Anda di halaman 1dari 4

A.

DIAGNOSIS
Diagnosis untuk penyakit HIV adalah sama untuk mendiagnosa penyakitpenyakit lain yaitu dimulai dengan anamnesis. Harus ditanyakan adakah penderita
tersebut berhubungan sex tanpa alat kontrasepsi dan adakah penderita tersebut
mempunyai banyak teman sexual. Selain itu, harus ditanyakan apakah penderita
tersebut mempunyai kontak dengan darah yang tercemar yaitu pernahkan penderita
tersebut pernah tertusuk jarum yang terinfeksi. Menanyakan riwayat keluarga juga
penting untuk mengetahui apakah penderita tersebut mendapat HIV dari luar atau
dari ibunya.2,10
Pemeriksaan fisik untuk mendiagnosa infeksi HIV adalah tidak terlalu penting.
Hal ini karena tidak ada penemuan yang spesifik untuk infeksi HIV. Secara umum,
infeksi HIV akan menyebabkan limfadenopati di seluruh tubuh dan berat badan yang
menurun. Infeksi oportunistik seperti oral candidiasis yang luas juga merupakan
petunjuk awal untuk infeksi HIV.10
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan laboratorium. Salah satu tes yang
dijalankan adalah tes antibodi HIV yaitu dengan menggunakan test enzyme-linked
immunoabsorbent assay ( ELISA ). Hasil tes yang positif berarti pernah terinfeksi,
bukan adanya kekebalan terhadap virus. Sensitivitas ELISA sebesar 98-100%. Hasil
positif ELISA harus dinko nfirmasi dengan Western Blot. Western Blot lebih spesifik
mendeteksi antibodi terhadap komponen antigen permukaan virus. Spesifisitas Western
Blot sebesar 99.6-100%. Hasilnya dinyatakan positif, negative atau indeterminate.
CDC merekomendasikan reaksi dengan dua dari band berikut sebagai kriteria untuk
hasil positif; p24, Gp41, Gp 120. Hasil indeterminate dihasilkan dari reaksi nonspesifik
sera HIV negatif dengan beberapa protein HIV.2,10
Hasil indeterminate harus dievaluasi dan diperiksa secara serial selama 6
bulan sebelum menyatakan negatif. Untuk mendeteksi antigen virus digunakan
pemeriksaan PCR.2

Gambar 4. Algoritma dalam tes serologi untuk mendiagnosa infeksi HIV-1 atau HIV 2.
(Dikutip dari kepustakaan 2]

Terdapat juga tes tes yang lain seperti kultur virus yang jarang digunakan
karena terlalu mahal. Biopsi kelenjar limfa juga bisa dilakukan. HIV DNA, RNA dan
proteinnya bisa dideteksi dengan teknik molekular dan dengan menggunakan
mikroskop elektron untuk melihat virions. 12
B. ASPEK NEUROLOGIS HIV/AIDS
1. Neuropatogenesis
Individu yang terinfeksi HIV menunjukan berbagai macam abnormalitas
neurologis yang disebabkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasma atau secara
langsung oleh virus atau produknya. Berdasarkan literature, HIV dapat ditemukan
pada otak dan cairan serebrospinal (CSF) pasien yang terinfeksi dengan atau tanpa
adanya abnormalitas neuropsikiatri. Sel utama yang terinfeksi pada pada otak adalah
makrofag perivaskuler dan dan sel mikroglia; Kedua monosit yang telah terinfeksi
didalam darah ini dapat bermigrasi ke otak, kemudian virus ini dapat menetap sebagai
makrofag atau secara langsung makrofag dapat menginfeksi kedalam sel otak. Saat
ini, mekanisme bagaimana virus HIV dapat masuk ke otak masih belum jelas, tetapi
peneliti mencoba menghubungkan kemampuan virus untuk menginfeksi dan aktifasi
makrofag oleh sistem imun yang kemudian menyebabkan molekul adhesi terinduksi

seperti E-selectin dan VCAM-1 pada endotelium sel otak. Penelitian lain menunjukan
bahwa HIV gp120 dapat meningkatkan ekspresi intercellular adhesion molecul-1
(ICAM-1) pada sel glia, hal ini menfasilitasi masuknya sel yang telah terinfeksi HIV
kedalam sistem saraf.2,10
Individu yang terinfeksi HIV dapat bermanifestasi pada lesi white matter dalam
hal ini adalah hilang sel neuronal. Efek yang dimediasi oleh HIV pada neuron dan
oligodendrosit berperan melalui jalur tidak langsung dengan peran dari protein virus,
partikel gp120 dan tat, mencetuskan pengeluaran produk neurotoxin endogen dari
makrofag dan astrosit. Selain itu, HIV-1 Nef dan Tat menginduksi kemotaksis
leukosit, termaksud monosit, kedalam sel saraf pusat. Neurotoxin juga dapat
dikeluarkan oleh monosit sebagai akibat dari infeksi atau aktivasi sistem imun.
Neurotoxin faktor yang dihasilkan oleh monosit dapat membunuh sel saraf melalui
reseptor N-methyl-D-aspartat (NMDA). Selain itu, HIV gp120 yang dihasilkan oleh
monosit yang terinfeksi HIV dapat menyebabkan neurotoksisitas melalui fungsinya
yang antagonis terhadap vasoactive intestinal peptide (VIP), melalui peningkatan
lever kalsium intraseluler dan menurunkan nerve growth factor pada kortex cerebri.
Bermacam-macam sitokin yang dihasilkan oleh monosit secara langsung maupun
tidak langsung berkonstribusi pada efek neurotoxin, seperti; TNF-a, IL-1, IL-6, TGF, IFN-, platelet activating factor, dan endothelin. Diantara berbagai sitokin diatas,
peningkatan MCP-1 (monosit chemotactic protein) pada otak dan cairan serebrospiral
menunjukan hubungan yang erat dengan kejadian HIV encephalopaty. Selain itu
infeksi atau aktifasi dari monosit menyebabkan peningkatan produksi eicosanoid,
quinolinic acid, NO, axitatory amino acid seperti L-cystein dan glutamat, arachinoid
acid, platelet activating faktor, radikal bebas, TNF-a dan TGF- yang berkonstribusi
pada neurotiksisas. Astrosit juga berperan neuropatogenesis HIV. Sel ini

menyebabkan proliferasi astrosit. Selain itu IL-6 yang dihasilkan oleh astrosit dapat
menginduksi ekspresi pada sel yang terinfeksi HIV.2

Anda mungkin juga menyukai