Anda di halaman 1dari 15

KELAINAN DEGENERATIF SARAF TEPI

NEUROPATI SARAF TEPI


DEFINISI
Neuropati saraf tepi adalah proses degenerasi saraf tepi yang mempersarafi terutama otot bagian
distal ekstremitas.
DESKRIPSI
Sindroma ini berhubungan dengan degenerasi dari akson dan selubung mielin. Walau neuropati
saraf tepi dapat terjadi pada semua usia, insidens tertinggi adalah pada pria antara usia 30-50
tahun. Onset biasanya perlahan, pasien biasanya mengkompensasi dengan menambah
penggunaan otot yang sehat. Sistema saraf tepi adalah jaringan saraf untuk semua gerakan (saraf
motor) dan sensasi (saraf sensori). Jaringan saraf ini berhubungan dengan SSP melalui batang
otak dan pada beberapa tempat sepanjang kord spinal. Ia menuju berbagai bagian tubuh. Saraf
perifer membentuk komunikasi antara otak dan organ, pembuluh darah, otot dan kulit. Perintah
otak dihantarkan oleh saraf motor, dan informasi dihantar kembali keotak oleh saraf sensori.
Kerusakan saraf tepi dapat mengganggu komunikasi antara daerah yang diurusnya dengan otak.
Ini bisa mengganggu kemampuan untuk menggerakkan otot atau untuk merasakan sensasi. Ini
bisa menimbulkan sensasi nyeri sepanjang saraf tepi yang rusak. Neuropati saraf tepi adalh
istilah yang digunakan untuk menjelaskan kerusakan saraf tepi namun tidak mengenai otak atau
kord spinal. Pada kerusakan minor, bisa berupa nyeri terbakar, sedangkan pada kerusakan mayor
dapat berakibat gangguan keseimbangan atau kelemahan otot dan bahkan kelumpuhan. Bisa

terjadi kerusakan pada saraf secara tunggal, seperti pada sindroma terowongan karpal, atau
terjadi kerusakan pada banyak saraf sekaligus seperti pada sindroma Guillain-Barre.
ANATOMI SARAF TEPI
Saraf tepi terdiri dari fasikel-fasikel yang berisi akson-akson baik yang bermielin maupun tidak.
Endoneurium adalah sejumlah kecil matriks yang terletak diantara masing-masing akson.
Perineurium adalah selubung yang dibentuk oleh sel-sel khusus serupa serabut yang mengikat
akson-akson dalam masing-masing fasikel dalam satu kesatuan. Epineurium adalah jaringan ikat
yang menyelubungi keseluruhan batang saraf dan membentuk septa jaringan ikat vaskuler yang
melintas saraf dan memisahkan fasikel satu sama lain.
Akson yang lebih tebal dari satu mikron pada SSP dan SST adalah bermielin. Mielin adalah
selubung spiral membran sel yang membungkus sekeliling akson. Pada SSP, mielin dibentuk
oleh sel oligodendroglia dan pada SST oleh sel Schwann. Tiap oligodenrosit membentuk segmen
multipel dari mielin yang membungkus beberapa akson. Tiap sel Schwann membentuk satu
segmen mielin. Ini salah satu alasan mengapa mielin saraf perifer beregenerasi lebih efisien.
Nodus Ranvier adalah daerah yang terputus antara selubung mielin berdekatan dimana akson
tidak diselubungi mielin. Akson yang tidak bermielin diselubungi sitoplasma sel Schwann,
namun tidak ada penyelubungan spiral dari membran sel Scwann disekelilingnya.
Struktur mielin SSP dan SST umumnya sama. Mielin dibentuk oleh 70% lemak dan 30% protein.
Ada perbedaan penting protein mielin pada SSP dan SST. Perbedaan ini menjelaskan mengapa
reaksi alergi pada mielin SST tidak menyebabkan demielinasi sentral dan sebaliknya, dan
mengapa kelainan metabolik bawaan protein mielin yang mengenai saraf tepi tidak merusak
mielin sentral. Disisi lain, lemak adalah serupa antara mielin SSP dan SST. Untuk alasan ini,

