Anda di halaman 1dari 78

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah memberikan
taufik,

hidayah

dan

inayah-Nya

kepada

penulis,

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga dimpahkan kepada Nabi
Muhammad saw yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah (kebodohan)
menuju zaman yang terang benerang.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu
syarat yang telah ditetapkan oleh Fakultas dalam menyelesaikan program S-1 jurusan
Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, banyak sekali rintangan dan hambatan yang
penulis hadapi. Namun berkat kerja keras dan curahan karunia Allah swt serta
dorongan doa restu dari kedua orang tua, adik-adik, dan para sahabat yang tercinta,
maka rintangan dan hambatan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya

sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga jasa mereka semua yang tak ternilai
itu dibalas oleh Allah swt Amin.
Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mempersembahkan rasa
terima kasih dan penghargaan yang mendalam kepada :

iv

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah


Jakarta Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegurun
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Drs. H. Abdul Fatah Wibisono, MA.
3. Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak. Drs. Sapiudin Shidiq,
M.Ag.
4. Pembimbing Skripsi Bapak Drs. H. Ghufron Ihsan, MA, yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan
pengarahan dan nasehat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen PAI yang telah turut andil dalam mengantar penulis ke
jenjang sarjana.
6. Bapak dan Ibu pimpinan beserta staf bagian perpustakaan (baik tingkat pusat
maupun fakultas) dan bagian akademik (baik tingkat fakultas maupun
universitas) yang telah membantu penulis dalam pengadaan buku dan
memperlancar penulis dalam menyelesaikan S-1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Segenap keluarga khususnya kedua orang tuaku, adik-adikku yang selalu
mendoakan dan memberikan dorongan untuk kesuksesan penulis, terutama
adikku di Tytian Indah Bekasi yang baik hati Iin Mutmainah, S.Pd.I yang
telah membantu dan memberikan motivasi baik moril maupun materil
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat jurusan PAI khususnya angkatan 1999 yang tidak disebutkan


satu persatu yang telah memberikan sumbangan pikiran dan masukan serta
dorongan semangat demi terselesaikan skripsi ini.

Akhirnya tak ada gading yang tak retak, kritik dan saran sangat penulis
harapkan atas skripsi ini, dengan satu harapan dapat memberikan sumbangan bagi
dunia pendidikan.
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.

Penulis

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................iv
BAB I

PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .........................................3
C. Metode Pembahasan .....................................................................4
D. Tujuan Penulisan ..........................................................................5
E. Sistematika Penulisan ...................................................................5

BAB II PENDIDIKAN ISLAM .......................................................................7


A. Pengertian Pendidikan Agama Islam ..........................................7
B. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam ........................................11
1.

Dasar Yuridis........................................................................ 12

2.

Dasar Religius....................................................................... 14

3.

Dasar Sosial Psikologis ........................................................20

C. Tujuan Pendidikan Agama Islam................................................ 21

BAB III IBADAH PUASA .................................................................................24


A. Pengertian Ibadah Puasa.............................................................. 24
B. Syarat-syarat Ibadah Puasa ......................................................... 28

vii

1. Syarat Wajib Ibadah Puasa Berdasarkan Dalilnya............ 28


2. Syarat Sah Ibadah Puasa Beserta Dalilnya ..........................30
C. Rukun Ibadah Puasa .....................................................................34
D. Macam-Macam Ibadah Puasa ......................................................36

BAB IV NILAI-NILAI DALAM IBADAH PUASA ......................................51


A. Pendidikan Jasmani ......................................................................51
B. Pendidikan Ruhani ........................................................................54
C. Pendidikan Moral .........................................................................68

BAB V

PENUTUP........................................................................................... 76
A. Kesimpulan .....................................................................................76
B. Saran-saran.................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................78

viii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Agama Islam adalah agama yang rahmatal lilalamin, yang mempunyai
syariat yang harus dilaksanakan oleh pemeluknya. Ajaran Islam disyariatkan
karena mengandung banyak hikmah bagi manusia. Semua makhluk dan kejadian
yang diciptakakan oleh Allah SWT pasti ada hikmahnya, tidak ada perintah dan
ciptaan Allah yang sia-sia. Demikian pula halnya dengan urusan ibadah dan
muamalah, baik yang diperintah maupun yang dilarang-Nya, semuanya
mengandung hikmah meskipun mungkin diantara hikmah-hikmah tersebut belum
dapat terungkap oleh manusia. Salah satu ibadah mengandung banyak hikmah
adalah ibadah puasa.
Puasa dapat dikatakan sebagai ibadah yang istimewa dalam Islam.
Keistimewaan itu antara lain terletak pada adanya keterlibatan banyak aspek
dalam diri manusia selama menjalankan ibadah puasa, baik aspek yang bersifat
jasmaniah maupun aspek yang bersifat ruhaniah, aspek emosional dan aspek
spiritual. Hal ini dapat dilihat dari aturan-aturan dalam melaksanakan ibadah
puasa.
Puasa memiliki manfaat yang besar bagi jasmani manusia. Selama
berpuasa organ-organ pencernaan manusia diistirahatkan setelah bekerja ekstra
keras. Hal ini sangat baik untuk memperbaiki dan memulihkan fungsi
1

pencernaan. Puasa juga dapat membantu membersihkan tubuh dari racun, kotoran
dan ampas; menghambat pekembangan virus, bakteri dan sel kanker,
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan masih banyak lagi manfaat puasa yang

lain bagi jasmani.1


Ditinjau dari aspek rohani, puasa terbukti mampu meningkatkan derajat
perasaaan atau Emotional Quetient (EQ), atau Kecerdasan Emosi (EQ)-nya. EQ
berpengaruh dalam pemebentukan sifat-sifat seseorang, seperti sifat peduli
kepada lingkungan, sifat dermawan, sopan santun dan sebagainya. Sedangkan IQ
berpengaruh pada peningkatan kemampuan matematis seseorang.
Puasa meningkatkan kemampuan dalam mengendalikan diri dan ini
berarti puasa meningkatkan EQ. Puasa merupakan wahana penempatan mental
untuk menghadapi perjuangan dan tantangan yang lebih berat. Puasa dapat
melatih kedisiplinan dalam mengendalikan diri.2
Selain itu puasa juga dapat meningkatkan Kecerdasan Spiritual (SQ). Di
dalam puasa, seseorang dilatih untuk senantiasa dekat dengan Tuhannya.
Kedekatan dengan Tuhan ini akan membangkitkan semangat beribadah dan
mengisi hidup dengan sesuatu yang bermanfaat.
Jika dilihat hikmah-hikmah yang terdapat dalam pelaksanaan ibadah
puasa tersebut sangat erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Pendidikan pada

1 Rahman, Hikmah Puasa, Tinjuan Ilmu Kesehatan, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001), cet.
Ke-2, h. 135-140
2

Ibid, h. 149-150

dasarnya usaha untuk mengembangkan segala potensi dalam diri manusia, baik
potensi jasmani maupun potensi rohani. Sebagaimana dikatakan Hasan
Maarif,
1962), h. 45-46bahwa
Langgulung

tujuan-tujuan

pendidikan

agama

harus

mampu

mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi spiritual yang
berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi psikologis yang berkaitan dengan
tingkah laku individual termasuk nilai-nilai yang mengangkat derajat manusia ke

derajat yang lebih sempurna, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan aturanaturan sosial yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau masyarakat
dimana masing-masing memiliki hak-hak dan tanggungjawab untuk menyusun
masyarakat yang harmonis dan seimbang.3 Tujuan ini sangat relevan jika
dikaitkan dengan hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa. Karena
itulah penulis mengambil judul skripsi Nilai-nilai Edukatif yang Terkandung
dalam Ibadah Puasa agar hikmah puasa yang berkaitan dengan pendidikan dapat
terungkap secara ilmiah dan dapat memberikan kontribusi positif dalam
mengembangkan pendidikan.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembahasan nilai-nilai puasa mempunyai cakupan yang cukup luas. Oleh
karena itu, agar pembahasan dalam skripsi ini terarah dan optimal maka masalah
yang akan dibahas pada sekitar edukatif Islam, nilai-nilai edukatif Islam pada
pelaksanaan ibadah puasa.

Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-

Dari pembahasan masalah di atas, maka masalah pokok yang akan dibahas
dapat dirumuskan sebagai berikut :
-

Nilai pendidikan apakah yang terkandung dalam ibadah puasa ?

C. Metode Pembahasan
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusuan skripsi ini adalah
penelitian kepustakaan (Library Rasearch). Penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data-data kepustakaan yang diperlukan, terutama dari buku-buku
yang berkaitan dengan tema penelitian, baik buku-buku tentang pendidikan

maupun buku-buku tentang ibadah puasa.


Dari data-data yang terkumpul akan dibahas dengan metode deskriptif
analitis, yaitu metode pembahasan masalah dengan cara memaparkan atau
menguraikan pokok masalah secara teoritis, untuk kemudian menganalisisnya
dalam rangka mendapatkan sesuatu kesimpulan yang tepat.
Metode penarikan kesimpulan dipakai pola deduktif maupun induktif.
Metode deduktif adalah cara penarikan kesimpulan yang dimulai dari masalah
yang bersifat umum menuju pada masalah yang bersifat khusus. Sedangkan
induktif adalah metode penarikan kesimpulan yang dimulai dari fakta-fakta yang
bersifat khusus untuk ditarik pada kesimpulan yang bersifat umum.
Kemudian dari segi teknik penulisan, penulis berpedoman pada buku
Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh Tim
Penyusun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2002.

D. Tujuan
1. Untuk mengembangkan wawasan keilmuan yang penulis peroleh semala
studi di kampus.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam ibadah
puasa.
3. Untuk menambah khazanah keilmuan terutama dalam dunia pendidikan.

E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan, skripsi ini dibagi ke dalam lima bab, yang
masing-masing terdiri dari sub-sub bab yang saling terkait satu dengan yang lain.
Berikut ini penjelasan dari masing-masing bab.

Bab I

PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, metode pembahasan dan sistematika penulisan.

Bab II

PENDIDIKAN ISLAM
Bab ini akan menguaraikan tentang Pengertian Pendidikan Islam,
Dasar-dasar Pendidikan Islam serta Tujuan Pendidikan Islam.

Bab III IBADAH PUASA


Bab ini akan menjelaskan tentang ibadah puasa, yang meliputi bahasan
tentang pengertian ibadah puasa, dasar hukum ibadah puasa, syarat dan
rukun ibadah puasa, macam-macam ibadah puasa.

Bab IV NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM IBADAH PUASA


Bab ini merupakan bab inti yang merupakan jawaban dari masalah
yang telah dirumuskan. Di dalamnya dibahas tentang nilai-nilai edukatif
dalam pelaksanaan ibadah puasa yang terdiri dari aspek pendidikan
jasmani, pendidikan rohani dan pendidikan moral.
Bab V

PENUTUP
Bab ini terdiri dari dua sub yaitu kesimpulan, yang memuat kesimpulankesimpulan dari uraian-uraian pada bab terdahulu, dan saran yang
memuat beberapa saran dari penulis yang berhubungan dengan
kesimpulan yang telah dikemukakan.

Penafsir al Quran, 1973), Cet. ke-1, h. 137

BAB II

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Islam


Sebelum membahas pengertian pendidikan Islam, perlu kiranya dijelaskan
terlebih dahulu tentang pengertian pendidikan secara umum. Dalam bahasa
Indonesia, kata pendidikan berasal dari kata dasar didik yang mendapat
imbuhan berupa awalan pe dan akhiran an. Imbuhan tersebut mengandung
arti cara. Jadi, pendidikan berarti cara mendidik,

memelihara

atau

melatih.1Dalam bahasa Arab, kata yang memiliki arti pendidikan adalah kata
tarbiyah () yang berasal dari kata rabba (). Rabba berarti mendidik,
mengasuh.

