Anda di halaman 1dari 2

Mustafa mursyid (1306392512)

Pemanfaatan red mud pada ekstraksi alumunium


Bauksit merupakan mineral bijih alumina yang dimanfaatkan sebagai
bahan galian industri, sebagai bahan dasar pembuatan jenis logam
aluminium. Bauksit berasal dari endapan residual dari proses lateritisasi
batuan asal. Bauksit adalah bahan mineral yang heterogen, yang
mempunyai mineral dengan susunan terutama dari oksida aluminium, yaitu
berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral gibsit (AL2O3 3H20).
Secara umum bauksit mengandung al2O3 sebanyak 45-65 %, SIO2 1-12 %,
Fe 2O3 2-25%, TiO2 >3 % dan H2O 14-36 %. Bijih bauksit terjadi di daerah
tropika dan subtropika dengan kemungkinan pelapukan sangat kuat. Bauksit
terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar
Fe rendah dan kadar kuarsa SiO2 bebasnya sedikit atau bahkan tidak
mengandung sama sekali. Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin yang
berasal dari batuan beku, batu lempung, lempung dan serpih.
Endapan bauksit (Al2O3.3H2O) merupakan salah satu sumber daya
mineral potensial yang dimiliki Indonesia. Berkaitan dengan pengolahan
bijih bauksit menjadi alumina (Al2O3), di antara hal penting mendapat
perhatian lembaga Litbang mineral khususnya pengolahan mineral, adalah
limbah dari proses pengolahannya yang disebut red mud. Limbah red mud
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan karena kondisinya
bersifat basa, dan dalam bentuk lumpur berbutiran halus, serta jumlahnya
cukup besar.
Pemrosesan red mud yang mengandung 30% Al2O3 dan 3% Na2O
telah dilakukan untuk memperoleh kembali alumina dan soda. Red mud
diperoleh dari residu pemprosesan bauksit Bintan dengan proses Bayer di
laboratorium. Pemprosesan red mud dilakukan melalui proses sinter sodakapur. Kapur (CaO) dan sodium karbonat (Na2CO3) dicampurkan ke dalam
red mud serta dilakukan pemanggangan campuran pada 800-1100 derajat
C. Melalui pemanggangan terbentuk sinter mengandung senyawa sodium

alumina (2NaAlO2) larut dalam larutan sodium karbonat encer, serta


senyawa di kalsium silikat (Ca2SiO4) tidak larut dalam larutan yang sama.
Ekstraksi alumina dari sinter dilakukan dengan melarutkan senyawa alumina
dapat larut ke dalam larutan sodium karbonat encer, meninggalkan di
kalsium silikat sebagai residu padat. Hasilnya menunjukkan sekitar 85%
alumina dan soda dapat diekstraksi atau diperoleh kembali dari red mud
dalam larutan. Dalam skala produksi larutan alumina dan soda yang
diperoleh bisa dikembalikan ke pabrik alumina melalui pemompaan untuk
dipresipitasi alumina-nya sekaligus mengurangi kehilangan soda, atau bisa
dimanfaatkan untuk pembuatan PAC (Poly Aluminum Chloride) dan tawas
[Al2(SO4)3] sebagai keunggulan menjernihkan air.
Suhu dan waktu pensinteran sangat berpengaruh pada perolehan
alumina dari red mud. Pensinteran pada suhu yang lebih tinggi dari 800
derajat C cenderung menurunkan ekstraksi alumina. Demikian pula waktu
pensinteran yang lebih lama juga cenderung menurunkan ekstraksi alumina.
Sulfatasi terhadap endapan alumina (aluminium hidrat) dengan
penambahan KOH ataupun NH4OH secara stoikiometri dapat menghasilkan
tawas kalium dan tawas ammonium . Hasil XRD menunjukkan kristal yang
terbentuk adalah kristal tawas kalium dan tawas ammonium. Khlorinasi
terhadap aluminium hidrat dapat menghasilkan senyawa PAC
(Al(OH)1,2Cl1,8) cair dengan kadar berturut-turut 12,9 % Al dan 19,35 % Cl;
serta 8,1 % Al dan 19,3 % Cl. Perbandingan mol nya (OH : Al) berturut-turut
1,5 dan 0,5 telah memenuhi syarat sebagai PAC. Melalui proses sinter sodakapur ini dapat diperoleh pula konsentrat besi sebagai produk samping
berkadar 58-62 % Fe2O3 dengan perolehan 40 %.

Anda mungkin juga menyukai