Anda di halaman 1dari 42

Risalah Fiqih

Madzhab Imam Syafiie


Madzhab [1]ini didirikan oleh Imam As- Syafii, bernama lengkap Abu Abdillah
Muhammad bin Idris Al- Abbas As- Syafii Al-Muthollabi[2]. Nasab beliau bertemu dengan
Nabi Muhammad SAW, pada kakek Nabi Muhammad SAW yang bernama Abdul Manaf. Lahir
dalam keadaan yatim di Ghozzah pada tahun 150 H., bertepatan dengan tahun meninggalnya
Imam Abu Hanifah. Kemudian beliau pindah ke Makkah dan mengais ilmu pertama
kali pada As-Syaikh Al-Imam Kholid bin Muslim Azzanaji -seorang mufti makkah- , Al-Fudlail
bin Iyyadl, Sofyan bin Uyainah dan telah menghafal Al-quran sejak usia 9 tahun, dan beliau
sangat giat mempelajari hadits-hadits Nabi dari ulama hadits di Makkah.
Pada umur 12 tahun, beliau pindah ke madinah. Dikota inilah al-Imam al-Syafii
menghafal kitab al-Muwaththo secara utuh hanya dalam waktu 9 hari untuk mempersiapkan
diri belajar pada al-Imam Malik dan ulama- ulama tersohor lainnya. Sehingga pada usia 15
tahun al-Imam al-Syafii sudah menguasai ilmunya (Al-quran, Hadits dan Gramatika arab)
serta menyiarkan ilmu- ilmunya dan fatwa- fatwanya seraya diterima dan dibutuhkan para
ummat.
Kehausan al-Imam al-Syafii akan ilmu tidak berhenti sampai disitu saja. Setelah Imam
Malik meniggal pada tahun 179 H., al-Syafii kemudian pindah ke Yaman untuk belajar
pada al-Muththorrif Ibnu Mazin, Hisam bin Yusuf seorang hakim- , Amr bin Abi Salamah dan
Yahya bin Hissan. Setelah semua ulama- ulama memberikan ilmunya pada Al-imam al-
Syafii, beliau pindah ke Iraq untuk belajar pada Waqi bin Jarroh, Muhammad bin Hasan al-
Syibani ahli fiqih Iraq-, Hammad bin Usamah, Ayyub bin Suwaid al-Romli, Abdul Wahab bin
Abdul Majid dan Ismail bin Ulayyah. Setelah memahami dan mendalami semua ilmu guru-
gurunya, beliau mengarang kitab perdananya bernana Al-hujjah serta mengajarkannya pada
murid- muridnya yang menjadi ulama- ulama besar pada masanya seperti al-Imam Ahmad
dan al-Imam Abi Tsaur.
Ketika Khalifah Harun al-Rasyid mendengar kealiman al-Imam al-Syafii, beliau
mengundang al-Syafii untuk menyebarkan ilmu di Baghdad. Setelah dari Baghdad, al-Syafii
kembali ke Makkah dan mengajar para jamaah haji, sehingga madzhab beliau tersebar di
seluruh penjuru dunia. Pada tahun 198 H. al-Syafii pergi ke Mesir dan mengajar di
masjid Amr bin Ash r.a. Di sanalah beliau memperkenalhan Qaul jadid-nya dengan banyak
merubah ijtihadnya dengan mengulas kembali pendapat- pendapat lama dan diselaraskan
pada pendapat- pendapat baru yang di sesuaikan pada permasalahan-permasalahan yang
ada pada waktu itu[3] sesuai dengan prinsip guru beliau al-imam malik, kemudian di susun
dalam kitab Al-umm dan Al-risalah ilmu ushul fiqih- . Dan dengan tersusunnya kitab al-
Risalah tersebut, al-Imam al-Syafii di nobatkan sebagai pencetus ilmu ushul fiqih. Selain itu
al-Syafii juga menyusun Amali Kubra. Dan murid- murid al-Syafii yang menjadi imam
dimasanya antara lain Muhammad bin Abdullah bin Hakam, Abu Ibrahim bin Ismail al-Muzani,
dan Abu Yaqub al-Buwaithi.
al-Imam al-Syafii di nobatkan sebagai Ulama pembaharu pada abad ke-2
karna deliau dapat menguasai dan mengumpulkan beberapa ilmu hadits dan ilmu teori serta
penetapan qaidah-qaidah ilmu ushul berdasarkan al-Quran, ilmu Tafsir, Hadits beserta
riwayat dan asbabunnuzulnya, dan Sastra dari gramatika arab. Yang kesemuanya itu
ditunjang dengan ketelitian,ketaqwaan dan zuhudnya pada perkara duniawi. Beliau wafat di
Qohirah (Mesir) pada akhir Rajab tahun 204 H. (820 M.).
Sanjugan al-Imam Ahmad pada beliau : al-Imam al-Syafii laksana matahari
yang bermanfaat untuk dunia dan kesehatan yang begitu berharga bagi badan, apakah kalian
menemukan seseorang yang dapat menggantikan beliau pada dua sisi atau hanya sisi
tersebut? . al-Imam Ahmad juga berkata :ilmu fiqih itu terkunci bagi para pemiliknya
sehingga Allah membukanya dengan al-Imam al-Syafii.
Sanjungan al-Imam Abu Zarah kepada beliau: Aku tidak menemukan
seseorang yang anugrahnya lebih agung melebihi ahli islam dari golongan al-Syafii. Semoga
Allah melimpahkan rahmad dan ridonya pada mereka. Amiin.[4]

1Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-Taqrirotu Al-Sadidah hal
31. Maktabah darululumil islamiyyah.
2Sebagian dari beberapa para Imam sudah menyusun sejarah Al-Imam Asy-Syafii
seperti Al-Hafidz bin Abi Hatim, Al- Imam Baihaqi, Al-Imam Fachruddin Ar-Rozi,Al-Imam Al-
Hafidz Ibnu Katsir yang sudah tercetak- , Al-Imam Al-Aburi, Al-Imam Abdul Qohhir Al-
Baghdadi, Khotib Al-Baghdadi, Al-Hafidz Ibnu Al-Muqri, Al-Hafidz Abi Hasan Al-Baihaqi yang
dikenal dengan nama Funduq- dan Ulama lainya )sairu alaminnubula hal 5:10).

3Tidak diperbolehkan memfatwakan pendapat lama (Qoul qodim) kecuali 18 masalah


yang diamalkan meskipun berbeda dengan pendapat baru (Qoul jadid) .18 masalah tersebut
boleh difatwakan dan diamalkan karna adanya dalil-dalil yang memperkuat pendapat lama
dari Imam-imam setelah qurun Al-imam Asy-syafii. 18 masalah tersebut :.
1) Tidak adanya kewajiban menjauh dari najis pada air yang lebih dari 2 qulah.
2) Tidak adanya hukum najis pada air yang mengalir melewati najis kecuali
dengan adanya perubahan pada air tersebut.
3) Tidak membatalkannya lamsu (bertemunya 2 kulit lawan jenis) dari saudara
sedarah terhadap wudlu.
4) Diharamkan memakan kulit yang sudah disamak.
5) Disunahkan tatswib pada adzan shubuh.
6) Panjangnya waktu magrib hingga terbenamnya mega merah.
7) Disunahkan bergegas melaksanakan sholat isya diawal waktu.
8) Tidak disunahkan membaca surat-surat pada 2rokaat akhir.
9) Disunahkan tamin (membaca amin) bagi mamum.
10) Disunahkan membuat garis pembatas pada waktu sholat.
11) Diperbolehkan iqtida(berjamaah) ditengah sholat.
12) Dimakruhkan memotong kuku orang yang sudah mati.
13) Tidak ada haul pada zakat harta karun (harta yang terkubur pada zaman
jahiliyyah).
14) Diperbolehkan puasa untuk mayit yang punya tanggungan puasa.
15) Boleh mensyaratkan tahallul bagi muhrim (orang ihrom) apabila sakit.
16) Boleh bagi syarik (orabg yabg memiliki hak bersama) untuk membangun dan
merehab barang yang rusal.
17) Mahar (maskawin) yang rusak diganti dengan dlomanul yad (ganti yang
ditetapkan syara)
18) Sayyid wajib dihad sebab zina dengan budak perempuannya (amat) yang masih
mahrom. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqrirotu Al-sadidah
hal:32.Maktabah darul ulumilislamiyyah.
[4]Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqrirotu al-sadidatu hal; 33,
Maktabah darul ulumilislamiyyah.

Ilmu fiqih

S Suatu ilmu yang sangat dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat, untuk menata
jalan kehidupan. Pada zaman sekarang ini globalisasi selalu memunculkan masalah- masalah
baru yang berkembang bagaikan arah jarum jam, disaat inilah ilmu fiqih berperan dominan
sebagai rujukan tatanan hukum. Pada bab ini al-Imam al-Shobban menerangkan :



Artinya : Dasar setiap macam ilmu ada 10 : batasan, sasaran, hasil, keutamaan,
hubungan, pencetus, nama ilmu, pengambilannya, hukum syara dan permasalahan yang
ada. Sebagiannya mencukupi pada sebagian yang lain. Dan orang yang mengetahui 10 dasar
tersebut secara keseluruhan akan mendapat kemulyaan.
1. Batasan ilmu fiqih (pengertian) : Sesuai ungkapkan oleh Al-imam Al-Subuki:
suatu ilmu yang mempelajari hukum-hukum syariat sebangsa amaliah yang diambil dari dalil-
dalil asal secara terprinci[1]ungkapan ini meguraikan secara terminologi, sedangkan menurut
etimologi diartikan ilmu kefahaman (selaras dengan fitrah manusia)
2. Sasaran ilmu fiqih : perbuatan-perbuatan setiap orang mukalaf.
3. Hasil (faidah) ilmu fiqih : menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangannya.
4. Keutamaan ilmu fiqih : ilmu yang paling utama setelah ilmu tauhid yang
sudah diterangkan di al-quran dan hadits.
5. Hubungan ilmu fiqih : ilmu fiqih berhubungan dengan ilmu syariat.
6. Pencetus ilmu fiqih : para imam mujtahid, penyusunan pertama
oleh Al-imam zaid bin ali bin Husain bin Ali bin Abi Tholib, dan murid pertama yang menyusun
adalah Al-imam Al-mujtahid Abu hanifah Al-numan, dan di populerkan oleh Imam Abu
Hanifah[2], Imam Malik bin Anas[3], Imam Al-Syafii, Ahmad bin Hanbal[4].
7. Nama ilmu fiqih : Ilmu fiqih atau ilmu hukum-hukum syara atau ilmu halal dan
haram.
8. Pengambilan ilmu fiqih : ilmu fiqih diambil dari Al-quran, hadits, ijma(keputusan
ulama) dan qiyas.
9. Hukum ilmu fiqih :
a. Wajib ain : mengetahui hukum yang menentukan sahnya ibadah seperti ;
bersuci, sholat dan puasa, dan juga munentukan sahnya muamalah seperti ; jual beli dan
nikah.
b. Wajib kifaiy : mengetahui hukum secara lebih terperinci yang dapat mencapai
derajat fatwa[5].
c. Sunah: mengetahui hukum yang dapat mencapai derajat lebih tinggi dari fatwa.
Permasalahan ilmu fiqih (ketetapan yang dibahas didalamnya) itu sangat banyak
seperti ; bersuci sebagai syarat sah shalat dan wajibnya

[1] kelima kata diatas mempunya arti :


o kata ilmu berarti : hukum yang timbul dari keyakinan hati serta sesuai dengan
dalil naqli. Secara majasnya berarti dzon (dugaan).
o kata hukum mengecualikan ilmu-ilmu yang mempelajari dzat dan sifat. Kata
hukum disini berarti ; ketetapan allah yang dihubungkan pada perbuatan orang mukallaf.
o kata syariat mengecualikan ilmu-ilmu yang mempelajari aqal, seperti; ilmu hisab
dan manthiq.
o kata amaliah mengecualikan ilmu-ilmu syara yang sebangsa keyakinan seperti;
ilmu ketauhidan.
o kata diambil mengecualikan ilmu allah.
o kata dalil-dalil asal mengecualikan ilmu orang yang taqlid (dari perkataan orang
lain).
o kata terperinci mengecualikan dalil-dalil secara global (ilmu ushul fiiqih). Hasan
bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqrirotu al-sadidah hal; 47. Maktabah darul
ulumilislamiyyah