Dalam bentuk masdar kata rabba digunakan untuk pengertian

Tuhan, karena mengandung arti menguasai, memelihara, mengasuh dan


mencipta.
Para tokoh pendidikan memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai
pendidikan. Berikut ini penulis tulis beberapa pendapat para tokoh tentang
pendidikan:

WIS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), cet.
Ke-5, h. 250
1

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemahan /

Menurut Longeveld, yang dimaksud pendidikan adalah pemberian


bimbingan dan bantuan rohani bagi yang masih memerlukan.3 Sedangkan H.M
Arifin mendefinisikan pendidikan sebagai berikut :

Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan
mengembangkan kepribadian serta kemampuan formal dan non formal. Jadi
dengan kata lain pendidikan pada hakikatnya adalah ikhtiar manusia untuk
membantu dan mengarahkan fitrah manusia supaya berkembang pada titik
maksimal yang dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.4
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa pendidikan merupakan suatu proses
untuk mengembangkan potensi atau kemampuan dasar yang dimiliki manusia.
Dalam proses tersebut manusia membutuhkan adanya bantuan dari orang lain
untuk membimbing, mendorong dan mengarahkan agar berbagai potensi tersebut
dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan optimal sehingga hidupnya kelak
dapat meraih kesuksesan. Dengan demikian dia akan dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial.
Pendidikan

juga

berusaha

untuk

mengembangkan

aspek-aspek

kepribadian anak, baik yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat ruhaniah,
termasuk di dalam aspek individualitas, sosialitas, moralitas, maupun aspek
relijius. Sehingga dengan pendidikan itu akan tercapai kehidupan yang harmonis

Sutari Imam Bernadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: PT. Andi Ofset,
1989), h. 25
3

H.M Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan
Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), h. 12
4

dan seimbang antara kebutuhan aspek material dengan kebutuhan mental spiritual
serta antara dunia dengan akhirat. Hal ini juga ditegaskan Zuhairini bahwa
adalah aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan
Pendidikan
kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, rohani
(pikiran, rasa, karsa, cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta
keterampilan-keterampilan).5

Sementara itu Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai


berikut: Pendidikan adalah bimbingan atau arahan secara sadar dari si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.6
Dari pengertian pendidikan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah usaha secara sadar berupa bimbingan atau pimpinan terhadap anak didik
dalam mengarahkan dan mengembangkan potensi yang ada padanya, yang
ditujukan untuk membentuk kepribadian yang utama.
Meskipun terdapat perbedaan diantara para tokoh dalam mendefinisikan
pendidikan, namun sebenarnya tidak ada perbedaan yang mendasar, karena
pendapat-pendapat tersebut pada dasarnya mengandung kesamaan bahwa inti dari
pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha yang bersifat membimbing yang

Zuhairini, et. al, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. ke-2, h. 151

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al- Maarif,
1986 ), h. 19

10

dilakukan secara sadar, yang didalamnya ada pendidik, peserta didik, media,
sarana dan tujuan.
Beralih kepada pengertian Pendidikan Agama Islam, juga terdapat
perbedaan definisi diantara para tokoh. Menurut Zakiah Daradjat:
Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran
agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar
nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara
menyeluruh, serta menjadikan agama Islam itu sebagai suatu pandangan
hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di
akhirat kelak.7
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Pendidikan
Agama Islam adalah bimbingan dan usaha yang diberikan kepada anak didik

dalam pertumbuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat kedewasaan


sesuai dengan ajaran agama Islam. Ajaran Islam ditanamkan kepada anak didik
untuk menjadi pandangan hidup sehingga dapat mendatangkan kebahagiaan di
dunia dan di akhirat.
Sementara itu Zuhairini, secara lebih spesifik menyatakan bahwa :
Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukkan
kepribadian anak sesuai dengan ajaran Islam, berfikir, memutuskan dan berbuat
berdasarkan nilai-nilai Islam serta bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai
Islam.8

Zakiah Darajat, et. al, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 86

Zuhairini.et.al., op.cit., h. 152

11

Imam Bawani mencoba memberikan pandangan yang lebih religius


tentang pendidikan Agama Islam dengan menyatakan:
Pendidikan Islam tidak lain adalah upaya untuk mengaktualkan sifat-sifat
kesempurnaan yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT kepada manusia. Upaya
tersebut dilaksanakan tanpa pamrih apapun, kecuali semata dalam rangka ibadah
kepada-Nya.9
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya
antara pengertian pendidikan Agama Islam dengan pengertian pendidikan secara
umum tidak ada perbedaan yang mendasar jika ditinjau dari segi teknis dan
metodologis. Keduanya merupakan usaha membina dan mengembangkan pribadi
manusia dari aspek-aspek jasmaniah dan rohaniah berlangsung secara bertahap.
Dengan kata lain pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing,
mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar dan

kemampuan belajar, sehinga terjadilah perubahan dari kehidupan pribadinya


sebagai makhluk pribadi maupun makhluk sosial serta dalam hubungannya
dengan alam sekitar dimana ia hidup.

Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), Cet.
.ke-1, h. 65
9

12

B. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam


Bangunan yang kokoh tentulah memerlukan pondasi yang kuat, pondasi
tersebut pada gilirannya dapat menopang dan mempertahankan bangunan tersebut
sesuai dengan cita-cita yang diharapkan, begitu pula pendidikan agama Islam,
sesuatu yang fundamental, karena dari sanalah manusia berharap berkembangnya
peradaban manusia yang mempunyai akhlak baik dan tentunya bernafaskan
agama.
Setidaknya dasar-dasar pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari
beberapa segi yaitu :
1. Dasar Yuridis
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Dasar Religius atau Agama
3. Dasar Sosial Psikologis.10
1.

Dasar yuridis
Indonesia yang telah memberikan landasan bagi pendidikan tidak
terkecuali pendidikan agama Islam, secara yuridis pendidikan agama Islam
memiliki tiga dasar yaitu :
1. Dasar ideal, Pancasila sila pertama;

2. Dasar Struktural/Konstitusi,
Dalam Undang-undang Dasar 1945, yang telah diamandemen, BAB XIII,
tentang Pendidikan pasal 31, ayat 1-5 dikatakan:
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Zuhaerini, et.al., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983),
Cet. ke-8, h. 21
10

13

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan


pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pengajaran nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen dari anggaran belanja negara serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi penyelenggaraaan pendidikan
nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjungjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.11
1945.Dalam Undang-Undang tentang SISDIKNAS tahun 2003 terdapat
Pendidikan
diselenggarakan
secara
demokratis
dan
berkeadilan
serta
tidakdi
beberapa
bab dan
pasal yang dapat
dijadikan
dasar
bagi
pendidikan
agama
nilai kultural,
Indonesia
yaitu:dan kemajemukan bangsa.
a. Bab II Dasar, Fungsi dan tujuan, Pasal 2; Pendidikan Nasional Berdasarkan
yang
dianutnya
dan diajarkan olehDasar
pendidik
yang Republik
seagama.Indonesia Tahun
Pancasila
dan Undang-Undang
Negara
b. Bab III Prinsip penyelenggaraan Pendidikan Pasal 4 ayat (1) satu;
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
c. Bab V Peserta Didik, Pasal 1a; Setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama
4. Bab VI jalur jenjang dan jenis pendidikan, bagian kesembilan, Pendidikan
Keagamaan, Pasal 30;
(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau
kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran
agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama.

Jimly Asy-Shidiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah perubahan Keempat, (Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), h. 54
11

14

(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan


formal, non formal dan informal.
(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,
pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
5. Sedang untuk pendidikan dasar (SD dan SMP) disebutkan dalam bab VI
jenjang, Jalur, dan Jenis Pendidikan, bagian kedua, Pasal 18 yang berbunyi:
(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenang
pendidikan menengah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Mengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang
sederajat.12
2.

Dasar religius
a.

Al-Quran
Al-Quran merupakan kalam Allah yang telah diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW bagi seluruh umat manusia. Al-Quran
merupakan petunjuk yang lengkap, pedoman bagi manusia yang meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia termasuk pendidikan.13
Beberapa ayat al-Quran yang dapat dijadikan sebagai dasar
pendidikan agama Islam:
Al-Quran adalah kitab petunjuk, hal ini sebagai firman Allah
SWT

Undang-Undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004, (Jakarta:


12

CV. Tamila Utama , 2004) h. 7-11


13

Syamsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2001), Cet, ke-1, h. 95

15

Artinya : Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada


(jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa
bagi mereka ada pahala yang besar
( Q.S. Al-Isra : 9)

Kedudukan al-Quran sebagai sumber pokok pendidikan Islam


dapat dipahami dari ayat al-Quran itu sendiri, firman Allah SWT :

petunjuk
dan rahmat
kaum yangkepada
berima kamu Al-Kitab (alArtinya :
Dan kami
tidak bagi
menurunkan
Quran) ini melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada
n.
mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi
(QS. An-Nahl : 64)
Selanjutnya firman Allah SWT :
(manusia) dengan perantaran kalam Dia mengajar kep



ada

Artinya : Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an)


ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka
apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman. Pemimpin-pemimpin mereka
menjawab: "Sebenarnya kamulah yang tidak beriman". Ini
adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
pikiran
(Q.S As-Shad : 29)

16

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:


"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah,
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS.AlMujadalah : 11)
Disamping berisi tentang keimanan juga pendidikan, al-Quran
Al-Alaq 1-5


Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah Yang mengajar
manusia apa yang tidak diketahuinya. Al-Alaq : 1-5)
Tuhan memberikan bahan (materi/pendidikan agar manusia hidup
sempurna di dunia ini. Al-Quran surat al-Baqarah ayat: 31


Artinya : Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya,Kemudian mengemukakannya
kepada
para
malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama bendabenda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar
(Al-Baqarah : 31)

17

Al-Quran sebagai dasar pendidikan agama Islam, memiliki


perbendaharaan luas dan besar bagi pengembangan kebudayaan umat
manusia. Ia merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik
pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spiritual
(kerohanian), serta material (kejasmanian) dan alam semesta. Oleh karena
itu, pelaksanaan pendidikan Islam harus senantiasa mengacu pada sumber
yang termuat dalam al-Quran.
Dengan berpegang pada nilai-nilai yang terkandung dalam alQuran, maka dalam pelaksaan pendidikan Islam, mampu mengarahkan
dan mengantarkan manusia menjadi insan yang berakhlak mulia, serta
mampu mencapai esensi-esensi nilai ubudiyah pada khaliqnya.
Dari penjelasan-penjelasan di atas tidaklah berlebihan kalau kitab

) .

al-Quran dijadikan sebagai sumber utama bagi pendidikan Islam.


b. As-Sunnah

Seperti Al-Quran, as-Sunnah berisi aqidah dan syariah, selain itu


sunnah juga berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia
dalam segala aspeknya, membina umat menjadi manusia seutuhnya atau
muslim yang bertaqwa. Untuk itu Rasulullah SAW menjadi guru dan
pendidik utama. Hal ini pernah dicontohkan beliau, pertama, dengan
menggunakan rumah al-Arqam Ibn Abi al-Arqam sebagai tempat menuntut
ilmu, kedua, dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca

18

tulis 10 (sepuluh) orang Islam,

14

ketiga, dengan mengirim para sahabat ke

daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam
rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam.15
Banyak sekali hadits-hadits Nabi yang menjadi rujukan bagi dasar
pendidikan agama Islam diantaranya :
sebagaimana
al-Quran
menerangkan

terdapat
dalam

dan

hal-hal


Artinya : Menuntu ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim (pria dan
wanita) (HR. Ibnu Majah).16



17

Artinya :

Diberitakan kepada kami Abdullah bin Tsana al Aswadi bin


Amir. Diberitakan kepada kami Abu Bakar dari Amas dari Abi
Sholeh dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW, bersabda:

Allah SWT memudahkan baginya jalan ke surga.


(HR. Ahmad bin Hambal)
Dalam dunia pendidikan, peran as-Sunnah memiliki dua peranan
pokok yaitu :

14

Ilmu
Barangsiapa
suatu
menimba
Nur Uhbiyati,
Pendidikanmenempuh
Islam I, (Bandung:
CV. jalan
Pustakademi
Setia, 1997),
h. 22

15

sti et.al., op. cit., h. 21


Zakiah Daradjat,

16

Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Darul Fikri, 1995), Jilid I, h. 87

17

Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Beirut : Darul Fikr,tt) h.

ilmu, pa

19

a. As-Sunnah

mampu

menjelaskan

konsep

pendidikan

Islam

yang rinci yang tidak terdapat di dalamnya.


b. As-sunnah dapat dijadikan contoh yang tepat dalam menentukan
motede pendidikan, misalnya kita dapat menjadikan kehidupan
Rasulullah SAW dengan para sahabatnya sebagai sarana penanaman
keimanan.18

c.

Ijtihad
Menurut etimologi kata ijtihad berasal dari kata ) berarti
kemampuan dan kesulitan, misalnya ( ) mencari atau
menuntut sesuatu sampai tercapainya tujuan, demikian pula ungkapan
) yang berarti mencurahkan kemampuan dan daya dalam mencari
sesuatu guna mencapai apa yang diinginkan yaitu berupa tujuan akhir.
Ijtihad secara terminologi adalah mencurahkan kesanggupan yang ada
dalam membahas (menyelidiki) suatu masalah untuk mendapatkan suatu
hukum yang bertitik tolak kepada kitab dan sunnah.19
Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari al-Quran dan
as-Sunnah yang seolah-olah akal sehat dari para ahli pendidikan agama
Islam. Ijtihad tersebut harus dalam hal-hal yang berhubungan langsung
dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu.20

Abdurrahman An-Nahlawi, Terj. Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan


Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Cet. ke-2, h.32
18

19

Alaudin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 127

20

Zakiah Daradjat, et. al., op. cit. h. 21

20

Ijtihad di bidang pendidikan ternyata sangat dibutuhkan karena


semakin berkembangnya ilmu pengetahuan. Sedangkan di dalam al-Quran
dan as-Sunnah membahas pendidikan hanya bersifat pokok-pokok dan
prinsip-prinsip saja, bila ternyata ada yang terperinci hanya sekedar contoh
dalam menerangkan yang pokok-pokok atau prinsip itu. Oleh sebab itu
ijtihad dalam pendidikan ini juga sangat dibutuhkan mengingat semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.

