Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang sudah memberi taufik dan hidayahnya
sehingga kami semua dapat beraktivitas seperti biasanya termasuk juga dengan penulis, hingga
penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah mata kuliah dalam rangka memenuhi
tugas Uji Kompetensi Dasar 4 dengan judul Arsitektur Jawa dalam bidang Pariwisata.
Makalah ini berisi mengenai ulasan keberagaman bentuk Arsitektur Tradisional Jawa asli
dan Arsitektur Jawa yang dikaitkan dengan bidang pariwisata sehingga tidak jarang Arsitektur
Jawa ini mengalami pergeseran. Makalah ini disusun supaya para pembaca dapat menambah
wawasan serta memperluas ilmu pengetahuan yang ada mengenai Arsitektur Tradisional Jawa
yang disajikan dalam sebuah susunan makalah yang ringkas, mudah dibaca serta mudah
dipahami.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan rekan mata kuliah Arsitektur Jawa serta
Ibu Dosen Hardiyati yang sudah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini sesuai
dengan ketentuan yang berlaku hingga menjadi sebuah makalah yang baik dan benar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca serta memperluas wawasan
mengenai Arsitektur Tradisional Jawa. Dan tidak lupa penulis menyampaikan mohon maaf atas
kekurangan dalam penulisan makalah ini.

12 Juni 2015
Penyusun,

Leoni Noor Damarani

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI ...2
BAB 1 PENDAHULUAN 3
1.1. Pendahuluan 3
1.2. Latar Belakang Masalah .. 3
1.3. Tujuan ...4
BAB 2 PEMBAHASAN 5
2.1. Pengertian Rumah dalam Arsitektur Tradisional Jawa .5
2.2. Konsep Bentuk Arsitektur Tradisional Jawa..5
2.3. Sistematika Ruang Bangunan Arsitektur Jawa .8
2.4. Perbandingan Arsitektur Jawa Tradisional dengan Arsitektur Jawa
yang telah dipadukan dalam Era Modern... 10
2.5. Pengertian Pariwisata. . 11
2.6. Arsitektur Jawa dalam Bidang Pariwisata 12
BAB 3 KESIMPULAN . 15
DAFTAR PUSTAKA 16

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Berdasarkan objek yang telah dikunjungi beberapa saat lalu di sebuah restaurant dan
homestay Omah Sinten di kota Solo, menimbulkan ketertarikan untuk menganalisis teori
arsitektur Jawa dan teori bidang pariwisata. Dalam hal ini, teori Arsitektur Jawa yang akan
dianalisis berupa teori Arsitektur Jawa pada rumah rumah Jawa dan teori Arsitektur Jawa yang
sudah mulai berkembang dan disandingkan dengan bangunan bangunan berkonsep modern
seperti yang banyak dikembangkan pada beberapa tahun belakangan. Sedangkan teori pariwisata
berkaitan dengan

hal hal yang dapat membuat Arsitektur Jawa memiliki nilai jual dan

ketertarikan untuk masyarakat umum.


Sesuai dengan ragam kebudayaan dan sosial masyarakat Jawa yang masih kental akan
perilaku hidup dengan norma norma adat Jawa, baik dari segi kehidupan sehari - hari juga dari
bentuk bangunan yang masih menggunakan paham Jawa (Arsitektur Jawa). Karena adanya
perkembangan dalam budaya dan pariwisata maka wujud Arsitektur Jawa yang diterapkan
mengalami pergeseran ke arah yang lebih modern sehingga menimbulkan interpretasi baru.
Namun sebagian besar dari konsep yang dibuat masih menganut aturan aturan yang digunakan
dalam falsafah bangunan Arsitektur Jawa.
1.2. Latar Belakang Masalah
Dalam Arsitektur Jawa terkandung secara terpadu ide, wujud sosial, wujud material suatu
kebudayaan. Proses pergeseran kebudayaan menyebabkan pergeseran terhadap nilai kebudayaan
yang terkandung pada arsitektur Jawa. Pergeseran nilai tersebut cepat atau lambat akan
membawa perubahan perubahan terhadap bentuk, struktur dan fungsi arsitektur Jawa.
Arsitektur Jawa disebut sebagai rumah tradisional Jawa. Nilai nilai tradisional yang
mendasari rumah tradisional Jawa pada hakekatnya bersifat panjang umur biarpun terdapat
pergeseran dan perubahan seiring perkembangan waktu.

