Refrat PPOK
Refrat PPOK
I.
Sistem Pernafasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan
ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Sistem pernapasan terdiri atas
paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan jaringan paru dengan lingkungan luar
paru yang berfungsi untuk menyediakan oksigen untuk darah dan membuang
karbondioksida.
Sistem pernapasan secara umum terbagi atas :
1. Bagian Konduksi
Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,
dan bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran udara untuk
mengalir
ke
dan
dari
paru-paru
untuk
membersihkan,
membasahi,
dan
Pertukaran karbon dioksida dan oksigen antara darah dan udara berlangsung di
alveolus paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan dalamnya aliran udara
timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah
kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup.
Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara
pada paparan kerja.
3. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk-batuk atau spasme
laring (penghentian bernapas). Kalau zat-zat ini menembus kedalam paru-paru, dapat
terjadi bronchitis toksik, edema paru-paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran
terhadap paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu
mekanisme yang khas pada bronkhitis dan terlihat pada perokok tembakau. Partikelpartikel debu dan aerosol yang berdiameter lebih dari 15 m tersaring keluar pada saluran
napas. Partikel 5-15 m tertangkap pada mukosa saluran yang lebih rendah dan kembali
disapu ke laring oleh kerja mukosiliar, selanjutnya ditelan. Bila partikel ini mengatasi
saluran nafas atau melepaskan zat-zat yang merangsang respon imun dapat timbul
penyakit pernafasan seperti bronchitis.
Partikel-partikel berukuran 0,5 dan 5 m (debu yang ikut dengan pernafasan)
dapat melewati sistem pembersihan mukosiliar dan masuk ke saluran nafas terminal serta
alveoli. Dari sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel-sel scavenger (makrofag) dan
dihantarkan pulang kembali ke sistem mukosiliar atau ke sistem limfatik. Partikel
berdiameter kurang dari 0,5 m mungkin akan mengambang dalam udara dan tidak di
retensi. Partikel-partikel panjang dan serat yang diameternya dari 3 m dengan panjang
100 m dapat mencapai saluran nafas terminal, namun tidak dibersihkan oleh makrofag ;
akan tetapi partikel ini mungkin pula ditelan lebih dari satu makrofag dan dibungkus
dengan bahan protein kaya besi sehingga terbentuk badan-badan besar asbes yang khas.
Sebab-sebab utama penyakit pernafasan adalah :
1. Mikroorganisme pathogen yang mampu bertahan terhadap fagositosis
2. Partikel-partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian makrofag
yang menelannya, sehingga menghambat pembersihan dan merangsang reaksi
jaringan.
3. Partikel-partikel organik yang merangsang respon imun.
4. Kelebihan beban sistem akibat paparan terus-menerus terhadap debu respirasi
berkadar tinggi yang menumpuk di sekitar saluran nafas terminal.
Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran nafas yang bersifat progresif nonreversible atau reversible parsial. PPOK terdiri
dari bronchitis kronik dan emfisema atau keduanya. Bronchitis kronik adalah kelainan
saluran nafas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema
adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak
penderita bronchitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk
penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan nafas yang tidka reversible penuh,
dan memenuhi criteria PPOK.(perhimpunan dokter paru Indonesia,pedoman diagnosis &
penatalaksanaan di Indonesia 1973-2003)
PPOK ditandai adanya obstruksi saluran nafas, biasanya progresif tidak
sepenuhnya reversible dan tidak ada perubahan drastic selama beberapa bulan dan
sebagian besar disebabkan oleh rokok. (national collaborating centre for chronic
conditions 2004)
PPOK ditandai adanya obstruksi saluran nafas, biasanya progresif dan tidak
sepenuhnya reversible,keadaan tersebut ada hubungan antara respon inflamasi di paruparu oleh partikel berbahaya atau gas. (global initiative for chronic obstructive lung
disease 2003).
4
III.
Epidemiologi
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronchitis kronis, emfisema menduduki
peringkat ke 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama.
SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronchitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
Adapun faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :
Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%)
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi
63 tahun pada tahun 1990-an
Industrialisasi
Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industry, dan di pertambangan.