Dasar sosial psikologis

Seluruh manusia dalam kehidupannya ini selalu membutuhkan


pegangan hidup yang disebut agama, disadari atau tidak, setiap manusia
membutuhkan

kepercayaan

kepada Tuhan

yang akan menolongnya

menghadapi kekurangan atau kegelisahan, akibat tidak terpenuhinya


kebutuhan-kebutuhan dalam hidup, terutama kebutuhan yang spikis utama
dan pokok. 21
Menurut Al-Syaibani sebagaimana ditulis oleh Ahmad Tafsir, manusia
mempunyai kecenderungan beriman kepada kekuasaan tertinggi, yang
mengigat Allah-lah hati menjadi tentram. (QS. Ar-Raad :
menguasai jagad raya ini, kecenderungan itu dibawa sejak lahir. 22 Bagi
28)
seorang muslim akan merasa tentang dan tentram hatinya apabila ia selalu

21

Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental dalam Keluarga, (Jakarta: Pustaka Antara, 1993), Cet.

ke-3, h. 28
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, (Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya, 1999), Cet. ke-2, h. 35
22

21

mendekat dan mengabdi kepada Allah SWT, hal ini diterangkan dalam
firmannya :


Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentram dengan mengingat Allah SWT, ingatlah, hanya dengan

Setiap manusia mengalami perubahan karena terus tumbuh dan


berkembang, pertumbuhan tersebut bersifat jasmani maupun kejiwaaan, salah
satu tugas pendidikan adalah memberikan pendidikan agar pertumbuhan anak
dapat berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu diperlukan

pengetahuan tentang hukum-hukum dasar perkembangan kejiwaan manusia


agar pendidikan yang dilaksanakan berhasil sesuai dengan yang dicitacitakan.23
C. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dalam pendidikan Islam tujuan adalah suatu hal yang mutlak, karena
tanpa adanya tujuan, pendidikan Islam tidak akan terarah dan tidak berjalan
sesuai dengan yang diharapkan.
bertanggungjawab.24
Indonesia telah merumuskan tujuan pendidikan nasional, disebutkan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab II disebutkan:
TIM Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1980), h. 106-107
23

22

Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa


yang bermartabat dalam mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
Adapun tentang tujuan pendidikan Islam dikemukakan beberapa pendapat
di bawah ini, antara lain :
1. Menurut Imam Al-Ghazali, sebagaimana ditulis oleh Abuddin Nata, Tujuan
pendidikan Agama Islam adalah:
a. Tercapainya insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah
SWT.
b. Tercapainya insani yang bermuara kepada kebahagiaan dunia dan
akhirat.25
2. Menurut M. Arifin tujuan pendidikan Agama Islam dan tujuan yaitu: tujuan
keagamaan dan tujuan keduniaan.

Tujuan keagamaan adalah bahwa setiap pribadi seorang muslim beramal


untuk akhirat atas petunjuk dan ilham ajaran yang benar tumbuh dan
dikembangkan dari ajaran-ajaran Islam yang bersih dan suci, dengan tujuan
mempertemukan diri pribadi dengan Tuhan melalui kitab-kitab yang suci
yang menjelaskan tentang kewajiban sunnah dan fardhu bagi yang
mukallaf. Tujuan keduniaan adalah tujuan yang diarahkan pada pekerjaaan
yang berguna untuk mepersiapkan anak dalam menghadapi kehidupan
masa depan.26
24

Undang-undang tentang Sisdiknas, op. cit., h. 7

Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), Cet. ke-2, h.860
25

26

M. Arifin, op. cit, h. 37-38

23

3. Menurut Zakiah Daradjat yang terdapat dalam buku pendidikan agama Islam
tujuan pendidikan Islam adalah : Terwujudnya kepribadian seseorang yang
membuatnya menjadi insan kamil dengan pola taqwa.27
4. Menurut Tim Penyusun Buku Ilmu Pendidikan Islam, tujuan pendidikan
Islam adalah ada empat macam yaitu: tujuan umum, tujuan akhir, tujuan
sementara, dan tujuan operasional.
a. Tujuan umum, adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan, baik dengan pendidikan atau dengan cara yang
lainnya. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan seperti; sikap,
tingkah laku, penampilan, kebiasaaan, dan pandangan.
b. Tujuan akhir, adalah membentuk insan kamil yang mati dalam
keadaan berserah diri kepada Allah SWT.
c. Tujuan sementara, adalah yang akan dicapai setelah anak diberi
sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam kurikulum
pendidikan formal.
d. Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan
sejumlah kegiatan tertentu. 28
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan
pendidikan agama Islam adalah : Terwujudkan kepribadian manusia (insan
kamil) yang seimbang antara jasmani dan rohani, pribadi, dan masyarkat (sebagai
makhluk individu dam makhluk sosial), agar dapat bermanfaat di dunia dalam
upaya menghadapi masa depan serta selamat di akhirat.

27

Zakiah Daradjat, op.cit., h 119

28

Nur Uhbiyati, op. cit., h. 58-62

BAB III
PUASA

A. Pengertian Puasa
Puasa dalam bahasa Arab diambil dari kata :
yang berarti menahan. Puasa menurut bahasa, adalah :
1

Artinya : "Menahan diri dari sesuatu ".


Allah SWT , berfirman sebagai pemberitahuan tentang kisah Maryam :

Artinya : Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu
melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku
telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka
aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari
ini"
(Q.S Maryam : 26)
Maksud dari kata "shauman" yaitu: diam dan Menahan diri dari
berbicara. Kuda yang menahan diri dari memakan rumput adalah berpuasa.
Adapun menurut syara' ulama berbeda pendapat, diantaranya beberapa

pendapat ulama yang penulis kutip adalah sebagai berikut :


1

Taqiyudin Abi Bakar, Kifayatul Akhyar, (Semarang : PT. Nur Asia, tt), Jilid I, h. 204

24

25

Menurut Muahmmad bin Ismail Al Kahlani dalam kitab Subulus Salam

syarat


yang
telah ditentuka
n.

Artinya : Menahan diri dari makan, minum, jima dan lain-lain yang telah
diperintahkan kita daripadanya sepanjang hari menurut cara yang
diosyari'atkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia,
perkataan yang merangsang, perkataan yang diharamkan dan
dimakruhkan menurut waktu yang elah ditetapkan dan syaratMenurut
Syekh
Bajuri
Ibrahim
Bajuri
dalam
kitab

:

Artinya :"Menahan dari hal-hal yang membatalkan dengan niat tertentu


sepanjang hari yang diperbolehkan untuk berpuasa dari orang
muslim yang berakal, suci dari haid dan nifas".
Menurut Muhammad Rasyid Ridha,

Artinya: Menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh, mulai dari fajar

hingga magrib, karena Allah dan buat menyiapkan diri untuk


bertaqwa kepada Allah, dengan jalan memperhatikan Allah dan
mendidik kehendak".

Muhmmad bin Ismail Al Kahlani, Subulus Salam, (Bandung: Dakhlan, tt), juz I, h. 150

Syekh Ibrahim Bajuri, Al-Bajuri, (Semarang : Darul Ihya, tt), h. 283

Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, (Mesir: Maktabul Kalimah, 1945,), h. 143.

26

Menurut Sayyid Sabiq :


5

Artinya : Menahan diri dari segala yang membetalkannya, sejak terbit fajar
sampai terbenam matahari, disertai dengan niat.
Menurut Syaikh Muhammad Ali As-Shabuni, sebagaimana dikutip
Muhammad Zuhri dalam Rowa'ul Bayan, Ia mengatakan :" Puasa adalah
menahan diri dari makan, minum, dan jima disertai dengan niat, sejak dari terbit
fajar hingga terbenam matahari, dan kesemuanya adalah dengan menjauhi halhal yang kotor dan tidak melakukan perkara yang diharamkan.6
Dari pengertian-pengertian puasa di atas, penulis menyimpulkan bahwa
puasa menurut istilah ialah menahan diri dari makan, minum, jima' pada siang
hari dan dari segala yang membatalkannya dengan tujuan mengharapkan ridho
Allah SWT, dan bertaqwa kepada-Nya, pada waktu yang telah ditentukan, yaitu
dari semenjak terbit fajar hingga terbenam matahari dengan cara-cara dan syaratsyarat yang tertentu.
5

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Darul Fikr, 1983), Jilid I, h. 364
6

Muhammad Zuhri, Rowa'ul Bayan : Tafsir Ayat-ayat Ahkam (Terj), (Semarang : CV. Asyifa,
1993), Cet. ke-1, h. 286

27

Dari pengertian puasa yang demikian Imam al-Ghazali membaginya ke


dalam tiga bagian/tingkatan, yaitu :
1. Puasa umum
2. Puasa khusus
3. Puasa khusus al-khusus7
Puasa umum adalah puasa sekedar menahan diri dari makan, minum
dan hubungan seksual. Karena umumnya manusia yang berpuasa berada dalam
tingkatan ini maka puasa mereka disebut puasa umum atau puasa orang awam.
Puasa khusus adalah puasa yang diamalkan disamping dengan yang
umum seperti yang pertama juga menyempurnakan dengan menahan diri dari
mengatakan, mendengar dan memandang atau melihat sesuatu yang kurang baik,
kurang pantas, yang menyinggung atau menyakiti orang lain. Dan karena puasa
tingkat ini hanya dapat diamalkan oleh orang-orang tertentu maka puasa mereka
disebut puasa khusus.
Puasa khusus al-khusus adalah puasa yang diamalkan disamping dengan
puasa umum dan khusus disempurnakan pula dengan puasa hati yaitu menahan
hati dari memikirkan, menghayalkan atau membayangkan hal-hal duniawi yang
rendah selama berpuasa. Karena puasa semacam ini hanya bisa dilakukan oleh
mereka yang sangat khusus maka puasa mereka disebut puasa khusus al-khusus
atau puasa super khusus.
7

Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Terj), (Bandung: CV. Diponogoro, 1975), h. 145

28

B. Syarat-syarat Ibadah Puasa


sedang tidur samapai ia bangun
Para ulama ahli fiqh membedakan syarat-syarat puasa atas :

1. Syarat wajib puasa yang meliputi :


a. Berakal
b. Baligh (sampai umur)
c. Kuat berpuasa
2. Syarat sah puasa yang meliputi :
a. Islam
b. Mumayyiz
c. Suci daripada haid dan nifas
d. Pada waktu yang dibolehkan puasa padanya.8
1.

Syarat wajib puasa berdasarkan dalilnya:

a. Berakal

Orang yang akalnya hilang tidak dikenai kewajiban berpuasa.


sedang tidur
ia bangun.
Dengan demikian,
puasa sampai
yang dilakukan
orang gila, orang pingsan,
dan orang mabuk tidak sah. Sebab mereka tidak berkemungkinan
untuk melakuan niat. Hal ini berdasarkan Hadits Nabi saw yang
diriwayatkan, Ashhabus Sunan, dari Aisyah ra, bahwa Rasululah saw
bersabda :

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 2000), Cet. ke-33, h. 227-

229
9

Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Darul Fikr, tt), Jilid 3, h 272

29

Artinya : Dari Aisyah ra, bahwa Rasullah saw bersabda: Pena


diangkat dari tiga orang yaitu : orang gila sampai ia
sembuh, kanak kanak samapai ia baligh dan orang yang

b. Baligh (sampai umur)


Anak kecil tidak diwajibkan puasa, karena mereka tidak
dikenai khitab taklifiy; mereka tidak berhak berpuasa. Hal ini
berdasarkan hadits Nabi saw :



10

Artinya : Dari Aisyah ra. bahwa Rasullah saw bersabda: Pena


diangkat atas tiga orang yaitu : orang gila sampai ia
sembuh, anak-anak sampai ia baligh dan orang yang
(HR. Bukhari)
Akan tetapi, puasa yang dilakukan oleh anak kecil yang
mumayyiz, hukumnya sah, seperti halnya solat. Wali anak tersebut
menurut Madzhab Syafii, Hanafi, dan Hanbali, wajib menyuruhnya
berpuasa ketika ia berusia tujuh tahun. Dan, jika anak kecil itu tidak
mau berpuasa, walinya wajib memukulnya ketika ia berusia sepuluh
tahun. Hal itu dimaksudkan agar dia mejadi terbiasa dengan puasa,
seperti halnya solat. Kecuali, jika puasa dirasakan berat oleh anak

10

Ibid.

30

tersebut, berarti dia belum mampu berpuasa. Karena terkadang


seorang anak mampu melakukan shalat, tetapi belum tentu mampu

melakukan puasa.
c. Kuat berpuasa
Puasa tidak diwajibkan atas orang sakit. Walalupun demikian ,
mereka wajib mengqadhanya. Kewajiban mengqadha puasa bagi orang
sakit telah disepakati oleh para ulama. Tetapi jika ia berpuasa,
puasanya dipandang sah. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt
surat Al-Baqarah ayat 184:

Artinya : (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang


siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada harihari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.
Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan
berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(Q. S. Al-Baqarah : 184)
2.

Syarat sah puasa beserta dalilnya :


a. Islam
Menurut Jumhur ulama Islam merupakan syarat sah puasa,
sedangkan menurut mazhab Hanafi, Islam merupakan syarat wajib

31

puasa. Dengan demikian puasa tidak diwajibkan atas orang kafir.