Peran Arsitektur Jawa di bidang Pariwisata ini dipengaruhi oleh suatu hal yang disebut
dengan atmosfir. Hal yang dijual dalam Arsitektur Jawa usehingga menarik bidang pariwasata
sangat kental hubungannya dengan atmosfir. Hal yang berada dalam lingkup atmosfir tersebut
terdiri dari berbagai macam sehingga sangat berpengaruh dan berhubungan dengan bentuk asli
Arsitektur Jawa itu sendiri.
Terdapat pergeseran fungsi bangunan Arsitektur Jawa yang semula sebagai tempat
tinggal dan telah berkembang menjadi bangunan public seperti resto. Adanya pergeseran fungsi
tersebut juga menyebabkan sedikit pergeseran komponen pada Arsitektur Jawa itu sendiri agar
tetap bisa tampil menarik bidang pariwisata. Sehingga hal yang perlu dilakukan adalah
bagaimana menyatukan konsep Arsitektur Jawa dengan konsep konsep bangunan wisata dan
sehingga tidak meninggalkan aturan yang ada di rumah Jawa namun tetap memberikan
income bagi bidang pariwisata.
Dengan kata lain, bukan hanya memilih bertahan tradisional atau berubah modern
tetapi meleburkan keduanya kedalam satu wadah berupa Arsitektur Tradisional Jawa.
1.3. Tujuan
Tujuan yang dicapai dalam analisis ini adalah

1. Untuk mengetahui konsep bentuk, dan sistematika ruang dari arsitektur bangunan tradisional
Jawa dan unsur unsurnya
2. Untuk mengetahui perbandingan Arsitektur Jawa Tradisional dan Arsitektur Jawa yang telah
dipadukan ke dalam era modern
3. Untuk mengetahui hal hal yang menarik Arsitektur Jawa dalam bidang pariwisata.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Rumah dalam Arsitektur Tradisional Jawa
Rumah dalam bahasa Jawanya disebut Omah, yang berarti tempat tinggal. Omah
mempunyai arti yang penting dalam kehidupan orang Jawa. Sedang kehidupan orang Jawa
termasuk dalam tiga ungkapan kata, yaitu sandhang, pangan, lan papan artinya pakaian, makan
dan tempat tinggal (Dakung, 1983,25). Joglo arsitektur rumah tradisional Jawa merupakan satu
unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan suatu suku
bangsa ataupun bangsa yaitu Jawa. Dalam arsitektur tradisional terkandung secara terpadu wujud
ideal, wujud sosial, dan wujud material suatu kebudayaan (Koentjaraningrat, 2004:5-12). Wujud
wujud kebudayaan tersebut kemudian dihayati dan diamalkan sehinggal muncul perasaan cinta
pada arsitektur tersebut.
Dalam arsitektur tradisional Jawa tidak lepas adanya perlambangan atau symbol yang
memuat kandungan pesan yang ingin disampaikan di luar bentuk fisik arsitekturnya. Peran
symbol dalam arsitektur tradisional Jawa sangat dipengaruhi oleh tujuan yang hendak dicapai
sebagai tempat tinggal dan tujuan non fungsi yaitu untuk kewibawaan dan penunjuk strata sosial
dan lain sebagainya.
2.2. Konsep Bentuk Arsitektur Tradisional Jawa
Arsitektur tradisional Jawa mengalami perubahan bentuk dari masa ke masa mengikuti
proses terbentuknya kebudayaan, yaitu dari taraf sederhana menuju ke taraf yang lebih
kompleks.
Secara umum Arsitektur Tradisional Jawa memiliki bentuk keseluruhan rumah yang dapat
dilihat dari denah yaitu berupa bujur sangkar atau persegi panjang. Sehingga arsitektur yang
berbentuk oval atau lingkaran tidak terlihat pada tipologi bentuk di arsitektur tradisional Jawa,
hal tersebut dikarenakan pandangan estetika orang Jawa yang menggunakan simbol konsep
keblat papat limo pancer yaitu simbol kemantapan dan sekaligus keselarasan yang merupakan
lambang empat penjuru mata angin dengan pusat di tengahnya.
5

Dalam perkembangan Arsitektur Jawa terdapat beberapa klasifikasi, yaitu :


A. Kampung
Rumah bentuk Kampung setingkat lebih sempurna daripada rumah bentuk panggang-pe.
Rumah kampung pada umumnya mempunyai bentuk denah empat persegi panjang dengan 6 atau
8 tiang dan seterusnya. Namun yang paling sederhana hanya berbentuk bujur sangkar dengan
memakai 4 buah tiang. Pada zaman dahulu rumah bentuk kampong kebanyakan digunakan oleh
masyarakat golongan bawah, bentuk rumah kampong inipun dalam perkembangannya mengenal
beberapa variasi bentuk.

