Anda di halaman 1dari 27

CASE REPORT

MALFORMASI ANOREKTAL
STASE ILMU BEDAH
RSUD CIANJUR

DISUSUN OLEH
Farih N. Mubarok
2007730051
Pembimbing : dr. H. Wiyoto Sukardi, Sp.B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2011
1

BAB I
IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. R

Usia

: 5 bulan

Agama

: Islam

Alamat

: Gg. At-Taqwa. RT. 03/13. Kel. Solok Pandan. Cianjur

MRS

: 10.10.2011

CM

: 461177

Alloanamnesis
Keluhan Utama
Datang untuk persiapan operasi pembuatan anus.
Riwayat Penyakit Sekarang
Menurut ibu os, os diketahui tidak bisa BAB saat usia 2 hari, perut os kembung dan
membesar. Os tidak mau menetek dan rewel. Kemudian dibawa ke bidan dan diketahui os
tidak memiliki lubang anus. Tidak ada lubang lain di sekitar anus dan tidak keluar kotoran
atau lendir dari dari sekitar anus ataupun genitalia. Saat usia 4 hari os menjalani operasi
colostomy. Setelah itu keadaan os baik dan output dari colostomy lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang demam (-), campak (-), TB (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan yang sama di keluarga dan adik/kakanya disangkal, riwayat kontak TB (-)
Riwayat Pengobatan:
Hanya pernah dirawat saat operasi colostomy.
Riwayat Imunisasi
Saat ini usia 5 bulan, DPT 2x, polio 2x, BCG (+), Hep B (+)
Kesan : imunisasi tidak sesuai usia
2

Riwayat Makanan
ASI sejak usia 0 sampai sekarang, susu formula (-), PASI (-).
Kesan : Makanan sesuai usia
Riwayat tumbuh kembang
Saat ini os. sudah dapat miring dan tengkurap sendiri.
Kesan : tumbuh kembang sesuai usia
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital

Nadi
Suhu
RR
Status Generalis:
Kepala
Mata
Hidung
Leher
Thorax
o Paru

: 120 x/menit
: 36, 4 C
: 37 x/menit
: Normosefal, ubun-ubun belum menutup, diameter 4 cm
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
: tidak terlihat deformitas
: pembesaran KGB (-)

Inspeksi

: Kedua lapangan paru simetris, tidak ada

bagian paru yang terrtinggal


Palpasi
: Tidak dilakukan
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi : Pernafasan vesikuler, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
o Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Iktus kordis tidak terlihat


: Iktus kordis teraba pada ICS 3 linea

mid klavikularis sinistra


Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 normal, gallop (-),
murmur (-)
Abdomen
o Inspeksi
o Auskultasi
o Palpasi

: terlihat kolostomi di kuadran kiri atas, darm

staefung (-), darm contour (-)


: Bising usus (+) normal
: Nyeri tekan (-)
3

o Perkusi
: Timpani di ke empat kuadran
Inguinal : Tidak terdapat pembesaran KGB
Ekstremitas :
o Atas : hangat, RCT <2 detik
o Bawah : hangat, RCT <2 detik
Genitalia : dalam batas normal, hipospadia (-), fistula (-)
Anus : Tidak terlihat adanya lubang anus, hanya kerutan lokasi anus. Fistula di
daerah perineum (-).

Resume
Bayi laki-laki usia 5 bulan, datang bersama orang tuanya untuk persiapan operasi
pembuatan anus, setelah pada usia 2 hari diketahui tidak bisa BAB dan perut kembung. Os
tidak mau menetek dan rewel. Diketahui kemudian os tidak memiliki lubang anus. Tidak ada
lubang lain di sekitar anus dan genitalia yang mengeluarkan kotoran atau lendir. Pada usia 4
hari, os menjalani operasi colostomy.
Pada pemeriksaan Fisik, ditemukan tidak terdapat lubang anus, hanya kerutan di
lokasi anus, dan terlihat colostomy di kuadran kiri abdomen. Pada genitalia dan perineum
tidak ditemukan fistula.
Diagnosis Kerja
Malformasi Anorektal letak tinggi
Pemeriksaan Penunjang
Foto Roentgen Invertogram.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.

Epidemiologi
Malformasi anorektal terjadi lebih banyak pada laki-laki dibanding
perempuan, dan terjadi rata-rata satu sampai empat dalam 5000 kelahiran. Pada lakilaki dapat terjadi fistel rektouretra, sedang pada perempuan dapat terjadi fistula
rektovestibular. Malformasi anorektal tanpa fistel terjadi hanya 5% dari seluruh
kejadian atresia ani.

2.

Etiologi
Etiologi malformasi anorektal belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli
berpendapat bahwa kelainan ini sebagai akibat dari abnormalitas perkembangan

embriologi anus, rektum, dan traktus urogenitalis, dimana septum urorektal tidak
membagi membran kloaka secara sempurna. 1,3,4
3.