Menurut mazhab Hanafi, orang kafir tidak dikenai kewajiban yang
berkenaan dengan cabang-cabang syariat, yang merupakan ibadah.
Sedangkan menurut jumhur ulama orang kafir ketika mereka dalam

keadaan kekafiran dikenai kewajiban yang berkaitan dengan cabangcabang syariat. Maksudnya, mereka wajib memeluk agama Islam,
kemudian berpuasa. Puasa tidak sah sebelum mereka masuk Islam,
karena puasa merupakan ibadah langsung kepada Allah swt yang
bersifat fisik yang memerlukan niat, sedag salah satu niat adalah
Islam, seperti halnya solat. Dan di akhirat siksaan
mereka
akan

ditambah karena hal tersebut. Akan


tetapi, mereka
tidak

dituntut
mengerjakan cabang-cabang syariat sewaktu mereka kafir, jka ia
masuk Islam.
b. Suci dari haid, nifas dan wiladah
Wanita yang sedang haid, nifas dan sedang bersalin
(wiladah), padahal ia sedang puasa, maka batallah puasanya seketika
itu juga, baik darah yang keluar itu banyak atau sedikit, baik anak
yang lahir itu sempurna, ataupun yang dilahirkan itu segumpal darah
atau daging, tetapi berkewajiban mengqadha (membayar) puasa yang
tertinggal itu secukupnya. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi saw :

32



11

Artinya : Abu Zinad berkata: Sesungguhnya sunah-sunah Nabi dan


sesuatu yang dibenarkan
agama banyak
yang
diperselisihkan antara yang satu dengan yang lain.
Oleh sebab itu tidak ada jalan lain bagi umat Islam
kecuali ikut satu hal yang disepakati para ulama,
yaitu bahwa orang haid wajib mengqadla puasa,
tetapi tidak wajib mengqadla solat.
(HR.
Bukhari)
c. Tamyiz

Tamyiz yaitu dapat membedakan antara yang baik dan yang


tidak baik. Orang yang belum mumayyiz bila berniat berpuasa,
tidaklah sah puasanya, karena puasa itu suatu ibadah. yang mempunyai
syarat wajib, syarat sah, dan rukun, yang kesemuanya itu hanya dapat
dilakukan oleh orang yang bisa membedakan antara yang baik dan
yang buruk (tamyiz).
d. Berpuasa pada waktunya
Yaitu berpuasa di waktu yang dapat dipergunakan untuk
berpuasa. Karena tidak sah puasa jika dikerjakan di waktu-waktu yang
tidak dibenarkan berpuasa, seperti hari raya "Idul Fitri", "Idul Adha",
dan hari-hari tasyriq.
kurbanmu.
11

Ibid., Jilid 2, h. 294

33

a. Puasa pada hari raya Idul Fitri dan Adha

berpuasa

pada
Para ulama Islam sependapat haram
hari
raya Islam, baik puasa fardhu atau sunah. Nabi saw bersabda :
bersabda
surga
kec
Rasul

Tidak
akan
masuk



uali

12


Artinya: Umar R.a Berkata : sesungguhnya rasul melarang
berpuasa pada dua hari ini, adapun hari raya Fitri,
karena bebuka dari puasa ramaadhanmu. Adapun hari
raya Adha adalah karena harus memakan sembelihan
(HR. Abu Dawud)
b. Puasa pada hari-hari Tasriq
Tidak boleh berpuasa pada hari-hari Tasriq, yaitu tiga hari
sesudah hari raya Adha. Berdasarkan hadits Nabi :

13

Artinya : Busri bin Suhaim menceritakan sesungguhnya


Rasulullah saw khutbah pada hari-hari tasyri,
orang-orang muslim dan sesungguhnya pada harihari ini yaitu hari-hari makan dan minum.
(H.R. Ibnu Majah)

12

Abu Dawud, Sunan Abu Daud, (Kairo: Darul Hadis, 1988), Juz 2, h. 336

13

Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Darul Fikr, t.t), Juz I, h. 548

34

C. Rukun Puasa
a. Niat
Kedudukan niat dalam ajaran Islam sangat penting sekali,
karena menyangkut dengan kemauan. Dan Allah tidak akan menerima
suatu amal
ibadahsesuai
kecuali dengan
disertai dengan
pahala
niatnyniat.
a. :
Nabi bersabda

14

Artinya :Diceritakan kepadaHamidi Abdillah bin Zubair berkatatelah


diceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id al-Ansharidan dia
berkata diceritakan kepada saya Muammad bn Ibrahim atTimi bahwasannya Ulqomah bin waqas al-Laisi telah

mendengar dia berkata saya telah mendengar Umar bin


Khattab r.a di atas mimbar berkata: saya telah mendengar
RAsulullah saw berkata: " Setiap pekerjaan harus dengan
niat dan setiap orang yang bekerja akan mendapatkan
(HR. Bukhari)
Sudah jelas dari hadis ini, bahwa syara tidak menghargai
sesuatu amal, melainkan dengan adanya niat, baik itu dipandang syarat
sah amal, ataupun dipandang syarat kesempurnaan amal.
Banyak terjadi salah pengertian tentang niat dalam berpuasa.
Kata niat itu sebenarnya berarti
14

kehendak atau maksud untuk

Buhari, op. cit., Jilid 1, h. 6

35

mengerjakan sesuatu dengan sadar dan sengaja. Tetapi banyak yang


mengartikan seolah-olah niat itu berarti mengucapkan atau malafalkan
serangkaian kata-kata yang menjelaskan bahwa yang bersangkutan
akan berbuat ini dan itu. Niat bermakna gerak kemauan yang timbul
dan merupakan cerminan asli dari hati seseorang untuk berbuat
sesuatu.
Sebagai suatu amalan hati, maka orang yang berniat untuk
berpuasa adalah orang yang memulai mengarahkan hatinya dengan
tekad akan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam puasa baik yang
bersifat anjuran maupun yang bersifat larangan untuk mendapatkan
ridha-Nya. Karena itu yang berniat adalah hati. Hal ini tidak berarti
bahwa melafalkan niat tidak boleh, tetapi yang dinilai adalah niat yang
ada di dalam hati setiap hamba-Nya.

b. Menahan diri dari dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit
fajar sampai terbenam matahari.

Diwajibkan bagi seorang yang berpuasa menahan diri dari


makan, minum dan bersetubuh sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari. Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 187



36

Artinya : Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur
dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan
kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi ma`af kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu
campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah
larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya
mereka bertakwa.
(Q.S: Al-Baqarah :187)
D. Macam-macam Puasa
Puasa bila ditinjau dari segi pelaksanaan hukumnya dibedakan atas :
1. Puasa wajib yang meliputi puasa bulan Ramadhan, puasa kifarat, puasa
nadzar, dan puasa qodho.
2. Puasa sunnat atau puasa tathawwu yang meliputi puasa enam hari bulan

syawwal, puasa senin kemis, puasa hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah, kecuali
bagi orang yang sedang mengerjakan ibadah haji tidak disunatkan), puasa hari
Syura (10 Muharram), puasa bulan Sya'ban, puasa tengah bulan (tanggal
13,14, dan 15 bulan Qomariyah).
3. Puasa makruh, yaitu puasa yang dilakukan terus menerus sepanjang masa
kecuali pada bulan haram, disamping itu makruh puasa pada tiap hari sabti
saja atau Jum'at saja.
4. Puasa haram yaitu puasa pada waktu-waktu :
- Hari raya Idul Fitri (1 Syawwal)
- Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah)
- Hari-hari tasyriq ( 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). 15
Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1995), Jilid I, hal. 261
15

37

1.

Puasa wajib
a. Puasa Ramadhan
sebelum kamu agar kamu bertakwa
Puasa Ramadhan adalah puasa wajib yang dibebankan atas setiap
.
umat Islam yang berakal, baligh dan kuat berpuasa.
Puasa ini wajib hukumnya berdasarkan keterangan al-Qur'an surat
Al-Baqarah ayat 183 :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu


berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
(Q.S. Al-Baqarah 183)
b. Puasa Kifarat
Puasa kifarat adalah puasa yang wajib dilaksanakan karena
kesalahan atau melanggar suatu aturan yang telah ditentukan, seperti :
Jika orang Islam dengan tidak sengaja membunuh orang Islam lain
dan ia tidak cukup mampu untuk menebus dengan memerdekakan seorang

budak yang beriman, maka ia diwajibkan menjalankan puasa dua bulan


berturut-turut, berdasarkan firman Allah SWT Surat An-Nisa : 92

38

Artinya : Dan tidak layak bagi seorang mu'min membunuh seorang


mu'min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja),
dan barangsiapa
membunuh
seorang mu'min karena tersalah
Mengetahui
lagi Maha
Bijaksan
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang
a
beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga
terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang
memusuhimu, padahal ia mu'min, maka (hendaklah si
pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan
jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian
(damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si
pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya
yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka
hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut
sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha
(QS. An-Nisa : 92)




ada
siksaan
yang
sangat
pedih

yang
tid

kafir
, Barangsiapa
ak

Artinya : Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka

hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka


(wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua
suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan
kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka
(wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum
keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah
atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin.
Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan RasulNya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang
mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua

39

bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka


siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan
enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah,
dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.
(QS. Al-mujadilah 3-4)

Jika

seorang

bersumpah

dengan

sengaja

dan

kemudian

dilanggarnya, maka kifarat sumpah tersebut adalah memberi makan


sepuluh orang miskin atau memberi pakaian kepada mereka atau
memerdekakan budak, bila ia tidak sanggup maka kifaratnya berupa puasa
selama tiga hari. (QS. Al- Maidah: 89).

Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu


yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia
menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi
makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa

kamu berikan ke
pada keluargamu, atau me
mberi pakaian
kepada mereka
atau memerdekakan se
orang budak.

Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka


kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah
kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu
langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah
menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu
bersyukur (kepada-Nya).
(QS. Al- Maidah: 89).

40

Jika seseorang dalam keadaan ihram membunuh binatang buruan, halal


maupun yang haram kecuali, (burung gagak, elang, kalajengking, tikus,
dan anjing buas serta ular) maka kifaratnya adalah mengganti dengan
hewan

ternak

yang

seimbang

dengan

binatang

buruan

yang

dibunuhnya,menurut putusan dua orang yang adil dan disembelih


sebagai hadnya (kurban) di tanah haram serta dagingnya diberikan
kepada fakirdan miskin yang banyaknya sedemikian rupa sehingga
sei,bang dengan hadya tersebut, atau berpuasa sejumlah hari yang
seimbang dengan makanan yang seharusnya ia keluarkan (jumlah hari
puasa itu adalah sebanyak mud yang diberikan kepada fakir miskin.Dan
mud tersebut diseimbangkan dengan hewan yang disembelih.16
Berdasarkan firman Allah swt surat al-Maidah ayat 95

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh


binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. barangsiapa di
antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya
ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan
buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang
adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke

Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi


makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan
makanan yang dikeluarkan itu , supaya dia merasakan akibat
16

Baihaqi A.K, Fiqih Ibadah, (Bandung: Anggota IKAPI, 1996), Cet. Ke-1, hal. 14

41

buruk dari perbuatannya. Allah Telah memaafkan apa yang


Telah lalu dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya,
niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi
mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.
(Q.S. Al-Maidah : 95)
c. Puasa Nadzar
Puasa nadzar hukumnya wajib, nadzar adalah sesuatu yang tidak
wajib, tetapi menjadi wajib untuk dilaksankannya setelah diucapkan,
karena nadzar itu sendiri merupakan ijab yang muncul karena mengharap
sesuatu bukan karena adanya perintah. Puasa nadzar dilakukan oleh orang
yang bernadzar sebanyak hari yang dinadzarkan. Contoh puasa nadzar
dapat dilihat dalam al-Quran surat Maryam: 26

Artinya : Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika


kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah:
"Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan
Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusiapun pada hari ini".
(Q.S. Maryam : 26)
d. Puasa Qodla
Puasa qodha yaitu puasa yang wajib dilakukan sebagi ganti puas
yang tidak dapat dilakukan pada bulan ramadhan karena beberapa hal atau
unsur seperti: dlam perjalanan, sakit, haidh bagi wnita dan lain

sebagainya. Berdaarkan firman Allah swt surat Al-Baqarah ayat 187

42


Artinya :

2.

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa


bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah
Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu
dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah
mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka
janganlah kamu mendekatinya.
Demikianlah
Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya
mereka bertakwa.
(Q.S Al-Baqarah : 187)

Puasa sunat
a. Puasa enam hari di bulan Syawal

Syawal
biaa
disebut

puasa
enam

Puasa enamhari
di bulan
dengan
hari, Rasulullah saw bersabda :


17

17

Abu Dawud, op.cit, Juz 2, h. 336

43

Artinya :

Dari Abi Ayub bahwasannya NAbi saw bersabda :


barangsiaap yang berpuasa Ramadhan dan kemudian
menyambungnya dengan puasa sunnah enam hari bulan
Syawal, maka seolah-olah berpuasa(HR.
sepanjang
mas
Abu Dawud)

a.
Dikatakan puasa enam hari di bulan Syawal dan puasa sepanjang
masa adalah karena suatu kebajikan, dibalas dengan sepuluh ganda. Maka
puasa ramadhan itu disamakan dengan puasa dua bulan. Maka kalau kita
berpuasa satu bulan di bulan ramdhan dan enam hari di bulan Syawal,
seakan-akan kita berpuasa setahun penuh. Inilah sebabnya dinamakan
puasa sepanjang masa.

b. Puasa senin kamis

Puasa senin kamis disebabkan oleh antara lain, karena pada hari itu
amalan manusia dilaporkan kepada Allah SWT. Oleh karena itu alangkah
baiknya jika pada saat malaikat melaporkan amalan kita, kita dalam
keadaan puasa.
Rasulullah bersabda :


18

18

Ibnu Majah, op. cit., h. 550

44

Artinya :

Abu Hurairah r.a sesungguhnya Nabi Muhammad saw


berpuasa pada hari senin dan kamis, kemudian ditanya : Hai
Rasulullah! Sesungguhnya engkau puasa pada hari senin
dan kamis pada kedua hari itu Allah mengampuni setiap
orang muslim kecuali mereka bermusuhan, Allah
memerintahkan tinggalkan keduanya sehingga berdamai.
(HR. Ibnu Majah)

c. Puasa hari Arafah

Puasa Arafah adalah puasa pada hari ke-9 Zulhijah. Dinamakan


dengan hari Arafah karena pada hari Hujaj pada hari ini melakukan wukuf
di Arafah. Hadis yang berkaitan dengan puasa Arafah adalah :

19

Artinya : Abu Qatadah r.a menceritakan, sesungguhnya rasulullah


ditanya tentang puasa arofah rasul menjawab : penghapus
dosa dua tahun dan ditanya tentang puasa hari asyura,
kemudian rasul menjawab penghapus dosa setahun.
(HR. Ahmad bin Hambal)
Puasa hari Asyura
Puasa asyura adalah puasa pada hari ke-10 bulan Muharam, puasa
ini yang termasuk yang berpahala besar. Bulan Muharam sendiri termasuk
bulan yang mulia setelah bulan Ramadhan.


