai shoimin, yang berada dalam
kondisi yang sama. Sebuah kondisi yang meletakkan manusia pada satu
terminologi pemerataan. Dan hal tersebut sebagai cerminan keadilan.
Di dalam ibadah puasa semua orang merasakan rasa lapar dan dahaga
tanpa pandang bulu baik orang kaya ataupun miskin, tua maupun muda, semua
sama dihadapan Allah swt. Sehingga dengan persamaan demikian akan
tertanam dalam dirinya rasa persamaan (musawah), perasaan demikian
diharapkan membekas dan menjadi prinsip kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Musawah inilah yang menjadi nilai tersendiri dan menjadi bukti
keberhasilan pelaksanaan puasa itu sendiri. Apabila suatu masyarakat setiap
individunya berhasil melaksanakan puasa dengan benar-benar puasa maka akan
didapati masyarakat tersebut memiliki tingkat musawah yang tinggi, dengan
bukti tingkat pemerataan dan keadilan yang tinggi.
70
17
Edy A. Effendi, Ribuan Hikmah Puasa, (Jakarta: Puspa Swara, 1997), Cet. ke-1, h. 40
71
Firman Allah swt yang berkaitan dengan persoalan ini, terlihat pada
surat al-Kahfi ayat 110, Perbuatan baik terhadap orang lain, akan memiliki
imbas kebajikan pula terhadap diri sendiri, imbas itu akan terlihat sebagai
cerminan atau pantulan dari kesalehan yang dipetik dari cara kita memahami
ibadah puasa. Tentunya, anak sholeh dan perbuatan baik yang kita kembangkan
dalam kehidupan sehari-hari, akan mempunyai kaki kebaikan yang akan
menyebar ke segala arah, karena kebaikan yang bermuara pada ketulusan dan
keikhlasan, akan diberi ganjaran pahala oleh Allah swt.
2.
18
72
Apabila sifat jujur telah tertanam dalam diri seseorang, maka dirinya
akan merasa tentram, ia tidak akan dihinggapi oleh rasa takut atau dosa, Karena
segala sesuatu jelas dan tidak ada yang dipalsu atau disembunyikan.
Nilai kejujuran dalam ibadah puasa dapat dilihat dari hadis Nabi SAW:
19
mereka
ya.
19
bahkan
hendaknya
berkelebihan
manusia
selalu
dalam
mendapatkannya.
mensyukuri
dengan
Sebaliknya,
membelanjakan
21
Artinya : Dari Abdullah berkata: Nabi saw berbaring di atas tikar, dan
ketika bangun, tikar teresebut berbekas di kulitnya, maka saya
engkau memberi tahu kami, tetntu kami akan gelarkan untuk u
suatu alas yang dapat melindungimu dari sesuatu yang
bagiku, sesungguhnya aku di dunia ini seperti orang pengendara
yang bernaung sebentar di bawah pohon, kemudian pergi dan
meninggalkannya.
Kesederhanaan adalah ciri pola hidup yang moderat, tengahtengah dan ideal, antara kemewahan dan kepapaan. Ia merupakan sifat yang
20
21
74
baik diantara dua sifat yang buruk, yakni boros dan kikir. Karena itu agama
menekankan kesederhanaan dan mengajarkan bahwa orang yang dapat
menjaga diri dari perilaku hidup yang berlebih-lebihan termasuk orang
yang bertakwa dan bisa menyelamatkan diri dari hal-hal
yang
22
23
75
akan mengamalkan apa yang akan diperintahkan oleh Nabi yakni pola hidup
sederhana, dengan suri tauladan yang baik dari para pemimpin yang ada baik
itu para ulaman aparat pemerintahan, orang tua dan para dosen serta yang
lainnya, kalau dari para pemimpin sudah berpola hidup sederhana maka
orang-orang di bawahnya akan menuruti seperti Nabi ditiru oleh sahabat dan
para pengikutnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian bab-bab yang lalu penulis dapat menyimpulkan sebagai
berikut :
1. Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya. Yang
pada intinya adalah mengendalian hawa nafsu agar tidak terperosok ke arah
kehinaan. Ibadah puasa bukan berarti menghilangkan hawa nafsu tetapi
mengarahkan hawa nafsu dari yang tidak baik ke arah yang baik.
2. Dengan puasa seseorang dibentuk untuk selalu merasa dekat dengan
Tuhannya. Maka akan terpancar dalam dalam diri orang itu perilaku yang
positifyang akan mengangkat derajat dirinya di hadapan Allah swt maupun di
hadapan sesama manusia dan akan membawa keberkahan di lingkungan
sekitarnya.
3. Pendidikan adalah bimbingan dan usaha yang diberikan kepada anak didik
dalam pertumbuhan jasmani dan ruhani untuk mencapai tingkat kedewasaan.
4. Dalam ibadah puasa terkandung beberapa nilai pendidikan yang bisa diambil
yaitu : zuhud, sabar, mengendalikan hawa nafsu, mengendalikan emosi,
berjiwa sosial, jujur, hidup sederhana.
75
76
5. Ibadah puasa mempunyai nilai pendidikan apabila ibadah puasa itu dilakukan
dengan benar berdasarkan ketentuan hukum syara dan benar-benar
mengharap ridlo dari Allah swt. Karenaapabila ibadah puasa tidak berdasar
hukum syara hanya akan mendapatkan lapar dan dahaga saja tanpa ada nilainilai positif yang berarti yang didapatnya.
B. Saran-saran
77
4. Puasa adalah ibadah jiwa, maka hendaklah berpuasa dengan ikhlas tanpa
mengharap sesuatu mengharap ridlo dari Allah swt, agar nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya dapat teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H.M, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan
Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976)
Asy-Shidiqie, Jimly, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat,
(Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2002)
Bajuri, Syekh Ibrahim, Al-Bajuri, (Indonesia: Darul Ihya, tt).
Bawani, Imam, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas,
1993)
Bernadib, Sutari Imam, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: PT.
Andi Ofset, 1989)
Daradjat, Zakiah, Kesehatan Mental dalam Keluarga,
1993), cet. Ke-3
78
Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah, (Isal Babi Halbi Wasyirkah: t.t)
Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-
Muhamad, Abdullah bin Yazid al-Quzwaini, Ibnu Majah, (Beirut: Darl Fikri, 1995),
Nasa'I, An, Sunan an-Nasa'I, (Beirut: Darul Kitab Al Arabi, tt)
Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), cet. Ke-2
Nizar, Syamsul, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2001), Cet, ke-1
Rahman, Hikmah Puasa, Tinjuan Ilmu Kesehatan, (Jakarta: Al-Mawardi Prima,
2001), cet. Ke-2
Ridha, Muhammad, Rasyid, Tafsir Al-Manar, (Mesir, (Mesir: Maktabul Kalimah,
1945,)
Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), Jilid I
79
Suyuti, Achmad, Nuansa Ramadhan, (Jakarta: Pustaka Amani, 1996), cet. Ke-1
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 1999), cet. Ke-2
TIM Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1980)
Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997)
Wahjoetomo, Puasa itu Sehat, (Jakarta: Gema Insan Press, 1997), cet. Ke-2
---------------, Puasa dan Kesehatan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997)
WIS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1976), cet. Ke-5
Yunus,
Penyelenggara
80