Tingkat morbiditas dan mortalitas PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh dunia.
Hal ini dibuktikan dengan besarnya kejadian rawat inap, seperti di Amerika Serikat pada
tahun 2000 terdapat 8 juta penderita PPOK rawat jalan dan sebesar 1,5 juta kunjungan
pada Unit Gawat Darurat dan 673.000 kejadian rawat inap. Angka kematian sendiri juga
meningkat sejak tahun 1970 dimana pada tahun 2000, kematian karena PPOK sebesar
59.936 vs 59.118 pada wanita vs pria secara berurutan dibawah ini digambarkan nagka
kematian
pria
per
100.000
populasi
Prevalensi PPOK pada tahun 1990 diperkirakan 9.34/1000 pada pria dan
7.33/1000 pada perempuan, namun perkiraan tersebut mencakup semua usia yang
semestinya hanya dilihat pada usia yang lebih tua. Prevalensi PPOK tertinggi di Negaranegara yang penduduknya masih mengkonsumsi rokok dan prevalensi PPOK terendah
5
IV.
Faktor Resiko
PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan
hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran ini muncul
dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok dan membaik saat
merokok di hentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi
dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan
dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status
sosioekonomi, nutrisi dan komorbiditas.
1. Genetik
PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi lingkungan
genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan telah di teliti
lama adalah defisiensi 1 antitripsin, yang merupakan protease serin inhibitor.
Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi 1 antitripsin adalah
emfisema paru yang dapat muncul baik pada perokok maupun bukan perokok, tetapi
memang akan diperberat oleh paparan rokok. Bahkan pada beberapa studi genetika,
dikaitkan bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang terdapat pada kromosom 2q.
2. Paparan partikel inhalasi
Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama
hidupnya. Tipe dari suatu partikel, termasuk ukuran dan komposisinya, dapat
berkontribusi terhadap perbedaan dari besarnya risiko dan total dari risiko ini akan
terintegrasi secara langsung terhadap pajanan inhalasi yang didapat. Dari berbagai
macam pajanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya asap rokok dan debudebu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab PPOK.
Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan perokok aktif,
bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain environmental smokers itu sendiri
pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi juga. Pada perokok pasif didapati
penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan
perokok. Bahkan yang lebih menarik adalah pengaruh rokok pada bayi jika ibunya
perokok aktif atau bapaknya perokok aktif dan ibunya menjadi perokok pasif, selain
didapati berat bayi lebih rendah, maka insidensi anak untuk menderita penyakit
saluran pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi meningkat. Shahab dkk melaporkan
hal yang juga amat menarik bahwa ternyata mereka mendapatkan besarnya insidensi
7
PPOK yang terlambat didiagnosis, memiliki kebiasaan merokok yang tinggi. PPOK
yang berat berdasarkan derajat spirometri, didapatkan hanya sebesar 46,8% ( 95% CI
39,1-54,6) yang mengatakan bahwa mereka menderita penyakit saluran nafas,
sisanya tidak mengetahui bahwa mereka menderita penyakit paru dan tetap merokok.
Status merokok justru didapatkan pada penderita PPOK sedang dibandingkan dengan
derajat keparahan yang lain. Begitu juga mengenai riwayat merokok yang ada,
ternyata prevalensinya tetap lebih tinggi pada penderita PPOK yang sedang (7,1%,
p<0,02).
Paparan lainya yang dianggap cukup mengganggu adalah debu-debu yang terkait
dengan pekerjaan ( occupational dusts ) dan bahan-bahan kimia. Meskipun bahanbahan ini tidak terlalu menjadi sorotan menjadi penyebab tingginya insidensi dan
prevalensi PPOK, tetapi debu-debu organik dan inorganik berdasarkan analisa studi
populasi NHANES III didapati hampir 10.000 orang dewasa berumur 30-75 tahun
menderita PPOK terkait karena pekerjaan. American Thoracic Society (ATS) sendiri
menyimpulkan 10-20% paparan pada pekerjaan memberikan gejala dan kerusakan
yang bermakna pada PPOK.
Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa kayu-kayuan, kotoran hewan,
sisa-sisa serangga, batubara, asap dari kompor juga akan menyebabkan peningkatan
insidensi PPOK khususnya pada wanita. Selain itu, polusi udara diluar ruangan juga
dapat menyebabkan progresifitas kearah PPOK menjadi tinggi seperti seperti emisi
bahan bakar kendaraan bermotor. Kadar sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida
(NO2) juga dapat memberikan sumbatan pada saluran nafas kecil (Bronkiolitis) yang
semakin memberikan perburukan kepada fungsi paru.
3. Infeksi
Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar terhadap
patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan dengan
terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan peranan yang
penting terhadap terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap infeksi virus juga
dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti rhinovirus pada saluran
nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan jelas sekali berperan pada
terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK. Riwayat tuberkulosis juga dihubungkan
dengan di temukannya obstruksi saluran nafas pada dewasa tua pada saat umur diatas
40 tahun.
8
4. Komorbiditas
Asma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan dari
suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive Disease,
bahwa orang dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi risiko
V.
menderita PPOK.
Patofisiliogi
Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas besar dan kecil bahkan
unit respiratori terminal. Terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi
yaitu bronchitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang di tandai
dengan pembesaran permanen dari ruang-ruang yang ada, mulai dari distal bronkiolus
terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.
Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang
disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi
yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami
metaplasia, sel silia mengalami atropi dan kelenjar mucus menjadi hipertropi. Proses ini
akan direspon dengan terjadinya remodelin saluran nafas tersebut, hanya saja proses
remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi
dimana T CD8 dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan
memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hyperplasia sel
goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.
Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar dan septal
dari alveolus yang rusak, dapat terbagi atas :
Emfisema sentrisinar (sentrilobular)
Dimulai dari bronkus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian
Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi
yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin
dibicarakan pada bronchitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidakseimbangan
10
pada protease serta defisiensi alfa 1 antitripsin menjadi dasar pathogenesis PPOK. Proses
inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediatormediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan
parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat
seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok.
Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat
keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator
yang berperan dalam proses penyakit diantaranya adalah leukotrin B4, chemotactic
factors seperti CXC chemokines, IL 8, TNF alfa, IL 1B, TGF B. Selain itu
ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifasi antiprotease, adanya stress oksidatif
dan paparan faktor resiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil
dan makrofag serta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear faktor, sehingga terjadi lagi
pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada.
Hipersekresi mucus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi
silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi
saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2mm dan air traping pada emfisema paru.
Proses ini kemudian berlanjut pada abnormalitas perbandingan ventilasi perfusi yang
pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia.
Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan
gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari
hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis (hipertrofi dan hyperplasia
otot polos) dan destruksi pulmonal kapiler bad menjadi faktor yang turut memberikan
kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.
Belakangan ini banyak bukti terhadap inflamasi sistemik pada PPOK peningkatan
kadar sitokin proinflamasi dan protein fase akut tampak pada PPOK yang stabil, dimana
sebelumnya memang sudah diketahui luas bahwa kedua faktor inflamasi itu terkait
dengan eksaserbasi pada PPOK. Inflamasi ini kemudian akan mempengaruhi banyak
system sehingga menelurkan pendapat bahwa PPOK sebagai penyakit multi komponen.
Hambatan aliran udara pada saluran nafas, terkait dengan perubahan-perubahan
seluler dan structural pada PPOK ketika proses inflamasi tersebut meluas ke parenkim
dan arteri pulmonalis. Asap rokok diamati memang memancing reaksi inflamasi yang
ditandai dengan infiltrasi limfosit T, neutrofil dan makrogfag, pada dinding saluran nafas.
11
Disamping itu juga terjadi pergeseran akan keseimbangan limfosit T CD4/CD8, dimana
limfosit T sitotoksik (CD8) akan menginfiltrasi saluran nafas sentral dan perifer. Netrofil
yang juga meningkat pada kelenjar bronkus pasien dengan PPOK memberikan yang
penting juga terhadap hipersekresi mucus, dimana hal ini kemudian memacu ekspresi gen
IL4 yang mengekspresikan sejumlah besar sel-sel inflamasi pada subepitel bronkus dan
kelenjar submukosa penghasil secret.