19

Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Beirut; Darul Fikri, tt), Juz 5, h. 295

45

20

Artinya : Bersumber dari A'isyah ra dia berkata : " sesungguhnya kaum


Quraisy pada zaman Jahiliyah selalu berpuasa pada hari Assyura, dan Rasulluah saw juga berpuasa pada hari itu, ketika
beliau sudah berhijrah ke madinah, beliau tetap berpuasa
pada hari itu. be;iau juga menyuruh para sahabat untu
berpuasapada hari itu juga. Namun ketika puasa puasa
Ramadhan telah diwajibkan, beliau bersabda : " Barangsiapa
yang menghendakinya tentu dia diperbolehkan berpuasa pada
hari itu, dan barangsiapa yang tidak menghendakinya dia juga
diperbolehkan untuk meninggalkannya.
(HR. Muslim )
d. Puasa bulan Syaban
Rasulullah sangat banyak berpuasa dalam bulan Syaban, beberapa
riwayat mengatakan bahwa Rasulullah saw pernah berpuasa sebulan
penuh pada bulan ini. Dalam satu riwayat dijelaskan bahwa Rasulullah
tidak pernah berpuasa sebanyak puasa di bulan Syaban. Beliau pernah
berpuasa sepenuhnya atau sebagian besar dari hari-harinya. Rasulullah

saw bersabda :



21

Artinya : Dari Abi Salamah, dia berkata: saya berkata kepada A'isyah
ra. Tentang puasanya Nabi. Dia menjawab : adalah beliau
20

Muslim, Shahih Muslim, ( Darul Fikr, tt ) jilid 4, h. 258


Ibnu Majah, op. cit., jilid 1, h. 535

21

46

saw melakukan puasa, sehingka kami mengatakan : "Dia


benar-benar berpuasa". Dan beliau berbuka sehingga
kami mengatakan : Dia benar-benar berbuka. Saya belum
pernah mellihat beliau berpuasa sebulan penuh lebih
banyak daripada puasanya di bulan Sya'ban. Beliau
berpuasa di bulan Sya'ban seluruhnya. Beliau berpuasa di
bulan Sya'ban kurang sedikit saja.
(HR. Ibnu Majah)
e. Puasa tengah bulan
Yang dimaksud dengan puasa tengah bulan atau hari-hari putih
adalah hari yang siangnya terang dan malamnya juga terang (bulan). Harihari putih adalah tanggal 13, 14, dan 15 Hijriah. Sabda Nabi Muhammad
SAW:



22

Artinya

: Abu dzar al-Ghifari menceritakan : Rasul memerintahkan


atas kita agar berpuasa tiga hari tiap bulan, yaitu pada
hari Bidh (malam terang) : 13, 14, 15 Hijriah. Beliau

3.

( HR. An-Nasai)

Puasa Makruh
a. Puasa yang dilakukan
terus
menerus puasa sepanjang tahu
katakan,
ia bagaikan
b. Puasa pada harinJumat saja
c. Puasa pada hari Sabtu saja.

22

23

An-Nasa'I, Sunan an-Nasa'I, (Beirut: Darul Kitab Al Arabi, tt), Juz 3, h. 222

47

1) Puasa yang dilakukan terus menerus


Manusia dimakruhkan berpuasa dahr sehingga mereka tidak
bisa menikmati hidangan di siang hari.

Yang dimaksud puasa dahr adalah puasa terus menerus


sepanjang tahun, kecuali hari raya idul Fitri, Adha dan hari-hari
tasyriq. Nabi bersabda:



mempunyai hak atasmu. Ia berkata: sesungguhnya aku
ini





sepanjang
Tidak
(panda

masa,
Nabi
saw
bersabda:


ng)

menerus) dua kal
24

i.
Artinya:
Dari Atha bahwa Abul

Abbas, seorang ahli syair

memberitahukan kepadanya bahwa ia mendengar Abdullah


Nabi saw: bahwasannya aku terus menerus berpuasa dan
terus menerus mengerjakan shalat. Maka adakalanya beliau
mengutus seseorang untuk pergi ke tempatku atau aku
sendiri yang menemui beliau. Setelah aku bertemu beliau,
dikabarkan kepadaku bahwa engkau senantiasa puasa dan
tidak pernah berbuka, juga engkau selalu mengerjakan solat
malam ? Puasalah sehari dan berbukalah sehari. Bangunlah
dan tidurlah! Sesungguhnya matamu mempunyai hak atas
23
24

Yusuf Qardhawi, Fiqh Shiyam,


(terj.).ra.
(Jakarta:
Islamuna Press,
1996), sampai
Cet. ke 1, h. suatu
206-214
bin Amr
Berkata:
telah
Bukhari, op. cit., h. 300

kepada

berita

maka beliau bersabda: Benarkah adanya kaba


48
r yang

dirimu, dirimu mempunyai hak atasmu. Dan keleuargamu


mempunyai kekuatan untuk mengerjakan itu. Beliau
bersabda: Puasalah seperti puasanya Nabi Dawud as. Ia
berkata: Bagaimana puasa Nabi Dawud as.? Beliua
bersabda : Beliau puasa sehari, kemudian berbuka sehari
dan tidak pernah lari jika bertemu musuh.Ia berkata:
apakah ini bagiku wahai Nabiyullah? Atha berkata: Aku
tidak mengetahui bagaimana disebut-sebutkan perihal puasa

berpuasa orang yang berpuasa selama-lamanya (terus


(HR. Bukhari)
Menurut Yusuf Qardhawi di dalam bukunya Fiqh Syam
berpendapat bahwa puasa dahr itu hukumnya adalah makruh
sedangkan apabila

mendatangkan bahaya atau pelakunya tidak

mampu menunaikan hak orang lain maka puasanya haram hukumnya.


2) Puasa pada hari Jumat saja
Berpuasa khusus pada hari Jumat adalah makruh sebagaimana
kayu, maka hendaklah dibatalkannya puasany
disitir dalam sebuah hadits Nabi saw yang berbunyi :
a.


25

Artinya :Abu Hurairah r.a Menceritakan, telah melarang rasulullah


Saw puasa hari jumat kecuali sebelum atau sesudah.
(HR. Ibnu Majah)
3) Puasa pada hari sabtu saja

25

Ibnu Majah, op.cit., h.549

49

harus memakan sembelihan kurbanmu


.


26


Artinya : Abdillah bin Busri menceritakan Rasulullah saw bersabda:
Janganlah kamu berpuasa hari sabtu saja, kecuali bila
memang harus berpuasa, walaupun salah seorang dari
kalanganmu hanya menemukan kulit anggur atau dahan
(HR. Ibnu Majah)

4.

Puasa Haram
a. Puasa pada hari raya Idul Fitri dan Adha
Para ulama Islam sependapat haram berpuasa pada hari raya
Isalam, baik puasa fardhu atau sunah. Nabi bersabda :



27


Artinya: Umar R.a Berkata : sesungguhnya rasul melarang berpuasa
pada dua hari ini, adapun hari raya Fitri, karena bebuka dari

puasa ramaadhanmu. Adapun hari raya Adha adalah karena


(HR. Abu Dawud)

b. Puasa pada hari-hari Tasriq

26

Ibid., h. 550

27

Abu Dawud, op. cit., h. 336

50

Tidak boleh berpuasa pada hari-hari Tasriq, yaitu tiga hari sesudah
hari raya Adha. Berdasarkan hadits Nabi :




28

Artinya :

Busri bin Suhaim menceritakan sesungguhnya Rasulullah


saw khutbah pada hari-hari tasyri, Rasul bersabda Tidak
akan masuk surga kecuali orang-orang muslim dan
sesungguhnya pada hari-hari ini yaitu hari-hari makan
dan minum.
(HR.Ibnu Majah)

28

Ibnu Majah, Op. Cit., h. 548

BAB IV
NILAI-NILAI DALAM IBADAH PUASA

A. Pendidikan Jasmani
Puasa telah lama dikenal manusia. Dengan berpuasa seseorang akan
terdidik untuk memasukkan makanan, minuman yang masuk ke dalam tubuhnya.
Orang yang berpuasa tidak akan sembarangan memasukkan makanan, minuman ke
dalam tubuh baik dalam segi jenis makanan, waktu memakan, cara memakan dan
lain sebagainya yang akan masuk ke dalam tubuh, sehingga tubuh akan terjaga dan
tetap sehat.
Menurut Prof. Hembing Wijaya Kusuma dalam bukunya Puasa itu Sehat,
kegunaan puasa terhadap kesehatan meliputi berbagai aspek, yaitu aspek

perlindungan, pencegahan, dan pengobatan diantaranya :1


1.

Memberikan istirahat kepada alat pencernaan


Sebagaian besar ahli-ahli kesehatan sepakat mengatakan, bahwa Alat
pencernaan (perut) merupakan sumber dari berbagai macam penyakit . Perut
merupakan terminal dalam tubuh, tempat berlabuh dan berhenti segala
makanan dan minuman. Ikan, daging, nasi, sayuran dan segala macam yang
tertumpuk di sana dan tersimpan dalam beberapa waktu. Maka justru itulah

Hembing Wijayakusuma, Puasa itu Sehat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997),
Cet. ke-1, h. 2
1

51

52

perut perlu dibersihkan setidaknya sekali dalam setahun dengan cara


menjalankan puasa.
2.

Membebaskan tubuh dari racun, kotoran dan ampas.


Pada tubuh manusia terdapat sampah berbahaya, seperti fases (tinja),
urine, CO2 dan keringat. Oleh karena itu tubuh akan terancam bahaya bila
mengalami sembelit yang disebabkan menumpuknya sisa-sisa sari makanan
(tinja) di usus, yang pada akhirnya menyebabkan tinja tersebut terserap oleh
tubuh. Dengan berpuasa berarti mengatasi suplai makanan yang masuk ke
dalam tubuh, penumpukan racun, tubuh bersih dari racun, kotoran dan ampas.

3.

Puasa mencegah dan menyembuhkan penyakit mag


Penyakit mag disebabkan oleh karena asam dikeluarkan oleh lambung
sedangkan di lambung tidak ada makanan yang bisa dicerna oleh asam
sehingga lambung merasa perih yang disebut dengan penyakit mag (lambung).

Dengan puasa seseorang disetting seluruh tubuhnya untuk puasa pada esok
harinya untuk tidak ada makanan yang masuk ke lambung, sehingga
lambungpun terperintah untuk tidak mengeluarkan asamnya ketika tidak ada
makan itu, sehingga orang yang berpuasa terhindarlah dari penyakit mag.
4.

Memblokir makanan untuk bakteri, virus, dan sel kanker


Dalam tubuh manusia terdapat parasit-parasit yang menumpang
makanan dan minuman. Dengan menghentikan memasukkan makanan, kumankuman penyakit, bakteri-bakteri dan sel-sel kanker tidak akan bertahan hidup.

53

Mereka akan keluar melalui cairan tubuh bersama sel-sel yang telah mati dan
toksin.
5. Waktu berpuasa merupakan kesempatan yang paling baik untuk menja
ga
dari segala kebiasaan yang membahayakan.
Kebiasaan yang membahayakan kesejahteraan, misalnya merokok.
Karena kebiasaan ini akan menyebabkan syaraf seseorang akan kecanduan.
Jika seseorang telah menjadi pecandu, maka tidak mungkin menghentikannnya
dengan tiba-tiba, jika itu dilakukan maka ia akan merasa sakit dan lemah
syarafnya. Tetapi jika menghilangkan kebiasaan itu dengan berpuasa selama 12
jam dalam sehari dalam masa 4 mingu secara rutin, maka kimia ganja, alkohol
dan nikotin hari demi hari secara bertahap sedikit demi sedikit berkurang
kadarnya sehingga syaraf akan bebas dari pengaruh benda-benda yang
berbahaya dengan mudah dan nyaman. Hal ini senada dengan pendapat
Hembing Wijayakusuma dalam bukunya Puasa itu Sehat mengatakan bahwa :
Dari riset yang dilakuan para ahli, terbukti bahwa setelah menjalani puasa
darah para pecandu rokok bersih dari racun nikotin. Jika nikotin ini telah bersih

dari tubuh para perokok kecanduan akan berkurang dan secara berangsurangsur akan lenyap.2

Ibid. h. 15

54

B. Pendidikan Ruhani
Puasa disyariatkan agar melahirkan pribadi yang bertaqwa. Dengan puasa
seseorang akan selalu dididik untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT dimanapun
ia berada, baik dikala banyak orang atau tidak ada orang, Orang yang bertaqwa
akan selalu merasa selalu dilihat oleh Allah SWT dimanapun ia berada. Sehingga
ia akan selalu melaksanakan perintah dan menjauhi larangann-Nya, dengan rasa
tulus dan ikhlas hanya karena mengharap ridha dari Allah SWT. Orang yang
bertakwa akan selalu menghiasi pribadinya oleh cahaya iman, amaliah, dan gaya
hidup sehari-hari yang sangat terpuji. Selain itu, orang yang berpuasa, dengan
benteng iman dan taqwanya itu, tidak akan mudah terombang ambing oleh godaan
dan rayuan kemewahan dunia.
1.