kelainan metabolik lemak mielin, seperti pada leukodistrofi metakhromatik, mengenai baik
substansi putih sentral maupu saraf tepi.
Selubung mielin berfungsi sebagai isolator listrik, mencegah arus pendek antara akson. Lebih
penting, ia memfasilitasi konduksi. Nodus Ranvier adalah satu-satunya titik dimana akson tidak
tertutup mielin dan ion-ion dapat berpindah diantaranya dan cairan ekstraseluler. Depolarisasi
membrana aksonal pada nodus Ranvier memperkuat potensial aksi yang dihantarkan sepanjang
akson dan ini adalah dasar konduksi saltatori (meloncat).
POLA PATOLOGIS SARAF TEPI
Patologi neuropati saraf tepi mengikuti tiga pola dasar : Degenerasi Wallerian, aksonopati distal,
dan demielinasi segmental.
Degenerasi Wallerian
Badan sel neuronal memelihara akson melalui aliran aksoplasma. Bila akson terputus, maka
bagian distalnya, termasuk selubung mielin, mengalami beberapa perubahan yang menyebabkan
disintegrasi struktur serta degradasi kimia yang lengkap. Perubahan juga terjadi pada badan
neuronal. Retikulum endoplasmik kasar mengalami disagregasi dan badan sel membulat.
Sitoplasma mejadi lebih bening dan inti bergeser keperifer sel. Proses ini disebut khromatolisis
sentral dan menunjukkan aktifasi sintesis protein dalam usaha meregenerasi akson. Protein
sitoskeletal dan material lain menuju akson. Puntung proksimal memenjang 1-3 mm per hari. Sel
Schwann

didistal

daerah

yang

putus

berproliferasi

dan

membentuk

mielin

baru.

Derajat regenerasi dan pemulihan tergantung berapa baik ujung-ujung yang putus bertemu dan
pada luasnya cedera jaringan lunak serta jaringan parut sekitar area yang putus. Bila rekonstruksi

tidak baik, proliferasi kolagen tidak terkontrol, prosesus sel Scwann dan pertumbuhan aksonal
mengisi celah, membentuk neuroma traumatika. Degenerasi Wallerian semula dijelaskan pada
aksotomi eksperimental. Neuropati yang khas disertai degenerasi Wallerian adalah yang
disebabkan trauma, infark saraf tepi (mononeuropati diabetik, vaskulitis) dan infiltrasi
neoplastik.
Aksonopati Distal.
Degenerasi akson dan mielin dimulai pertama pada bagian distal akson dan, bila abnormalitas
menetap, akson mengalami dies back. Ini menyebabkan kehilangan sensori (stocking-glove)
dan kelemahan yang khas didistal. Neurofilamen dan organel terkumpul di akson yang
berdegenerasi (mungkin karena terhentinya aliran aksoplasma). Terkadang akson menjadi atrofi
dan hancur. Aksonopati distal yang berat menyerupai degenerasi Wallerian. Pada tingkat lanjut,
terjadi hilangnya akson yang bermielin. Beberapa neuropati klinis disebabkan obat-obatan dan
racun industri seperti pestisida, akrilamid, fosfat organik, serta larutan industri, khas dengan
aksonopati distal.
Aksonopati

distal

diperkirakan

disebabkan

patologi

badan

neuronal

berakibat

ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan metabolik akson. Ini menjelaskan mengapa kelaian


dimulai dari bagian yang paling distal dari saraf, dan akson besar yang memiliki kebutuhan
metabolik dan nutrisi lebih tinggi lebih parah terkena. Namun ini belum terlalu jelas. Sulit
membayangkan badan neuronal yang relatif sangat kecil dapat memelihara kebutuhan metabolik
akson dengan massa yang besar. Selain itu badan sel tergantung pada akson distal serta sinapsnya
untuk interaks trofik yang menjaganya tetap hidup dan berfungsi.