[2]Imam Abu Hanifah, atau Abu hanifah al-Numan bin Tsabit bin Zufi al-Tamimi, lahir
di kufah pada 80 H./699 M, dari keluarga pedagang. Pada masa kecilnya, Imam Hanafi
belajar al-Quran kepada Imam Asin, dan sudah mampu menghafalnya sejak kecil. Beliau
pernah tinggal selama beberapa tahun di Makkah dan Madinah untuk menuntut ilmu, dan
berusaha memahami persoalam-persoalan hukum yang bersumber dari Umar bin Khatthab
dan Ali bin Abi Thalib melalui shahat-shahabatnya, diantaranya ialah Hammad bin Abi
Sulaiman, Ibrahim Al-Nakhai, Abdullah bin Masud, dan Abdullah bin Abbas. Beliau pernah
bertemu dengan beberapa shahabat Rasulullah seperti Anas bin Malik, Abdullah bin Aufa di
kufah, Sahal bin Saad di Madinah dan Abu Thufail Ibnu Wailah di Makkah. Karya-karya Abu
Hanifah antara lain adalah kitab Al-Musuan, Al-fiqh al-Akbar, Al-Risalah, Al-Alim wa Al-
Mutallim, dan Al-Washiyyah. Murid-murid Imam Hanifah antara lain Abu Yusuf bin Ibrahim Al-
Auzai, Zafr bin Al-Ajiil bin Qais, Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani, dan al-Hasan bin Ziyad
al-Lului. Mereka inilah yang merekam dan menulis pemikiran-pemikiran Abu Hanifah, baik
dibidang aqidah maupun hukum. Murid-murid di bidang tasawuf antara lain Ibrahim bin
Adham, Fudhail bin Iyad, Dawud al-Thai, dan Bisyt Hafi. Beliau pada 150 H. (767 M.) tepat di
usia 70 tahun dan dikebumikan di pemakaman Khizra. Menurut catatan terakhir, umat Islam
penganut madzhab Hanafi tersebar di 13 negara, yaitu Mesir, Suriah, Libanon, Turki, Tunisia,
Turkestan, India, Pakistan, Afganistan, Balkan, China, Rusia dan Iraq.
[3]Imam Malik bin Anas, lahir di Madinah pada 93 H. Dengan nama lengkap Malik bin
Anas bin Malik bin Amir al-Ashibihani. Masa belajarnya dimulai dengan mempelajari al-
Quran, dan sejak kecil sudah mampu menghafalnya. Di bidang ilmu fiqih dan hadits, Imam
Malik belajar pada banyak shahabat Nabi, diantaranya Ibnu Syihab. Setelah mencapi
kepastian keilmuan tinggi, Imam Malik kemudian mencurahkan semua waktunya untuk
mengajar, dan tetap memilih kota kelahirannya, Madinah, sebagai tempat berdomisili banyak
murid- murid beliau dikemudian hari menjadi ulama- ulama besar seperti Ibnu al-Wahhab
dan al-Syafii. Imam Malik dikenal luas sebagai orang yang paling ahli di bidang hadits di
Madinah, dan paling faham dengan keputusan- keputusan hukum shahabat. Kitab Muwatha
yang di tulisnya, merupakan salah satu rujukan yang paling monumental dibidang hadits dan
fiqih. Imam Malik sangat berhati- hati dalam mencetuskan satu produk hukum (fatwa). Beliau
selalu meneliti hadits- hadits Nabi dan bermusyawarah dengan shahabat- shahabatnya
sebelum mencetuskan satu fatwa. Beliau meninggal pada 179 H. (795 M.) tepat di usia le-86
tahun. Selain di Hijjaz, penganut madzhab Maliki saat ini juga tersebar di kawasan Afrika
Utara seperti Mesir, Tunisia, Aljazair, Maroko, dan kawasan Eropa seperti Sepanyol.
[4]Imam Ahmad bin Hambal, nama lengkapnya Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad
bin Hambal bin Hilal al-Syaibani. Lahir di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H. (780
M.) dalam headaan yatim. Sejak kecil beliau sudah menunjukkan sifat-sifat yang mulia dan
menaruk minat yang besar pada ilmu pengetahuan. Kebetulan pada saat itu Baghdad
merupakan pusat ilmu pengetahuan. Selain di Baghdad, Ahmad bin Hambal juga pergi ke
Bahrah, Yaman, dan Mesir untuk memperdalam ilmunya. Diantara dguru-gurunya adalah
Imam al-Syafii, Yusuf al-Hasan, Husyaim, Umair, Ibnu Humam, dan Ibnu Abbas. Dari guru-
gurunya itulah Imam Ahmad banyak meriwayatkan hadits, dan beliau tidak meriwayatkan
hadits kecuali telah diketahui keshahihannya. Dari situlah Imam Ahmad bin Hambal
mengarang kitab hadits yang diberi nama Musnad Ahmad bin Hambal. Beliau mulai mengajar
ketika berusia empat puluh tahun, yang pada akhirnya melahirlan ulama-ulama handal di
kemudian hari. Pendiri madzhab Hamnali ini oleh yang maha kuasa pada tahun 241 H. (855
M.) tepat di usia 77 tahun. Penganut madzhab Hambali umumnya tersebar di Irak, Mesir,
Suriah, Palestina, dan Arab Saudi (mayoritas).
[5]Derajat fatwa adalah kemampuan seorang mujtahid untuk menelorkan hukum-
hukum baru yang belum pernah dijelaskan oleh imam madzhab maupun oleh ashhabnya.
Namun dalam segi metodologi istinbath, ia tetap bersandar pada kaidah- kaidah maupun
metode ushul mereka (imam/ashhab) lihat, Hasyiah al-Husaini ala al-Asybab wa al-Nazhair li
ibnu Nujaym, I/8, hurufba.

Hukum-hukum syariat
Hukum syari terbagi menjadi dua : 1. Hukum syari taklifi 2. Hukum syari wadli
Hukum syari taklifi[1] adalah ketetapan allah yang berhubungan dengan perbuatan
orang mukallaf.[2] Hukum ini terbagi menjadi 5 bagian yaitu ; Fardu, Sunah, Haram, Makruh
dan Mubah. Menurut Al-imam Ibnu ruslan hukum ini menjadi 7 bagian yang diungkapkan di
kitab shofwatuzzubad karangan beliau ;


Artinya : Hukum-hukum syariat allah terbagi menjadi 7 yaitu : Fardlu, Sunah, Haram,
Makruh, Mubah, Bathil dan Shohih.[3]
v Al-fardlu secara etimology : tetap dan bagian. Secara terminology : hukum yang
diperintahkan syara dengan perintah secara pasti.[4]
Konsekuensi hukum : pahala bagi orang yang melaksanakannya dan siksa bagi
orang yang mininggalkan.
Sinonim dari fardlu ada 5 kata : Maktub, Wajib, Rukun, Lazim dan Al-mutahattim.
v As-sunah secara etimology : metode, cara dan system. Secara terminology :
perkara yang diperintahkan syara dengan perintah yang tidak pasti.[5]
Konsekuensi hukum : pahala bagi orang yang melaksanakan dan bagi yang
meninggalkan tidak mendapat siksaan.
Sinonim dari sunah ada 7 kata : Mandzub, Mustahab, Hasan, Muraggabfih,
Tathawwu, Nafilah dan Fadlilah.
v Al-haram secara etimologi : perkara yang dilarang. Secara terminologi : perkara
yang dilarang oleh syara dengan larangan secara pasti.
Konsekuensi hukum : pahala bagi orang yang menjauhinya dan siksa bagi orang
yang melanggar.
Sinonim dari haram ada 6 kata : Mahdzur, Mamnu, Dzanbu, Mashiyyah, Mazjur
anhu dan Mutawaadualaih.
v Al-makruh secara etimologi : perkara yang dibenci. Secara terminologi : perkara
yang dilarang syara.
Konsekuensi hukum : pahala bagi orang yang menjauhinya, dan untuk yang
melanggar tidak ada siksa.
v Al-mubah secara etimologi : perkara yang di perbolehkan. Secara terminologi :
perkara yang tidak dilarang dan di perintahkan oleh syara[6].
Konsekuensi hukum : tidak ada pahala dan siksa, kecuali ketika dilakukan dengan
niat yang baik, maka mendapatkan pahala.
Sinonim dari mubah ada 3 kata : Al-jaiz, Al-halal dan Al-thilqu.

Adapun Hukum syari wadli : ketetapan allah yang diturunkan sebagai sebab,
syarat, mani, shahih dan fasid[7]. Pengertian ini menetpkan 5 hukum, yang sesuai pendapat
jumhur ulama.
Hukum-hukum tersebut : Al-sabab, Al-syarat, Al-mani, Al-shahih dan Al-fasid.
v Al-sabab secara etimology : tali dan perkara yang menyambungkan suatu perkara
dengan perkara lain. Secara terminology : perkara yang menetapkan wujud ketika wujud, dan
menetapkan tidak ada ketika tidak adanya dengan sendirinya[8].
v Al-syartu secara etimology : menggantungkan suatu perkara dengan perkara lain,
yang satu-persatu dari keduanya terdapat pada waktu yang akan dilakukan. Secara etimologi
: perkara yang menetapkan ketiadaan karena ketiadaannya, dan menetapkan wujud karena
wujudnya, dan perkara ini tidak menetapkan dan meniadakan dengan sendirinya[9].
v Al-mani secara etimologi : penghalang diantara dua perkara. Secara terminologi :
perkara yang menetapkan ketiadaan ketika perkara tersebut wujud, dan menetapkan wujud
ketika perkara tersebut tidak ada, dan perkara ini tidak meniadakan dengan sendirinya[10].
v Al-shahih secara etimologi : lawan dari sakit. Secara terminologi: perkara yang
sudah memenuhi syarat secara sempurna, baik berupa ubudiyyah (pengabdian spitual religi),
maupun muamalah (dialektika sosial kemasyarakatan).
Al-fasid secara etimologi : lawan dari benar atau sah. Secara terminologi : perkara
yang tidak memenuhi syarat sah, baik berupa ubudiyyah maupun muamalah.

[1] Syaih al- islam Abi Yahya Zakaria Al- anshori Al- syafii Goyatul ushul hal ; 6
Maktabah Al- haramain.
[2] Seseorang yang sudah balig, beraqal, sempurna panca indranya dan sudah
menerima dawah. Abi Abdulmuthi Muhammad bin umar bin ali nawawi Nihazatuzzain hal ; 9.
Maktabah Al- haramain
[3] Al-imam ibnu ruslan memasukkan bathil dan shohih mengikuti pendapat marjuh
(yang diungguli), sedangkan pendapat masyhur memasukkan bathil dan shohih pada hukum
syari wadli. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf At-taqriratu as-sadidah hal ;
49. Maktabah darul ulumilislamiyyah.
[4] Sebagian dari fardlu adalah fardlu kifayah, yaitu ; perkara yang di perintahkan
syara untuk dilakukan tanpa adanya ketentuan orang yang melakukan. Hukum ini gugur
ketika sudah ada yang melakukan. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf At-
taqriratu as-sadidah hal ; 49 Maktabah darul ulumilislamiyyah
[5] Sebagian dari sunah adalah sunah kifayah, yaitu perintah secara sunah yang
gugur ketika sudah ada yang melakukannya. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al
kaf At-taqrirotu as-sadidah hal ; 50 Maktabah darul ulumilislamiyyah
[6] Ulama mutaakhkhirin menambahkan hukum khilaf al-aula, meraka berpendapat
bahwa ketika ada perintah meninggalkan tidak secara pasti, maka dinamakan khilaf al-aula.
. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratu al-sadidatu hal
50. Maktabah darul ulumilislamiyyah
[7] Syaih al- islam Abi Yahya Zakaria Al- anshori Al- syafii Goyatu al-ushul hal 6.
Maktabah Al- haramain
[8] Seperti masuknya waktu, menjadi sebab mwajibnya shalat, ketika waktu tiba maka
diwajibkan shalat, ketika waktu belum tiba maka tidak ada hukum wajib shalat.Hasan bin
ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratu al-sadidatu hal 51. Maktabah darul
ulumilislamiyyah

[9]Seperti suci menjadi syarat untuk shalat, ketika tidak suci maka shalat tidak
dilaksanakan, dan suci iti sendiri tidak menetapkan shalat dengan sendirinya, melainkan
tergantung pada terpenuhinya syarat lainnya, dan ketidak suci tikak mentiadakan dangan
sendirinya, melainkan turkadang disebabkan tidak sempurnanya syarat lain atau adanya
mani. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratu al-sadidatu hal
52. Maktabah darul ulumilislamiyyah
[10]Seperti haidl, sebagai mani (penghalang) dari wajibnya shalat, maka ketika haidl
tidak ada , maka diwajibkan shalat, tetapi bukan karna haidl itu sendiri, terkadang shalat tidak
dilaksanakan sebab sempurnanya beberapa syarat wajib. Hasan bin ahmad bin muhammad
bin salim al kaf Al-taqriratu al-sadidatu hal 52. Maktabah darul ulumilislamiyyah

BERSUCI

(thoharoh ; cleaning before praying)

K
ita tahu, setiap manusia tidak nyaman dengan badan dan pakaian kotor ketika
berkumpul dengan orang lain. Sering kita jumpai seseorang yang berusaha tampil sempurna,
apalagi masalah penampilan. Sebagai agama yang suci, Islam sangat memperhatikan
kebersihan ummatnya, baik jasmani maupun rohaninya. Karena kotoran merupakan sumber
dari segala jenis penyakit, dalam rangka mengantisipasi wabah penyakit, ummatnya dituntut
untuk selalu menjaga kebersihan. Sehingga tak berlebihan seandainya dalam mengemban
misi ini. Nabi bersabda

Artinya : Kebersihan merupakan sebagian dari iman (HR.Muslim)

Semua hal ini sangat wajar, karna itu sebuah tabiat manusia, yang sesuai dengan
firman allah dalam surat Al-taubah ayat 108 :

Artinya : didalamnya Masjid Quba- ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.
Dan allah menyukai orang-orang yang bersih.[1]
Dan firman allah dalam surat Al-maidah ayat 6 :

Artinya : Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Allah hendak membersihkan
kamu.[2]
Dan juga selaras dengan hadits nabi Muhammad SAW :
. :
Artinya : kunci ibadah shalat adalah bersuci di riwayatkan oleh abu dawud, al-
turmudzi dan lainnya.[3]
Dan hadist nabi :
Artinya : islam itu agama bersih, maka jagalah kebersihan (kesucian) karena
sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang yang bersih.[4]

Secara global, sesungguhnya bersuci hukumnya wajib secara syara maupun aqli.
Thoharoh secara etimology adalah bersih- bersih dan murni dari kotoran- kotoran
yang terlihat, seperti hadats[5] dan najis[6], maupun dari kotoran- kotoran yang tak terlihat,
seperti bangga diri, sombong, iri dan dengki. Sedangkan secara terminology adalah
mengerjakan hal- hal yang memperbolehkan seseorang untuk melakukan shalat atau ibadah
lain yang pelaksanaannya harus dalam keadaan suci, dengan menghilangkan hadats dan
najis atau menjalankan perbuatan yang semakna dengannya atau menjalankan perbuatan
yang berbentuk serupa. Pengertian semacam ini selaras dengan Imam Nawawi[7] yang telah
memperinci sebagai berikut :
Menghilangkan hadats, meliputi : wudlu untuk melaksanakan shalat, mandi
junub.
Menghilangkan najis, meliputi : istinjak dengan air, mencuci pakaian yang
terkena najis.
Perbuatan yang searti dengan menghilangkan hadats, meliputi : tayammum,
wudlunya orang yang punya halangan seperti orang yang beser kencing. Perbuatan ini
dikatakan searti dengan menghilangkan hadats karena perbuatan semacam ini tidak dapat
menghilangkan hadats walaupun menempati posisi menghilangkan hadats.
Perbuatan yang searti dengan menghilangkan najis, meliputi : istinjak dengan
batu yang pada hakikatnya perbuatan ini tidak dapat menghilangkan najis secara utuh dengan
masih menyisakan bekas.[8]
Perbuatan yang bebentuk meng hilangkan hadats, meliputi : basuhan sunah,
wudlu yang di perbarui (mujaddad), basuhan ketiga dan kedua pada basuhan tangan dan
selainya, karna praktek ini tidak menghilangkan hadats hanya saja berbentuk seperti basuhan
yang pertama.
Perbuatan yang berbentuk menghilangkan najis, meliputi : basuhan kedua dan
ketiga dalam menghilangkan najis, karna praktek keduanya tidak menghilangkan najis hanya
saja berbentuk seperti basuhan pertama.

v Perabot bersuci.
Beberapa perkara yang menjadi alat bersuci ada 4[9]:
1) Air : ketika adanya air itu di hukumi suci mensucikan (). Air adalah asal dari
alat sesuci berdasarkan hadits yang diriwayatkan anas bin malik r.a :

) (
Yang artinya : Ketika ada a'robi dating kemasjid kemudian kencing di masjid para
shahabat mencegahnya, maka nabi mencegah para shahabat untuk melarangnya, maka
ketika a'robi selesai kencing nabi memerintah pada para shahabat untuk menyiram bekas
kencing dengan setimba air.[10]
2) Debu : ketika adanya debu suci mensucikan dan tidak tercampur dengan
apapun serta berdebu. Berdasarkan firman allah dalam surat al maidah ayat 6 :

Yang artinya : Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan ajnabi, lalu kamu tidak menemukan air, maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih).
3) Samak (dibag) : ketika adanya samak dari perkara yang kesat dan dapat
menghilangkan sisa- sisa kotoran dari kulit. Berdasarkan Hadist dari Ibnu Abbas rasul
bersabda: ketika kulit bangkai disamak maka menjadi suci.[11]
4) Batu istinjak: ketika adanya batu tersebut keras, suci, dapat melepaskan
kotoran dan tidak di muliakan. Berdasarkan hadist riwayat Bukhori :
:

[1]Hikmatu al-tasyri wa falasifatuh hal 6.