Puasa mendidik manusia untuk bersifat zuhud


Zuhud (Asketisisme) secara literal berarti penarikan diri dari kesenangan
dunia dan menolak keinginan nafsu rendah. Zuhud oleh para Sufi diartikan
sebagai ketidakpudulian kepada daya tarik dunia dan hidup dengan cermat
dan dengan memilih untuk menghindarkan diri dari semua dosa,
memandang rendah dunia dalam aspek material dan nafsunya.3
Dengan puasa seseorang akan tertanam di dalam dirinya untuk bersifat
zuhud, karena dengan puasa seseorang akan dilatih untuk mengekang hawa
nafsunya dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang bahkan yang dianggap
subhat oleh agama. Dengan puasa seseorang dilarang untuk makan, minum,

jima dan lain-lain yang bersifat duniawi yang dilarang ketika sedang berpuasa,

Fathullah Gulen, Kunci-kunci Rahasia Sufi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet.

ke-1, h. 79

55

dan hanya mengharapkan ridlo dari Allah swt semata, sehingga orang yang
berpuasa akan memandang rendah terhadap dunia yang sifatnya materi ini bila
dibandingkan dengan ridlo Allah swt, maka timbullah sifat zuhud.

2.

Ibadah puasa mendidik untuk bersifat sabar bagi pelakunya.


Menurut Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin, sebagaimana
ditulis oleh Wahjotomo sabar dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu
sabar dalam menghadapi cobaan (musibah), sabar dalam meninggalkan
maksiat, dan sabar dalam memenuhi perintah (taat).4 Tiga kelompok ini dapat
ditumbuhkan melalui aktivitas berpuasa. Diriwayatkan dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah saw bersabda :

zakatnya, sedang zakatnya badan yaitu puasa. Mukhrij dalam ha


Artinya : dits
Menceritakan kepada kami abu bakar, menceritakan kepada kami :
Abdullah bin Al-Mubarak, menceritakan kepada kami Muhriz bin
Salamah al 'Adanity, menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin
Muham, semuanya dari Musa bin "Ubaidah Dari Jumhur, dari Abu
Hurairah dia berkata Rasulullah bersabda : "Setiap sesuatu itu ada
menambahkan Rasulullah saw bersabda : "Puasa adalah setengan dari
kesabaran". (HR. Ibnu Majah)

Wahjoetomo, Puasa dan Kesehatan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 5

Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Darul Fikr, tt), Jilid 1, h 545

56

Hadits di atas dapat diartikan bahwa kewajiban puasa hanya dapat


dilaksanakan dengan sebaik-baiknya jika dilakukan dengan penuh kesabaran.
Syariat Islam yang telah mewajibkan puasa dengan baik makan dan minum
sejak fajar hingga magrib merupakan perintah yang positif sekali dampaknya
bagi pembinaan sikap pengendalian diri seseorang. Lewat puasa manusia diberi
kesempatan untuk melatih sifat sabar dan disiplin, guna mempertinggi sifat
kemanusiaannya sekaligus merefleksikannya melalui amaliah-amaliah yang
utama. Orang yang menunaikan puasa berarti ia telah melaksanakan
pengawasan pribadi dengan menjauhi makan, minum, kesenangan badaniah,
nafsu syahwat dan hal-hal yang terlarang lainnya dengan penuh kesabaran dan
kedisiplinan. Itulah sebabnya puasa yang dibarengi dengan ketulusan hati
untuk mencari keridhoan Allah SWT akan mampu menjadikan pelakunya
berjiwa sabar dan selalu teguh pendirian.
Di dalam Al-Quran, menurut Ahmad Suyuti di dalam bukunya yang
berjudul Nuansa Ramadhan (Puasa dan Lebaran) terdapat tujuh puluh kali
kalimat sabar disebutkan oleh Allah dalam berbagai konteks yang berbeda.6
Hal ini jelas menunjukkan betapa pentingnya sifat sabar untuk dimiliki oleh
manusia. Lebih-lebih bagi seseorang yang mempunyai cita-cita mulia untuk
mencapai peringkat puasa yang sempurna, maka tak mungkin itu bisa terwujud
kecuali bila didukung oleh sifat sabar, karena dengan sifat inilah seseorang

Achmad Suyuti, Nuansa Ramadhan (Puasa dan Lebaran), (Jakarta: Pustaka Amani, 1996),
Cet. Ke-1, h. 107
6

57

akan sanggup membentengi diri dari hal-hal yang merusak puasa dan
mengurangi

nilai kesempurnaan pahalanya. Dengan demikian puasa yang

dijiwai oleh kesabaran itu akan menjadi sarana menuju takwa dan mendekatkan
diri pelakunya kepada Allah SWT. Kalau seorang muslim sudah cukup sabar,
tabah, dan mampu menahan diri hingga mampu menyelesaikan puasa sebulan
penuh, berarti dalam diri orang itu sudah ada benteng yang kokoh dan tangguh
untuk menghandapi tantangan hidup sebelas bulan berikutnya. Sebab, dengan
ibadah puasa itu seseorang telah menghiasi dirinnya dengan kebersihan hati,
kejernihan jiwa, dan ketulusan nurani, yang akan menghantarkannya menjadi
orang yang dekat kepada Alllah SWT dan dicintainya, serta termasuk golongan
orang-orang yang takwa dan sabar.
Orang yang berpuasa tentu merasakan lapar dan haus, serta merasakan
lemahnya fisik. Oleh sebab itu, ibadah yang banyak menuntut kesiapan fisik
dan psikis ini benar-benar menguji kesabaran pelakunya. Selama orang itu
berpuasa dengan penuh kesabaran, dan puasanya tidak rusak oleh perbuatanperbuatan tercela dan nafsu-nafsu buruk. Sebab, termasuk aspek yang paling
sulit dari ibadah puasa adalah berlaku sabar di dalam mengosongkan jiwa dari
nafsu badaniah. Karenanya, seseorang yang berpuasa disertai sikap kesabaran,
niscaya kecenderungan-kecenderungan nafsu badaniah yang melekat dalam
jiwanya secara berlahan lahan akan tertekan dan dibuat fasip. Oleh karena itu,
esensinya justru terletak pada kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan
sifat sabar dalam perilaku hidup sehar-hari. Karena, pada dasarnya cukup

58

banyak manfaat puasa untuk mendidik seseorang menjadi penyabar. Karena


itu, sebenarnya kewajiban puasa itu tiada lain merupakan kebutuhan manusia

sendiri dalam

menghadapi segala macam tantangan dan problematika

kehidupan.
Menurut pandangan Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin,
sebagaimana ditulis oleh Wahjotomo dalam keadaan lapar karena berpuasa
sebenarnya akan diperoleh beberapa manfaat, yaitu :
a.Bersih hati, bersinarnya kecerdasan, dan tembusnya penglihatan mata
hati.
b. Halus dan bersihnya hati yang dengan itu dipersiapkan untuk
memperoleh ketekunan berzikir.
c.Terlepasnya dari nafsu-nafsu yang hina, sehingga terhindar dari
jebakan-jebakan kenikmatan, kegembiraan dan kufur nikmat.
d. Tidak melupakan cobaan Allah dan cobaan Allah yang ditimpakan
kepada orang lain.
e.Hancurnya nafsu-nafsu syahwat pada perbuatan-perbuatan maksiat
ataupun jahat.
f. Menolak tidur atau dapat mengurangi frekuensi tidur yang tinggi.
g. Memudahkan dorongan untuk semakin rajin beribadah.
h. Memiliki badan yang sehat sehingga kecil kemungkinan untuk
mengggapai penyakit.

i. Dapat meringankan biaya perbelanjaan.
j. Lebih kemungkinan untuk hidup tidak boros, sehingga dapat
yatim dan
menyisihkan kelebihan makanan atau lainnya untuk para
.7
fakir miskin
3.

Puasa sebagai pendidikan hawa nafsu


Untuk melatih dan mengendalikan hawa nafsu banyak cara dan upaya
yang dilakukan, namun yang paling efektif adalah dengan berpuasa. Sebab
puasa adalah menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan laku

Wahjoetomo. op. cit., h. 6

59

perbuatan yang tidak baik menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh
syara pada waktu yang telah ditentukan pula. Dengan demikian, puasa itu
berfungsi sebagai pengendali dan pengontrol hawa nafsu agar tidak semenamena melampiaskan apa-apa yang diinginkan manusia. Dalam kaitan ini
Raulullah saw bersabda :

Artinya : Dari abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda


puasa itu penjaga (perisai) maka janganlah ia berkata buruk dan
janganlah berbuat kebodohan jika ia dimusuhi atau di caci maki
oleh seseorang maka katakanlah: "sesungguhnya saya ini sedang
berpuasa dua kali, dengan yang diriku ditangannya sungguh bau
busuknya mulut orang yang berpuasa itu lebih harum disisi Allah
daripada bau kesturi." Ia meninnggalkan makanya minumnya
dan syahwatnya (nafsu sex) nya karena aku. Puasa itu bagiku dan
aku membalasnya, sedang keberikan itu (dibalas) dengan sepuuh
kalinya. (HR. Bukhari).
Dalam diri manusia ada nafsu yang mana manusia tidak bisa hidup
tanpa nafsu, karena nafsu adalah suatu fitrah tidak bisa dihilangkan. Dalam hal
puasa sebagai pendidikan hawa nafsu, Sidi Gazalba menjelaskan: Puasa
bukanlah untuk mematikan atau melenyapkan atau melumpuhkan nafsu. Yang
dilakukan puasa adalah, mengendalikannya, mengontrolnya.9

Bukhari, Shahih Bukhari, ( Beirut: Darul Fikr, tt), Jilid 2, h. 277

Sidi Gazalba, Azas Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 151

60

Jadi dengan puasa orang dididik untuk mengendalikan hawa nafsunya.


Nafsu makan, minum, seksual sebagai nafsu-nafsu vital dan utama
dikendalikannya. Nafsu-nafsu itu dikendalikannya untuk patuh kepada perintah
Allah dengan menahan diri sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Tiap
tahun sebulan lamanya orang

Islam mendisiplinkan

dirinya dengan

membiasakan disiplin jiwa setiap bulan Ramadhan setelah berulang kali

dikendalikannya tumbuhlah kebiasaan daya kontrol nafsu. Apabila sudah


menjadi kebiasaan pengendalian hawa nafsu itu tidak hanya selama bulan
Ramadhan saja, tetapi juga untuk dipraktekkan di bulan-bulan lain, di hari-hari
lain, bahkan untuk setiap saat.
Kemudian, agar puasa seseorang mencapai kualitas yang tiggi dan
mampu menumbuhkan daya kontrol nafsunya maka selama puasa harus
memenuhi syarat dan rukun serta melaksanakan amalan-amalan sunatnya, juga
harus mampu mengendalikan seluruh anggota badan dan panca inderanya
untuk tidak terseret kepada perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji.
Keharusan mengendalikan seluruh anggota badan dan panca indera
ketika berpuasa, Muhammad Jamaluddin secara khusus menjelaskan sebagai
berikut :
a. Menahan diri dan mengendalikan mata (pandangan) untuk tidak
melihat hal-hal yang terlarang dan tercela, serta menjaga diri dari
kelalaian dan kelenganan untuk mengingat Allah.
b. Memelihara lidah (mulut) untuk tidak berkata sia-sia, bohong, jahat,
keji, kotor, menggunjing, mengadu, bertengkar, dan kata-kata yang
memalukan.