Demielinasi Segmental
Semula dijelaskan pada percobaan keracunan timbal, khas dengan hancur serta hilangnya mielin
pada beberapa segmen. Akson tetap intak dan tidak ada perubahan pada badan sel. Hilangnya
konduksi saltatori akibat demielinasi segmental mengakibatkan penurunan kecepatan konduksi
serta terjadinya hambatan konduksi. Kelainan terjadi cepat namun reversibel karena sel Schwann
membentuk mielin baru. Namun pada banyak kasus, demielinasi menyebabkan hilangnya akson
dan defisit permanen. Sarafnya sendiri, pada demielinasi segmental, memperlihatkan akson yang
tidak bermielin, regenerasi mielin yang tipis, onion bulbs, dan pada kasus berat, hilangnya
akson. Kondisi mielin dapat dinilai dengan preparat berkas serabut pada saraf tepi dan dengan
mikroskop elektron. Neuropati khas dengan demielinasi segmental termasuk neuropati
inflamatori akut dan kronik, neuropati difteritik, leukodistrofi metakhromatik, dan kelainan
Charcot-Marie.
Formasi Onion Bulb adalah lapisan konsentrik prosesus sel Schwann dan kolagen sekitar
akson. Proliferasi ini disebabkan dimielinasi segmental berulang serta regenerasi mielin dan
dapat menyebabkan penebalan hebat saraf tepi (neuropati hipertrofik). Akson sentral sering
mengalami demielinasi atau memiliki lapisan tipis mielin. Formasi onion bulb adalah pertanda
histologis kelainan Charcot-Mariee-Tooth, namun juga tampak pada neuropati herediter lain
(kelainan Dejerine-Sotta, kelainan Refsum), neuropati diabetik, dan pada neuropati demielinatif
inflamatori

kronik.

Patologi neuropati saraf tepi berdampak pada kord spinal. Neuropati aksonal akut menyebabkan

khromatolisis sentral. Neuropati aksonal dan aksonopati distal mengenai neuron bipoler ganglia
akar dorsal menyebabkan degenerasi akson sentral neuron tsb. pada traktus grasilis dan kuneatus
dari kord spinal. Lesi ini berhubungan dengan hilangnya sensasi posisi dan vibrasi serta ataksia
sensori.
Neuropati dapat diklasifikasikan berdasar perubahan patologis aksonal (degenerasi Wallerian dan
aksonopati distal), demielinatif, atau campuran.
PEMERIKSAAN

NEUROPATI

SARAF

TEPI

Sasaran pemeriksaan neuropati saraf tepi adalah menetapkan diagnosis neuropati periferal,
menentukan

apakah

proses

aksonal

atau

demielinatif,

serta

mencari

penyebabnya.

Secara klinis, neuropati menyebabkan kelemahan serta atrofi otot, hilangnya sensasi atau
perubahan sensasi (nyeri, parestesia), dan kelemahan atau hilangnya refleks tendon. Pemeriksaan
konduksi saraf dapat membedakan neuropati demielinatif (perlambatan kecepatan konduksi atau
blok konduksi) pada neuropati aksonal (amplitudo potensial aksi rendah). Elektromielografi
(EMG) dapat membedakan atrofi denervasi dari kelainan otot primer. Pemeriksaan CSS
membantu terutama pada neuropati demielinatif inflamatori. Karena akar kranial dan spinal
terendam pada CSS, neuropati demielinatif yang mengenai akar akan menyebabkan peninggian
protein CSS. Inflamasi akar saraf juga menyebabkan pleositosis CSS. Pengambilan riwayat teliti
dengan penekanan pada riwayat keluarga, paparan lingkungan, serta penyakit sistemik,
dikombinasi dengan pemeriksaan neurologis serta laboratorium dapat menentukan etiologi pada
kebanyakan neuropati saraf tepi. Bila diagnosis meragukan, biopsi saraf dengan mikroskop
cahaya, mikroskop elektron, morfometri, dan preparat berkas serabut dapat memberikan
informasi definitif lebih banyak. Saraf sural biasanya dipilih untuk biopsi karena letaknya
superfisial serta mudah ditemukan dan merupakan saraf yang predominan sensori. Biopsi saraf

sural meninggalkan bercak hipestesia pada aspek lateral kaki yang biasanya ditolerasi dengan
baik.
Neuropati diabetik dan lainnya mengenai terutama serabut kecil bermielin dan yang tidak
bermielin yang menghantar sensasi nyeri dan suhu. Degenerasi pada neuropati serabut kecil ini
mengenai serabut saraf bagian yang paling distal yang dijumpai pada berbagai organ dan
jaringan (serabut somatik) dibanding serabut pada saraf utama. Pemeriksaan konduksi saraf serta
EMG pada setiap kasus mungkin normal dan biopsi saraf sural bisa sulit diinterpretasikan.
Diagnosis bisa ditegakkan dengan biopsi kulit. Sekitar 3-4 mm kulit diambil dengan punch dan
dipotong dengan mikrotom. Potongan diuji dengan antibodi terhadap Protein Gene Product 9.5
yang menampilkan serabut saraf kecil yeng menembus epidermis. Kepadatan serabut ini
berkurang

pada

neuropati

serabut

kecil.

