Banjir bandang (flash flood) adalah penggenangan akibat limpasan keluar alur sungai
karena debit sungai yang membesar tiba-tiba melampaui kapasitas aliran, terjadi dengan cepat
melanda daerah- daerah rendah permukaan bumi,
sangat besar hampir tanpa peringatan yang cukup Tinggi permukaan gelombang banjir bandang
dapat berkisar 3 6 meter dengan membawa debris dan sangat berbahaya yang akan melanda
hampir semua yang dilewatinya Hujan yang menimbulkan banjir bandang dapat memicu
terjadinya longsoran lereng dan tebing yang menimbulkan bencana aliran debris yang
akan terangkut oleh banjir bandang tersebut.
Tipe-tipe Penyebab Banjir Bandang
Pada umumnya banjir bandang disebabkan oleh salah satu dari kejadian-kejadian di
bawah ini Hujan lebat
Hujan lebat yang bergerak lamban dan jatuh pada suatu daerah aliran sungai
yang tidak terlalu luas, dan runoffnya dan terkonsentrasi dengan cepat ke
dalam alur sungai pematusnya
Hujan tropik yang lebat berlangsung cepat pada daerah yang sudah jenuh oleh
jatuhnya hujan sebelumnya
sedimen pada dasar alur dan debris lain seperti batang pepohonan yang tercerabut,
dan akan menyapu daerah yang dilandanya,
oleh material longsoran tebing sungai yang jatuh ke dalamnya bersamaan dengan
batang pepohonan.
tidak selalu terjadi di lokasi tersebut Pada kejadian ini banjir bandang dapat berlangsung
cepat dalam beberapa menit tanpa tanda-tanda yang jelas sebelumnya.
Banjir bandang juga dapat terjadi pada daerah bantaran ruas sungai aluvial oleh
pecahnya tanggul pelindung pada saat terjadi aliran dengan elevasi di atas bantaran
sungai, karena suatu penyebab. atau gagalnya sebuah bendung buatan.
Banjir bandang tipe ini dapat mengakibatkan bencana dahsyat tetapi karena
sebab insidental, maka tidak dicakup dalam buku ini.
1.1.
Pengaturan kecepatan aliran air permukaan dan daerah hulu sangat membantu
mengurangi terjadinya bencana banjir. Beberapa
upaya
yang
perlu
dilakukan
untuk mengatur kecepatan air masuk kedalam sistem pengaliran
diantaranya adalah dengan pembangunan bendungan/ waduk, reboisasi dan
pembangunan sistem peresapan.
6.
7.
8.
9.
10.
11. Pembuatan tembok penahan dan tembok pemecah ombak untuk mengurangi
energi ombak jika terjadi badai atau tsunami untuk daerah pantai.
12.
13. Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah gelombang
untuk daerah teluk.
14.
15. Pembangunan pembuatan saluran drainase.
16.
17. Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.
18.
19. Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi kuat).
20.
21. Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir.
22.
23. Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.
24.
25. Pelatihan tentang kewaspadaan banjir seperti cara penyimpanan/pergudangan
perbekalan, tempat istirahat/ tidur di tempat yang aman (daerah yang tinggi).
26.
27.
Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat-alat
penyelamatan lainnya.
28.
30.
31. 1. KEBIJAKAN
32.
33.
antara lain :
34.
35. a. Dalam setiap upaya mitigasi bencana perlu membangun persepsi yang sama
bagi semua pihak baik jajaran aparat pemerintah maupun segenap unsur
masyarakat yang ketentuan langkahnya diatur dalam pedoman umum, petunjuk
pelaksanaan dan prosedur tetap yang dikeluarkan oleh instansi yang
bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit masing-masing.
36.
37.
b. Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu
terkoordinir
38.
yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan masyarakat.
39.
40.
c. Upaya preventif harus diutamakan agar kerusakan dan korban
jiwa dapat
41.
diminimalkan.
42.
43.
d. Penggalangan kekuatan melalui kerjasama dengan semua pihak,
melalui
44.
pemberdayaan masyarakat serta kampanye.
46.
48.
50.
52.
45.
47.
2. STRATEGI
49.
Untuk melaksanakan
beberapa strategi sebagai berikut:
51.
kebijakan
dikembangkan
a. Pemetaan.
53. Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah melakukan
pemetaan daerah rawan bencana. Pada saat ini berbagai sektor telah
mengembangkan peta rawan bencana. Peta rawan bencana tersebut
sangat berguna bagi pengambil keputusan terutama dalam antisipasi
kejadian bencana alam. Meskipun demikian sampai saat ini
penggunaan peta ini belum dioptimalkan. Hal ini disebabkan karena
beberapa hal, diantaranya adalah :
54.
56.
58.
60.
55.
57.
59.
61. 4) Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang berbeda
beda sehingga menyulitkan dalam proses integrasinya.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82. Gambar 1.1. Daerah rawan Banjir
83.
85.
84.
b. Pemantauan.
86. Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini, maka
dapat dilakukan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga
akan dengan mudah melakukan penyelamatan. Pemantauan di daerah
vital dan strategis secara jasa dan ekonomi dilakukan di beberapa
kawasan rawan bencana.
87.
88.
90.
89.
92.
94.
96.
98.
c. Penyebaran informasi
95.
100.
101.
103.
107.
109.
111.
102.
e. Pelatihan/Pendidikan
f.
Peringatan Dini
114.
115.
1.2.
Bencana Banjir
116.
117.
Di saat banjir biasanya yang di lakukan tidak banyak hanya saja yang
dilakukan mengevakuasi masyrakat hingga tidak terjadi korban jiwa dan menyediakan
obat-obatan dan bahan makanan yang di perlukan untuk para masyarakat yang terkenak
bencana seperti gambar di bawah ini menunjukan bahwa terjadinya banjir bandang.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
1.3.
Pasca Bencana Banjir.
135.
136.
Setelah terjadinya bencana banjir biasanya dilakukan hanya membersihkan
akibat banjir dan melakukan pembangunan untuk daerah-daerah yang mengalami kerusakan
serta melakukan pencarian korban adapun gambar akibat terjadinya bencana banjir yaitu
sebagai berikut.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.Gambar 1.3. Akibat terjadinya Banjir
151.
152.
153.
Dari ketiga aspek Pra Bencana, di saat Bencana dan Pasca Bencana Geologi
ternyata sangat berperan karena masuk ke dalam Pra Bencana dimana disitulah Geologi
melakukn pemetaan daerah rawan bencana dan bagaimana menanggulangin supaya tidak
terjadi korban lebih banyak lagi.
154.
155.