61

c. Menahan telinga (pendengaran) untuk tidak mendengarkan dan


menyadap kata-kata dibenci, tercela dan terlarang. Segala yang haram
(terlarang) diucapkan terlarang pula untuk didengarkan.
d. Menahan seluruh anggota badan dari segala perbuatan dosa dan
salah.10
Puasa adalah memelihara perut untuk tidak makan dan minum barangbarang yang subhat apalagi diharamkan ketika berbuka puasa. Puasa tidak ada
artinya jika menahan diri dan makanan halal, sedang berbuka dengan makanan
dan minuman yang haram. Perumpamaan orang yang berpuasa semacam ini
bagaikan orang yang mendirikan mahligai (gedung besar) tetapi ia
menghancurkan negeri.11

Itulah beberapa ketentuan yang harus diperhatikan oleh orang yang


berpuasa agar puasanya mencapai kualitas yang tinggi dan mampu
menumbuhkan daya kontrol terhadap nafsunya. Jika tidak, maka puasanya
tidak dapat memberikan apa-apa kecuali lapar dan haus. Dalam berpuasa tidak
hanya makan dan mium saja, tetapi juga harus menghindarkan diri segala
perbuatan keji dan dan munkar yang bisa menurunkan derajat manusia di sisi
Allah

dan sesama manusia. Orang yang berpuasa harus ikhlas dalam

mengerjakannya karena pekerjaan puasa adalah suatu ibadah badan yang


pahalanya dikhususkan oleh Allah swt dibanding dengan ibadah-ibadah yang
lainnya.
10

Muhammad Jamaluddin, Mawizhatul Muminin min Ihya Ulumuddin, (Kairo: Al-Maktabah

al-Tijariah al-Kubra, t.th), h. 48


11

Ibid, h. 61-62

62

Puasa adalah suatu ibadah untuk mengendalikan hawa nafsu. Dengan


puasa seseorang harus mampu menaklukkan hawa nafsunya, agar nafsu itu bisa
diarahkan kepada hal-hal yang positif. Dalam sebuah hadis sebagai mana yang
dikutif oleh Wahjoetomo12 yang diriwayatkan oleh Usman Bin Hasan
disebutkan bahwa Allah swt bertanya kepada akal dan nafsu tentang
kedudukan dia dan Tuhannya. Akal langsung mengakui bahwa Allah itu adalah
Tuhannya dan dia adalah hambanya. Sedangkan nafsu tidak langsung
mengakui bahwa Allah adalah Tuhannya. Sehingga Allah Allah menghukum
nafsu dengan rasa lapar yang sangat sehingga ia mengakui bahwa Allah itu
adalah tuhannya dan ia adalah hambanya.
Kisah di atas mengilustrasikan, bahwa puasa merupakan cara yang
paling efektif dan ampuh untuk menundukkan hawa nafsu agar terkendali yang

meliputi:
a. Puasa dapat mengendalikan emosi
b. Puasa dapat mengendalikan nafsu syahwat
Berikut penulis akan menjelaskan tentang manfaat dari puasa :
a.

Puasa dapat mengendalikan emosi (marah)


Marah adalah merasa (perasaan) sangat tidak senang dan panas

(karena dihina, diperlakukan kurang baik dan sebagainya); gusar, berang.13

12

Wahjotomo, Op. Cit., h. 4

13

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., h. 633

63

Adapun hakikat marah ialah seberkas api dari api neraka Allah
yang menyala-nyala yang membakar hati manusia. Hal ini nampak pada
mata seseorang yang sedang marah yang menjadi merah.14
Ketika amarah menguasai serta melingkupi diri manusia, maka ia
akan mengambil bentuk sifat yang angkuh atau sombong serta
menyingkirkan segala hambatan yang dapat mencegahnya mempengaruhi
kehendak manusia, karena itu ia dapat menghasut manusia akan
mencelakakan lawan-lawannya tanpa pertimbanagn sama sekali. Selubung
amarah juga membutakan pikiran dan mengubah jiwa manusia menjadi
buas tanpa menghiraukan kenyataan. Hal itu juga dapat mendorong diri
manusia untuk melakukan segala kejahatan yang mengandung akibat fatal
dalam kehidupan.
Sifat jahat hanya menyebabkan penderitaan, karena pada akhirnya
ia tidak dapat menyelamatkan jiwa dan mengubah perbuatan-perbuatan
yang rendah menjadi kemarahan hingga sesuai pertimbangan akal dan hati

nurani,

menyebabkan

kepercayaan

hilang.

Jika

berbagai

akibat

pertimbanagan akal muncul pada diri orang yang marah, maka gelombang
penderitaan disertai rasa penyesalan yang hebat dan menggerogoti hatinya.
Bahkan tubuhpun mudah terserang penyakit akibat amarah tersebut, karena
tubuh merupakan tempat kediaman bagi ketenangan dan kebahagiaan jiwa.

14

Al-Ghazali, Celanya Merah, Dendam dan Dengki, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989), h. 633

64

Memang benar kekuatan amarah dalam proporsi yang benar juga


sangat diperlukan. Kekuatan amarah ini yaitu dalam mempertahankan
kehormatan dirinya, istrinya, keluarganya serta apa saja yang merupakan
haknya, lebih-lebih yang berhubungan dengan kepentingan agama.
Allah swt berfirman dalamal-Quran (Q.S Al-Fath: 29) :

Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang


bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku`
dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas
itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan
tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar (QS. Al-Fath: 29)
Dalam ayat lain Allah berfirman : QS: At- Taubah : 73





65

Artinya : Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orangorang munafik itu, dan bersikap keralah terhadap mereka.
Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat
kembali yang seburuk-buruknya.
(QS. At-Taubah : 73)

Sikap keras dan tegas itupun dari bekas-bekas yang ditimbulkan


oleh kekuatan hamiyyah yakni ingin mempertahankan dan membela diri
serta kebenaran, sedang hamiyyah itu sendiri berasal dari ghadlab
(kemarahan).
Jadi dalam keadaan sebagaimana di atas, marah adalah penting.
Oleh karena itu seseorang yang tidak ada kemarahannya sama sekali,
lenyaplah sifat hamiyyah dan dengan lenyapnya ini, ia menjadi seorang
yang beku dan tidak ada geraknya sama sekali. Sikap demikian sangat

tercela.

dikendalikan ?

Banyak cara dapat mengendalikan marah, akan tetapi penulis akan


Setelah penulis jelask
an apa itu amarah dan akibat menjelaskan satu saja, yaitu dengan berpuasa. Puasa dapat mengendalikan
nya yang
marah, ini sesuai dengan hadis Nabi saw :
ditimbulkan, lalu timbul suatu p
ertanyaan dengan cara apa amara

h itu dapat




66


15
(
kegiatan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat

Artinya : .
Dari Abu Hurairah ra. Bahwaannya Rasulullah SAWbersabda:
"Puasa itu benteng, apabila seseorang diantara kamu berpuasa
hendaklah ia jangan berlaku rafats dan jangan pula ia berlaku
jahil. Apabila ada seseorang yang hendak membunuhnya atau
mengangkat senjata kepadanya hendaklah ia berkata :
Sesungguhnya aku ini sedang berpuasa (katakan dua kali).
Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman-Nya, bau
busuk orang mulut orang yang berpuasa itu lebih disukai Allah
daripada bau kasturi, sebab ia telah meninggalkan makan,
minum, dan syahwatnya karena aku; puasa yang seperti itu
adalah untuk-Ku, dan akulah yang akan membalasnya, satu
(HR. Bukhari)
b. Puasa Mendidik Untuk Bisa Mengendalikan Syahwat
Syahwat sengaja diciptakan Allah SWT dalam diri manusia, tetapi
Allah mengingatkan agar jangan terlalu bergelimang atau asyik dengan
kepuasan syahwat, sehingga melupakan Allah yang telah menciptakannya.
Itu semua hanya bersifat sementara, selama di dunia yang fana ini, sedang
di sisi Allah ada tempat kenikmatan yang hakiki, yang bersifat abadi, di
akhirat kelak. Karena syahwat itu merupakan karunia Allah, maka akan
tetap berada di dalam diri manusia, selama masih hidup. Syahwat sangat
besar sekali kegunaannya bagi manusia, karena bila dapat dipergunakan

dengan baik, tetapi sebalikya akan membahayakan manusia bila dibiarkan


menurut kehendaknya.

15

Bukhari, op. cit., Jilid I, h. 324

67

Dengan adanya syahwat mendorong manusia untuk mengurus dan


memperbaiki cara berpakain yang rapi. Seandainya tidak ada syahwat,
maka baik pria maupun wanita akan malas mengurus dirinya dan malas
berpakaian yang rapi. Tetapi bila didorong syahwat itu dibiarkan
berkembang sendiri dan dituruti semua kehendaknya, maka manusia akan
lebih takut daripada binatang dalam usaha memenuhi kebutuhan
syahwatnya. Akan tetapi syahwat itu tidak boleh dibasmi atau dihilangkan,
tetapi harus dikendalikan.
Adapun cara mengendalikan syahwat yaitu dengan banyak

berpuasa, Rasulullah bersabda:

saw lalu beliau bersabda: Barangsiapa diantara kamu

yang


mengurangi nafsu syahwat .


(HR. Buk
hari)

16

Artinya : Dari alqamah, ia berkata: pada suatu ketika aku berjalan-jalan


bersama Abdullah ra. Lalu ia berkata: Aku pernah bersama Nabi
mampu untuk kawin, maka hendaklah ia kawin,karena kawin itu
lebih mampu menundukkan pandangan mata dan lebih mampu
memelihara faraj. Dan barangsiapa yang tidak ada kemampuan
(untuk kawin) hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu

Hadits di atas menghimbau para pemuda yang belum cukup

memiliki kemampuan materi untuk membiayai rumah tangga yang

16

Ibid., h. 238

68

melakukan puasa guna mengurangi dan menahan syahwatnya sementara


waktu. Hendaklah ia menunda keinginannya untuk menikah dengan
melakukan puasa manakala ia rasakan begitu besar keinginan nafsu
syahwatnya. Dengan puasa ia dapat meredam gejolak syahwatnya. Dalam
pada itu ia berusaha mempersiapkan biaya secukupnya yang pada
gilirannya kelak dapat menyalurkan nafsu syahwatnya itu menurut aturan
syara.

C. Pendidikan Moral
1.

Ibadah puasa mendidik manusia untuk berjiwa sosial tinggi


Diantara hikmah ibadah puasa adalah bahwa ibadah puasa bisa
dijadikan

sebagai sarana pendidikan ilahi terutama pendidikan rasa

tanggungjawab pribadi. Yang mana pengertian Tanggungjawab itu sendiri


mengisyaratkan adanya aspek sosial dalam perwujudan nilai puasa pada
kehidupan nyata di dunia ini. Dan sesungguhnya tanggungjawab sosial adalah
sisi lain dari mata uang logam yang sama, yang isi pertamanya ialah
tanggungjawab pribadi. Ini berarti bahwa dalam kenyataannya kedua jenis
tanggungjawab ini tidak dapat dipisahkan, sehingga tiadanya salah satu dari
keduanya akan mengakibatkan peniadaan yang lain.
Oleh karena itu para ulama senantiasa menekankan bahwa salah satu
hikmah ibadah puasa adalah penanaman rasa solidaritas sosial seperti
membantu fakir miskin, Ibnu sabil dan lain-lain. Solidaritas sosial ini begitu

69

nyata dan terasa dalam praktek puasa. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri
puasa memiliki akses besar terhadap tanggungjawab puasa adalah persamaan.
Persamaan ini mempunyai implikasi pada keadilan. Keadilan terbukti oleh
pemerataan.
Persamaan ataupun keadilan juga pemerataan sebagai implikasi dari
puasa dengan sangat jelas terlihat dari praktek puasa di mana semua yang
menjalankan puasa secara bersamaan dan merasakan yang sama pula prosesi
puasa. Mereka sama-sama menahan lapar, dahaga dan haus sejak fajar hingga
terbenam matahari. Disitu tak ada lagi deferensasi ataupun dispensasi. Semua
dalam level dan status yang sama, yakni sebagai shoimin, yang berada dalam
kondisi yang sama. Sebuah kondisi yang meletakkan manusia pada satu
terminologi pemerataan. Dan hal tersebut sebagai cerminan keadilan.
Di dalam ibadah puasa semua orang merasakan rasa lapar dan dahaga
tanpa pandang bulu baik orang kaya ataupun miskin, tua maupun muda, semua
sama dihadapan Allah swt. Sehingga dengan persamaan demikian akan
tertanam dalam dirinya rasa persamaan (musawah), perasaan demikian
diharapkan membekas dan menjadi prinsip kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Musawah inilah yang menjadi nilai tersendiri dan menjadi bukti
keberhasilan pelaksanaan puasa itu sendiri. Apabila suatu masyarakat setiap
individunya berhasil melaksanakan puasa dengan benar-benar puasa maka akan
didapati masyarakat tersebut memiliki tingkat musawah yang tinggi, dengan
bukti tingkat pemerataan dan keadilan yang tinggi.

70

Jika demikian, maka puasa merupakan salah satu prosesi menuju


terbentuknya masyarakat yang menjungjung tinggi nilai persamaan, keadilan
dan pemerataan. Di sisi lain, nilai-nilai sosial pada puasa tidak berhenti pada
praktek puasa itu saja. Dalam kenyataannya puasa merupakan salah satu sistem
yang jitu untuk dapat menghilangkan sifat angkuh, sombong, bakhil, egois, dan
sifat tidak terpuji lainnya. Sebab dengan berpuasa, maka seorang mukmin akan
mengetahui dan menyadari betapa lemah dirinya. Tatkala dicekam oleh rasa
lapar dan dahaga, sehingga dari pengalaman ini, akan terbukalah mata hatinya
terhadap nasib si miskin, yang senantiasa hidup dalam kekurangan.
Dari pengalaman ini, maka akan timbullah sikap murah hati, guna
menolong mereka yang serba kekurangan dan lemah, yang pada akhirnya akan
melahirkan pula sikap kasih sayang kepada sesama muslim. Maka jelaslah
kehidupan masyarakat muslim akan semakin kokoh dan lestari.17
Aspek sosial sebagai perwujudan dari pengaruh puasa ini, bisa dicapai
jika kita mampu menanamkan secara teguh kesadaran akan kehadiran orang
lain dalam diri kita. Maka, ibadah puasa mencoba membuka tabir ruang-ruang
pribadi yang masih dibingkai sekap egois dan tidak mampu menyentuh dunia
luar. Ini berarti, ibadah puasa menekankan sikap kesetiakawanan sosial dan
solidaritas yang tinggi terhadap orang lain sebagai perwujudan tingkat takwa
yang diliputi oleh ketulusan dan keikhlasan.