Embriologi
Usus terbentuk pada minggu keempat fase embrio hingga bulan ke enam fase
fetus. Usus terbentuk pada awal kehidupan disebut primitive gut, yang terdiri atas 3
bagian yaitu foregut, midgut, dan hindgut. Foregut akan berdiferensiasi menjadi
faring, esophagus, gaster, duodenum, liver, pancreas, dan apparatus biliaris. Midgut
akan menjadi usus halus, sekum, appendiks, kolon asendens, dan duapertiga
proksimal kolon transversum sedangkan hindgut akan menjadi sepertiga distal kolon
transversum, kolon desendens, sigmoid, rektum, bagian proksimal kanalis ani dari
sistem ani dan bagian dari sistem urogenital. Hindgut merupakan kelanjutan midgut
sampai membran kloaka, dimana membran ini terdiri dari endoderm kloaka dan
ectoderm anal pit. 1,2,3
Pada minggu kelima masa gestasi, kloaka embrionik merupakan kantung
endodermal yang berasal dari dorsal hindgut dan allaotis di ventral. Kloaka (Gambar
1-A) dipisahkan dari luar oleh membrana kloaka (proktodeum), yang menempati
permukaan ventral embrio diantara ekor dan body stalk. Pada minggu ke-enam masa
gestasi, septum mesoderm membagi kloaka menjadi sinus urogenital ventral dan
rektum dorsal (Gambar 1-C). Septum mesodermik ini bergabung dengan membrana
kloaka pada minggu ke-tujuh masa gestasi dan membentuk badan perineum.
Membrana kloaka dibagi membrana urogenital ventral yang lebih besar dan
membrana anal dorsal yang lebih kecil. Di bagian luar, membran anal menjadi tertarik
masuk ke dalam dan membentuk anal dimple (lubang anus). 4
Pada minggu ke-delapan membran anal mengalami ruptur fisiologis, sampai
tak bersisa. Rektum dan kanalis analis bagian proksimal tumbuh dari lapisan
endoderm dan diperdarahi oleh arteri mesenterika inferior, sedangkan kanalis analis
bagian distal tumbuh dari lapisan ektoderm dan diperdarahi oleh cabang arteri iliaka
interna. 4
Pada kedua bagian membran anal, mesoderm somatik membentuk sepasang
tuberkulus anal. Tuberkulus-tuberkulus ini bergabung di bagian dorsal menjadi
struktur seperti tapal kuda. Pada minggu ke-sepuluh, ujung ventral struktur tersebut
bergabung dengan badan perineum. Otot lurik pada struktur yang seperti tapal kuda
ini, nantinya akan menjadi bagian superfisial sfingter anal eksternal. Sfingter anal
akan terbentuk pada lokasi yang seharusnya meskipun pada ujung rektum tidak
membuka, atau terbuka membentuk saluran ke lokasi lain. 4
5

Gambar 1. Perkembangan anus dan rektum pada minggu ke-lima sampai ke-sepuluh masa gestasi. A.
Closing Plate (Proktodeum memisahkan kloaka dari daerah luar). Septum urorektal (panah) menuju ke
bawah untuk membagi kloaka. B. Kloaka hampir terpisah menjadi rektum dorsal sinus urogenital
ventral. Tailgut menghilang. C. Penggabungan septum urorektal dengan closing plate untuk
membentuk badan perineum. D. Closing plate mengalami ruptur fisiologis. E. Selesainya proses
pemisahan antara rektum dengan sinus urogenital oleh badan perineum. (Modifikasi dari Skandalakis
JE, Gray SW. Embryology for Surgeons (2nd ed). Baltimore: Williams & Wilkins, 1994)

4.

Anatomi
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya
mengarah ke ventokranial yaitu ke arah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata
ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi
lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea
pektinatum, atau linea dentatum. Di daearah ini terdapat kripta anus dan muara
kelenjar anus antara kolumna rektum. Lekukan antar-sfingter sirkuler dapat diraba di
dalam kanalis analis sewaktu melakukan colik dubur, dan menunjukkan batas antara
sfingter intern dan sfingter ekstern (garis Hilton). 1,2

Otot Pada Rektum

Otot dasar pelvis terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian posterior disebut
sebagai otot diafragmatik dan bagian anteromedial disebut sebagai kelompok
pubovisceral. Otot diafragmatik berasal dari membran obturator dan Ischium sampai
ke spinal ischiadika kemudian berlanjut ke medial dan ke bawah masuk ke raphe
anokosageal, serat anterior berlanjut ke serat posterienor membentuk suatu lembaran
otot dengan otot kontralateral. Raphe anokoksigeal berjalan ke bawah dan ke depan
dari perlekatan sacrum dan tulang koksigeus menuju otot sfingter internus dan
puborectal sling complex masuk ke canalis ani melalui mucocutaneus junction.
Kelompok pubovisceral berasal dari bagian belakang pubis berjalan turun ke medial
dan ke belakang masuk ke viscera pelvis dan perineal body. Pada laki-laki kelompok
otot ini terdiri dari pubovaginalis dan puboperineus. Di bagian posterior kelompok
otot ini masuk ke kanalis ani dan perianal membentuk otot puboanalis 2,3
Muskulus levator ani membentuk diafragma pelvis serta bagian atas kanalis
ani sedangkan bagian dasarnya adalah otot dan sfingter ani eksternus. Antara otot
levator ani dan sfingter ani intrenus disebut sebagai muscle complex atau vertical
fibre. Secara rinci kanalis ani terdiri dari otot ischiococygeus, otot iliococygeus, otot
pubococygeus, otot sfiongter ekstrenus superfisialis dan profunda. Sedangkan lapisan
yang berfungsi sebagai sfingter internus pada individu normal adalah ketebalan
lapisan sirkuler dari otot involunter usus di sekitar anorektal. (2,6,7)

