Journal Adek
Journal Adek
sebanyak 5,2 ksus tiap 100.000 orang pada tahun 2005. Angka kejadian sifilis congenital
meningkat drastis, dengan peningkatan rata-rata tiap tahunnya sebesar 71,9% yaitu dari 0,01
kasus tiap 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 19,7 kasus tiap kelahiran hidup
pada tahun 2005. Berdasarkan data surveilan nasional, terdapat 327.433 kasus baru sifilis di Cina
pada tahun 2009 (24,7 kasusu tiap 100.000 orang). Pengontrolan kasus sifilis yang meliputi
deteksi dini dan pengobatan yang adekuat pada pasien secara klinis dan bukti infeksi secara
serologi serta penatalaksanaan semua pasangan seksual penderita. Benzatine penisilin G telah
igunakan sebagai pilihan awal dala mengobati infeksi sifilis (primer, sekunder dan sifilis laten).
Disisi lain, doksisiklin/tetrasiklin digunakan sebagai terapi pada pasien yang alergi terhadap
penisilin. Namun, terdapat beberapa penelitian mengenai penggunaan obat lini kedua pada
pengobatan awal sifilis. Kami menghubungkan penelitian kohort retrospektif untuk
membandingkan tingkat respon pasien secara serologi antara pasien yang diberikan terapi awal
penisilin dengan pasien yang diberikan doksisiklin/tetrasiklin. Meskipun terdapat tantangan
dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan serologi, perubahan titer nontreponemal telah
digunakan secara luas sebagai criteria dalam mengevaluasi respon pengobatan sifilis. Pasien
dengan titer nontreponemal yang menurun 4 kali lipat atau lebih dari 6 bulan mendapat
pengobatan dianggap mempunyai espon serologi yang sesuai sedangkan jika ada peningkatan
titer tanpa diikuti reinfeksi diindikasikan sebagai kegagalan pengobatan.
Metodologi
Subjek penelitian
Data demografi, klinis dan laboratorium pada 748 pasien sifilis yang telah dianalisis. Pada
748 kasus sifilis, 385 kasus merupakan sifilis sekunder, 265 kasus dengan sifilis laten. Subjek
pada penelitian ini adalah semua pasien sifilis rawat jalan yang mengunjungi klinik IMS di
Peking Union Medical Collage Hospital, China, pada bulan desember 2000 hingga 2011. Semua
pasien sifilis didiagnosis dalam berbagai stadium berdasarkan National Centers for Disease
Control Diagnosis Standard. Berdasarkan standar tersebut sifilis primer digambarkan sebagai
kasus klinis yang sesuai dengan karakteristik sati atau lebih CHANCREs dan limfadenopati
inguinal dan konfirmasi treponema palidum melalui pemeriksaan serologi yaitu tes RPR (Rapid
Plasma reagin) dan TPPA dan/atau FTA; sifilis sekunder digambarkan sebagai kasus klinis yang
sesuai dengan karakteristik rash makulopapular dan pada beberapa kasus, limfadenopati dan
konfirmasi laboratorium sifilis primer.
Sifilis laten digambarkam sebagai kasus yang asimptomatis dengan adanya kemungkinan
riwayat infeksi dan didukung oleh reaktivasi RPR dan pemeriksaan treponemal reaktif, serta
cairan serebrospinal yang normal. Klinisi dari bagian IMS menanyakan kepada pasien mengenai
kemungkinan waktu infeksi: kapan infeksi pertama kali dalam 12 bulan terakhir, sifilis laten
diklasifikasikan sebagai awal. Penelitian ini telah disejui oleh komite etik di Peking Union
Medical College. Seratus tujuh pasien dieksklusi karena terbukti positif menderita HIV,
pemeriksaan RPR nonreaktif pada garis dasar, karena memiliki riwayat sifilis, waktu
pemantauan yang inadekuat untuk menentukan hasil pemeriksaan serologi pada pengobatan
(pasien yang tidak dipantau kurang dari 6 bulan dieksklusi)
Pemeriksaan Laboratorium
Empat milliliter darah dikumpulkan dari masing-masing pasien mulai dari kunjungan
pertama ke klinik IMS. Kemudian darah dikirim ke laboratorium yang telah dilatih secara
personal dalam RPR dan TPPA dan/atau FTA-Abs (control: Syphilis Serology Proficiency
Testing Survey, Laboratory Code Number 990077, Center for Disease Control & Prevention
Atlanta, World Health Organization). Setiap pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh petugas
laboratorium berdasarkan instruksi pemilik pabrik. Stadium pasien sifilis ditentukan
berdasarkan pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan serologi sesuai kriteria yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Pengobatan
Berdasarkan pedoman nasional, pasien diberikan 2 dosis benzatin penisilin sebanyak 2,4
juta unit intramuskular tiap suntikan dengan jarak antar suntikan selama 1 minggu. Pasien yang
alergi penisilin diberikan doksisiklin, 100mg peroral 2 kali sehari selama 14 hari atau tetrasiklin
500mg peroral 4 kali sehari selama 14 hari. Seperti biasa di klinik IMS, setelah pengobatan,
semua pasien diminta untuk memeriksakan gejala klinisnya secara berkala dan menjalani
pemeriksaan titer RPR setiap 3 bulan. Hasil respon terapi dinilai berdasarkan perubahan titer
RPR pada 6 bulan
pemeriksaan RPR negatif atau 4 kali lipat mengalami penurunan dalam 6 bulan (2 dilusi).
Pengobatan juga dikatakan berhasil jika titer RPR 1:2 atau 1:1 pada garis dasar, serologi stabil
dalam 6 bulan setelah pengobatan awal (i.e 1 dilusi dari garis dasar). Pengobatan dikatakan
gagal jika pemeriksaan titer RPR meningkat dari garis dasar minimal 4 kali dalam rentang
waktu bulan pertama hingga bulan keempat.
Analisis Data
Tes Pearsons chi-squared digunakan untuk membandingkan perbedaan perubahan
variabel secara kategori dan t-test digunakan pada data dengan distribusi normal. Secara statistic
didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p<0,05.