TNF alfa yang merupakan sitokin proinflamasi yang potensial akan berkordinasi
dan menyebabkan peningkatan sitokin-sitokin lainnya seperti IL1 dan IL6 yang kemudian
akan menginduksi angiogenesis. Peningkatan sitokin-sitokin diatas selain berada di
saluran nafas, juga beredar di sirkulasi sistemik. Peningkatan sitokin-sitokin proinflamasi
pada saluran nafas sebagai petanda inflamasi local, juga akan memberikan gambran pada
peningkatan sel-sel inflamasi secara sistemik, termasuk di dalamnya netrofil dan limfosit
pada gambaran darah tepi.
Asal inflamasi sistemik pada PPOK sebenarnya tidak terlalu jelas dimengerti,
tetapi terdapat beberapa jalur yang diperhitungkan dapat menjelaskan proses tersebut.
Mekanisme pertama yang telah diketahui luas adalah salah satu faktor resiko yaitu asap
rokok.
12
Selain menyebabkan inflamasi pada saluran nafas, asap rokok sendiri secara
independen menyebabkan efek ekstra pulmonal seperti kejadian kardiovaskuler dan
inflamasi sistemik melalui stress oksidatif sistemik dan disfungsi endotel vascular perifer
dan menariknya kejadian ini juga akan dialami perokok pasif meski hanya terpapar
beberapa tahun. Mekanisme kedua yang bertolak belakang dari mekanisme pertama
menyatakan bahwa respon inflamasi local berdiri sendiri, begitu juga inflamasi sistemik.
Hal ini dibuktiakn dari penelitian akan kadar TNF alfa dan IL8 pada sputum yang
ternyata meskipun tinggi pada sputum, ternyata tidak menunjukkan adanya inflamasi
sistemik yang berat. Begitu juga pada orang sehat yang dipaparkan akan produk bacterial
yang pro inflamasi, lipopolisakarida memang menunjukkan adanya proses inflamasi local
berupa kenaikan temperature tubuh, reaktifitas saluran nafas dan penurunan FEV1, hanya
saja terjadi perbedaan dimana memang inflamasi tampak pada subjek yang mengalami
demam, tetapi tidak pada subjek yang hanya mengalami gangguan saluran nafas tanpa
demam. Mekanisme ketiga yang diduga adalah hipoksia, dan ini merupakan masalah
berulang pada PPOK, dimana hipoksia terjadi akibat penyempitan saluran nafas, akan
mengaktivasi system TNF dan makrofag yang menyebabkan peningkatan sitokin
proinflamasi pada sirkulasi perifer.
13
VI.
VII.
Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi
paru.
Diagnosis COPD harus dipertimbangkan dalam setiap pasien yang telah dyspnea,
batuk kronis atau yang telah memproduksi sputum, dan / atau riwayat risiko tertular
terhadap faktor untuk penyakit, terutama merokok Indikator kunci dalam Diagnosis
COPD Pertimbangkan COPD, dan melakukan spirometri, jika salah satu indikator ini
hadir dalam individu di atas usia 40. Indikator ini tidak diagnostic sendiri, tetapi
kehadiran beberapa indikator kunci yang meningkatkan kemungkinan diagnose COPD,
antara lain :
Dispnea: progresif (memburuk dari waktu ke waktu).Biasanya lebih buruk dengan
olahraga, setiap hari. Dijelaskan oleh pasien sebagai "meningkat nya upaya untuk
bernapas (susah bernapas), berat, atau terengah-engah."
Batuk kronis: Mungkin sebentar-sebentar dan mungkin tidak produktif.
Produksi dahak kronis : Setiap pola produksi dahak kronis dapat menunjukkan COPD.
15
Sejarah tertular terhadap faktor risiko: Asap tembakau, debu, pekerjaan dan bahan
kimia, asap dari memasak di rumah dan bahan bakar pemanas.
