Anda di halaman 1dari 46

Penyusunan Masterplan Pengembangan Wisata Bahari Pulau Biawak

Kabupaten Indramayu

ANALISIS KONDISI
TAPAK PERENCANAAN

4.1. GAMBARAN UMUM PULAU BIAWAK


Pulau Biawak atau Pulau Rakit merupakan salah satu pulau kecil
yang terletak di Laut Jawa sebelah utara dari Kabupaten
Indramayu. Salah satu yang menonjol dari pulau ini adalah populasi biawak

Varanus Salvator dalam jumlah besar. Oleh karena itu pulau ini lebih populer
dengan nama Pulau Biawak daripada Pulau Rakit. Pulau Biawak sendiri
adalah satu dari tiga pulau yang terdapat dalam Kawasan
Konservasi Laut Daerah Pulau Biawak.

Selain Pulau biawak

terdapat pula Pulau Gosong dan Pulau Candikian.


Secara administratif Pulau Biawak termasuk ke dalam wilayah
Kabupaten Indramayu yang memiliki luas daerah 120 Ha
dengan letak geografis 05056002 LS dan 108022015 BT
(Dirjen KP3K 2012).

Batas dari Kawasan Konservasi Laut Pulau

Biawak seperti tercantum dalam Perda kabupaten Indramayu No.


14 tahun 2006 adalah sejauh 4 mil yang diukur dari garis batas
pangkal pulau-pulau terluar dalam wilayah kabupaten Indramayu.
Sedangkan untuk Kabupaten Indramayu sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Subang, sebelah timur dengan Kabupaten
Cirebon, sebelah utara dengan Laut Jawa, dan sebelah selatan
berbatasan

dengan

Kabupaten

Sumedang,

Majalengka,

Laporan Akhir

dan

| Bab 4-1

Penyusunan Masterplan Pengembangan Wisata Bahari Pulau Biawak


Kabupaten Indramayu

Cirebon. Jarak dari Kabupaten Indramayu menuju Pulau Biawak


sekitar 26 mil (50 km).
Secara umum penggunaan lahan berdasarkan hasil analisis citra
satelit Landsat TM 8 dan survey lapang adalah hutan mangrove
kurang lebih 80 hektar dan mendominasi penggunaan lahan Pulau
Biawak, serta sisanya adalah hutan pantai/dataran rendah,
belukar dan penggunaan lain berupa areal permukiman.

Pulau

Biawak dikelilingi oleh areal padang lamun dan koral yang cukup
luas. Disamping itu Pulau Biawak memiliki terumbu karang yang
sebagian masih dalam kondisi baik, memiliki pantai putih serta
objek-objek menarik lain seperti menara mercusuar yang di
bangun oleh ZM. Willem pada tahun 1872, Situs Makam Belanda,
dan Situs Makam Syarif Hasan.

Peta Penggunaan lahan Pulau

Biawak berdasarkan analisis citra satelit Landsat TM 8 disajikan


pada Gambar 4.1.
Karakteristik kondisi perairan di Pulau Biawak memiliki arus yang
tidak terlalu besar dengan pola mengikuti pola musim, yaitu pada
Musim Barat (bulan Desember sampai Februari) arus permukaan
bergerak ke arah timur, dan pada Musim Timur (bulan Juni sampai
Agustus) arus bergerak ke arah barat. Kecepatan arus permukaan
mencapai 5-10 m/detik.

Di wilayah perairan Indramayu arus

permukaan laut lebih besar,

pada Musim Barat

mencapai

maksimum 65,6 cm/detik dan minimum 0,6 cm/detik, sedangkan


pada Musim Timur, arus permukaan laut

mencapai maksimum

59,2 cm/detik dan minimum 0,6 cm/ detik.


Gelombang laut di Pulau Biawak sangat dipengaruhi pula oeh
gelombang laut musiman,

seperti musim barat dan musim timur

serta musim peralihan. Gelombang laut bisa mencapai ketinggian


rata- rata 0,5 0,8 meter.

Suhu perairan Pulau Biawak pada

bulan Juli berkisar antara 30C - 32C dan salinitas air laut

Laporan Akhir

| Bab 4-2

Penyusunan Masterplan Pengembangan Wisata Bahari Pulau Biawak


Kabupaten Indramayu

berkisar 27 33 ppt (Purba dkk. 2012).

Hasil pengamatan pada

Bulan Oktober suhu perairan berkisar antara 28C dan 32C


sedangkan salinitas air laut antara 28-31 ppt.

Laporan Akhir

| Bab 4-3

Laporan Akhir

| Bab 4-4

4.2.