Gambar 2. Struktur rektum dan kanalis analis

Pembuluh Darah dan Persyarafan


Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm,
sedangkan rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini
maka perdarahan, persarafan, serta pembuluh vena dan limfenya berbeda juga,
demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus
sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis
gepeng kulit luar. Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai oleh perubahan
jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar disekitarnya kaya akan persarafan somatik
sensoris dan peka terhadap rangsangan nyeri, diperdarahi oleh arteri rektalis superior
dan vena rektalis superior, pembuluh limfatiknya menuju ke pelvis. Sedangkan
mukosa rektum mempunyai persarafan otonom yang tidak peka terhadap rangsangan
nyeri, diperdarahi oleh arteri rektalis inferior, dan vena rektalis inferior, Pembulih
limfatiknya menuju ke inguinal. 1,2,3

Persarafan parasimpatik dikendalikan oleh nervus S3-S4 bagian depan yang


memberi percabangan ke rektum, nervus tersebut melanjutkan rangsangan dari
ganglia pada pleksus Auerbach. Nervus tersebut bertindak sebagai saraf motorik pada
dinding usus dan rektum, menghambat kerja sfingter internus dan serabut sensoris
pada distensi rektal. 1,2,3
Persarafan simpatis berasal dari cabang kedua, ketiga dan keempat ganglia
lumbalis dan pleksus preaortikus. Nervus tersbut membentuk pleksus hipogastrikus
pada vertebra lumbalis kelima, kemudian turun melalui dinding pelvis bagian
posterolateral sebagai nervus presakralis dan bergabung dengan dengan ganglion
pelvik di bagian posterolateral. Nervus tersebut bekerja sebagai penghambat kerja
dinding usus dan saraf motorik dari otot sfingter internus 1,2,3
Sebagian besar otot levator terutama pada bagian atas (kelompok
ischiococcygeus) dan bagian anterior (termasuk serabut vertical muscle complex).
Yang disebut dengan kelompok pobococcygeus, menerima inervasi dari cabang
anterior nervus sakralis ketiga dan keempat. Percabangan ini membentuk persarafan
yang berjalan dibagaian atas pernukaan otot levator. Nervus pudendus yang berasal
dari nervus sakralis kedua, ketiga dan keempat juga memberikan innervasi otot
levator. Bagian bawah otot levator dikenal sebagai kelompok puborektalis seperti
pada otot sfingter eksternus menerima innervasi dari cabang perineal nervus sakralis
keempat dan dari cabang hemoroidalis inferior dan perineal dari nervus pudendus. 1,2,3
Kanalis ani termasuk 1 cm diatas garis rektinea sampai kebawah dekat kulit,
sensitif terhadap rangsang nyeri (intraepithelial), raba (korpuskulum Meissner),
Dingin (bulbus Krause), tekanan (korpuskulum paccini dan Golgi Mazzoni), serta
gesekan (korpuskulum genital). Rektum tidak sensitive terhadap rangsang tersebut,
tetapi adanya sensasi berupa distensi rektal karena persarafan parasimpatis otot polos
dan oleh reseptor propioseptif di otot volunteer akan merangsang rektum. 1,2,3

5.

Fisiologi Anorektal
Fungsi anorektal secara normal adalah motilitas kolon yaitu mengeluarkan isi
feses dari kolon ke rektum; fungsi defekasi yaitu mengeluarkan feses secara
intermitten dari rektum; menahan isi usus agar tidak keluar pada saat tidak defekasi.
Fungsi fungsi tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain dan adanya ketidak
9

seimbangan akan menyebabkan ketidaknormalan yang mempengaruhi masing-masing


fungsi. 1,3
Motilitas Kolon
Motilitas kolon berbeda dengan motilitas usus dimana gelombang peristaltik
diganti oleh adnya gerakan massa feses yang propulsif disepanjang kolon. Motilitas
kolon diatur oleh aktifitas listrik myogenik yang diperantarai oleh persarafan intriksik
dan pleksus mienterikus. Sebaliknya hal ini juga dirangsang oleh innervasi ekstrinsik
dadn refleks humoral seperti gastrokolik dan ileokolik. Motilitas kolon berfungsi
untuk absorbsi cairan dan pendorongan massa pada waktu defekasi. Gerakan dari
sigmoid ke rektum dihambat oleh beberapa mekanisme yang digunakan oleh
kontinensi 1,3
Kontinensi
Kontinensi adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dalam hal ini
sangat tergantung pada konsistensi feses, tekanan dalam anus, tekanan rektum, serta
sudut anorektal. Feses yang cair sulit dipertahankan dalam anus. 1,3,5
Kontinensi diatur oleh mekanisme volunter dan involunter yang menjaga
hambatan secara anatomiis dan fisiologis jalannya feses ke rektum dan anus.
Penghambat terbesar secara fisiologi adalah sudut antara anus dan rektum yang
dihasilkan oleh otot levator ani bagian puborektal anterior dan superior dan otot ini
berkontraksi secara involunter. Adanya perbedaan antara tekanan adan aktivitas
motorik anus, rektum, dan sigmoid juga menyebabkan progresifitas pelepasan feses
terlambat. Kontraksi sfingter ani eksternus seperti pada puborektalis diaktivasi secara
involunter dengan distensi rektum dan dapat meningkatkan secara volunteer selama 12 menit. 1,3
Tekanan istirahat dalam anus kurang lebih 25-100 mmHg, dalam rektum 5-20
mmHg. Apabila sudut antara anus dan rektum lebih dari 80 maka feses akan sulit
dipertahankan. 1,3
Defekasi