Perubahan patologis pada kebanyakan neuropati saraf tepi (degenerasi aksonal, demielinasi
aksonal atau kombinasinya) tidak spesifik. Pada neuropati aktif makrofag membuang debris
mielin dan akson. Kebanyakan neuropati aksonal lanjut memperlihatkan hilangnya akson yang
bermielin serta bertambahnya kolagen endoneurial. Beberapa neuropati demielinatif kronik
memperlihatkan perubahan hipertrofik. Karenanya pada kebanyakan neuropati, biopsi saraf sural
hanya dapat menentukan diagnosis neuropati dan membedakan neuropati aksonal dari
demielinatif serta neuropati akut dari yang kronis, namun tidak dapat menentukan penyebab
neuropati. Hanya beberapa neuropati memperlihatkan perubahan patologis yang khas untuk
kelainannya setelah diagnosis yang spesifik. Neuropati ini antaranya neuropati demielinatif
inflamatori akut dan kronik, neuropati motor dan sensori herediter, vaskulitis, neuropati sarkoid,
leprosi, neuropati amiloid, invasi neoplastik kesaraf tepi, leukodistrfi metakhromatik,
adrenomieloneuropati, dan neuropati aksonal raksasa.

PENYEBAB
Ada beberapa penyebab neuropati saraf tepi. Antaranya cedera mendadak, tekanan
berkepanjangan pada saraf, dan destruksi saraf akibat penyakit atau keracunan. Penyebab
tersering neuropati saraf tepi adalah diabetes mellitus, defisiensi vitamin, alkoholisme yang
bersamaan dengan gizi buruk, dan kelainan bawaan. Tekanan pada saraf dapat akibat tumor,
pertumbuhan tulang abnormal, penggunaan kast atau kruk, atau postur paksa karena kekakuan
untuk jangka yang lama. Artritis rematoid, vibrasi berlebihan dari peralatan berat, perdarahan
pada saraf, herniasi diskus, terpapar dingin atau radiasi, dan berbagai jenis kanser juga dapat
menekan saraf. Neuropati saraf tepi yang umum, parestetika meralgia, khas dengan sensasi
terbakar, baal, dan sensitifitas bagian depan paha. Mikro-organisme dapat menyerang saraf
secara langsung dengan akibat kerusakan saraf tepi. Penyebab lain adalah bahan toksik, termasuk
logam berat (timbal, air raksa, arsen), karbon monoksida, dan pelarut.
Penyebab Utama Neuropati Saraf Tepi
1. Otoimmunitas (poliradikuloneuropati demielinatif inflamatori).
2. Vaskulitis (kelainan jaringan ikat).
3. Kelainan sistemik (diabetes, uremia, sarkoidosis, myxedema, akromegali).
4. Kanser (neuropati paraneoplastik).
5. Infeksi (leprosi, kelainan Lyme, AIDS, herpes zoster).
6. Disproteinemia (mieloma, krioglobulinemia).
7. Defisiensi nutrisional serta alkoholisme.
8. Kompresi dan trauma.
9. Bahan industri toksik serta obat-obatan.
10. Neuropati keturunan.
GEJALA
Biasanya mulai bertahap dalam beberapa bulan. Sensasi rasa terbakar atau ditusuk-tusuk
(tingling) biasa mulai dari jari kaki atau tumit dan menyebar keproksimal. Terkadang mulai dari