[2]Ibid.
[3]Tanwir al-qulub hal 118. Faidul Qodir vol. v hal 672
[4] Faidlul Qodir vol. II hlm,408
[5]Hadats adalah ungkapan sebuah perkara yang menetap di badan yang mencegah
keafshahan shalat. Fathulwahhab.
[6]Najis secara etimologyadalah setiap perkara yang mejijikkan. Sedang secara
terminology adalah setiap perkara yang diharamkan diperoleh secara muthlaq, serta mudah
dibedakan bukan karena kemulyaannya, menjijikkannya, dan juga mudah dibedakan tidak
karena bahaya yang ditimbulkan pada badan dan aqal. Fathulqorib hal 78.
[7] Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al- Nawawi al- Hizami al- Syafii.
Lahir pada bulan Muharrah tahun 631 H. di Nawa, sebuah desa dikawasan Syam yang
termasuk wilayah administratif Damaskus, Syiria. Figur yang sangat bersemangat tinggi dan
bersahaja. Pernah selama -/+ 2 tahun tidak meletakkan tubuh ditempat tidur sama sekali. Ia
juga tidak pernah mandi ditempat mandi umum dan tak pernah makan kue di Damaskus,
karena termotivasi menjaga dari hal- hal syubhat. Yang dimakannya sebatas yang dikirimkan
orang tuanya dari rumah, itupun dalam sehari hanya makan sekali setelah isya dan minum
sekali pada saat sahur. Sebagian besar waktunya menuntut ilmu dihabiskan di Damaskus
dengan belajar pada beberapa ulama terkemuka. Dalam sehari- semalam, selalu dilewatkan
dengan mengkaji 12 bidang ilmu yang berbeda- beda pada beberapa syaikh, diantaranya
pada syaikh Kamal al-Irbili dan Abu al-Maani Ishak al- Magribi. Tak heran bila kemudian ia
menjelma menjadi sosok intlektual islam, terutama dalam bidang fiqih madzhab SyafiI,
sampai- sampai digelari Syaikhani sejajar dengan Imam al- Rafii gurunya sendiri. Selain itu
juga produktif menulis beberapa kitab, diantaranya yang mashur yaitu al- Majmu fi syarh al-
Muhadzdzab dan Rawdlah al- Thalibin, Syarh shahih muslim, Al-Irsyad fiUshul al- Hadits,
Al-Idloh fi al- Manasik, Bustan al- Arifin, Minhaj al- Thalibin, Uyun al- Masail al-
Muhimmah dan masih banyak lagi. Wafat pada malam Rabu, 14 Rajab 676 H. dan
dimakamkan di desa kelahirannya, Nawa. Thariqat al- Fuqaha1/268-269 dan Kasyf al-
Zhunun.
[8]. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratu al-sadidatu hal 5.
Maktabah darul ulumilislamiyyah
[9] Imam zakaria al- anshori dalam tahrirnya mengatakan ada 5 dengan
menambahkan inqilab(perubahan khomer menjadi cuka secara sendinya). At- atahrir hlm.4
[10] Maka perintah rosul untuk mengalirkan air pada tempat kencing menjadi dalil
bahwa air mempunyai kehususan untuk alat bersuci. Fiqhul manhaji hlm 31
[11] Pada permasalahan ini terjadi perkhilafan ulama : ada yang berpendapat secara
mutlaq memperbolehkan memenfaatkan kulit bangkai baik di samak maupun tidak, dan ada
juga yang berpendapat sebaliknya. Sedangkan sekelompok ulama ada yang memperinci
antara kulit yang di samak dan tidak di samak, sehingga ada yang berpendapat
sesungguhnya samak (dibag) mensucikan terhadap kulit bangkai pendapat ini selaras
dengan pemikiran imam syafiI dan imam abu hanifah, sedangkan imam malik mempunyai
dua riwayat pendapat :yang pertama selaras dengan pendapat imam syafiI dan abu hanifah,
dan yang ke dua berpendapat bahwa proses samak (dibag) tidak biasa mensucikan kulit
bangkai , akan tetapi hanya menjadikan kulit bias di pergunakan sebagai pakaian . ulama-
ulama yang sepakat bahwa samak dapat mensucikan ,sepakat hanya mensucikan pada kulit
bangkai hayawan yang dapat di sembelih, sedangkan pada kulit bangkai hayawan yang tidak
dapat di sembelih ulama- ulama tersebut berbeda pendapat,imam syafiI berpendapat samak
hanya mensucikan pada hayawan yang dapat di sembelih di karnakan samak hanya sebagai
solusi dan pengganti dari sesuci. Sedangkan imam abu hanifah berpendapat samak dapat
mensucikan semua kulit bangkai kecuali babi. Dan imam abu daud berpendapat samak
mensucikan semua kulit bangkai hingga kulit babi. Al- Imam Al- Qodhi Abulwalid Muhammad
bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusydi Al- Qurthubi Al- Andalusi, Bidayatul
Mujtahid Wa Nihayatul Maqoshid hlm,57 juz1, Maktabah Al- Hidayah

HUKUM AIR DAN PEMBAGIANNYA


Air mempunyai pengertian suatu perkara yang mengalir, jernih,lembut dan menjadi
berwarna sesuai dengan warna tempat air tersebut, yang mana Allah memberi kesegaran
bagi yang menggunakanya. Air digunakan sebagai alat sesuci berdasarkan firman Allah surat
Al- Anfal 11 :

Yang artinya : dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit untuk mensucikan kamu
dengan air itu.[1]
Di tinjau dari tempat dan asalnya air terbagi manjadi 7 macam, tiga macam keluar dari
langit yaitu: Air hujan, air salju, dan air embun[2]. Sedangkan yang keluar dari bumi ada
empat macam yaitu: Air laut, air sumur, air sungai, dan air sumberan (mata air).
Dari semua jenis air yang ada para ulama mengurutkan dari segi keutamaanya
sebagai mana ungkapan Ulama yang ada dalam kitab kitab salaf (klasik):

Artinya : lebih utama- utamanya air adalah air yang keluar dari sela-
sela jari nabi Muhammad SAW, air zamzam, air telaga kautsar,
kemudian air Sungai Nil di negara Mesir, dan yang terakhir semua air sungai yang ada di
bumi[3].
Kesemua jenis dan macam air yang ada telah di bagi oleh agama islam menjadi 4
hukum :
v Suci dan mensucikan pada yang lainya, air ini di namakan air mutlaq, dalam arti
air yang tidak terkait oleh suatu batasan (nama) yang menetap menurut orang yang ahli
dalam bidang air baik secara pandangan orang umum maupun secara kebiasaanya, maka air
ini tidak butuh pada batasan. Dari pengertian di atas air mutlaq juga mencakup air yang
mumpunyai batasan tidak tetap seperti air sumur, air laut, maka air ini di sebut juga air mutlaq
di karenakan batasan sumur dan laut tidak bersifat menetap. Air mutlaq ini menjadi penentu
sahnya bersuci baik kemutlakanya di ketahui secara jelas maupun Praduga[4], sesuai dengan
dalil yang menerangkan tayamum dalam Al Quran, Hadits dan kesepakatan Ulama[5]. Di
kecualikan dari air mutlaq yang sudah di terangkan di atas yaitu: perkara cair seperti cuka dan
perkara yang beku seperti debu dan batu
v Suci mensucikan akan tetapi makruh untuk di gunakan, air ini ada 4 macam:
1. Air musyammas[6], karena di hawatirkan menimbulkan penyakit baros (penyakit
kulit)
2. Air yang sangat panas, karena air semacam ini tidak masuk dalam pori pori secara
sempurna
3. Air yang sangat dingin, dengan alasan seperti air panas
4. Air dari tempat yang di benci Allah, dan air air yang di hasilkan dengan cara tidak
halal[7].
Kemakruhan air musyammas diatas tergantung pada sembilan syarat maka ketika
sembilan syarat tersebut tidak terkumpul semuanya maka kemakruhan pada hukum air
musyammas tesebut, dan sembilan syarat tersebut terkumpul dalam ungkapan sebagian
Ulama :


Yang mempunyai perincian sebagai berikut :