10

Pada bayi baru lahir defekasi bersifat otonom tetapi dengan perkembangan,
maturitas defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke rektum
kadang dicetuskan juga oleh rangsang makanan terutama pada bayi. Apabila rektum
terisi feses maka akan dirasakan oleh rektum sehingga menimbulkan keinginan untuk
defekasi. Rektum mempunyai kemampuan yang khas untuk mengenal dan
memisahkan bahan padat, cair, dan gas. 1,3
Syarat untuk terjadinya defekasi normal adalah persarafan sensibel untuk
sensasi isi rektum dan persarafan sfingter ani untuk kontraksi dan relaksasi, peristaltik
kolon dan rektum normal, dan struktur organ panggul yang normal. Sikap badan
waktu defekasi juga memegang peranan yang penting. Defekasi terjadi akibat
peristaltik rektum, relaksasi sfingter ani eksternus, dan dibantu mengedan. 1,3

Gambar 3. Refleks pada Kolon dan Rektum

Distensi pada rektum akan menimbulkan stimulasi yang menginisiasi refleks


defekasi. Refleks tersebut menimbulkan kontraksi lemah pada rektum dan relaksasi
sfingter ani interna. Stimulasi parasimpatik menyebabkan kontraksi kuat pada rektum
sehingga mempunyai andil dalam refleks defekasi. Aksi potensial yang disebabkan
oleh distensi rektum dibawa oleh serabut saraf aferen korda spinalis pada regio
11

sakrum, dimana serabut saraf eferen menginisiasi kontraksi peristaltik pada kolon
bagian bawah dan rektum. Refleks defekasi mengurangi aksi potensial ke sfingter ani
internus sehingga terjadi relaksasi. Sfingter ani eksternus, yang tersusun atas otot
skelet dan dapat dikendalikan oleh otak, mencegah peregerakan feses keluar dari
rektum. Ketika sfingter ini direlaksasi secara volunteer, maka feses akan keluar.
Refleks defekasi berlangsung selama beberapa menit dan secara gradual akan
berkurang. Pergerakan luas pada kolon diperkirakan menjadi pencetus timbulnya
6.

refleks defekasi kembali. 5


Patofisiologi
Pada pasien dengan anus imperforata, rektum gagal turun ke kompleks
sfingter eksternal. Yang terjadi adalah kantung rektum berakhir dan berikatan pada
pelvis, di atas atau dibawah muskulus levator ani. Pada sebagian besar kasus, kantung
rektum berhubugan dengan sistem genitourinaria atau dengan perineum melewati
fistula, sehingga deskripsi anatomis anus imperforata di bagi menjadi letak tinggi
dan letak rendah tergantung di daerah mana ujung rektum berakhir, apakah di atas
atau di bawah muskulus levator ani. Berdasarkan sistem klasifikasi, pria yang
menderita anus inperforata letak tinggi umumnya berikatan dengan uretra pars
membranosa. Pada perempuan, anus imperforata letak tinggi umumnya timbul
sebagai persisten kloaka. Pada pria dan wanita, jika letaknya rendah sering terjadi
fistula perineum. Pada pria, fistula berikatan dengan raphe media skrotum atau penis.
Pada perempuan, fistula dapat berakhir pada vestibula vagina, yang terletak di luar
himen, atau pada perineum. 6

12

Gambar 4. Defek embriogenesis anus dan anorektal. A, Stenosis anus akibat kecilnya portio anus pada
membran kloaka. B, Membranous atresia akibat adanya closing plate yang persisten. C, Anus yang
tertutup. Badan perineum tidak berikatan dengan cloacal plate yang persisten, sehingga terjadi fistula.
D dan E, agenesis anorektal dengan dan tanpa septum urorektal yang menurun. F, agenesis anus
dengan gagalnya fusi di tengah-tengah lipatan septum urorektal, meninggalkan dua fistula yang
terbuka. G, anal agenesis dengan fistula rektovaginal (Skandalakis JE, Gray SW. Embryology for
Surgeons (2nd ed). Baltimore: Williams & Wilkins, 1994)

7.

Klasifikasi
Klasifikasi MAR tergantung pada letaknya. Patokan sebagai letak tinggi atau
rendah tergantung pada ujung rektum (rectal pouch) terhadap kompleks sfingter yang
terdiri dari muskulus puborektalis, muskulus levator ani, dan sfingter ani eksternus
dan internus. Jika rectal pouch terletak di atas kompleks sfingter tersebut maka MAR
tersebut letak tinggi, begitu pula sebaliknya.
Banyak klasifikasi anomali anorektal yang ada; dan tidak ada klasifikasi yang
sempurna. Skandalakis mengklasifikasikan anomali anorektal sesuai dengan sifat
topografikoanatomi dari anus dan rektum.
Klasifikasi Anatomik Malformasi Anorektal
13

Perempuan
Letak Tinggi
1. Agenesis Anorektal
a. Dengan fistula rektovaginal
b. Tanpa fistula
2. Atresia Rektum
Letak Intermediet
1. Fistula rektovestibular
2. Fistula rektovaginal
3. Agenesis anus tanpa fistula
Letak Rendah
1. Fistula anovestibulara
2. Fistula anokutaneusa,b
3. Stenosis anus
Malformasi Kloaka (Persisten Kloaka)d
a
b

Laki-laki
Letak Tinggi
1. Agenesis anorektal
a. Dengan fistula rektoprostatik
b. Tanpa fistula
2. Atresia rektum
Letak Intermediet
1. Fistula rektobulbar uretral
2. Agenesis anus tanpa fistula
Letak Rendah
1. Fistula anokutaneusa
2. Stenosis anusa,c

Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan


Termasuk fistula yang muncul pada posterior labia mayora, sering juga disebut fourchette fistulae

atau vulvar fistulae


c
Sebelumnya disebut sebagai covered anus
d
Sebelumnya disebut juga fistulae rectocloacal. Masuknya fistula dapat pada letak tinggi atau
intermediet, tergantung dari panjangnya kanal kloaka.
Tabel 1. Klasifikasi Malformasi Anorektal (Sumber: Skandalakis JE, Gray SW (eds). Embryology for
Surgeons, 2nd Ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1994)

14

Gambar 5. Klasifikasi malformasi anorektal (Sumber: Modified from Raffensperger JG (ed).