Gambar 1. Atap Kampung Pokok


B. Limasan
Bentuk rumah limasan merupakan perkembangan dari bentuk rumah yang ada
sebelumnya. Limasan memiliki denah empat persegi panjang dan dua buah atap (kejen atau
cocor) serta dua atap lainnya (brunjung) yang bentuknya jajaran genjang sama kaki. Cocor
berbentuk segitiga sama kaki seperti tutup keong. Karena cenderung untuk berubah, rumah
limasan mengalami penambahan pada sisi sisinya yang disebut empyak, emper atau atap
emper. Perubahan bentuk tersebut menyebabkan nama dari limasan mempunyai nama masing
masing.
Kata Limasan tersebut diambil dari kata Lima-lasan, yaitu perhitungan sederhana
penggunaan ukuran molo dan blandar yaitu molo 3 meter dan blandar 5 meter. Akan tetapi jika
molo menggunakan ukuran 10 meter, maka blandar harus memakai ukuran 15 meter.
6

Gambar 2. Atap Limasan Pokok


C. Tajug
Bangunan lain yang biasa dibangun dengan konsep arsitektur
tradisional adalah Langgar atau Masjid. Pembangunan bangunan
tersebut biasanya dipengaruhi oleh nilai budaya masyarakat setempat
terhadap arsitektur tradisional yang masih dianut dan biasanya
bangunan untuk tempat peribadatan tersebut dikenal dengan nama
Tajug.
Gambar 3. Atap Tajug

Seperti halnya bentuk arsitektur Jawa lainnya, bangunan Tajug

memiliki tipologi berupa bujur sangkar atau persegi panjang. Terdapat pula bangunan
bangunan tambahan di samping bangunan pokoknya. Bangunan yang memakai tambahan
biasanya mempunyai bentuk yang lebih besar. Pada dasarnya bangunan Tajug sama dengan
bangunan Joglo, perbedaanya terletak pada molo yang tidak dipakai pada bangunan Tajug
sehingga atapnya tidak berupa brunjung melainkan berbentuk lancip atau runcing. Bangunan
Tajug memiliki saka guru sebanyak 4 buah dan terdapat 4 sisi atap.
D. Joglo
Joglo adalah bentuk rumah tradisional Jawa yang paling sempurna diantara bentuk bentuk
lain. Bentuk bangunan Joglo biasanya mempunyao ukuran yang lebih besar dibandingkan
dengan bentuk Limasan maupun Kampung. Joglo memiliki komposisi kayu yang lebih banyak
7

dan cenderung lebih rumit. Ciri bangunan berbentuk


Joglo

adalah

penggunaan

blandar

Tumpangsari.

Tumpangsari merupakan blandar yang bersusun ke atas


dan mempunyai ukuran semakin ke atas semakin lebar
dan dikelilingi
empat
buahJoglo
tiang berupa saka guru.
Gambar
4. Atap
E. Panggang-pe
Bentuk rumah Panggang-pe merupakan bentuk bangunan yang paling sederhana dan
bahkan merupakan bentuk dasar bangunan. Bentuk pokok bengunan ini mempunyai tiang atau
saka sebanya 4 atau 6 buah. Sedangkan pada sisi sisinya diberi dinding sebagai penahan hawa
di sekitarnya. Bagian atap biasanya hanya terdiri dari dua bidang saja. Bidang utama sebagai atap
bangunan dan bidang lain merupakan bidang tambahan sebagai atap penutup cahaya matahari
dan penahan air hujan.

Gambar 5. Atap Panggang Pe

Dalam perkembangan berikutnya, bentuk bangunan Panggang-pe mengalami variasi


bentuk lain, seperti Panggang-pe Gedhang Salirang, Panggang-pe Empyak Setangkep,
Panggang-pe Gedhang Setangkep, Panggang-pe Cere Gancet dan Trajumas.
2.3. Sistematika Ruang Bangunan Arsitektur Jawa
Sebuah rumah tinggal Jawa setidak-tidaknya terdiri dari satu unit dasar yaitu omah yang
terdiri dari dua bagian, bagian dalam terdiri dari deretan sentong tengah, sentong kiri, sentong
8

kanan dan ruang terbuka memanjang di depan deretan sentong yang disebut dalem sedangkan
bagian luar disebut emperan. Rumah tinggal yang ideal terdiri dari 2 bangunan atau bila mungkin
3, yaitu pendopo dan peringgitan, bangunan pelengkap lainnya adalah gandok, dapur, pekiwan,
lumbung dan kandang hewan.
Denah dan skema denah rumah tinggal Jawa dapat dilihat pada gambar 6 dan gambar 7.