1. Ketika di panaskan menggunakan terik matahari.
2. Ketika di gunakan dalam keadaan panas.
3. Ketiaka di gunakan pada benda hidup.[8]
4. Ketika di panaskan di tempat yang terbuat dari logam, seperti besi, tembaga dan
timah, kecuali emas dan perak.[9]
5. Ketika di gunakan pada cuaca panas.
6. Ketika di gunakan pada badan buan pakaian.
7. Ketika digunakan di daerah panas seperti Hijaz dan Hadromaut (Yaman).[10]
8. Ketika di temukan air yang lain.
9. Ketika tidak takut sakit, maka ketika takut sakit,menggunakan air ini hukumnya
menjadi haram.
Hukum makruh ditetapkan pada air ini dikarenakan tempat air ini ketika dipanaskan
dengan terik matahari mengeluarkan atom- atom dan bau busuk yang dapat menimbulkan
penyakit kulit. Dan pada permasalahan ini imam Nawawi mentiadakan hukum makruh di
karnakan lemahnya dalil makruh pada air ini, pendapat ini selaras dengan pendapat
pengarang kitab Shofwatuz Zubat.[11]
v Suci dan tidak mensucikan pada lainnya, meliputi air mustamal dan air yang
sudah berubah.
1. Air mustamal[12], mempunyai pengertian : suatu air yang sudah di gunakan
untuk bersuci fardlu, dan di katakan mustamal ketika memenuhi 4 syarat sebagai berikut :
a. Ketika adanya air kurang dari dua kulah (250 kg).[13]
b. Ketika di gunakan pada sesuci wajib.[14]
c. Ketika sudah terlepas dari anggota yang di basuh walau secara hukum
seperti air yang sudah meliwati bahu atau lutut dan airnya kembali ketempat semula,
atau berpindahnya air yang berada di tangan pindah di tangan yang satunya, maka
ketika masih berada di anggota basuhan tidak dianggap mustamal.[15]
d. Ketika tidak ada niat igtirof, maka ketika mengambil air basuhan berniat
igtirof, air sisanya tidak di anggap mustamal.
Niat igtirof, igtirof menurut etimologi berarti mencibuk, sedangkan menurut
terminologi berarti niatnya orang yang berwudlu untuk mencibuk setelah niat membasuh dan
sebelum membasuh badan, maka ketika tidak berniat igtirof air menjadi mustamal. Hukum
niat igtirof para ulama berbeda pendapat.[16]
2. Air yang berubah salah satu sifatnya sebab perkara yang mencampurinya
dengan perubahan yang sampai merubah nama air, baik perubahannya secara jelas maupun
kira- kira[17], hukum air ini seperti air mustamal : suci dan tidak boleh dibuat bersuci dengan
beberapa syarat, maka ketika syarat tidah terpenuhi secara utuh maka boleh dibuat bersuci.
Syarat- syarat tersebut ialah :
Ketika perkara yang mencampuri berupa perkara suci, maka ketika berupa
perkara najis airnya menjadi air najis.
Ketika perkara yang mencampuri berupa perkara yang mukholitd (dapat
tercampur) seperti kopi, maka ketika yang mencampuri berupa perkara yang mujawir (tidak
bisa tercampur) seperti kayu, maka tidak mempengaruhi hukum dan tetap bisa dibuat
bersuci. Mukholitd yaitu perkara yang ketika tercampur tidak mungkin bisa dipisahkan lagi
atau yang secara umumnya ketika tercampur tidak bisa dibedakan oleh mata. Mujawir iyalah
perkara yang ketika tercampur bisa dipisahkan kembali, atau secara umumnya ketika
tercampur bisa dibedakan oleh mata.
Ketika perubahannya sangat banyak, sekiranya air tersebut berubah nama,
seperti kuah, air the, maka tidah sah dibuat sesuci, ketika perubahan sedikit dan tidak sampai
merubah nama maka bisa di buat sesuci.
Ketika perkara yang mencampuri berupa perkara yang tidak dibutuhkan air
(mungkin untuk dijauhkan dari air),berbeda dengan perkara yang di butuhkan air (tidak
mungkin dijauhkan dari air) seperti lumut maka sah di buat bersuci. Termasuk perubahan
sebab perkara yang di butuhkan air adalah perubahan sebab diamnya air, perubahan sebab
debu, perubahan sebab perkara yang ada di tempat diamnya air dan tempat lewatnya air,
beditu juga sebab garam air, dan perubahan sebab dedaunan yang jatuh dari pohon dengan
sendirinya, walaupun perubahan ini merubah nama air. Kesemua ini adalah perincian dari
perubahan yang jelas.
Perubahan secara kira-kira.
Perubahan ini mempunyai pengertian : perubahan yang ketika kita menghukumi suci
atau najis hanya secara kira- kira walaupun sifatnya masih tetap. Perubahan ini mempunyai 2
keadaan :
Ketika air muthlaq kemasukan najis yang sifatnya sama persis dengan air
tersebut, seperti air kencing yang sudah tidak mempunyai bau, maka dikira- kirakan dengan
najis yang sifatnya berbeda dengan air tersebut, dengan perbandingan lebih kuat- kuatnya
sifat sepetri warna mangsi, bau misik, rasa cuka, ketika berubah dengan pengkira- kiraan
tersebut maka air tersebut di hukumi najis. Pengkira- kiran ini hanya dilakukan pada air yang
banyak (lebih dari 2 kulah), dan hukum pengkira- kiraan ini wajib.
Ketika air muthlaq kemasukan cairan suci yang sifatnya sesuai dengan sifat air
tersebut, seperti air mawar yang sudah tidak mempunyai bau, dan air mustamal, maka dikira-
kirakan dengan cairan yang sifatnya berbeda dengan air tersebut dengan perbandingan sifat
yang tengah- tengah seperti warna perasan anggur, rasa delima, dan bau keringat kepala
kambing kacang, ketika air tersebut berubah dengan pengkira- kiraan ini maka di hukumisuci
tapi tidak mensucikan maka tidah di perbolehkan bersuci dengan air tersebut. Pengkira-
kiraan ini dilakukan di air sedikit maupun banyak, dan pengkira- kiraan ini hukumnya sunnah,
maka kalau tergesa- gesa menggunakan air ini tanpa ijtihad untuk bersuci,bersucinya tetap di
hukumi sah.
v Air najis atau yang terkena najis[18] yaitu air yang najis karna terkena najis.
Keadaan air yang terkena najis ada 2 macam :
1. Ketika air sedikit (kurang dari 2 kulah), air ini ketika kejatuhan najis secara muthlaq
dihukumi najis walaupun tidak ada perubahan.
2. Ketika air banyak (lebih dari 2 kulah),air ini tidak dihukumi najis kecuali hanya ketika
warna atau rasa atau bau berubah walaupun perubahanya sedikit.[19]
Air dua kulah menurut syara yaitu air yang mencapai ukuran 500 rithl (suatu
ukuran) bagdad atau 565 rithl daerah Yaman, ukuran ini ketika diselaraskan dengan ukuran
sekarang kira- kira ada 217 L.
Permasalahan dalam air yang terkena najis.
o Ketika air banyak kejatuhan najis akan tetapi ragu apakah berubah apa tidak, maka
apakah diperbolehkan bersuci dengan air tersebut?
Boleh bersuci dengan air tersebut karena pada asalnya air tersebut tergolong air suci.
o Ketika air banyak (>2 kulah) dan berubah akan tetapi ragu apakah berubah sebab
perkara suci atau najis, maka air ini di hukumi suci mensucikan karena asalnya air tersebut
suci.
o Ketika air banyak (>2 kulah) berubah sebab perkara najis, kemudian setelah selang
waktu ragu apakah perubahannya hilang apa tidak maka dihukumi najis karena sudah jelas
najis.[20]
Najis- najis yang di mafu (diampuni) di air.
o Najis sedikit yang tidak terlihat oleh mata normal.
o Bangkai sesuatu yang tidak mempunyai darah yang mengalir yaitu bangkai yang
ketika anggotanya di belah tidak ada darah yang mengalir seperti lalat.
Najis- najis ini diampuni di air dengan 2 syarat :
1. Ketika jatuhnya najis tidak sebab perbuatan (jatuh dengan sendirinya).
2. Ketika tidak sampai merubah air.
Cara- cara menjadikan suci air yang terkena najis.
Air yang terkena najis bias menjadi suci ada 3 cara :
a. Menjadi suci dengan sendirinya dalam arti perubahan air tersebut hilang sebab
lamanya diamnya air, praktik semacam ini terjadi pada air yang lebih dari 2 kulah.
b. Menjadi suci dengan cara menambahkan air sehingga mencapai 2 kulah, praktik
ini dinamakan mukatsiroh, dan praktik ini tidak bisa menjadi suci ketika yang ditambahkan
berupa pekara najis seperti kencing.
c. Menjadi suci dengan cara dikurangi, dengan syarat sisanya masih mencapai 2
kulah.
Ijtihad pada permasalahan air. Ijtihad mempunyai arti mencurahkan
kemampuan untuk menghasilkan perkara yang dituju, seperti ketika terjadi keserupaan pada
dua air, yang satu suci dan yang satunya najis, atau terjadi kesupaan pada dua pakaian dan
tempat, maka berijtihad untuk mengetahui diantara keduanya mana yang suci.
Peraktik ijtihat ini mempunyai dua hukum :
a. Jaiz ( boleh dilaksanakan).
b. Wajib.
Ijtihad di hukumi jaiz dengan empat syarat :
1. Ketika ada air lain ( selain air yang serupa) yang di yakini suci, maka ketika tidak
ada air lain wajib berijtihad.
2. Ketika air yang serupa lebih dari satu, maka ketika yang serupa tidak lebih dari
satu tidak diperbolehkan ijtihad, seperti ada najis yang mengenai pakaian dan tidak diketahui
letak najisnya, maka diwajibkan membasuh (mensucikan) seluruh bagian pakaian.
3. Ketika ciri- ciri yang ada di bimbangkan dalam arti masih dimungkinkan
mengetahui yang suci dari yang mutanajis dengan ciri- ciri tersebut, maka ketika tidak di
mungkinkan maka tidak diperbolehkan ijtihad seperti serupanya mahram (saudara yang
haram di nikah) dengan beberapa orang lain yang terbatasi (mahshurat), maka tidak
diperbolehkan menikahi dari salah satunya.[21]
4. Ketika satu persatu dari perkara yang serupa mempunyai hukum asal suci atau
halal, dalam arti asla dari satu persatunya suci atau halal, maka tidak sah ijtihad ketika
asalnya najis seperti air krncing atau haram seperti bangkai.
Ijtihad dihukumi wajib dengan tiga syarat :
1. Ketika tidak ada air lain (selain yang serupa) yang di yakini suci.
2. Ketika air yang tercampur najis ( air yang serupa dengan yang tidak tercampur
dengan najis) tidak sampai dua kulah dan tidak berubah.[22]
3. Ketika sempitnya waktu.
Masalah- masalah dalam ijtihad :
Ketika terjadi keserupaan antara air suci mensucikan dengan air mawar, maka
tidak diperbolehkan ijtihad dan berwudlu dari satu persatunya, dan dihukumi sah apabila
berwudlu dengan salah satunya besertaan diampuni atas adanya ketidak mantapan.
Ketika terjadi keserupaan antara air suci dengan air kencing,maka tidak
diperbolehkan ijtihad, akan tetapi menuang keduanya atau mencampur keduanya kemudian
tayammum, dilakukan semacam ini karena tayammum tidak sah besertaan adanya air suci,
dan para ulama tidak menetapkan untuk berwudlu dari satu persatunya karena menimbulkan
berlumuran dengan najis dan peraktek tersebut hukumnya haram.
Ketika terjadi keserupaan kemudian salah satunya diketahui suci dengan
adanya ciri- ciri, maka yang jelas suci dipergunakan dan disunnahkan menuang yang
satunya, dan ketika tidak menuang yang satunya dan masuk waktu shalat yang lain, maka
wajib ijtihad lagi, dan ketika ijtihad yang kedua sesuai dengan ijtihad pertama maka boleh
menggunakanya, dan ketika ijtihad kedua tidak sesuai dengan yang pertama maka harus
menuang keduanya[23] dan bertayamum kemudian shalat tanpa adanya hukum iadah pada
shalatnya dan ijtihad yang kedua tidak merusak ijtihad yang pertama.[24]
Wajib ijtihad bagi orang yang penglihatannya sehat, dan taqlid untuk yang tidak
bisa melihat, dan di perbolehkan ijtihad bagi orang buta yang mampu berijtihad dan tidak
sampai wajib ijtihad melainkan boleh taqlid.
Ketika ada seseorang yang dapat dipercaya memberitahu dan menjelaskan sebabnya
maka boleh memakai habar tersebut, begitu juga ketika yang memberitahu adalah seorang
ahli fiqih dan sesuai dengan madzhabnya, walau tidak menjelaskan sebabnya.

[1] Ayat ini menjadi dalil asal wajibnya thoharah dengan air, dan para ulama mujtahid
sepakat semua macam air, suci dan mensucikan kecuali air laut karena ada yang berbeda
pendapat. Al- Imam Al- Qodhi Abulwalid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad
bin Rusydi Al- Qurthubi Al- Andalusi, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Maqoshid hlm,16 juz1,
Maktabah Al- Hidayah
[2] Salju adalah air yang turun dari langit dalam keadaan cair kemudian membeku di
sebabkan hawa dingin dari bumi. Embun adalah air yang turun dari langit dalam keadaan
beku seperti garam kemudian mencair sebab hawa panas dari bumi.
[3] At-taqrirotussadidah. hlm 57.
[4] Praduga yang di dahului penelitian, praduga semacam ini di pergunakan ketika
terjadi keserupaan antara air najis dan air suci. Minhajul qowim maa hawasyi al
madaniyah.hlm.13
[5] Kesepakatan Ulama dalam permasalahan sahnya bersuci hanya dengan air
mutlaq di tentang imam rofiI yang mengungkapan bahwa sesungguhnya air sari kurma suci
mensucikan dan menurut imam abu hanifah air sari kurma suci mensucikan ketika
kekurangan air dalam perjalanan. Pendapat imam rofiI ini di jawab oleh ulama ulama yang
lainya bahwa kasus di atas memang di perbolehkan ketika adanya kesulitan (darurat), maka
sebenarnya kasus di atas tidak keluar dari ijma (kesepakatan ulama) dan kasus ini sama hal
nya kasus bangkai yang di halalkan bagi orang yang dalan\m keadaan terpaksa. Sedangkan
ibnu abi laili tetap menolak pendapat ulama ulama yang hanya menghukumi air mutlaq
sebagai penentu sahnya bersuci, dengan berpendapat manghilangkan hadats, najis boleh
dengan semua perkara cair yang suci. Takrirotun nafisah minl hasiyah al kubro wa ghoiriha.
Hal 13.
[6] Air musyammas yaitu air yang di panaskan denag terik panas matahari sehingga
keluar atom atom dari tempat air tersebut yang tampak pada permukaan air, yang mana
tempat air tersebut terbuat dari logam. Hasyiyah baijuri. Hlm.54.
[7] Sebagian Ulama manambahkan wudlu dari air yang tenang dan wudlu dari sisa air
perempuan dikarnakan ada perhilafan pada hukum sahnya bersuci dengan air tersebut.
[8] Maka tidak ada hukum makruh ketika di gunakan pada mayat dan benda mati,
pendapat ini di ungkapkan oleh imam Ibnu hajar, sedangkan menurut imam Romli tidak ada
perbedaan antara mayat dan benda hidup dalam hukum makruh.
[9] Emas dan perak di kecualikan karna bersih dan jernihnya emas dan perak, maka
keduanya tidak mengeluarkan atom- atom dan juga bau busuk.
[10] Dikarenakan dampak matahari di selain daerah panas sangat lemah sekali, maka
tidak ada kemakruhan di selain daerah panas.
[11] Imam Syafii pada permasalahan air ini mengungkapkan pendapat yang sangat
mashur, aku tidak memakruhkan air musyammas (air yang di panaskan dengan terik
matahari) kecuali karna memandang sisi kesehatan.
[12] Dalam penggunaan air mustamal untuk bersuci para ulama berbeda pendapat
sehingga terjadi tiga pendapat, yaitu :
pendapat pertama tidak diperbolehkan menggunakan air mustamal disemua
keadaan, pendapat ini di ungkapkan oleh imam syafii dan imam abi hanifah.
Pendapat kedua menghukumi makruh menggunakan air mustamal besertaan
haram tayamum ketika ada air mustamal, pendapat ini di ungkapkan oleh imam malik dan
murid- muridnya.
Pendapat ketiga tidak membedakan antara air mustamal dam air muthlaq,
pendapat ini di ungkapkan oleh abu staur dan abu dawud dan murid- muridnya.
Dan imam abu yusuf berpendapat bahwa air mustamal hukumnya najis, tapi pendapat
ini lemah dan syadz. Bidayatul mujtahid wanihayatul maqosid, juz 1, hlm,20.
[13] Qurrotul ain bi fatawi ismail zain hlm.39
[14] Termasuk sesucinya anak kecil walaupun belum diwajibkan sesuci, dan sesucinya
kafir wanita untuk menghalalkan dirinya untuk suami muslim, walau sesucinya tidak di anggap
ibadah, dan wudlunya orang madzhab hanafi yang tanpa mewajibkan niat, walaupun
wudlunya tidak sah menurut syafiiyyah.
[15] Ketka tidak dapat di mungkinkan untuk terhindar dari percikan maka hukum
mustamal di ampuni.
[16] Ibnu muqri berkata : jumhur mewajibkan orang yang wudu untuk berniat igtirof
setelah membasuh wajah, dan bagi yang tidak berniat airnya menjadi mustamal. Imam syasyi
dan ibnu abdissalam mentiadakan niat tersebut, imam bagowi, ibnu ujail tidak memakai niat
tersebut. Imam gozali dan syaih abdullah bin umar bamakhromah mentiadakan kewajiban niat
igtirof, maka bagi orang alim tidak boleh memberatkan orang awam pada masalah akan tetapi
harus berfatwa bahwa tidak ada hukum wajib untuk niat igtirof.
[17] Pada permasalahan air seperti in para ulama berbeda pendapat semua ulama
berpendapat air tersebut suci, dan tidak mensucikan menurut imam malik dam imam syafii,
dan mensucikan menurut imam abi hanifah selagi perubahannya tidak dari
masakan. Bidayatul mujtahid wanihayatul maqoshid, juz1 hlm,19.
[18] Pada masalah ini ketika air yang terkena najis salah satu sifatnya tidak berubah ,
para ulama berbeda pendapat : satu pendapat menghukumi air tersebut suci baik air tersebut
banyak maupun sedikit, pendapat ini muncul dari salah satu riwayat dari imam malik, dan
ulama yang lain membedakan antara air sedikit dan air banyak dengan berpendapat ketika
air sedikit maka dihukumi najis, dan ketika air banyak tidak dihukumi najis, akan tetapi ulama
ulama tersebut berbeda pendapat dalam hal batasan air sedikit dan banyak, imam abu
hanifah berpendapat bahwa batasan banyak yaitu ketika air banyak sekali sekiranya ketika
salah satu sisinya digerakkan menimbulkan gelombang yang banyak dan sampai pada sisi
yang lainnya, dan imam syafii berpendapat bahwa batasan air banyak ketika mencapai dua
kulah sekiranya ada 500 rithl (250 kg/217 L), dan ada satu ulama yang berpendapat tidak ada
batasan dalam masalah ini akan tetapi ulamak tersebut berpendapat bahwa najis dapat
merubah hukum air sedikit walaupun salah satu sifatnya tidak berubah, pendapat ini juga di
riwayatkan dari imam malik, dan imam malik juga berpendapat sesungguhnya air ini makruh,
dari pendapat tersebut imam malik dalam masalah air sedikit yang kemasukan najis sedikit
mempunyai tiga riwayat pendapat, pendapat pertama sesungguhnya najis dapat merusak
hukum air sedikit pendapat kedua sesungguhnya najis tidak merubah air sedikit kecuali
ketika salah satu sifat air berubah, dan pendapat terakhir air sedikit yang terkena najis
sedikit hukumnya makruh. Bidayatul mujtahid wanihayatul maqoshid juz1 hlm,17.
[19] Adapun untuk mai (perkara cair seperti minyak) ketika kemasukan najis maka di
hukumi najis walaupun perkara cair tersebut banyak (lebih dari 2 kulah) dan tidak berubah.
[20] Menurut imam ibnu hajar dan imam romli air tersebut dihukumi suci mensucikan
ketika perubahannya hilang.
[21] Batasan mahshurat (terbatasi) yaitu : ketika hitungannya dapat terlihat mata,
maka ketika adanya orang lain yang serupa tidak mahshurat (terbatasi) maka menurut imam
ibnu hajar diperbolehkan menikahi salah satu yang ditetapkan tanpa ijtihad, dan menurut
imam ramli diperbolehkan tanpa ijtihad menetapkan ajnabi hingga berbilang yang mahsur
(terbatasi). Attaqriratussadidah hlm,71.
[22] Syarat ini husus untuk air suci ketika serupa dengan air yang mutanajis (terkena
najis) , dan ketika kedua air tersebut dikumpulkan mencapai dua kulah tanpa salah satu
sifatnya tidak berubah maka tidak wajib ijtihad akan tetapi di perbolehkan memilih antara
ijtihad dan mengumpulkan air, dan ketika air tersebut dikumpulkan tidak mencapai dua kulah
atau dikumpulkan mencapai dua kulah besertaan adanya perubahan pada salah satu sifatnya
maka wajib ijtihad. Attaqriratussadidah hlm.72
[23] Dan di perbolehkan menuang salah satunya. Attaqriratussadidah hlm,73.
[24] Dan shalat yang pertama juga dihukumi sah tanpa iadah, dan tidak boleh
melakukan sesuci dengan ijtihat yang awal karna rusaknya ijtihat awal ketika masuk waktu
shalat yang kedua, dan juga tidak boleh melakukan sesuci dengan ijtihad yang kedua karena
ketika melakukan sesuci dengan ijtihat yang kedua secara otomatis ijtihad yang pertama
menjadi rusak. Attaqriratussadidah hlm,73.
HUKUM- HUKUM AANIAH