tangan dan menyebar kelengan. Rasa baal bisa menyebar dengan cara serupa. Kulit bisa menjadi
sensitif, bahkan sentuhan ringan dapat menimbulkan nyeri. Pada bentuk berat, kelemahan otot
secara bertahap bisa terjadi. Risiko khusus adalah bahwa beberapa bagian tubuh dapat
mengalami cedera tanpa penderita menyadari hingga menjadi terinfeksi atau ulserasi. Pada DM,
gejala neuropati saraf tepi mungkin tidak tampil hingga 15-20 tahun setelah onset. Defisiensi
vitamin B12 berat, dikenal sebagai anemia pernisiosa, terjadi bila tubuh tidak dapat
mengabsorbsi vitamin B12 sebanyak yang dibutuhkan. Gejala khas sebelum onset neuropati
saraf tepi terjadi adalah kepucatan, kelemahan, lesu, mengantuk, sesak nafas. Kulit bisa menjadi
kuning, dan mulut serta lidah terasa nyeri.
Neuropati Diabetika
Penyebab paling sering neuropati diklinik adalah diabetes. Neuropati saraf tepi terjadi pada lebih
dari setengan diabetik lama. Diabetes menyebabkan beberapa jenis neuropati, termasuk poli
neuropati simetrik kronik, neuropati proksimal (amiotrofi diabetika), mono neuropati, dan
radikulopati kranial. Patogenesis neuropati diabetika kurang dimengerti. Kebanyakan berdasar
iskemia. Temuan menonjol neuropati diabetika adalah penebalan arteriola akibat bertambahnya
deposisi material membran basal, serupa dengan perubahan yang terjadi pada arteriola otak dan
kapiler glomerular. Perubahan glikasi (pengikatan gula dengan protein / lemak) non enzimatik
struktur neural dan perubahan biokimia lain pada diabetes mungkin berperan.
Neuropati Demielinatif Inflamatori
Neuropati jarang. Diduga kelainan immun dimana antibodi dan activated T-lymphocytes bereaksi
terhadap antigen yang ada pada saraf tepi, meningkatkan reaksi inflamatori dan makrofag yang

menghancurkan mielin dan akson. Bukti kuat reaksi immun humoral pada neuropati ini adalah
bahwa penggantian plasma berakibat pada perbaikan klinis yang bermakna. Peran serta
immunitas seluler ditegaskan dengan adanya T-lymphocites sekitar pembuluh darah saraf yang
terkena. Dua jenis utama kelompok ini adalah sindroma Guillain-Barre dan neuropati
demielinatif inflamatori kronik. Model percobaan neuropati demielinatif, neuritis alergik
eksperimental (EAN), dapat ditimbulkan degan menyuntik binatang dengan mielin dan ajuvan
Freund atau P2 protein mielin periferal yang dipurifikasi. EAN adalah reaksi imun yang
dimediasi sel.
1. Sindroma Guillain-Barre (GBS).
Bukanlah penyakit tunggal. Terdapat beberapa varian : Poli neuropati demielinatif
inflamatori akut (AIDP), neuropati aksonal motor akut (AMAN), dan sindroma MillerFisher (MFS). AIDP merupakan 90 % dari GBS. Ia dimulai dengan parestesia pada jarijari kaki dan ujung jari tangan, diikuti kelemahan dan arefleksia yang memberat dengan
cepat. Kelemahan mencapai plato (menetap) dalam empat minggu, setelahnya dimulai
pemulihan. Beberap kasus adalah ganas, lengkap dalam satu atau dua hari. Pada puncak
penyakit ini, kebanyakan pasien lumpuh lengkap dan tidak dapat bernafas. Bahkan
dengan perawatan intensif moderen, sekitar 5 % pasien tewas karena paralisis nafas, henti
jantung (mungkin karena disfungsi otonom), sepsis, dan komplikasi lain. Sepuluh persen
dari yang pulih memiliki kelemahan residual. Walau mudah mendiagnosis jenis yang
klasik ini, GBS sering terlalaikan karena tampilan klinis yang atipik seperti
oftalmoplegia, ataksia, kehilangan sensori, dan disotonomia. Penggantian plasma (diduga
membuang antibodi pertahanan) dan immunoglobulin intravena adalah terapi terpilih.
Dua kelainan laboratorium utama pada GBS adalah penurunan kecepatan konduksi saraf