Gambar 6. Denah Rumah Tinggal Tradisional Jawa

Gambar 7. Skema Denah Tradisional Jawa

Konfigurasi ruang atau bagian bagian rumah orang Jawa di desa membentuk tatanan
tiga bagian linier belakang.
-

Bagian depan pendopo, bersifat terbuka sebagai tempat menerima tamu atau tempat
berkumpulnya orang banyak. Letak ruang ini dekat dengan regol dan dapat dilihat
dari luar. Pendapa dihias semewah mungkin, dilengkapi dengan lampu gantung, pada

bagian tumpangsari dihias dengan ornamen yang indah.


Bagian tengah peringgitan, berbentuk seperti serambu. Bangunan ini biasanya
digunakan untuk mengadakan pertunjukan. Pringgitan terletak di belakang pendapa

dan didepan dalem ageng. Suasana yang tercipta adalah agak remang remang.
Bagian belakang dan terdalam adalah dalem, pusat susunan ruang dalam rumah
Jawa yang fungsi utamanya sebagai ruang keluarga dan bersifat pribadi. Pada bagian

ini dilengkapi dengan pintu dan jendela yang dipasang secara simetris.
Senthong, merupakan tiga buah ruang yang berjajar. Senthong kiwa dan senthong
tengen sebagai ruang tidur dan tempat menyimpan harta benda, untuk keperluan
wanita. Sedangkan senthong tengah sebagai tempat pemujaan terhadap Dewi Sri agar
keluarga selalu sejahtera. Pada umumnya senthong tengah tidak dibuat tidur dan

hanya untuk menyimpang pusaka.


Bale Rata/Kuncung, terletak di depan pendapa. Kuncung merupakan tempat
pemberhentian kendaraan.

Konfigurasi linier memungkinkan membuat rumah secara bertahap dengan bagian dalem
dibangun terlebih dahulu. Luas pendopo pada rumah tinggal orang Jawa kenyataannya cukup
luas. Pada konfigurasi ruang rumah Jawa dikenal adanya dualism (oposisi binair) antara luar dan
dalam antara kiri dan kanan, antara daerah istirahat dan daerah aktivitas.
2.4. Perbandingan Arsitektur Jawa Tradisional dengan Arsitektur Jawa yang telah
dipadukan dalam Era Modern
Arsitektur klasik-tradisional adalah bangunan yang dibangun oleh zaman kuno. Terutama
bangunan rumah hunian, dengan beberapa penyesuaian membangun oleh beberapa generasi ke
generasi (Komunitas Arsitektur Gunadarma, 2012). Begitu juga dengan Arsitektur Tradisional
Jawa yang lebih banyak difungsikan untuk bangunan rumah tinggal ataupun masjid. Arsitektur
Jawa ini memiliki bentuk bentuk dengan maksud atau makna tertentu pada setiap bagiannya.
Material yang digunakan pada bangunan Arsitektut Jawa ini juga menggunakan material
10