Aaniah jama dari lafadz inaain, awaani jama dari lafadz aaniah, sedangkan yang
dikehendaki dengan aaniah yaitu : setiap perkara yang mempunyai ruang kosong walaupun
kecil, atau setiap perkara yang dapat memindah sesuatu dari satu tempat ketempat lain.[1]

v Hukum menggunakan aaniah atau tempat.

Direrbolehkan mempergunakan semua jenis tempat kecuali tempat- tempat yang


terbuat dari emas dan perak, maka tempat yang terbuat dari emas dann perak haram bagi
laki- laki dan permpuan karena dalam hal ini terdapat unsur sombong dan menyakiti hati
orang fakir, selain itu juga di haramkan sesuai dengan hadits shohih dari riwayat Hudaifah
r.a :

( :
)

Yang artinya : aku mendengar Rasullah SAW berkata : janganlah kalian semua
memakai sutra dan jangan jadi penjual sutra dan janganlah kalian meminum dari tempat yang
terbuat dari emas dan perak karena tempat tersebut disediakan untuk orang kafir didunia dan
untuk kalian diakhirat riwayat imam bukhori dan muslim[2].

Dan hadits dalam riwayat Imam Muslim :


) (
Yang artinya : seseorang yang meminum dari tempat emas dan perak itu samahalnya
menghidupkan api jahannam di perutnya[3].
Hukum tempat ini terperinci sebagai berikut :
Diperbolehkan mempergunakan tempat emas dan perak ketika ada hajat, seperti
pengoles celak untuk memperjelas penglihatan, dan ketika dalam keadaan dhorurat (keadaan
yang tidak ada jalan lain) seperti meminum air yang berada di tempat emas dan perak ketita
tidak menemukan selainnya.
Diharamkan menggunakan dan menyimpan karena menyimpan itu dapat
mendorong untuk menggunakan. Hukum haram ini untuk selain tujuan berdagang, sedangkan
ketika menyimpan untuk tujuan berdagang dengan gambaran menjual pada orang yang
membuat tempat tersebut menjadi perhiasan, dinar atau dirham maka di perbolehkan
menyimpan dengan tujuan tersebut.[4]
Diperbolehkan mempergunakan dan menyimpan selain tempat emas dan perak
walaupun harga dan keindahannya lebih dari emas dan perak seperti : batu- batu yang mulia,
permata yang indah seperti intan merah dan berlian.
v Hukum- hukum dalam masalah tadlbib (tambalan emas dan perak).
Dlobbah (tadlbib) yaitu suatu potongan emas atau perak yang dibuat untuk menambal
tempat yang rusak.
Tadlbib ini mempunyai perincian sebagai berikut :
o Tambalan berukuran kecil
o Tambalan berukuran besar
o Tambalan karena ada tujuan (hajat)
o Tambalan untuk perhiasan
Dari macam- macam tadlbib tersebut mempunyai perincian hukum sebagai berikut :
Diperolehkan,hukum ini hanya dalam satu keadaan yaitu ketika tambalan
berukuran kecil dan karena ada tujuan (hajat).
Dimakruhkan, hukum ini ada empat keadaan :
a. Ketika tambalan berukuran besar dan ada tujuan (hajat).
b. Ketika tambalan berukuran kecil untuk tujuan perhiasan.
c. Ketika tambalan berukuran kecil dengan maksud perhiasan dan ada tujuan
(hajat).
d. Ketika ragu ukuran tambalan tersebut kecil atau besar baik tambalan tersebut
untuk perhiasan maupun untuk perhiasan dan hajat.
Diharamkan, hukum ini ada dua keadaan :
a. Ketika tambalan berukuran besar untuk perhiasan.
b. Ketika tambalan berukuran besar untuk unsur prhiasan dan hajat.
Dan untuk menghukumi ukuran tambalan besar atau kecil dikembalikan pada
keumuman ukuran yang terlaku di masyarakat.
Pada perincian hukum di atas para ulama berbeda pendapat, apakah perincian
hukum diatas mencakup emas dan perak ataukah untuk perak saja?
Menurut imam rofii perincian diatas untuk tambalan emas dan perak, sedangkan
menurut imam nawawi berpendapat bahwa perincian diatas hanya untuk tambalan perak, dan
untuk tambalan emas haram secara muthlaq (baik besar maupun kecil, baik untuk perhiasan
maupun hajat).
v Hukum- hukum masalah thila ( sepuhan).
Thila (sepuhan) yaitu mengolesi luarnya suatu tempat dengan eemas dan perak.
Hukum melaksanakan peraktek ini haram, sedangkan hukum menggunakan tempat yang di
sepuh mempunyai perincian sebagai berikut:
Ketika adanya sepuhan dilelehkan dan tidak menghasilkan lelehan dengan kadar
yang berharga, maka halal secara muthlaq baik bagi laki- laki maupun wanita, praktek ini
ketika sepuhan tipis.
Ketika adanya sepuhan dilelehkan dan menghasilkan lelehan dengan kadar
berharga, maka haram bagi laki- laki maupun wanita.[5]
v Hukum menutupi tempat.
Disunnahkan menutupi tempat- tempat walaupun dengan kayu apalagi di waktu
malam hari, selaras dengan hadist nabi :
))((
Yang artinya : setiap satu tahun ada suatu malam dimana waktu itu turun wabah
penyakit dan bencana yang tidak akan melewati tempat yang tidak ada tutupnya kecuali
wabah penyakit tersebut turun dan menetapi tempat tersebut.[6]

[1] Attaqriratussadidah hlm.67


[2] Kifayatul akhyar juz1, hlm.14.
[3] ibid
[4] Tausyih ala ibni qosim hlm.29
[5] Ketika ada tempat dari emas atau perak di sepuh dengan tembaga, maka halal
untuk di gunakan menurut imam ibnu hajar, dan haram menurut imam romli ketika sepuhan
tembaga tersebut tipis ( ketika sepuhan tersebut dilelehkan lelehannya tidak ada harganya).
[6] Diriwayatkan imam muslim di kitab asyrabah.

HUKUM SIWAK

Bab ini juga dinamakan dengan bab merawat fitrah (tubuh), dan bab ini
dinamakan bab hukum siwak karena pembahasan siwak lebih dominan dibanding
pembahasan lainnya. Pada bab ini mempunyai beberapa pembahasan sebagai berikut :
Pembahasan pertama tentang siwak.
Menurut etimologi berarti menggosok, sedangkan siwak menurut terminologi berarti
menggosok gigi dan sekitarnya menggunakan setiap perkara yang kasar.
Siwak dilakukan atas dasar hadist nabi :
) ( ) ( :
Yang artinya : kalau aku tidak memberatkan ummatku aku perintahkan mereka untuk
bersiwak setiap akan melaksanakan shalat dan di riwayat lain setiap berwudlu.[1]
Dan nabi juga berkata :
)) ((
Yang artinya : siwak mensucikan mulut, mendatangkan ridlo allah, dan menerangkan
penglihatan.[2]
Dan hadist nabi :
)) ((
Yang artinya : shalat dua rokaat besertaan bersiwak lebih baik dari shalat tuju puluh
rokaat tanpa bersiwak.[3]
Dan hadist nabi :
)) ((
Yang artinya : keutamaan shalat besertaan bersiwak dengan yang tanpa bersiwak itu
terpaut tujupuluh ganda.[4]

v Faidah- faidah siwak.


Bersiwak mempunyai banyak baidah, sebagian pendapat mengatakan faidah siwak
ada sampai 70, diantaranya : menambah kelancaran dan kefashihan dalam berucap,
menambah kecerdasan akal, menambah ketajaman hafalan, dan menajamkan penglihatan,
memudahkan dicabutnya ruh, membuat takut musuh, menggadakan pahala, memperlambat
tumbuhnya uban, membuat mulut harum, menyengitkan syaithon, mencerahkan aura tubuh,
menghilangkan kelembapan, meluruskan punggung, mempercepat larutnya makanan,
menguatkan syahadah ketika mau meninggal, mempercepat kekayaan dan kemudahan,
memutihkan gigi, menyehatkan lambung dan memperkuatnya, membersihkan hati.[5]
v Hukum- hukum bersiwak.
Wajib, ketika untuk menghilangkan najis mulut, dan menghilangkan bau yang
taksedap karena mau shalat jumat, dan ketika nadzar bersiwak.[6]
Sunnah, hukum ini menjadi asal hukum bersiwak, dan di sebagian keadaan
bersiwak sangat dianjurkan, seperti ketika bau mulut berubah baik sebab lamanya berdiam
atau sebab memakan perkara yang mempunyai bau taksedap seperti bawang, ketika bangun
dari tidur, ketika hendak melaksanakan shalat baik shalat fardlu maupun sunnah, ketika
membaca Al-quran, ketika gigi berwarna kuning, ketika hendak tidur, hendak membaca
hadits, ketika belajar dan hendak berwudlu, ketika berdzikir, ketika hendak masuk kabah dan
masuk rumah, ketika hendak bersetubuh dengan istrinya, ketika berkumpul dengan teman-
temannya, dan ketika haus dan lapar.[7]
Makruh, bersiwak setelah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa, dan
menurut imam Nawawi tidak ada hukum makruh pada praktik ini.
Khilaful aula ( tidak sesuai keafdlolan), ketika bersiwak dengan siwak orang lain
besertaan mendapatkan izin pemiliknya kecuali ketika ada unsur tabarruk (mengambil berkar)
maka menjadi disunnahkan.
Haram, ketika bersiwak menggunakan siwak orang lain tanpa mendapatkan izin
pemiliknya, dan tidak diketahui keridloan pemiliknya.
v Waktu bersiwak.
Waktu bersiwak ketika wudlu dan mandi, tentang penentuan ini para ulama beda
pendapat, menurut imam ramli bersiwak sebelum membasuh kedua telapak tangan, maka di
haruskan berniat melaksanakan sunnah wudlu, sedang menurut imam ibnu hajar bersiwak
setelah membasuh kedua telapak tangan, maka tidak harus berniat melakukan sunnah
wudlu.[8]
v Tingkatan- tingkatan siwak.
Siwak mempunyai lima tingkatan sebagai berikut :
a. Menggunakan kayu arok.
b. Menggunakan pelapah kurma.[9]
c. Menggunakan kayu zaitun.[10]
d. Menggunakan setiap kayu yang mempunyai bau wangi kecuali kayu raichan.[11]
e. Menggunakan semua jenis kayu.
Setiap tingkatan tersebut mempunyai lima tingkatan lagi sehingga semunya menjadi
dua puluh lima tingkatan. Dari kesemua tingkatan ada tingkatan yang paling utama yaitu :
a. Menggunakan kayu arok yang di basahi dengan air.
b. Menggunakan kayu arok yang di basahi dengan air mawar.
c. Menggunakan kayu arok yang di basahi dengan air ludah.
d. Menggunakan kayu arok yang basah[12].
e. Menggunakan kayu arok yang kering.
v Tata cara memegang siwak.
Tata cara bersiwak yang lebih utama yaitu dengan meletakkan jari kelingking tangan
kanan di bawah siwak dan jari manis, jari tengah dan jari telunjuk berada diatasnya siwak,
dan jari telunjuk dibawah kepala siwak.[13]
v Tata cara bersiwak.
Penggunaan siwak yang diajarkan rasulullah secara melebar (horisontal) pada
gigi[14], secara memanjang (membujur) pada lidah, dan diawali dari mulut bagian kanan
besertaan meratakan siwak pada gigi atas dan bawah baik gigi bagian luar maupun dalam
kemudian beralih ke mulut bagian kiri. Rasulullah juga mengajarkan ukuran siwak hendaknya
tidak lebih dari satu jengkal dan tidak kurang dari empat jari, dan bedoa terlebih dahulu
:
)(
Pembahasan kedua tentang bercelak .
Bercelak disunahkan secara ganjil, tiga kali mata kanan, tiga kali mata kiri setiap
malam ketika hendak tidur, dan juga disunahkan berbahan batu itsmid dan berdoa :

Pembahasan ketiga tentang pemakaian minyak wangi.