Diagnosis harus dikonfirmasikan oleh tes spirometri
Langkah diagnosis dari PPOK :
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan Fisik
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernafasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
16
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal nafas kronik.
Barrel chest (diameter antero posterior dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu nafas
Hipertrofi otot bantu nafas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan, terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pink puffer adalah gambaran khas pada emfisema, penderita kurus,
kulit kemerahan dan pernafasan pursed lips.
Blue bloater adalah gambaran khas pada bronchitis kronik, penderita
gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,
sianosis sentral dan perifer.
Palpasi
- Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
17
Auskultasi
- Suara nafas vesikuler atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau pada
-
ekspirasi paksa
Eksprasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh
18
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal Paru
Spirometri
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau
VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80%
memantau variability harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20
menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
3. Radiologi
Foto thorak PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
19
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung
pendulum/tear
drop/eye
drop
appearance)
Sedangkan pada keadaan bronchitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus
b. Pemeriksaan khusus
1. Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru
Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
Sepeda statis (ergocycle)
Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan.
CT - Scan resolusi tinggi untuk mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis
serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks
polos
Scan ventilasi perfusi untuk mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi untuk menilai fungsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik
yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama
eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada
usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
VIII.
Diagnosis Banding
Asma
Suggestive features
Investigation
Riw. Keluarga, atopi, non Pemantauan peak flow dan
perokok, usia muda, gejala pengujian reversibilitas.
Gagal jantung
Bronkiektasis
nocturnal.
Foto
thorak,
EKG,
Ortopnu, riw. Peny. Jantung
ekokardiogram.
iskemik, fine lung crackles
Mikroskopik dahak, budaya
Produksi dahak berlebihan,
dan sensitivitas.
sering infeksi dada, pneumoni
anak, coarse lung crakles.
Batuk kering, riw. Peny.
Jaringan
obat
Infeksi oportunistik
ikat,
seperti
methotrexate,
penggunaan
amiodarone,
fine
lung
crackle
Foto
dahak,
Tuberculosis
induksi
thorak,
budaya,
mikroskopik
sensitivitas,
sputum,
lavage
21
imunosupresi, demam.
SOPT
Berat
badan
bronchoalveolar
Foto thorak, mikroskopik
menurun,
resiko
imunosupresi
Riwayat
untuk
TB,
tuberculosis
sebelumnya.
22
IX.
Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan PPOK menurut Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease 2006, terdapat 4 komponen yaitu :
1. Menilai dan memonitor penyakit
2. Mengurangi faktor resiko
3. Penanganan PPOK saat stabil
4. Penanganan eksaserbasi
1. Menilai dan memonitor penyakit
Pada pasien yang punya riwayat medis terperinci kemudian diduga atau
sudah memiliki PPOK harus dinilai hal dibawah ini :
Mengetahui faktor resiko dari pasien, termasuk intensitas dan durasinya
Riwayat kesehatan, termasuk asma, alergi sinusitis, infeksi pernafasan
lainnya
Pola dari setiap pengembangan gejalanya
23
pernafasan
Adanya penyakit penyerta seperti jantung, kanker, osteoporosis, dan
gangguan musculoskeletal, yang mungkin juga berkontribusi terhadap
pembatasan pernafasan
Dampak penyakit pada kehidupan pasien, termasuk pembatasanpembatasan kegiatan seperti tidak masuk kerja, dampak ekonomi,
berpengaruh terhadap rutinitas keluarga, dan perasaan depresi atau
kecemasan
Dukungan keluarga dan lingkungan social tersedia untuk pasien
Mengurangi faktor resiko, terutama berhenti merokok
Pada pasien PPOK dengan stadium II sampai dengan stadium IV, selain
sesak)
Foto rontgen thorak, sebenarnya bukan cara untuk mendiagnosa PPOK
tetapi penting untuk diagnose alternative seperti TBC paru dan
ulkus peptik, dan infark miokard atau stroke untuk penggantian nikotin
dari rokok.