pemanfaatan alam seperti kayu, bambu dan batu karena bangunan tradisional Jawa dirancang
dengan benar benar menyelaraskan dengan alam. Dilengkapi dengan susunan ruangan yaitu
dari luar hingga dalam yang melingkupi aktivitas aktivitas yang berbeda memberikan arti yang
sebenarnya sebagai fungsi bangunan rumah tinggal. Ornamen ornmen dari material kayu dan
batu digunakan untuk memberikan makna tersendiri dari budaya Jawa. Biasanya ornamen yang
digunakan berasal dari ornamen tumbuh tumbuhan.
Sedangkan arsitektur modern berkembang dengan menggunakan materi dan teknik
konstruksi yang baru dan menerima pengaruh dari masa kolonial Belanda dan pasca
kemerdekaan (Komunitas Arsitektur Gunadarma, 2012).
Arsitektur Jawa yang telah dipadukan dengan arsitektur modern biasanya digunakan
untuk keperluan bidang pariwisata. Hal ini disebabkan karena pariwisata ingin menghasilkan
suatu massa bangunan modern namun tetap menghadirkan atmosfir Arsitektur Jawa di
dalamnya. Penggunaan material yang menyerupai material asli seperti kayu akan diganti dengan
material kayu namun sudah kayu olahan. Batu bata yang digunakan juga lebih modern
dibandingkan dengan batu bata yang biasa digunakan pada bangunan bangunan tradisonal.
Berdasar pengamatan pada bangunan Jawa yang telah dipadukan dengan aliran modern,
bangunan tersebut menggunakan tatanan ruang yang hamper mirip dengan tatanan ruang rumah
Jawa asli namun bergeser fungsinya. Sehingga bangunan tetap terasa unsur kejawen-nya.
Dalam bidang pariwisata yang saat ini berkembang, bangunan Jawa yang
dipadupadankan dengan konsep modern memiliki nilai jual yang tinggi karena hal yang dicari
oleh pengunjung adalah atmosfir kejawaan dari bangunan tersebut.
2.5 Pengertian Pariwisata
Menurut beberapa ahli, pariwisata diartikan sebagai :
-

Pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara,
dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau
keserasiaan dan kebahagiaan dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam
dan ilmu, ( Kodhyat ,1998)

11

Pariwisata adalah gejala yang komplek dalam masyarakat, di dalamnya terdapat hotel,
objek wisata, souvenir, pramuwisata, angkutan wisata, biro perjalanan wisata, rumah

makan dan banyak lainnya. (Soekadijo, 1997: 2)


Pariwisata adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan wisata, termasuk
pengusahaan obyek daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang
tersebut. (Fandeli, 1995:37)

2.6. Arsitektur Jawa dalam Bidang Pariwisata


Pada perkembangan masa kini pariwisata merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh
warga terutama oleh kaum pekerja yang membutuhkan adanya rehat dari kepenatan sehari hari.
Bangunan bidang Pariwisata juga sangat berkembang namun yang paling terlihat adalah
pengembangan bangunan Arsitektur Jawa pada bidang Pariwisata. Akhir akhir ini sering
muncul bangunan bangunan konsep modern rasa tradisional, di kota Solo khususnya.
Pengembang bidang pariwisata memanfaatkan hal tersebut untuk menarik minat wisatawan asing
ataupun lokal.
Hal yang dicari dalam bangunan Tradisional Jawa tersebut jika difungsikan sebagai objek
pariwisata adalah atmosfir bangunan Jawa itu sendiri. Pengunjung mencari suasana Jawa yang
masih kental ditengah tengah hiruk pikuk perkembangan kota besar. Maka terciptalah suatu
bangunan dengan konsep tradisional modern di tengah masyarakat. Bangunan ini didesain
dengan mengedepankan apa saja yang terdapat pada unsur unsur bangunan Jawa mulai dari
bentuk, sistematika ruang, ornamentasi, penggunaan material dan lain sebagainya. Sehingga
atmosfir dapat menjadi nilai jual dalam bidang pariwisata tersebut.
Menurut Peter Zumthor dalam bukunya Architectural Environments Surrounding
Objects : Atmosphere menyatakan bahwa atmosfir merupakan bagian dari bidang estetika
bangunan dan atmosfir merupakan satu kata yang mendeskripsikan tentang first impression
terhadap sesuatu. Dari atmosfor tersebut maka kita dapat menghadirkan kembali sesuatu ke
bentuk yang hampir menyerupai.
Bangunan Arsitektur Jawa dalam bidang pariwisata juga menggunakan atmosfir untuk
mengembalikan suasanya yang ada pada bangunan Jawa asli.