Pemakaian minyak wangi selain disunahkan untuk pakaian juga di sunnahkan dapa
badan, secara bersela waktu, dan lebih utama ketika kulit kering dan setelah terkena panas.
Pembahasan keempat tentang menghilangkan rambut ketiak.
Menghilangkan rambut ketiak bagi laki- laki disunahkan dengan cara mencabuti,
sedangkan bagi perempuan di sunnahkan dengan cara mencukur.

Pembahasan kelima tentang menghilangkan rambut dibagian bawah perut.


Menghilangkan rambut dibagian bawah perut menurut syara di sebut istihdad. Praktik
ini bagi laki- laki disunahkan dilakukan dengan cara mencukur, sedangkan bagi perempuan
disunahkan dengan cara mencabuti[15].
Pembahasan keenam tentang memotong kuku.
Memotong kuku disunahkan diawali dari sisi kanan dengan beberapa cara,
diantaranya :
Mengawali memotong dari jari telunjuk tangan kanan sampai jari kelingking
tangan kanan, kemudian dari jari kelingking tangan kiri sampai jari jempol tangan kiri, dan
diakhiri jari jempol tangan kanan, cara ini digunakan oleh Al-Imam Ghozali.
Mengawali memotong dari jari telunjuk tangan kanan sampai jari kelingking
tangan kanan, kemudian jari jempol tangan kanan, diteruskan dari jari kelingking tangan kiri
sampai jari jempol, cara ini digunakan oleh al- Imam al- Nawawi.
Mengawali memotong dari jari kelingkng kanan dan dilanjutkan secara urut,
cara ini diungkapkan sebagai kesunahan oleh al- Imam Ahmad.
Kesemua cara diatas untuk pemotongan kuku jari- jari tangan, sedangkan untuk
pemotongan kuku jari- jari kaki diawali dari jari kelingking kaki kanan sampai jari kelingking
kaki kiri. Pelaksanaannya disunahkan pada hari senin, kamis dan pagi hari jumat, dan
disunahkan juga membasuh jari- jari setelah memotong kuku.
Pembahasan ke-tujuh tentang khitan (sunat).
Khitan memiliki arti : memotong kulit yang berada di atas farji atau chasyafah ( ujung
dzakar ). Syariat mewajibkan khitan bagi laki- laki dan perempuan balig[16]. Pelaksanaannya
disunahkan pada hari ketuju dari kelahiran. Khitan bagi laki- laki pemotongannya sekiranya
semua kulit yang menutupi chasyafah terpotong, bagi perempuan pemotongannya cukup
dengan memotong sebagian dari clitoris.
Perbuatan- perbuatan lain yang diajarkan oleh syara.
Selain dari semua yang telah di terangkan asih banyak sekali ajaran- ajaran tentang
merawat tubuh sebagai bentuk rasa syukur, diantaranya yaitu : memotong kumis, membasuh
beberapa ruas jari- jari,dan makruh mencukur sebagian rambut kepala ( mencukur dengan
gaya Ahmad Dani ), menguncung dan mengepang rambut, memotong rambut yang tumbuh
dibawah bibir dan memotong alis. Sedangkan untuk pemotongan jenggot para ulama
berbeda pendapat, dalam kita Al- Umm Imam Syafii berpendapa haram memotong jenggot,
Imam Nawawi dan Imam Rofii berpendapa hukumnya makruh dan pendapat inilah yang di
buat pegangan Syaikh al- Islam Zakaria[17], Ibnu Hajar[18], Ar- Ramli[19] dan Al-
Khatib[20] dan para ulama lainnya. Dan para ulama juga menyikapi masalah menyemir
rambut kepala dan jenggot dengan warna hitam, dengan mengharamkannya kecuali ketika
untuk berperang ( untuk menggetarkan orang- orang kafir dengan terlihat lebih muda ), dan
bagi wanita yang di perintah suaminya menurut Imam Ar- Ramli[21].

[1] Diriwayatkan imam bukhori dibab jumat, dan imam muslim dibab thoharah. Hasan
bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal 74. Maktabah darul
ulumilislamiyyah
[2] Imam bukhori menuturkan hadist in di bab puasa, dan imam nasai dikitabnya di bab
thoharah bagian siwak. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-
taqriratussadidatu hal 74. Maktabah darul ulumilislamiyyah
[3] Diriwayatkan oleh abu naim pada bab hilyah dan oleh daruquthni, dengan rowi-
rowi yang kuat, kasyful khofa juz1 hlm,434.
[4] Diriwayatkan oleh imam ahamad dikitabnya juz6 hlm 272.
[5] Syaih ibrahim al bajuri Hasyiah bajuri juz1 hlm, 44. Maktabah Syaih muhammad bin
ahmad nabhan wa auladuhu.
[6] Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal
75. Maktabah darul ulumilislamiyyah

[7] Syaih ibrahim al bajuri Hasyiah bajuri juz1 hlm, 44. Maktabah Syaih muhammad bin
ahmad nabhan wa auladuhu
[8] Al- Syihab Ahmad bin hajar al- haitami Minhajul qowim ma chawasyi al-
madaniyyah juz1 hlm,72. Maktabah al- haromain.
[9] Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan imam bukhari :

Yang artinya : siwak terakhir yang di gunakan bersiwak nabi ketika hendak wafat
terbuat dari pelapah kurma yang belum di tumbuhi daun kurma. Hasan bin ahmad bin
muhammad bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal 76. Maktabah darul ulumilislamiyyah
[10] Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan imam daruqutni :
Yang artinya kurang lebih : siwak kayu zaitun dari pohon yang penuh berkah itu
membuat bau mulut wangi dan mencegah timbulnya lobang gigi, dan ini siwak yang aku pakai
dan telah di pakai nabi- nabi sebelumku. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf
Al-taqriratussadidatu hal 76. Maktabah darul ulumilislamiyyah.
[11] Karena ada yang berpendapat kayu tersebut dapat menim bulkan penyakit
judzam (jenis penyakit lepra). Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-
taqriratussadidatu hal 76. Maktabah darul ulumilislamiyyah
[12]Menurut al- Syaikh muhammad hanafi siwak jenis ini ada pada urutan yang paling
utama dengan alasan jens ini lebih kuat dalam menggilangkan perubahan bau yg terjadi pada
mulut. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal 77.
Maktabah darul ulumilislamiyyah.
[13] Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal 77.
Maktabah darul ulumilislamiyyah.
[14] Rasulullah tidak mengajarkan secara memanjang (membujur) pada gigi karena
dapat menimbulkan gusi berdarah. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-
taqriratussadidatu hal 77. Maktabah darul ulumilislamiyyah
[15] Laki- laki disunahkan dengan cara mencukur dikarenakan dengan mencukur
dapat menguatkan syahwat maka laki- laki lebih berhak karena syahwat laki- laki lemah, dan
mencabut dapat melemahkan syahwat, maka perempuan lebih berhak karena syahwat
perempuan sangat kuat, bagi perempuan mencabut rambut dibagian bawah perut bisa
menjadi wajib ketika mendapat perintah dari suami. Syaih ibrahim al bajuri Hasyiah bajuri juz1
hlm, 222. Maktabah Syaih muhammad bin ahmad nabhan wa auladuhu.
[16]Hukum ini menurut Imam al- Syafii dan Imam Hambali, sedangkan menurut Imam
Hanafi dan Imam Malik khitan hukumnya sunah baik bagi laki- laki maupun perempuan, dan
ada satu pendapat lemah dan syad yang diceritakan oleh imam rofii bahwa khitan wajib bagi
laki- laki dan sunah bagi perempuan. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-
taqriratussadidatu hal 79. Maktabah darul ulumilislamiyyah.
[17] Bernama lengkap Abu yahya Zakaria al- Anshori (841-925/826-926 H) karya-
karya beliau antara lain syarah Ar-Roudl (fiqih), Lubbul Ushul beserta syarahnya ( ushul fiqih )
dan lain- lain.
[18] Ibnu Hajar Al- Haitami (909-973 H), bernama lengkap Syihabuddin Ahmad bin
Ahmad bin Hajar Al- Haitami, Al- Haitami merupakan julukan yang di nisbatkan pada sebuah
desa di mesir. Termasuk karya beliau yang terkenal adalah Al- Imdad, Fathul Jawad (syarah
Al- Irsyad) dan Tuhfatul Muhtaj syarah Al- Minhaj.
[19]Al- Ramli mempunyai nama lengkap Syamsyuddin Muhammad bin Ahmad Ar-
Ramli (919-1004 H), beliau terkenal dengan julukan Syafii shogir karena sangat jenius dalam
bidang fiqih, termasuk karya- karya beliau : Nihayaul Muhtaj, Goyatul Bayan (syarah nadzom
Az- Zubad) dan lain- lain.
[20] Bernama Muhammad As- Syrbini Al- Khatib (-977 H).
[21]Ar- Ramli dalam kitab Al- Nihayah menerangkan bahwa makruh mencabutti uban
yang berada pada tempat (kondisi) yang tidak di anjurkan untuk di cabut, dan sunnah untuk
menyemir uban dengan semir merah dan lainnya selain hitam, dan haram bagi perempuan
menyambung rambut kepala dengan rambut manusia secara muthlaq baik di izini suami
maupun tidak baik dengan potongan rambutnya sendiri maupun rambut orang lain, baik
rambut suci maupun najis, dan haram juga menyambung dengan rambut najis seperti rambut
dari bangkai kuda baik mendapat izin suami maupun tidak. Dan untuk penyambungan dengan
rambut suci selain dari manusia hukumnya halal ketika mendapatkan izin dari suami dan
haram jika tidak ada izin. As- Syaih Muhammad Nawawi, Mirqotu shuuduttashdiiq hal 79.
Maktabah Al- Haromain.

Wudlu
Wudlu menurut etimologi : membasuh sebagian anggota tubuh, di ambil dari
kata wadlooah yang mempunya arti kebagusan dan keindahan, sedangkan menurut
terminologi : membasuh anggota tubuh secara tertentu besertaan niat dan dilakukan dengan
cara yang tertentu.

Dalam bahsa arab kata wudlu juga bisa di baca wadlu dengan berbedanya
arti, wudlu berarti nama pekerjaan seperti arti diatas, wadlu berati sebuah nama air yang di
sediakan untuk berwudlu. Para ulama- ulama salaf (terdahulu) menerangkan wudlu pada
awal inti pembahasan karena adanya keutamaan dalam berwudlu, sesuai hadis Nabi :

) ( :

Yang artinya : seorang hamba tidak akan menyempurnakan wudlu kecuali diampuni
dosa- dosanya yang sudah terlewati dan yang akan datang.
Dan beliau Nabi berkata :
) (
Yang artinya : shalat adalah sebaik- baiknya perkara, dan tidak ada yang menjaga
kesempurnaan wudlu kecuali seorang mumin.
Dan beliau Nabi juga berkata :

Yang artinya : barang siapa menyempurnakan wudlu maka keluarlah semua
kesalahannya dari tubuhnya hingga keluar dari kuku- kukunya.
Tentang perkara yang mewajibkan berwudlu di kalangan para ulama berbeda
pendapat antara hadats dan melaksanakan shalat, menurut pendapat yang kuat, yang
mewajibkan wudlu adalah hadats sedangkan menjalankan shalat hanya sebuah syarat untuk
segera melaksanakan wudlu.

v Furudlul wudlu (kewajiban dalam wudlu).