17

Edy A. Effendi, Ribuan Hikmah Puasa, (Jakarta: Puspa Swara, 1997), Cet. ke-1, h. 40

71

Firman Allah swt yang berkaitan dengan persoalan ini, terlihat pada
surat al-Kahfi ayat 110, Perbuatan baik terhadap orang lain, akan memiliki

imbas kebajikan pula terhadap diri sendiri, imbas itu akan terlihat sebagai
cerminan atau pantulan dari kesalehan yang dipetik dari cara kita memahami
ibadah puasa. Tentunya, anak sholeh dan perbuatan baik yang kita kembangkan
dalam kehidupan sehari-hari, akan mempunyai kaki kebaikan yang akan
menyebar ke segala arah, karena kebaikan yang bermuara pada ketulusan dan
keikhlasan, akan diberi ganjaran pahala oleh Allah swt.
2.

Puasa mendidik untuk senantiasa berlaku jujur


Orang yang baik akhlaknya adalah selalu bertindak jujur. Dengan
kejujuran manusia meraih kepercayaan orang lain. Dengan kepercayaan
tersebut terbuka jalan dalam kehidupannya. Kemana orang yang terkenal jujur
itu pergi, akan menemukan orang yang simpati kepadanya, sebab kejujuran
memudahkan urusan dan menghemat tenaga. 18
Dalam ibadah puasa, kejujuran yang dituntut adalah kejujuran
terhadap diri sendiri disamping jujur kepada orang lain. Orang yang tahu persis
apakah seseorang itu berpuasa atau tidak adalah dirinya sendiri. Orang lain
dapat dibohonginya, sebab menelan air sedikit waktu berkumur-kumur sudah
menyebabkan puasa batal, walaupun ia meneruskan puasanya, tidak makan,
tidak minum, dan tidak berbuat yang meninggalkan puasa.

18

Zakiah Daradjat, Puasa Meningkatakan Kesehatan Mental, (Jakarta : Ruhama), h. 32

72

Apabila sifat jujur telah tertanam dalam diri seseorang, maka dirinya
akan merasa tentram, ia tidak akan dihinggapi oleh rasa takut atau dosa, Karena
segala sesuatu jelas dan tidak ada yang dipalsu atau disembunyikan.
Nilai kejujuran dalam ibadah puasa dapat dilihat dari hadis Nabi SAW:




19

Artinya :Dari Abu Hurairah ra.berkata bahwasannya Rasulullah saw


bersabda: Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan zur
(dusta, umpat, fitnah, segenap perkataan yang mendatangkan
kemarahan Allah dan bersengketa membuat onar) dan tiada
meninggalkan pekerjaan itu dan bersikap jahil, maka tidak ada
(HR. Bukhari)
3.

Puasa mendidik untuk selalu hidup sederhana


Ibadah puasa sarat dengan nilai yang mengajarkan manusia untuk
memahami pentignya pola hidup sederhana. Nilai-nilai kesederhanaan yang
bisa diperoleh dari puasa dan amaliah-amaliah Ramadhan, lebih jauh lagi
akan menyadarkan orang-orang yang beriman bahwa harta, benda,
kedudukan, dan memperoleh kesempatan memperoleh kanikmatan dunia,
semuanya adalah amanat Allah swt. Manusia jangan sampai terpukai oleh
bagi Allah
ia meningalkan
makanan
dan ada
minumann
kelezatan lagi
danhajat
kemewahan
dunia,
meskipun
diantara
yang


mereka

ya.

19

Bukhari, op. cit., h. 279

berkata, Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, seandainy


73
a
menyakitimu, maka Rasulullah menjawab Untuk apakah dun
ia
mampu

bahkan

hendaknya

berkelebihan

manusia

selalu

dalam

mendapatkannya.

mensyukuri

dengan

Sebaliknya,

membelanjakan

kenikmatan-kenikmatan itu di jalan yang ditentukan Allah swt.


Rasulullah saw selalu mengajarkan sifat sederhana kepada
pengikut-pengikutnya serta memperingatkan kepada umatnya tidak menjadi
pemboros. Banyak riwayat yang menyatakan tentang kesederhanaan hidup
Nabi, para sahabat Nabi, para zahid, orang-orang saleh, pemimpin umat
dan para pejuang di jalan Allah.20 diantara riwayat yang mencontohkan

hidup sederhana Nabi sebagaimana sabda-Nya:

21

Artinya : Dari Abdullah berkata: Nabi saw berbaring di atas tikar, dan
ketika bangun, tikar teresebut berbekas di kulitnya, maka saya
engkau memberi tahu kami, tetntu kami akan gelarkan untuk u
suatu alas yang dapat melindungimu dari sesuatu yang
bagiku, sesungguhnya aku di dunia ini seperti orang pengendara
yang bernaung sebentar di bawah pohon, kemudian pergi dan
meninggalkannya.
Kesederhanaan adalah ciri pola hidup yang moderat, tengahtengah dan ideal, antara kemewahan dan kepapaan. Ia merupakan sifat yang

20

Achmad Suyuti, op.cit, h. 92

21

Ibnu Majah, op.cit., Jilid 4, h. 403

74

baik diantara dua sifat yang buruk, yakni boros dan kikir. Karena itu agama
menekankan kesederhanaan dan mengajarkan bahwa orang yang dapat
menjaga diri dari perilaku hidup yang berlebih-lebihan termasuk orang
yang bertakwa dan bisa menyelamatkan diri dari hal-hal

yang

membahayakan agamanya. Karena itu, orang yang ingin selamat, harus


menjauhi hidup yang berlebihan meskipun pada hal-hal yang halal. Dan
salah satu cara yang efektif untuk menghindari sikap yang berlebihan
adalah melaksanakan puasa serta menghayati hikmah-hikmahnya.22
Kewajiban puasa Ramadhan selama satu bulan penuh, disertai

dengan banyaknya anjuran berinfak, berseekah dan amal-amal sosial, yang


pahalanya telah dijanjikan berlipat ganda oleh Rasulullah SAW kiranya
cukup dapat memberikan pelajaran kepada orang-orang yang berpuasa agar
dalam menafkahkan harta bendanya tidak boros dan kikir. Keseimbangan
antara kedua masalah sifat tercela itulah yang harus selalu dipelihara dan
dijaga, sehingga kalau ia kaya, ia dapat membantu masyarakat dengan
kekayaan itu, dan kalau ia miskin, ia dapat menguasai dirinya dengan hidup
secara sederhana.23
Selain itu seseorang berpuasa benar-benar mendidik berpola hidup
sederhana apabila diiringi dengan tholabul ilmi da suri tauladan yang baik.
Karena dengan ia menuntu ilmu ia akan mengerti dan memahami sekaligus ia

22
23

Ahmad Suyuti, Op. cit., h. 102


Ibid. h. 104

75

akan mengamalkan apa yang akan diperintahkan oleh Nabi yakni pola hidup
sederhana, dengan suri tauladan yang baik dari para pemimpin yang ada baik
itu para ulaman aparat pemerintahan, orang tua dan para dosen serta yang
lainnya, kalau dari para pemimpin sudah berpola hidup sederhana maka
orang-orang di bawahnya akan menuruti seperti Nabi ditiru oleh sahabat dan
para pengikutnya.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian bab-bab yang lalu penulis dapat menyimpulkan sebagai
berikut :
1. Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya. Yang
pada intinya adalah mengendalian hawa nafsu agar tidak terperosok ke arah
kehinaan. Ibadah puasa bukan berarti menghilangkan hawa nafsu tetapi
mengarahkan hawa nafsu dari yang tidak baik ke arah yang baik.
2. Dengan puasa seseorang dibentuk untuk selalu merasa dekat dengan
Tuhannya. Maka akan terpancar dalam dalam diri orang itu perilaku yang
positifyang akan mengangkat derajat dirinya di hadapan Allah swt maupun di
hadapan sesama manusia dan akan membawa keberkahan di lingkungan
sekitarnya.
3. Pendidikan adalah bimbingan dan usaha yang diberikan kepada anak didik
dalam pertumbuhan jasmani dan ruhani untuk mencapai tingkat kedewasaan.
4. Dalam ibadah puasa terkandung beberapa nilai pendidikan yang bisa diambil
yaitu : zuhud, sabar, mengendalikan hawa nafsu, mengendalikan emosi,
berjiwa sosial, jujur, hidup sederhana.

75

76

5. Ibadah puasa mempunyai nilai pendidikan apabila ibadah puasa itu dilakukan
dengan benar berdasarkan ketentuan hukum syara dan benar-benar
mengharap ridlo dari Allah swt. Karenaapabila ibadah puasa tidak berdasar
hukum syara hanya akan mendapatkan lapar dan dahaga saja tanpa ada nilainilai positif yang berarti yang didapatnya.

B. Saran-saran

1. Kepada para pendidik khususnya pendidikan agama Islam hendaknya


ditanamkan kepada siswa untuk memebiasakan diri melaksanakan ibadah
puasa wajib maupun puasa sunnah. Karena dengan ibadah puasa seseorang
akan terlepas dari sifat yang tercela dan meningkatkan prestasi belajar bagi
peserta didik.
2. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ibadah puasa harus terus
ditanamkan terutama kepada para pelajar yang sedang menimba ilmu, tidak
lain untuk memberikan penghayatan yang cukup mengenai hakikat puasa,
sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Bagi para pembaca, khususnya kaum muslimin hekdaknya percaya bahwa
puasa yang dilakukan dengan benar berdasakan ketentuan agama akan
memberikan manfaat yang sangat besar dan akan mengangkat derajat bagi
orang-orang yang mengerjakannya baik didunia maupun di akhirat kelak.

77

4. Puasa adalah ibadah jiwa, maka hendaklah berpuasa dengan ikhlas tanpa
mengharap sesuatu mengharap ridlo dari Allah swt, agar nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya dapat teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

A.K, Baihaqi, Fiqih Ibadah, (Bandung: Anggota IKAPI, 1996), Cet. I.


Al-Kahlani, Muhammad bin Ismail, Subulus Salam, (Bandung: Dakhlan, tt)
Al-Ghazali, Celanya Merah, Dendam dan Dengki, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989)
An-Nahlawi, Abdurrahman, Terj. Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah,
dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), cet. Ke-2

Arifin, H.M, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan
Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976)
Asy-Shidiqie, Jimly, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat,
(Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2002)
Bajuri, Syekh Ibrahim, Al-Bajuri, (Indonesia: Darul Ihya, tt).
Bawani, Imam, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas,
1993)
Bernadib, Sutari Imam, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: PT.
Andi Ofset, 1989)
Daradjat, Zakiah, Kesehatan Mental dalam Keluarga,
1993), cet. Ke-3

(Jakarta: Pustaka Antara,

---------------------, Puasa Meningkatakan Kesehatan Mental, (Jakarta : Ruhama)


---------------------, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992)
Al-Maarif, 1962),
---------------------, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1995) Jilid I
Daud, Abu, Sunan Abu Daud, (Kairo: Darul Hadis, 1988), Juz 2
Maarif, 1986)
Effendi, Edy A., Ribuan Hikmah Puasa, (Jakarta: Puspa Swara, 1997), cet. Ke-1

78

Gazalba, Sidi, Azas Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975)


Ghazali, Al, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad, Ihya
Ulumuddin, (Terj), Bandung: CV. Diponogoro, 1975
-------------------------------, Celanya Merah, Dendam dan Dengki, (Jakarta:Pustaka
Amani, 1989)
Hambal, Ahmad bin, Musnad Ahmad bin Hambal, (Beirut: Darul Fikri, tt)
Jamaluddin, Muhammad, Mawizhatul Muminin min Ihya Ulumuddin, (Kairo: AlMaktabah al-Tijariah al-Kubra, t.th)
Kuto, Alaudin, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Press, 2004)

Langgulung. Hasan, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: PT.

Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah, (Isal Babi Halbi Wasyirkah: t.t)
Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-

Muhamad, Abdullah bin Yazid al-Quzwaini, Ibnu Majah, (Beirut: Darl Fikri, 1995),
Nasa'I, An, Sunan an-Nasa'I, (Beirut: Darul Kitab Al Arabi, tt)
Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), cet. Ke-2
Nizar, Syamsul, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2001), Cet, ke-1
Rahman, Hikmah Puasa, Tinjuan Ilmu Kesehatan, (Jakarta: Al-Mawardi Prima,
2001), cet. Ke-2
Ridha, Muhammad, Rasyid, Tafsir Al-Manar, (Mesir, (Mesir: Maktabul Kalimah,
1945,)
Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), Jilid I

79

Suyuti, Achmad, Nuansa Ramadhan, (Jakarta: Pustaka Amani, 1996), cet. Ke-1
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 1999), cet. Ke-2
TIM Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1980)
Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997)
Wahjoetomo, Puasa itu Sehat, (Jakarta: Gema Insan Press, 1997), cet. Ke-2
---------------, Puasa dan Kesehatan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997)
WIS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1976), cet. Ke-5
Yunus,

Mahmud, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta:Yayasan


Penterjemahan/Penafsir al Quran, 1973) cet. Ke-1

Penyelenggara

Zuhaerini, et.al., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional,


1983), cet. Ke-8
----------------------------, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet.
Ke-2
Zuhri, Muhammad, Rowa'ul Bayan : Tafsir Ayat-ayat Ahkam (Terj), (Semarang:CV.
Asyifa, 1993), Cet. Ke-I

80

Anda mungkin juga menyukai