12

Hal hal yang dapat menggerakkan atmosfir dalam suatu bangunan menurut Peter
Zumthor, antara lain :
1. The Body of Architecture.
Merupakan elemen keseluruhan dalam arsitektur yang memberikan kesan pertama bagi
pengguna / pengunjung. Di dalamnya terdapat lagi unsur unsur yang melingkupinya baik unsur
yang terlihat ataupun tidak. Dan unsur tadi akan selalu membekas di dalam pikiran dan perasaan
pengguna.
Dalam bangunan Arsitektur Jawa, pengguna akan diingatkan oleh bentuk bentuk
bangunannya mulai dari bangunan Joglo, Tajug, Limasan, Kampung, dan Panggang-Pe. Bentuk
tersebut sangat kental dengan identitas bangunan Jawa. Melalui bentuk tersebut yang telah
dipadukan dengan unsur modern, dapat memunculkan kembali rasa dan memori pengunjung
untuk merasakan atmosfir bangunan Jawa dengan bentuk yang sama walaupun tidak seutuhnya
sama.
2. Material Compatibility
Material yang ada dalam suatu bangunan yang terdiri dari material lunak dan keras,
material alam dan buatan, material murni ataupun campuran akan memberikan kesan tersendiri
di dalam suatu bangunan. Material material tersebut akan memancarkan suatu radiasi yang
menyebabkan radiasi dari material berkumpul jadi satu dan akan muncul sebagai sesuatu yang
unik. Begitu juga dalam bangunan Arsitektur Jawa, penggunaan beraneka ragam mulai dari kayu,
batu, pasir, keramik, kaca dan lain sebagainya akan menciptakan suasana yang berbeda disaat
seseorang berada dalam lingkup bangunan Jawa.
3. The Sound of a Space
Ruang interior dalam suatu bangunan menyerupai instrument yang luas, mengkoleksi
suara dan memantulkannya dan menyebarkan ke seluruh bidang ruang. Suara tersebut
merupakan refleksi dari ingatan masa lalu yang terjadi pada ruangan tersebut dan terulang
kembali saat berada di ruang yang sama walaupun berbeda tempat. Suara tersebutlah akan
menghidupkan atmosfir dalam suatu bangunan.

13

Sama ketika berada pada bangunan Jawa, bangunan tersebut akan memantulkan suatu
bunyian yang membuat kita kembali ke suasana yang pernah kita rasakan. Bisa berasal dari suara
masyarakat sekitar hingga suara suara alam yang ada di sekitarnya.
4. The Temperature of a Space
Temperatur berhubungan dengan material yang digunakan. Bangunan akan menghasilkan
suatu temperatur tertentu yang dapat dirasakan kembali ketika berada di bangunan lain yang
sama. Baik secara sadar ataupun tidak sadar ketika berada disuatu bangunan dengan temperature
tertentu, akan langsung teringat oleh objek yang pernah memancarkan temperature tersebut.
Bangunan Jawa yang kental dengan material alam berupa kayu dan batu akan
memberikan suatu suasana yang segar dan dingin ketika berada di dalamnya, sekalipun cuaca di
luar sangat panas.
5. Surrounding Objects
Atmosfir akan tercipta ketika berada di suatu bangunan tertentu dengan bangunan lainnya
yang mengelilinginya. Ingatan akan terputar kembali dalam bentuk bangunan yang sama.

14

BAB 3
KESIMPULAN
Arsitektur Tradisional Jawa merupakan arsitektur yang terus berkembang dan terbuka,
dalam arti bahwa arsitektur tradisional Jawa akan berubah sesuai dengan kemajuan jaman tetapi
tidak akan meninggalkan nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Bentuk, sistematika
ruang, ornamentasi, dan struktur pada bangunan Jawa merupakan suatu kesatuan yang
menyambung dan tidak dapat dipisahkan sehingga bangunan dengan susunan tersebut akan tetap
menjadi bangunan Arsitektur Jawa.
Dalam hubungannya dengan bidang Pariwisata, bangunan Jawa dapat berubah fungsi
menjadi bangunan public atau public space. Namun hal yang terdapat pada bangunan ini dapat
dimunculkan kembali dengan menggunakan atmosfir. Atmosfir lah yang menjadi nilai jual dari
suatu bangunan pariwisata berbasis bangunan tradisional.
Hal yang dapat menghidupkan kembali atmosfir tersebut terdapat pada 5 hal, yaitu dari
The body of architecture, material compatibility, the sound of a space, the temperature of a space
dan surrounding objects. Hal tersebut akan bergabung menjadi satu dan menghidupkannya
kembali sebagai nilai jual bidang pariwisata.

15

DAFTAR PUSTAKA

Buku Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa, karya R. Ismunandar K, Effhar Offset,
Semarang, Edisi Kedua Cetakan Keempat, 2007
E-book Architectural Environments Surrounding Objects : Atmosphere, karya Peter Zumthor,
October 2005
Jurnal Konsep Ruang Tradisional Jawa dalam Konteks Budaya, Hammah Sagrim
Jurnal Andi Prasetia tentang Pariwisata, Ruang dan Arsitektur Kontekstual Jawa
http://analisispengembanganpariwisata.blogspot.com/

16

Anda mungkin juga menyukai