Fardlunya wudlu ada enam, empat diantaranya bersumber dari alquran : membasuh
wajah, membasuh kedua tangan, mengusap sebagian kepala, dan membasuh kedua kaki,
dan satu diantaranya bersumberd dari hadits : niat ,dan yang terahir bersumber dari al- quran
dan hadits yaitu tertib.
Agama islam mensyariatkan berwudlu atas dasar dari al- quran surat al- maidah ayat
6:

Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.
Uraian fardlu wudlu.
Niat[1]: menurut bahasa niat :menyengaja sedangkan menurut istilah : menyengaja
melaksanakan sesuatu berbarengan dengan melaksanakaannya. Ketika pelaksanaannya di
akhirkan maka di namakan azam. Dalam bab ini yaitu berniat menghilangkan hadats atau
berniat wudlu atau berniat sesuci untuk melaksanakan shalat, dan tidak cukup bila hanya
berniat sesuci. Niat ini harus dilakukan berbarengan dengan membasuh sebagian dari
wajah[2].
Membasuh wajah : membasuh keseluruhan dari wajah dengan batasan secara
membujur mulai dari tumbuhnya rambut kepala (pada umumnya) kebawah sampai kedua
tulang rahang (dua tulang yang ditumbuhi gigi bawah yang bertemu dirahang dan berahir di
telinga, secara membentang mulai dari telinga sampai ketelinga, besertaan wajib :
menghilangkan kotoran mata dan kotoran, yang dapat mencegah masuknya air
kepori- pori.
membasuh baik luar maupun dalam semua rambut yang berada di batas
wajah[3] di kecualikan rambut jenggot dan rambut yang tumbuh sejajar dengan telinga
(jambang) yang tebal, maka untuk kedua rambut ini hanya wajib membasuh luarnya saja, dan
sunnah menyela- nyelai dari bawah dengan tangan kanan.

o Batasan jenggot tebal dan tipis :


Dikatakan tebal dengan batasan rambutnya menutupi seluruh kulit sehingga kulitnya
tidak terlihat, dan dikatakan tipis dengan batasan kulitnya masih terlihat.
Membasuh kedua tangan[4] : membasuh tangan wajib juga menyertakan kedua
sikunya yaitu dua tulang yang menonjol diantara lengan bawah dan lengan atas secara wajib
terbasuh keduanya[5]
Mengusap sebagian kulit atau rambut kepala[6] : mengusap sebagian kulit atau
rambut kepala dan cukup apabila hanya mengusap satu rambut dengan syarat rambut
tersebut panjangnya tidak sampai keluar[7] dari batas kepala[8].
Membasuh kedua kaki[9] : membasuh kedua kaki wajib menyertakan kedua mata
kaki yaitu dua tulang yang menonjol diantara telapak kaki dan lutut secara wajib terbasuh
keduanya[10].
Tertib[11] : di fardlukan karena rasulullah mengajarkan dan berwudlu secara tertib,
dan Imam Syafii berkata sesungguhnya allah menyebukan kata mengusap diantara dua kata
membasuh disurat al- Maidah ayat enam itu mempunyai faidah bahwa pelaksanaannya harus
tartib[12].
v Sunanul wudulu ( kesunahan- kesunahan wudlu).
Sunah juga diungkapkan dengan tathowwu, mandub, naflun, hasan, dan margub fih,
dan mempunyai pengertian : suatu perkara yang ada pahalanya apabila dikerjakan dan tidak
ada siksaan apabila ditinggalkan. Kesenahan wudlu sangat banyak sekali hingga ada
sebagian ulama yang menyatakan sampai tuju puluh dan dalam kitab Iab dan syarahnya
menyatakan sampai empat puluh dan di kitab Rahimiyyah menyatakan sampai enam puluh
enam dan menurut Al- Kurdi di kitabnya menerangkan bahwa sunah wudlu ada tiga puluh
delapan.
Kesunahan- kesunahan wudlu yang diungkapkan mayoritas ulama secara urutan
yaitu :
Kesunahan yang dilakukan sebelum membasuh wajah yaitu :
1. Mengucapkan niat bersunah wudlu.
2. Mengucapkan taawudz dan basmalah.
3. Bersiwak[13], disunahkan bersiwak dari kayu arok serta dibasahi dengan air, dan
dilakukan dengan tangan kanan dan berdoa siwak seperti yang telah di terangkan dalam bab
siwak.
4. Membasuh kedua telapak tangan hingga pergelangan dan disunahkan dibasuh
secara berbarengan[14], dan berdoa :

5. Madlmadlah dn istinsyaq[15]. Madlmadlah yaitu memasukkan air kedalam mulut
dengan tangan kanan dan berdoa :

Istinsyaq yaitu memasukkan air kelubang hidung dengan tangan kanan dan berdoa :

6. Berusaha keras dalam madlmadlah dan istinsyaq bagi orang yang tidak
berpuasa sekiranya dalam madlmadlah air sampai mengenai langit- langit mulut dan gigi
graham serta semua gusi gigi, dan dalam istinsyak sekiranya air masuk sampai batang
hidung.
7. Istintsar yaitu mengeluarkan iar bekas istinsyaq dari hidung dan disunahkan
dilakukan dengan tangan kiri dan berdoa :

8. Mengulangi kesunahan yang telah diterangkan tiga kali.
Kesunahan yang dilakukan ketika membasuh wajah.
a. Mengucapkan niat wudlu dan berdoa :

b. Mengawali membasuh dari wajah bagian atas.
c. Mengambil air dengan kedua tangan.
d. Taahhudu muqin yaitu memperhatikan dengan membersihkan sisi mata yang
dekat dengan hidung dengan jari telunjuk.
e. Taahhudu lichadz yaitu memperhatikan dengan membersihkan sisi mata paling
luar dengan jari telunjuk.
f. Mengusap kedua telinga[16] dengan tujuan untuk terlepas dari perbedaan
pendapat ulama yang mengatakan telinga termasuk bagian dari wajah.
g. Itholatul gurrati yaitu melebihkan basuhan wajah dari semua arah batas wajah.
h. Ad- dalku yaitu menggosokkan tangan pada setiap anggota wudlu.
i. Menyela- nyelai jenggot, jambang yang tebal dengan tangan kanan besertaan
air baru.
j. Menulangi tiga kali semua yang telah di terangkan.
Kesunahan yang dilakukan ketika membasuh kedua tangan.
1. Mengawali dari kedua telapak tangan ketika menuangkan air dengan diri sendiri,
dan mengawali dari siku ketika airnya dituangkan oleh orang lain[17]. Disunahkan juga ketika
membasuh tangan kanan berdoa :

Dan ketika membasuh tangan kiri berdoa :

2. Mengawali membasuh dari bagian kanan.
3. Ad- dalku.
4. Menyelai jari- jari, utamanya dilakukan dengan cara menaruh salah satu jari- jari
tangan di atas jari- jari yang lainnya (ngapurancang).
5. Menambah basuhan pada tangan melebihi kewajiban yang ada kira- kira sampai
setengahnya lengan atas, dan sempurnanya sampai bahu.
6. Menggerak- gerakkan cincin yang masih bisa di masuki air, ketika air tidak bisa
masuk kedalam cincin maka wajib menggerakkannya supanya kulit yang di bawahnya terkena
air.
7. Berturut- turut secara menyegerakan (mualah) basuhan tangan setelah
membasuh wajah[18].
8. Mengulangi tiga kali semua kesunahan yang telah di sebut.
Kesunahan yang di lakukan ketika mengusap kepala.
a. Mengusap kepala secara keseluruhan, dan disunahkan ketika mengusap
dengan cara meletakkan ibu jari di kedua pelipis dan menemukan kedua jari telunjuk, dimulai
mengusap dari kepala depan berjalan sampai bagian belakang dan membalikkan jari kembali
ke bagian kepala depan ketika rambutnya dapat terbalik, dan ketika rambutnya sangat
pendek atau sangat panjang maka tidak di sunahkan membaliknya, dan mengucapkan doa :

b. Mengusap kedua telinga besertaan ketika mengusap kepala supaya terlepas


dari pendapat yang mengatakan bahwa telinga termasuk bagian dari kepala[19].
c. Mengulangi kesemuanya tiga kali dan secara mualah (berturut- turut).
Kesunahan yang dilakukan setelah mengusap kepala.

a. Mengusap kedua telinga dan berdoa :




b. Mengusap leher, kesunahan ini menurut Imam Gozali, Imam Bagowi dan Imam
Rofii, di lakukan dengan tangan kanan dan berdoa :

Kesunahan yang dilakukan ketika membasuh kaki.


a. Mengawali membasuh mulai dari jari- jari ketika menuangkan air dengan diri
sendiri, dan ketika air dituangkan orang lain maka di sunahkan di mulai dari mata kaki. Di
awali dari kaki kanan dan berdoa :

Kemudian kaki kiri dan berdoa :

b. Ad- dalku : menggosokkan tangan pada anggota kaki.
c. Menyela- nyelai jari- jari kaki di mulai dari jari kelingking kaki kanan sampai jari
kelingking kaki dilakukan dari bawah dengan jari kelingking tangan kiri.
d. Mengawali basuhan dari kaki kanan.
e. Itholatuttachjiil yaitu menambah basuhan kaki, melebihi kewajiban yang ada
kira- kira sampai setengahnya betis dan sempurnanya sampai kedua lutut.
f. Melebihkan membasuh tumit.
g. Berturut- turut secara menyegerakan (mualah) basuhan kaki setelah mengusap
sebagian kepala.
h. Mengulangi tiga kali semua kesunahan yang telah di sebut.
Kesunahan yang di lakukan setelah beerwudlu.
1. Meminum air bekas wudlu dan memercikkannya ke pakaian.
2. Menghadap ke kiblat serta mengangkat kedua tangan sekiranya nampak
ketiaknya dengan berdoa :


3. Membaca surat Al- Qodar tiga kali dan membaca ayat kursi dan surat Al- Ikhlas.
4. Shalat sunah wudlu, shalat ini di lakukan setelah habis wudlu tanpa adanya jarak
waktu yang lama, dan dalam shalatnya membaca surat Al- Kafirun dan Al- Ikhlas.[20]

Kesunahan secara umum dalam berwudlu.

a. Menghadap kiblat.
b. Melakukan wudlu dengan cara duduk.
c. Tidak mengibaskan air wudlu.
d. Tidak berlebihan dalam menuangkan air.
e. Tidak berbicara ketika wudlu masih berlangsung.
f. Memposisikan tempat air seperti bak di sisi kanan[21] dan ketika tempat airnya
seperti kendi maka di posisikan di kiri.[22]
g. Tidak menamparkan air kewajah.
h. Duduk di tempat yang terhindar dari percikan air.
i. Tidak meminta bantuan orang lain ketika menuangkan air, kecuali dalm keadaan
udzur (darurat)[23]
j. Tidak mengelap air wudlu kecuali orang dalam keadaan darurat (hajat).
k. Tidak mengulang- ulang lebih dari tiga kali.
l. Air wudlu tidak kurang dari satu mud (kurang lebih 6 ons )
m. Mertakan niat sampai akhir wudlu[24]
Dan disunnahkan berwudlu ketika bangun tidur, membaca al- quran, menghadiri
majelis ilmu dan dzikir dan ketika ziarah qubur, serta ketika melanggengkan kesucian.

[1]Mempunyai arti seperti keterangan diatas, dan bertempat di hati, di hukumi wajib,
bertujuan untuk membedakan ibadah dari pengadatan (kebiasaan), dan disyaratkan orang
yang berniat harus islam, tamyiz, mengetahui apa yang diniati, dan tidak adanya
ketergantungan, dan waktunya niat di awal ibadah kecuali puasa. Al- Syaikh Muhammad
Amin Al- Kurdi, Tanwirul Qulub,hlm127. Maktabah Darul Fikr.
[2] Dalam permasalahan niat ini, para ulama mujtahid berbeda pendapat tentang
keberadaan niat sebagai kewajiban wudlu, setelah adanya kesepakatan bahwa niat suatu
syarat (fardlu) dalam ibadah, berdasarkan firman allah :

Dan hadits nabi :


Perbedaan diantara para mujtahid dikarenakan berbedanya tinjauan tantang wudlu


sebagai ibadah secara murni ( tidak di tinjau dari akal) seperti shalat atau tidak murni (di tinjau
dari akal) seperti membasuh najis, yang mana kedua tinjauan ini di sepakati kalau murni wajib
niat dan yang tidak murni tidak wajib niat. Maka sebagian dari mereka berpendapat bahwa
niat sebagai kewajiban dalam wudlu, pendapat ini ungkapkan oleh Imam As- Syafii, Imam
Malik, Imam Ahmad, Abu Tsaur dan Abu Daud. Dan sebagian lagi berpendapat sebaliknya (
tidak mewajibkan niat) pendapat ini di ungkapkan oleh Imam Abu Hanifah dan Al- Tsauri. Al-
Imam Al- Qodhi Abulwalid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusydi Al-
Qurthubi Al- Andalusi, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Maqoshid hlm,6 juz1, Maktabah Al-
Hidayah.