Swenson's Pediatric Surgery (5th ed). Norwalk CT: Appleton & Lange, 1990; with permission.
Prepared by Kascot Media, Inc., for the Department of Surgery, Children's Memorial Hospital, Chicago
IL.)

15

i.

Defek pada Laki-laki


Fistula perineum
Malformasi tipe ini merupakan tipe malformasi yang paling simpel.
Pada defek ini, rektum terbuka langsung di sebelah anterior sampai ke tengah
sfingter, dan dinding anterior rektum menempel pada bagian posterior uretra.
Orifisium anus sama sekali tertutup. Pasien penderita malformasi ini masih
bisa mengontrol pergerakan sfingternya, sehingga beberapa ahli bedah
memutuskan untuk tidak membedahnya. Jika memang tidak dibedah, maka
anus harus di dilatasi secara manual dan berkala untuk mempermudah
defekasi, dan orifisium harus didilatasi secara berkala dengan menggunakan
alat Hegar sampai ke Hegar nomer 12 pada bayi baru lahir. Indikasi operasi
pada kasus ini biasanya karena efek kosmetik. Menurut springer, ketika
diagnosis sudah ditetapkan, maka intervensi bedah harus segera dilakukan.
Bedah yang dilakukan tidak perlu dilakukan kolostomi. 7

Gambar 6. Fistula Perianal pada Pria7

Fistula Rektouretral
Fistula tipe ini terbagi menjadi dua kategori: (a) fistula rekto
uretrabulbar (letak intermediet), dan (b) fistula rektoprostat (letak tinggi).
Kedua varian ini yang paling sering ditemukan pada kasus agenesis anorektal
pada pria. Kedua fistula ini harus dibedakan karena prognosis dan terapinya
yang berbeda. Sebanyak 80% penderita fistula rekto-uretrabulbar mampu
mengontrol pergerakan ususnya pada usia 3 tahun, dan 60% pada penderita
fistula rektoprostatika.

16

Gambar 7. Fistula rektouretra bulbar (sebelah kiri) dan fistula rektoprostat (sebelah kanan)

Fistula Rektovesikal
Malformasi ini merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada
malformasi pria. Umumnya os sakrum pada penderita malformasi ini
mengalami gangguan perkembangan. Malformasi tipe ini merupakan satusatunya malformasi yang membutuhkan tindakan pembedahan dari arah
posterosagital dan abdominal (dengan laparotomi atau laparoskopi).
Pada pasien ini dibutuhkan tindakan PSARP (Posterosagital
Anorectoplasty) untuk membuat ruangan agar rektum dapat ditarik kebawah.
Saat melakukan laparotomi atau laparoskopi, rektum harus dipisahkan dengan
vesika urinaria. Prognosis pasien ini tidak begitu baik. Hanya sebanyak 15%
dari seluruh pasien dengan malformasi tipe ini yang mempunyai control usus
yang baik pada umur 3 tahun.7

Gambar 8. Fistula rektovesika pada pria

Anus Imperforata tanpa Fistula


Pada malformasi tipe ini sangatlah unik. Ketika disebut anus
imperforata, maka ketinggian defek tidak perlu lagi ditentukan dengan
pemeriksaan penunjang lain karena pada defek ini selalu terdapat 1-2 cm di
atas kulit perineum, setingga uretra pars bulbaris. Malformasi tipe ini muncul
pada 5% dari seluru malformasi dan setengah penderita anus imperforata tanpa
17

fistula mengidap Down Syndome (DS). Prognosis, sakrum, dan sfingter pada
pasien ini baik meskipun mengidap DS. Sebanyak 90% pada pasien ini
mengidap DS dan 80% diantaranya mempunyai kemampuan kontrol usus
yang baik.7

Gambar 9. Anus imperforata tanpa fistula.

ii.

Defek pada Perempuan


Fistula Rektoperineal
Pada defek ini sesuai dengan fistula rektoperineal pada pria. Penderita
fistula tipe ini mempunyai 100% kontrol pada ususnya dan hanya 10% dari
seluruh penderitanya mempunyai kelainan defek lain. Gejala pada pasien ini
adalah tertahannya feses. Konstipasi merupakan sekuel. Semakin rendah letak
malformasi, maka semakin tinggi pula risiko terkena konstipasi.7

Gambar 10. Fistula rektoperineal pada wanita

Fistula Rektovestibular
Defek tipe ini mungkin merupakan defek yang paling penting pada
penderita wanita karena defek tipe ini yang paling sering ditemukan. Alasan
lain adalah fistula rektovestibular mempunyai prognosis yang sempurna jika
ditangani secara tepat. Namun, jika ditangani secara tidak tepat, maka akan
timbul komplikasi yang lebih banyak. Dalam beberapa tahun, telah terjadi
kontroversi tentang penanganan pasien ini apakah perlu dilakukan kolostomi
18

terlebih

dahulu

atau

langsung

dilakukan

operasi

tanpa

kolostomi.

Penatalaksanaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman dokter bedah


yang bersangkutan. Ketika bayi lahir dengan kondisi yang sehat, maka
malformasi ini dapat langsung dilakukan pembedahan ketika baru lahir.
Namun jika bayi lahir prematur atau mempunyai defek lain, akan lebih aman
jika dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Namun kolostomi mempunyai risiko
tinggi terjadinya infeksi, terutama pada bayi yang dirawat inap, terdapatnya
jaringan parut saat penutupan kolostomi, dan kemungkinan adanya gangguan
kontrol usus.7

Gambar 11. Fistula rektovestibular

Kloaka Persisten
Kloaka didefinisikan sebagai malformasi dimana rektum, vagina, dan
uretra bergabung dan membentuk satu saluran yang terbuka pada satu
orifisium dimana uretra wanita terbentuk. Panjang dari saluran kloaka yang
terbentuk menentukan terapi dan prognosis penyakit ini.
Pada kloaka dengan panjang saluran yang pendek (<3 cm), yang
terdapat pada 68% seluruh pasien kloaka, mempunyai insidens kecil terjadinya
defek urologi, spinal, dan vertebra. Sedangkan pada kloaka dengan saluran
yang panjang (>3 cm) mempunyai defek lain yang parah, sehingga dibutuhkan
seorang ahli bedah pediatri urologi dalam pembedahannya. Pasien dengan
kloaka yang pendek dapat ditangani dengan PSARP tanpa kolostomi.
Ketika bayi lahir dengan malformasi bentuk kloaka, maka dokter
bedah harus berpikir bahwa bayi ini akan menderita vagina yang sangat besar
penuh dengan cairan yang disebut hidrokolpos. Hidrokolpos tersebut dapat
menekan trigonum vesika urinaria sehingga aliran urin tidak dapat terbuang
sehingga terjadi megaureter bilateral dan hidronefrosis.
19

Pada bayi baru lahir yang menderita kloaka persisten, maka diperlukan
pemeriksaan evaluasi sistem urologi dan USG pelvis. Bayi tersebut tidak
boleh di bawa ke meja operasi tanpa pemeriksaan ini. Jika bayi menderita
hidrokolpos, maka dokter bedah harus melakukan drainase isi hidrokolpos saat
melakukan operasi kolostomi. Jika hidrokolpos tidak terdrainase maka besar
kemungkinan bayi tersebut mengalami hidronefrosis. Juga, jika drainase tidak
dikukan secara sempurna maka akan timbul infeksi vagina (pyokolpos),
perforasi, dan sepsis.
Operasi kolostomi harus dilakukan dengan benar-benar memisahkan
bagian-bagian kloaka agar tidak terjadi infeksi traktus urinarius. Springer
melakukan kolostomi ketika bayi berusia 1 bulan, karena diharapkan pada
umur itu usus telah tumbuh dan berkembang secara normal.

Gambar 12. Kloaka Persisten

8.

Diagnosis, Tanda, dan Gejala


Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti sangat membantu penegakkan
diagnosis malformasi anorektal. Diagnosis dapat ditentukan dengan pemeriksaan fisik
ketika bayi lahir dengan meilhat apakan anusnya terbuka atau tidak, biasanya saat
dilakukan pengukuran suhu tubuh dengan termometer rektal. Bila anus terlihat normal
dan terdapat obstruksi yang lebih tinggi dari perineum maka gejala yang akan timbul
dalam 24-48 jam, berupa distensi abdomen dan muntah. Namun jika segera setelah
lahir dan mekonium tidak keluar, berarti telah terjadi obstrukti total (agenesis rektum
tanpa fistula). Untuk menentukan golongan malformasi dipakai pemeriksaan radiologi
invertogram yang dapat dibuat setelah udara yang ditelan oleh bayi telah mencapai
rektum (kira-kira 24 jam setelah kelahiran). Invertogram adalah teknik pengambilan
foto untuk menilai jarak rectal pouch terhadap tanda timah atau logam lain pada
tempat bakal anus di kulit perineum. Sewaktu foto diambil, bayi diletakan terbalik
20

(kepala dibawah) atau tidur telungkup, dengan sinar horizontal diarahkan ke trokanter
mayor. Selanjutnya diukur jarak dari ujung udara yang ada pada rectal pouch ke garis
PCL. 1,3
Memang pada umumnya malformasi anorektal dapat terdiagnosa saat lahir,
namun pada beberapa kasus MAR terdiagnosis pada umur bayi yang lebih tua. Kim et
al, merekomendasikan pada bayi yang sudah cukup dewasa dan anak-anak dengan
gejala VACTERL (Vertebral anomalies [hilangnya atau gagal berkembangnya
vertebra dan hemivertebrae], Anorectal anomalies [anus imperforata], Cardiac
defects, Tracheoesophageal fistula, Renal anomalies [agenesis ginjal atau anomali
ginjal], dan Radial limb anomalies [kebanyakan bentuk displasia radius]). Anomalianomali tersebut jika diikuti dengan gejala konstipasi, maka perlu di evaluasi adanya
sebuah malformasi anorektal.
Pemeriksaan khusus pada perempuan
Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus karena seringnya ditemukan
fistel ke vestibulum atau vagina (80 90%).
Kelainan letak tinggi. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari
vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya cepat dilakukan
kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi
mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak
ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalis, dan jalan cerna. Evakuasi
feses umumnya tidak sempurna sehungga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada
atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak
ddapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel dibuat invertogram. Jika udara lebih dari 1
cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Kelainan Letak Rendah. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara
vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di
posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus,
lubang anus terletak ditempat yang seharusnya tetapi sangat sempit. Evakuasi feses
21