atau blok konduksi serta peninggian protein CSS dengan relatif sedikit sel (dissosiasi
albuminositologik).
Saraf tepi memperlihatkan sel mononuklir perivenular, demielinasi (protein mielin adalah
sumber peninggian protein CSS), dan makrofag. Kerusakan aksonal, yang berperan pada
defisit permanen bervariasi dan mungkin berat. Kelainan patologi paling berat pada akar
dan pleksus spinal serta kurang nyata pada saraf yang lebih distal. Pada fase pemulihan,
saraf memiliki selubung mielin tipis, menunjukkan regenerasi mielin. AMAN
memperlihatkan kerusakan akson dengan sedikit inflamasi.
Sekitar 20-30 % kasus GBS didahului infeksi Kompilobakter Jejuni. Sejumlah sama
didahului infeksi Sitomegalovirus. Sisanya didahului infeksi Mikoplasma dan infeksi
lainnya, atau vaksinasi. Dinding bakteri C. jejuni memiliki gangliosida GM1. Antibodi
anti gangliosida tampak pada membrana aksonal pada nodus Ranvier dan pada mielin
para nodal. Pertemuan keduanya meninggikan inflamasi yang merusak struktur tsb.
Antibodi anti GM1 dijumpai pada serum pasien GBS. GBS setelah infeksi CMV
memiliki antibodi anti GM2.
2. Poliradikuloneuropati demielinatif inflamatori kronik (CIDP)
Akibat dari perjalanan kronik atau berulang dalam beberapa bulan atau tahun dan
mungkin

menyebabkan

cacad

permanen

berat.

Pemeriksaan

konduksi

saraf

memperlihatkan penurunan kecepatan hantar, blok konduksi, dan pemanjangan latensi


distal dan gelombang F. Pada fase aktif kelainan ini, CSS memperlihatkan peninggian
protein tanpa peningkatan sel. Secara patologis, saraf perifer menampakkan demielinasi,
mielin tipis (degenerasi tidak lengkap), serta perubahan hipertropik akibat serangan
berulang demielinasi dengan interval perbaikan. Pada kasus kronik, terdapat kehilangan
aksonal nyata. Inflamasi bervariasi, terkadang tidak ada. Patologi paling berat pada
segmen saraf proksimal dan akar spinal dan mungkin tidak tampil lengkap pada biopsi

saraf sural. CIDP diduga akibat reaksi oto-imun sel T dan antibodi terhadap antigen
mielin yang belum diketahui. Tindakan berupa penggantian plasma, immunoglobulin
intravena, serta kortikosteroid.
GBS dan CIDP adalah sejenis MS yang terjadi pada SST. Ini penting karena intervensi
penggantian plasma pada saat tepat dapat mencegah kematian pada GBS serta cacad
permanen berat pada CIDP. Terdapat kriteria standar untuk diagnosis, berdasar pada
klinis, CSS, konduksi saraf serta temuan biopsi.
Neuropati Herediter
Neuropati bawaan adalah jarang sebagai sebuah kelompok, diantaranya adalah kelainan
penimbunan lisosomal, kelainan peroksisomal dan amiloidoses familial. Neuropati pada kelainan
ini adalah bagian dari defek metabolik sistemik. Pada neuropati bawaan termasuk juga kelompok
kelainan yang disebut neuropati motor dan sensori herediter, dimana neuropati adalah kelainan
utama atau satu-satunya. Temuan paling sering pada kelompok ini dan pada kebanyakan
neuropati familial secara keseluruhan adalah kelainan Charcot-Marie-Tooth
1. Kelainan Charcot-Marie-Tooth (CMT)
Bukan kelainan tunggal, namun adalah kelompok neuropati bawaan yang terbagi tiga
fenotip, CMT1, CMT2, dan CMT X-link. CMT1 adalah neuropati tepi bawaan paling
sering. Menyerang 1 dari 2.500 orang dan dominan otosomal. Menyebabkan kelemahan
dan atrofi otot distal, terutama yang diinervasi saraf peroneal (stork leg), pes cavus,
kehilangan sensori, serta tremor aksi pada beberapa kasus. Dimulai pada usia kanakkanak atau remaja dan berkembang perlahan, mengenai saraf lainnya. Bisa menjalani
kehidupan normal. Pemeriksaan hantar saraf memperlihatkan penurunan kecepatan
konduksi. Biopsi pada CMT1 memperlihatkan demielinasi, regenerasi mielin (mielin