[3]Rambut yang tumbuh dibatas wajah kesemuanya ada duapuluh, dengan urutan :
1,2 hajibaan yaitu rambut yang tumbuh diatas kedua mata. 3,4 adzaraan yaitu rambut yang
tumbuhnya mengiringi telinga diantara pelipis dan godek. 5,6,7,8 ahdab yaitu rambut yang
tumbuh di pelupuk mata. 9,10 aridoon yaitu rambut yang tumbuh sejajar dengan telinga dan
menurun hingga kejanggut. 11,12 khadan yaitu rambut yang tumbuh di pipi.13 syaarib yaitu
rambut yang tumbuh di bibir atas (kumis). 14,15 sibaalan yaitu rambut yang tumbuh di kiri
kanan syaarib (kumis). 16 anfaqah yaitu rambut yang tumbuh di bibir bawah.
17,18 nafkataan yaitu rambut yang tumbuh di kiri kanan anfaqah. 19 lihyah yaitu rambut
jenggot. 20 gomam yaitu rambut yang tumbuh di kening. Hasan bin ahmad bin muhammad
bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal 84. Maktabah darul ulumilislamiyyah
[4] Para ulama mujtahid sepakat bahwa kedua tangan termasuk anggota wudlu yang
wajib dibasuh, akan tetapi mereka berbeda pendapat apakah kedua siku termasuk atau tidak.
Mayoritas ulama, Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii mengungkapkan bahwa
kedua siku termasuk anggota yang wajib terbasuh, dan Imam At- Thabari, sebagian ahli
dhahir, dan sebagian murid Imam Malik berpendapat bahwa kedua siku tidak termasuk
anggota yang wajib dibasuh. Perbedaan ini disebabkan berbedanya tinjauan huruf ilaa yang
ada pada ayat wudlu ilaal maraafiqi (al- maidaah ayat 6) yang di gramatika arap mempunyai
banyak mana. Pendapat yang mengakatan siku termasuk anggota mengarahkan huruf ilaa
tersebut pada mana maa (besertaan), sedangkan yang tidak memasukkan kedua siku
memanai huruf ilaa trsebut dengan mana goyah (batas akhir). Al- Imam Al- Qodhi Abulwalid
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusydi Al- Qurthubi Al- Andalusi,
Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid hlm,8 juz1, Maktabah Al- Hidayah.
[5]Sesuai dengan qaidah fiqih :
sesuatu yang menjadi penentu wajib hukumnya juga wajib Hasan bin ahmad bin
muhammad bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal 85. Maktabah darul ulumilislamiyyah
[6]Pada permasalahan ini ulama sepakat bahwa mengusap kepala bagian dari fardlu
wudlu akan tetapi para ulama berbeda pendapat tentang batasan (ukuran) yang diusap.
Imam Malik berpendapat bahwa wajib mengusap keseluruhan dari kepala. Sedangkan Imam
Syafii, sebagian murid Imam Malik, dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa wajibnya
mengusap hanya pada sebagian kepala, untuk pendapat ini sebagian murid Imam Malik ada
dua pendapat tentang batasan sebagian kepala, pendapat pertama mengungangkapkan
pengusapannya harus mencapai sepertiga kepala, pendapat kedua mengharuskan mengusap
mencapai dua pertiga kepala, dan Imam Abu Hanifah membatasi dengan minimal mencapai
seperempat kepala, dan Imam Syafii tidak membatasi sehingga mengusap satu rambut
kepala dianggap cukup. Perbedaan ini disebabkan berbeda- bedanya tinjauan tentang huruf
ba yang berada pada ayat wudlu biruusikum (al- maidaah ayat 6) yang pada gramatika arab
mempunyai banyak ma'na. Pendapat yang mewajibkan mengusap secara keseluruhan
memandang bahwa huruf ba di ayat tersebut huruf zaidah (tambahan) yang hanya berfaidah
memperkuat mana, dan pendapat yang hanya mewajibkan mengusap sebagian memandang
bahwa huruf ba di ayat tersebut huruf mubaidoh (pembagi) yang mempunyai mana
sebagian. Al- Imam Al- Qodhi Abulwalid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad
bin Rusydi Al- Qurthubi Al- Andalusi, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid hlm,8-9
juz1, Maktabah Al- Hidayah.
[7]Syarat ini hanya berlaku untuk rambut, sedangkan untuk kulit walaupun kulit kepala
tersebut memanjang sampai keluar dari batas kepala tetap dihukumi sah bila hanya
membasuh kulit tersebut . As- Syaih Muhammad Nawawi Al- Jawi, Mirqotu shuuduttashdiiq
hal 20. Maktabah Al- Haromain.
[8] Batasan rambut kepala, rambut depan dikatakan keluar ketika panjangnya sampai
menutupi wajah, rambut samping dikatakan keluar ketika panjangnya sampai kepundak,
rambut belakang dikatakan keluar ketika panjangnya sampai ketengkuk. As- Syaih
Muhammad Nawawi Al- Jawi Tsamarul yaniati fi Riyadlil Badiiah hlm,21, Maktabah Nurul
Huda Surabaya.
[9]Pada permasalahan ini para ulama sepakat bahwa kaki bagian dari anggot wudlu
akan tetapi para ulama berbeda pendapat pada cara penyuciannya, sebagian berpendapat
penyucian kaki wajib dengan cara dibasuh, ini pendapat jumhurul ulama (mayoritas ulama),
dan ada yang berpendapat penyuciannya dengan cara diusap, dan ulam yang lainnya
berpendapat boleh dengan cara di basuh ataupun di usap. Perbedaan pendapat ini terjadi
karena adanya dua pembacaan yang sangat masyhur pada ayat wudlu ( al- maidah ayat 6)
pembacaan pertama membaca wa arjulakum (terbaca nasab dlm bahasa nahwunya)
menimbulkan hukum wajib dengan cara membasuh karena mengikut (athaf dlm bahasa
nahwunya) pada lafad aidiyakum, dan pembacaan kedua membaca wa arjulikum (terbaca jer
dlm bahasa nahwunya) menimbulkan hukum wajib dengan cara mengusap karena mengikut
(athaf dlm bahasa nahwunya) pada lafadz biruusikum. Al- Imam Al- Qodhi Abulwalid
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusydi Al- Qurthubi Al- Andalusi,
Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid hlm,10 juz1, Maktabah Al- Hidayah
[10] Sesuai dengan qaidah fiqih :
sesuatu yang menjadi penentu wajib hukumnya juga wajib Hasan bin ahmad bin
muhammad bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal 85. Maktabah darul ulumilislamiyyah
[11]Pada permasalahan tartib para ulama mujtahid berbeda pendapat, sebagian
mereka ada yang berpendapat bahwa tartib dalam wudlu hukumnya sunah, pendapat ini di
ungkapkan oleh ulama era akhir dari golongan madzhab maliki, dan pendapat ini juga di
pakai Imam Abu Hanifah, At- Tsauri dan Dawud, sedangkan sebagian lain berpendapat
bahwa tartib hukumnya wajib pendapat ini diungkapkan oleh Imam Syafii , Ahmad dan Imam
Abuubaid. Perbedaan pendapat ini timbul disebabkan oleh dua perkara yang pertama sebab
berbedanya tinjauan wawu athaf yang ada pada ayat enam surat al- maidah, apakah
menunjukkan faidah tartib atau muthlaqnya berkumpul, dan yang kedua sebab berbedanya
tinjauan peraktek nabi, apakah menimbulkan hukum wajib atau sunah.
Al- Imam Al- Qodhi Abulwalid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin
Rusydi Al- Qurthubi Al- Andalusi, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid hlm,12 juz1,
Maktabah Al- Hidayah.
[12]Fardlu ini wajib dilakukan pada setiap wudlu kecuali wudlu dengan cara menyelam
kedalam air walaupun sebentar besertaan niat wudlu, menurut pendapat yang kuat dari Imam
An- Nawawi tidak wajib tertib dikarenakan dengan menyelam sudah terjadi tartib yang tidak
bisa terlihat mata, sedangkan menurut Imam Rofii ketika menyelam wajib berhenti didalam air
dalam waktu kira- kira cukup untuk tartib.
Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal 85.
Maktabah darul ulumil islamiyyah.
[13]Para ulama berbeda pendapat tentang peletakan bersiwak antara sebagai awal
kesunahan wudlu atau tidak. Menurut mayoritas Ashhab Syafii dan Imam An- Nawawi
bersiwak bukanlah awal dari sunah wudlu melainkan bismilah dan berniat sebagai awal sunah
wudlu, dan menurut golongan ulamamutaqoddimin, Imam Gozali, Al- Mawardi, Al- Qofal, Al-
Faqih Bafadlol Al- Hadlromi dengan mewajibkan berniat siwak untuk kesunahan wudlu. Dan
menurt pendapat yang dibuat pegagang ( mutamad) bersiwak berada setelah membasuh
kedua telapak tangan, sebelum madlmadloh, praktek ini seperti yang diungkapkan mayoritas
ashhab Syafii dan An- Nawawi yang mana praktek ini tidak diharuskan disertai niat bersiwak
untuk sunnah wudlu. Syihabuddin Ahmad bin Hajar Al- Haitami, Minhajul Qowim hlm11-12.
Maktabah Al- Hidayah. Zainuddin bin Abdul Aziz Al- Malibari, Fathul Muin Hamisy Tarsyihul
Mustafidin hlm 19. Maktabah Al- Haromain. Muhammad bin Sulaiman Al- Kurdi, Al- Hawasyi
Al- Madaniyyah hlm71-72 juz1. Maktabah Al- Haromain.
[14]Ketika dilakukan dengan cara menyelamkan kedua telapak tangan keair yang
kurang dari dua qulah mempunyai tiga perincian hukum. Hukum pertama tidak di makruhkan
(mubah) ketika diyakini kedua telapak tangan suci, hukum kedua makruh ketika kesucian
kedua telapak tangan diragukan, hukum yang terahir haram ketika diyakini kedua telapak
tangan najis. Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal 86.
Maktabah darul ulumil ilamiyyah
[15]Para ulama berbeda pendapat tentang keberadaan madlmadloh dan istinsyaq
hingga ada tiga pendapat. Pendapat pertama mengungkapkan bahwa keduanya sebagai
sunah wudlu, pendapat ini diungkapkan oleh Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Abu
Hanifah. Pendapat kedua menyatakan bahwa keduanya sebagai fardlu wudlu, pendapat ini
diungkapkan oleh Ibnu Abi Laili, dan ashabnya (murid) dawud. Pendapat terakhir menyatakan
bahwa istinsyaq termasuk fardlu wudlu dan madlmadloh termasuk sunah wudlu, pendapat ini
dipakai oleh Abu tsaur Abu Ubaidah dan ulama ali dhahir. Al- Imam Al- Qodhi Abulwalid
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusydi Al- Qurthubi Al- Andalusi,
Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid hlm,7 juz1, Maktabah Al- Hidayah.

[16]Parau ulama berbada pendapat tentang mengusap kedua telinga apakah fardlu
atau sunah, dan apakah harus menggunakan air baru untuk mngusapnya atau tidak.
Sebagian ulama mengatakan bahwa mengusap kedua telinga hukumnya fardlu dan harus
dengan air yang baru (belum mustamal), pendapat ini diungkapkan oleh murid- murid Imam
Malik dikarenakan dalam faham madzhab Imam Malik kedua telinga termasuk bagian dari
kepala, dan pendapat ini juga digunakan oleh Imam Abu Hanifah dan murid- muridnya
besertaan tidak mewajibkan menggunakan air baru. Sedangkan Imam Syafii berpendapat
bahwa mengusap kedua telinga hukumnya sunah, dan ini juga di pakai oleh sebagian murid
Imam Malik.
Al- Imam Al- Qodhi Abulwalid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin
Rusydi Al- Qurthubi Al- Andalusi, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid hlm,10 juz1,
Maktabah Al- Hidayah.
[17]Peraktek ini menurut Ar- Ramli, sedangkan menurut Ibnu Hajar secara muthlaq
baik dilakukan sendiri maupun dibantu orang lain membasuh kedua tangan dan kaki dimulai
dari jari- jari. . Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal 89.
Maktabah darul ulumil islamiyyah

[18] Para ulama berbeda pendapat menyikapi apakah mualah termasuk kewajiban
dalam wudlu apa tidak. Imam Malik berpendapat bahwa mualah wajib dilakukan bagi orang
yang ingat dan mampu melaksanakannya, dan bagi yang lupa dan bagi yang ingat tapi tidak
mampu maka tidak wajib. Sedangkan pendapat lain menya takan bahwa mualah bukan
termasuk kewajiban melainkan hanya kesunahan, pendapat ini di ungkapkan oleh Imam
Syafii dan Imam Abu Hanifah. Perbedaan ini di timbulkan oleh berbedanya tinjauan huruf
wawu yang ada di ayat wudlu (al- Maidah ayat 6).
Al- Imam Al- Qodhi Abulwalid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin
Rusydi Al- Qurthubi Al- Andalusi, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid hlm,12 juz1,
Maktabah Al- Hidayah.

[19] Walaupun sudah mendahulukan mengusap telinga dengan mengusapnya ketika


membasuh wajah maka perakteknya tidak dianggap karena memandang tertib.Hasan bin
ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-taqriratussadidatu hal 90. Maktabah darul ulumil
islamiyyah
[20] Muhammad bin Sulaiman Al- Kurdi, Al- Hawasyi Al- Madaniyyah hlm86 juz1.
Maktabah Al- Haromain. . Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf Al-
taqriratussadidatu hal 93. Maktabah darul ulumil islamiyyah

[21] Karena untuk mempermudah mencebuk air.


[22] Karena untuk mempermudah mengalirkan (mengucurkan) air.
[23] Dalam permasalahan meminta bantuan orang lain ketika menuangkan air dalam
berwudu para ulama memperinci memjadi 4 hukum :
o Mubah : ketika bantuannya seperti menyediaakan air bagi orang yang berwudlu.
o Khilaful aula : meminta pertolongan dalam menuangkan air bagi orang yan lidak
lemah ( hanafiyyah ) seperti yang di ingatkan oleh As- Syarwani.
o Makruh : meminta pertolongan dalam membasuh anggota wudlu.
o Wajib : ketika orang yang butuh pertolongan termasuk orang yang lemah.
Hasan bin ahmad bin muhammad bin salim al kaf , Al-taqriratussadidatu hal 94.
Maktabah darul ulumil islamiyyah.
[24] Al Qoishori mengungkapkan : seyogyanya orang yang bersuci ketika membasuh
kedua telapak tangan menyertakan niat mensucikan kedua telapak tangan atas meraihnya
kedua telapak tangan pada perkara yang dapat menjauhkan dari allah dan dari perkara yang
telah mennyibukkan hingga lupa pada allah, dan ketika berkumur berniat mensucikan mulut
atas perkataan yang buruk, dan ketika istinsyaq berniat menghilangkan bau- bau yang telah di
hirup, dan ketika menyela- nyelai rambut berniat menghalalkannya dari beberapa tangan yang
memilikinya dan mengurainya dari yang paling atas sampai yang paling bawah, dan ketika
membasuh wajah berniat membersihkan atas bertatapan dengan perkara yang mengandung
hawa nafsu dan membersihkan dari pencarian pangkat yang di celadan atas tunduk pada
selain allah, dan ketika membersihkan hidung berniat menbersihkan dari kebengisan dan
kesombongan, dan ketika membasuh mata berniat membersihkan atas melihat perkara-
perkara yang dimakruhkan dan melihat bukan karena allah biak yang bermanfaat maupun
membahayakan, dan ketika membasuh kedua tangan berniat membersihkan atas meraihnya
kedua tangan pada perkara- perkara yang dibenci allah, ketika mengusapkan kepala atas
kesombongan dan keinginan pada pangkat yang disenangi untuk kesombongan, dan ketika
membasuh kedua telapakkan berniat membersihkannya dari ketergesegesaan pada perkara-
perkara yang bertentangan dengan syara dan menguraikan belenggu yang membuat lalai
pada kethoatan yang mendatangkan kebahagiaan dan ridho dari allah dan dengan niat diatas
jasad akan dapat bermunajat dengan baik kepada allah yang merajai dan maha suci.

Anda mungkin juga menyukai