tidak lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan tetapi definitif. Bila tidak ada
fistel dan pada invertogram udara kurang 1 cm dari kulit, dapat segera dilakukan
pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu dilakukan
kolostomi. 1,3
Pemeriksaan khusus pada laki-laki
Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum
dan ada tidaknya butir mekonium di urin. Dari kedua hal tadi pada anak laki-laki
dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urin dan fistel perineum.
Kelainan letak tinggi. Jika ada fistel urin tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika
urinaria. Cara praktis untuk menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter
urine. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak di uretra karena
fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonium berarti fistel
ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi
segera. Pada atresia rektum tindakannya sama dengan perempuan, harus dibuat
kolostomi. Jika tidak ada fistel dan udara lebih dari 1 cm dari kulit pada invertogram,
maka perlu segera dilakuakan kolostomi.
Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita: lubangnnya
terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak
bayangan mekonium dibawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya
dilakukan terapi definitif secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada
wanita, tindakan definitif harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara kurang 1 cm
dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah.

9.

Pemeriksaan Penunjang
Ketika pertamakali diagnosis MAR ditegakkan, maka pemeriksaan penunjang
yang harus dilakukan adalah foto roentgen invertogram 24 jam setelah bayi lahir.
Invertogram adalah pemeriksaan roentgen dengan kepala bayi terletak pada posisi
bawah. Hal ini bertujuan untuk memasukkan udara ke bagian paling atas rectal pouch.

10.

Diagnosis Banding
22

Penyakit Hirschprung, yang disebabkan oleh tidak terdpatnya sel ganglion


parasimpatis dari pleksus Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang
aganglionik mengenai rektum dan bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi
serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal. Gejala utama pada
bayi baru lahir berupa muntah hijau, pengeluaran mekoniium yang terlambat, serta
distensi abdomen. Gejala timbul pada umur 2-3 hari. Bila dilakukan colok dubur, tinja
akan keluar menyemprot. Diagnosis dapat ditegakkan setelah dilakukan pemerikasaan
barium enema dan biopsy rektum (biopsy hijau).
11.

Terapi
Perlu tidaknya tindakan kolostomi pada sekitar 80 % kasus malformasi
anorektal dapat ditentukan melalui pemeriksaan fisis (inspeksi perineal) dan urinalisis.
Adanya fistel (perineal subepithelial midline raphe), adanya defek tipe buckethandle, anal stenosis, atau anal membrane, adalah defek-defek yang mudah
dideteksi dengan inspeksi dan semuanya dianggap sebagai defek letak rendah.
Penatalaksanaan dari defek-defek tersebut tidak perlu dengan kolostomi protektif.
Defek ditangani pada masa awal kelahiran dengan operasi perineal minor dan
dipertimbangkan posterior sagital anoplasty minimal. Pada penderita dengan flat
bottom atau terdapat mekonium dalam urine atau udara dalam vesica urinaria,
dipertimbangkan perlunya kolostomi protektif lebih dulu sebelum pengobatan
definitive 4-8 minggu setelah kolostomi, dapat dilakuakn posterior sagital
anorectoplasty (PSARP). Selama beberapa minggu itu, pertumbuhan bayi diobservasi
untuk meyakinkan bahwa tidak ada defek terkait lainnya yang membutuhkan
penanganan lebih dulu. Sekitar 80-90% dari malformasi anorektal pada laki-laki
merupakan defek letak rendah, sedang 10-20% lainnya masih diragukan dan
memerlukan invertogram. Bila hasil foto menunjukkan usus berlokasi > 1 cm dari
kulit, penderita memerlukan tindakan kolostomi. Bila rektum berlokasi < 1 cm dari
kulit, dianggap defek letak rendah dan ditangani dengan minimal posterior sagital
anaplasty, tanpa kolostomi pada masa awal kelahiran. 1,3
Inspeksi perineal pada bayi perempuan lebih bernilai dibanding pada laki-laki.
Adanya kloaka yang mudah didiagnosa dengan inspeksi, menunjukkan keadaan yang
serius; kemungkinan terdapat defek urologi terkait > 90%, dan membutuhkan evaluasi
urologik darurat. Penderita Akan memerlkan tindakan kolostomi dan kadang-kadang
vesikotomi, vaginostomi, atau pengalihan sistem urinarius lain yang dilakukan pada
23

saat yang bersamaan dangan kolostomi. Jika setelah 6 bulan prosedur dilaksanakan
bayi bertumbuh dan berkembang dengan baik, pasien direkomendasikan untuk
pembuatan

