Bauksit merupakan mineral bijih alumina yang dimanfaatkan sebagai bahan galian industri, sebagai bahan dasar pembuatan jenis logam aluminium. Bauksit berasal dari endapan residual dari proses lateritisasi batuan asal. Bauksit adalah bahan mineral yang heterogen, yang mempunyai mineral dengan susunan terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral gibsit (AL2O3 3H20). Secara umum bauksit mengandung al2O3 sebanyak 45-65 %, SIO2 1-12 %, Fe 2O3 2-25%, TiO2 >3 % dan H2O 14-36 %. Bijih bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika dengan kemungkinan pelapukan sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa SiO2 bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung sama sekali. Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin yang berasal dari batuan beku, batu lempung, lempung dan serpih. Endapan bauksit (Al2O3.3H2O) merupakan salah satu sumber daya mineral potensial yang dimiliki Indonesia. Berkaitan dengan pengolahan bijih bauksit menjadi alumina (Al2O3), di antara hal penting mendapat perhatian lembaga Litbang mineral khususnya pengolahan mineral, adalah limbah dari proses pengolahannya yang disebut red mud. Limbah red mud dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan karena kondisinya bersifat basa, dan dalam bentuk lumpur berbutiran halus, serta jumlahnya cukup besar. Pemrosesan red mud yang mengandung 30% Al2O3 dan 3% Na2O telah dilakukan untuk memperoleh kembali alumina dan soda. Red mud diperoleh dari residu pemprosesan bauksit Bintan dengan proses Bayer di laboratorium. Pemprosesan red mud dilakukan melalui proses sinter sodakapur. Kapur (CaO) dan sodium karbonat (Na2CO3) dicampurkan ke dalam red mud serta dilakukan pemanggangan campuran pada 800-1100 derajat C. Melalui pemanggangan terbentuk sinter mengandung senyawa sodium
alumina (2NaAlO2) larut dalam larutan sodium karbonat encer, serta
senyawa di kalsium silikat (Ca2SiO4) tidak larut dalam larutan yang sama. Ekstraksi alumina dari sinter dilakukan dengan melarutkan senyawa alumina dapat larut ke dalam larutan sodium karbonat encer, meninggalkan di kalsium silikat sebagai residu padat. Hasilnya menunjukkan sekitar 85% alumina dan soda dapat diekstraksi atau diperoleh kembali dari red mud dalam larutan. Dalam skala produksi larutan alumina dan soda yang diperoleh bisa dikembalikan ke pabrik alumina melalui pemompaan untuk dipresipitasi alumina-nya sekaligus mengurangi kehilangan soda, atau bisa dimanfaatkan untuk pembuatan PAC (Poly Aluminum Chloride) dan tawas [Al2(SO4)3] sebagai keunggulan menjernihkan air. Suhu dan waktu pensinteran sangat berpengaruh pada perolehan alumina dari red mud. Pensinteran pada suhu yang lebih tinggi dari 800 derajat C cenderung menurunkan ekstraksi alumina. Demikian pula waktu pensinteran yang lebih lama juga cenderung menurunkan ekstraksi alumina. Sulfatasi terhadap endapan alumina (aluminium hidrat) dengan penambahan KOH ataupun NH4OH secara stoikiometri dapat menghasilkan tawas kalium dan tawas ammonium . Hasil XRD menunjukkan kristal yang terbentuk adalah kristal tawas kalium dan tawas ammonium. Khlorinasi terhadap aluminium hidrat dapat menghasilkan senyawa PAC (Al(OH)1,2Cl1,8) cair dengan kadar berturut-turut 12,9 % Al dan 19,35 % Cl; serta 8,1 % Al dan 19,3 % Cl. Perbandingan mol nya (OH : Al) berturut-turut 1,5 dan 0,5 telah memenuhi syarat sebagai PAC. Melalui proses sinter sodakapur ini dapat diperoleh pula konsentrat besi sebagai produk samping berkadar 58-62 % Fe2O3 dengan perolehan 40 %.