tipis), kehilangan aksonal, dan onion bulb. Pada kasus lama terdapat penebalan saraf
yang luas, disebut neuropati hipertrofik.
CMT1 adalah kelainan genetik. Paling sering akibat duplikasi segmen kromosom 17
(17p11.2-p12) yang mengandung gen untuk protein mielin perifer 22 kd, PMP22. Protein
ini mungkin berperan dalam diferensiasi sel Schwann. Pasien CMT1 memilki tiga kopi
gen normal dan mungkin memproduksi 1.5 kali lebih banyak PMP22 dibanding orang
normal. Bentuk lain CMT1 disebabkan mutasi gen PMP22 atau mutasi gen Myelin
Protein Zero (MPZ). CMT2 adalah aksonopati distal dengan latar belakang kelainan
genetik. CMT X-link disebabkan mutasi protein gap junction, connexin 32. Hilangnya
gen PMP22 menyebabkan neuropati herediter dengan gangguan sensor tekanan.
Mutasi otosom dominan dan otosom resesif PMP22, MPZ, dan gen lain menimbulkan
CMT3 (kelainan Dejerine-Sottas), sebuah neuropati hipertrofik demielinatif infantil.
Kelainan molekuler ini menunjukkan pentingnya protein mielin untuk stabilitas struktur
mielin dan memperlihatkan bagaimana perubahan abnormal genetik dapat menyebabkan
fenotip yang serupa.
2. Neuropati amiloid familial (FAP)
Adalah kelompok amiloidoses sistemik familial yang mengenai saraf tepi.
Terbanyak FAP disebabkan oleh mutasi otosom dominan gen transthyretin pada 18q11.
Protein mutan diletakkan dalam bentuk amiloid dan merusak saraf tepi, jantung, ginjal,
GIT, dan organ lain. Pada saraf kerusakan amilioid pertama dan paling berat merusak
serabut kecil, menyebabkan kehiangan sensasi nyeri dan suhu serta disfungsi otonom.
Transthyretin diproduksi oleh hati. Transplantasi hati menghentikan perkembangan
penyakit ini.
Neuropati Vaskulitik

1. Poliarteritis Nodosa
Beserta vaskulitides lain sering mengenai saraf tepi menyebabkan mono neuropati
tunggal atau multipel (akibat iskemia saraf), poli neuropati asimetrik, serta poli neuropati
simetrik distal. Biopsi saraf sural bersamaan dengan biopsi otot memberikan jaringan
terbaik untuk menentukan diagnosis vaskulitis. Biopsi saraf adalah diagnostik pada
setengah pasien dengan vaskulitis sistemik dan neuropati klinis, dan diagnostik
meningkat dengan biopsi otot. Masing-masing biopsi memperlihatkan arteritis
necrotizing, infiltrasi inflamatori perivaskuler, perdarahan dengan deposisi hemosiderin,
neovaskulerisasi pada arteria epineural, dan berbagai perubahan pada fasikel saraf,
tergantung pada berat dan tahap neuropati. Otot memperlihatkan vaskulitis serta atrofi
denervasi.
DIAGNOSIS DEGENERASI SST
Biasanya berdasar riwayat yang sesuai dengan penyakit disertai pemeriksaan klinis yang
menunjukkan penurunan fungsi saraf tepi.
TINDAKAN TERHADAP SST
Terapi spesifik ditujukan pada penyebab neuropati saraf tepi. Artinya mengatasi penyakit
penyebab seperti injeksi teratur vitamin B12 bagi anemia pernisiosa, mengembalikan gula darah
kekadar normal pada pasien DM, atau mencegah konsumsi alkohol. Terapi multi vitamin
mungkin berguna. Pada kasus berat dengan gangguan permanen, terapi fisik mungkin diperlukan
untuk mempertahankan sebanyak mungkin kekuatan otot dan mencegah kaku serta spasme otot.
Peralatan mekanik mungkin diperlukan untuk mobilitas. Kulit harus diperiksa teratur dan lecet
atau luka terbuka harus diatasi.

RUJUKAN
1. Dimitri P. Agamanolis, MD. in Neuropathology, an illustrated interactive course for medical
students and residents. Chapter twelve. Akron Childrens Hospital. Northeastern Ohio
Universities College of Medicine.
2. Peripheral neuropathy. Available at Komotv.com.
3. Susan E. Mackinnon, A. Lee Dellon in Surgery of the Peripheral Nerve. Chapter 1 :
Anatomy and Physiology of the Peripheral Nerve. Thieme Medical Publishers, New
York, 1988.
4. Eric L. Zagger, MD : Morphology, Physiology, and Electrophysiology of Peripheral
Nerve Degeneration and Degeneration. In AANS Publications Commitee, Edward C.
Benzel, MD, ed. Practical Approaches to Peripheral Nerve. American Association of
Neurological Surgeons. 1992.

Anda mungkin juga menyukai