Polusi udara baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan,
menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi atau menghindari
polusi udara dalam ruangan dari bahan bakar, memasak dan
pemanasan dalam rumah yang ventilasinya buruk. Sarankan pasien
untuk memantau pengumuman public terhadap kualitas udara dan
tergantung pada beratnya penyakit, menghindari aktivitas berat diluar
penyakit
gejala-gejala
secara
pasien,
individual
keterbatasan
dengan
pernafasan,
keparahan penyakit.
Pilih perawatan sesuai dengan preferensi nasional dan budaya,
keterampilan pasien, ketersediaan obat local. Pendidikan pasien dapat
membantu meningkatkan keterampilan, kemampuan untuk mengatasi
penyakit, dan status kesehatan. Hal tersebut merupakan cara yang
efektif untuk berhenti merokok, memulai diskusi dan pemahaman
dan
nyaman
dibandingkan
pengobatan
dengan
27
Glukokortikoid
Pengobatan teratur dengan inhalasi glukokortikoid hanya sesuai
untuk pasien dengan prediksi FEV <50% dan terjadi eksaserbasi
berulang (misalnya 3 kali dalam 1 tahun terakhir).
Pengobatan ini telah ditunjukkan untuk mengurangi frekuensi
eksaserbasi dan dengan demikian meningkatkan status kesehatan,
tetapi tidak memodifikasi penurunan jangka panjang pada FEV1.
28
bakteri lainnya.
Mukolitik
Pasien dengan dahak yang kental dapat mengambil manfaat
terhadap penggunaan mukolitik, tetapi manfaat secara keseluruhan
o Terapi oksigen
Pemberian oksigen jangka panjang (> 15 jam per hari)
untuk
pasien
dengan
kegagalan
kronis
pernafasan
pada
hemodinamik
paru,
karakteristik
menunjukkan
gagal
jantung
kongestif,
paru-paru
atau
mungkin
30
4. Penanganan eksaserbasi
Sebuah eksaserbasi COPD didefinisikan sebagai peristiwa alami proses
Penyakit yang ditandai dengan perubahan pada pasien seperti dispnea, batuk,
dan / atau dahak yang tidak normal hari per hari, akut pada onset, dan
mungkin memerlukan perubahan dalam pengobatan biasa dalam pasien pada
COPD. Penyebab paling umum dari suatu eksaserbasi adalah infeksi
31
2.
3.
4.
32
o Nutrisi buruk
o Lingkunagn memburuk/polusi udara
o Aspirasi berulang
o Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk
eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan
berat).
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat
jalan atau rawat inap dan dilakukan di :
1. Poliklinik rawat jalan
Indikasi :
- Eksaserbasi ringan sampai sedang
- Gagal napas kronik
- Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Sebagai evaluasi rutin meliputi :
a. Pemberian obat-obatan yang optimal
b. Evaluasi progresifiti penyakit
c. Edukasi
2. Unit gawat darurat
1. Tentukan masalah yang menonjol, misalnya
- Infeksi saluran napas
- Gangguan keseimbangan asam basa
- Gawat napas
2. Triase untuk ke ruang rawat atau ICU
Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat
(belum memerlukan ventilasi mekanik)
- Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser
- Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask
- Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
- Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi
mekanik
3. Ruang rawat
Indikasi rawat :
- Esaserbasi sedang dan berat
- Terdapat komplikasi
- infeksi saluran napas berat
- gagal napas akut pada gagal napas kronik
- gagal jantung kanan
Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan :
1. Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan
cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat
2. Terapi oksigen dengan cara yang tepat
3. Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dan
nebuliser
4. Perhatikan keseimbangan asam basa
34
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini
imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.
3. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan.
XI.
Pencegahan
1. Mencegah terjadinya PPOK
- Hindari asap rokok
- Hindari polusi udara
- Hindari infeksi saluran napas berulang
2. Mencegah perburukan PPOK
- Berhenti merokok
- Gunakan obat-obatan adekuat
- Mencegah eksaserbasi berulang
35
DAFTAR PUSTAKA
COPD GOLD 2006.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
PPOK di Indonesia 2003.
COPD in Primary Care Margaret Barnett 2006
ABC of COPD Graham Devereux 2007
Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive Disease
www.nejm.org
www.emedicine.org
36