kloaka

persisten

melalui

posterior-sagital

ano-rekto-vagino-

urethroplasty (PSRAVUP). JIka penderita memiliki fistel pada vagina (mekonium


keluar dari vagina) atau vestibular, maka tindakan kolostomi protektif dianjurkan.
Bila 4-8 minggu setelah ditemukan adanya defek yang berhubungan, penderita
dianjurkan untuk tindakan posterior sagital anorectoplasty (PSAP). Kadang-kadang
fistel vestibular dan vagna paten, dan pasien tidak merasakan gejala-gejala obstruksi
distal. Jika hal ini terjadi, penderita dapat bertumbuh dan berkembang dangan baik
tanpa dilakukan tindkan kolostomi, namun sebenarnya tindakan kolostomi diperlukan
sebelum PSARP, bukan hanya untuk dekompresi, tetapi juga tujuan proteksi, untuk
menghindari infeksi setelah perbaikan. Penderita dengan fistel kutaneus atau perianal
tidak memerlukan tindakan kolostoi sebelumnya dan dapat dengan minimal
posterior sagital anoplasty pada mas kelahiran. Penderita tidak mempunyai fistel
yang berhubungan dengan genitalia atau perineum, memerlukan invertigram, namun
kondisi ini (anus imperforate tanpa fistel) jarang dijumpai pada perempuan. 1,3
Kolostomi
Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk
penatalaksanaan awal malformasi anorktal. Tindakan kolostomi merupakan upaya
dekompresi, diversi, dan sebagai proteksi terhadap kemungkinan terjadinya obstruksi
usus. Kolostomi pada kolon desendens mempunyai beberapa keuntungan dibanding
dengan kolostomi pada kolon asendens atau transversum. Bagian distal dari kolostomi
akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan. Dengan
kolostomi pada kolon desendens maka segmen yang akan mengalami disfungsi
menjadi lebih pendek. Atropi dari segmen distal akan berakibat tejadinya diare cair
sampai dilakukan penutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan
kolostomi pada kolon desendens. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah
dilakukan jika kolostomi terletak di bagian kolon desendens. 1,3
Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk
kolostomi distal akan keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya absorbs. Bila
stoma terletak di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal
ini akan meningkatkan resiko terjadinya asidosis metabolik. Loop kolostomi akan
menyebabkan aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi
saluran kencing serta pelebaran distal rektum. Distensi rektum yang lama akan
24

menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversible disertai dengan kelainan


hipomotilitas dinding usus yang menetap, hal ini akan menyebabkan konstipasi di
kemudian hari. Double barrel transversocolostomy dextra dengan tujuan dekompresi
dan diversi memiliki keuntungan antara lain:
1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebas pada saat tindakan definitf tidak
menimbulkan kesulitan
2. Tidak terlalu sulit dikerjakan
3. Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan sekret kolon distal
A. Feses kolon kanan relatif tidak berbau disbanding kolon kiri oleh
karena pembusukan feses.
B. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rektum yang
buntu 1,3
Posterosagital anorectoplasty (PSARP)
Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur
ini memebrikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistel
rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot pelvis, sing, dan
sfingter. PSARP dibagi menjadi tiga yaitu minimal, limited, dan full PSARP. 1,3
Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan bantuan
stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke
bawah melewati pusat sfingter eksterna sampai kedepan kurang lebih 2 cm. Insisi
diperdalam dengan membuka subkutis, lemak, parasagital fibre dan muscle complex.
Tulang coccygeus dibelah sehingga tampak dinding belakang rektum. Rektum
dibebaskan dari dinding belakang dan jika ada fistel dibebaskan juga, rektum
dipisahkan dengan vagina yang dibatasi oleh common wall. Dengan jahitan, rektum
ditarik melewati otot levator, muscle complex, dan parasagital fibre kemudian
dilakukan anoplasty dan dijaga agar tidak tegang.
Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemitingan otot levator maupun
vertical fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan
rektum dengan vagina dan dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited
PSARP yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex,
serta tidak memberlah tulang coccygeus. Penting melakukan diseksi rektum agar tidak
merusak vagina. Masing-masing jenis prosedur mempunyai indikasi yang berbeda.
Minimal PSARP dilakukan pada fistel perianal, anal stenosis, anal membrane, bucket
handle, dan atresia ani tanpa fistel yang akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kuit.
25

Limited PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistel rektovestibular. Full PSARP
dilakukan pada atresia ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram akhir rektum
lebih dari 1 cm dari kulit, pada fistel rektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia
rektum, dan stenosis rektum. 1,3
Dalam algoritme yang ada, tindakan kolostomi perlu dilakukan pada penderita
malformasi anorektal letak tinggi. Kolostomi akan mengecilkan kolon bagian distal
yang membesar juga berguna melindungi tindakan operasi definitif dari kontaminasi
feses pada tahap selanjutnya. Setelah tindakan kolostomi, penderita dapat melakukan
operasi definitif 4-8 minggu kemudian. Bila tindakan definitif dilakukan pada usia 4-8
minggu setelah tindakan kolostomi, terdapat beberapa keuntungan antara lain:
penderita tidak perlu terlalu lama merawat stoma, perbedaan antar usus proksimal dan
distal tidak ada, simple anal dilatasi, sensasi lokal pada rektum lebih meningkat.

REFERENSI
26

1. Pena, A. Imperforate Anus and Cloacal Malformation. Pediatric Surgery. 3rd edition. WB
Saunders. 2000. page 473-92.
2. Atlas Netter, hal. 369-74
3. Pena A, Devries PA. Posterior Sagital Anorectoplasty: Important technical
considerations and new applications. J Pediatr Surg 1982;17:796-881.
4. Skandalakis, John E. Skandalakis Surgical Anatomy. Elsevier. 2006.
5. Seeley, Stephens, Tate. Anatomy and Physiology, Sixth Edition. The McGrawHill
Companies, 2004.
6. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Metthews JB, Pollock
RE: Schwartzs Principles of Surgery, 9th Edition. 2008.
7. Puri P., Hllwarth M. E. Pediatric Surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg: New
York. 2004.

27

Anda mungkin juga menyukai