KONDISI KERAGAMAN HAYATI

Keragaman hayati meliputi keragaman ekosistem dan keragaman


jenis. Di Pulau Biawak terdapat keanekaragaman ekosistem dan
species yang dapat menjadi daya tarik pariwisata sekaligus harus
menjadi perhatian dalam pengembangan wisata dan konservasi
keragaman hayatinya.
Keanekaragaman ekosistem yang ditemukan di Pulau biawak
terdiri dari kawasan binaan, pantai yang terdiri dari ekosistem
terumbu karang dan lamun, hutan pantai/dataran rendah, dan
hutan mangrove. Keseluruhan ekosistem tersebut dihuni oleh
berbagai species flora dan fauna.
Salah satu yang menjadi daya tarik utama pulau ini adalah
ditemukannya species biawak (Varanus salvator).
Ordo

: Squamata

Subordo

: Sauria

Familia

: Varanidae

Genus

: Varanus

Spesies

: Varanus salvator

Nama Inggris :
Malayan Monitor
Nama Lokal

Common Monitor, Common Water Monitor,

: Biawak

Biawak salvator merupakan jenis biawak terbesar. Tubuhnya


berwarna hitam-kebiru-biruan dengan garis dan totol kuning.
Bagian depan lehernya berwarna putih pucat atau kuning dan
ekornya berpita kuning dan hitam. Lehernya panjang dan

Laporan Akhir

| Bab 4-5

ramping. Kepalanya runcing dan telinganya terbuka jelas. Lubang


hidung terbuka berbentuk bundar dan diujung depan kepalanya
berbentuk oval atau berbentuk celah. Rahangnya kuat, giginya
pipih yang melengkung agak ke belakang. Tubuhnya agak besar
dengan keempat kakinya yang kuat, masing-masing setiap kaki
memiliki lima cakar dijarinya. Matanya memiliki kelopak mata dan
biji mata yang bulat. Ekornya padat dan panjang berfungsi
sebagai kemudi bila di air, ekornya juga sebagai anggota badan
yang kelima yang dapat digunakan untuk

memegang serta

sebagai senjata. Panjang tubuh biawak dewasa dapat mencapai


21 270 cm dan beratnya dapat mencapai 135 kg.

Laporan Akhir

| Bab 4-6

Laporan Akhir

| Bab 4-7

Biawak aktif mecari makan pada siang hari (diurnal). Ekornya


pipih

masing-masing

disebelah

sisinya

yang

berguna

membantunya berenang. Ia merupakan perenang yang handal


dan merupakan jenis biawak aquatic yang paling menyukai air,
sering berenang jauh ke laut lepas. Ia dapat melindungi dirinya
dengan ekor yang dapat mencambuk. Ia akan menggigit dan
mencakar. Anaknya seringkali diketemukan di atas pohon untuk
melindungi dirinya dari predator lainnya. Jantan dewasa juga
menggunakan cabang pohon untuk berjemur di panas matahari
sambil mengawasi mangsanya.

Biawak berkembangbiak dengan cara bertelur (oviparous). Betina


menggali lubang sarang untuk meletakkan telurnya di bawah akar
pohon, lubang pohon atau gundukan rayap. Bertelur sebanyak 7
57 butir yang dikubur di dalam lubang sarang. Setiap telur ratarata panjangnya 26,4 cm dan berat 25,7 gram. Setelah dierami
oleh alam selama 170 176 hari, telur-telur tersebut menetas.

Laporan Akhir

| Bab 4-8

Walaupun

berdasarkan

data

IUCN

termasuk hewan yang tidak dilindungi


(least

concern)

namun

sebagai

ikon

wisata kehadiran biawak menjadi aktraksi


yang menarik.

4.2.1.

Keragaman

Hayati

Ekosistem Mangrove
Ekosistem

mangrove

adalah

suatu

lingkungan yang mempunyai ciri khusus


karena lantai hutannya secara teratur
digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh
salinitas

serta

fluktuasi

ketinggian

permukaan air karena adanya pasang


surut air laut.
Pulau

Ekosistem mangrove di

Biawak

daratan

mendominasi

pulau,

wilayah

dengan

formasi

mengelilingi hampir seluruh bagian pulau


dengan ketebalan antara 50- 200 meter.
Kondisi

ekosistem

mangrove

secara

umum masih sangat baik (Gambar 4.3).


Keberadaan
berperan

ekosistem

penting

mangrove

dalam

mendukung

kehidupan organisme dan kondisi Pulau


Biawak. Fungsi hutan mangrove tersebut
dapat berupa fungsi fisik dan biologis,
juga

fungsi

ekonomis.

Fungsi

fisik

ekosistem mangrove bagi Pulau Biawak


yaitu menjaga garis pantai Pulau Biawak

Gambar 4.2. Kondisi Ekosistem

dari proses abrasi

Mangrove (Koleksi Pribadi, 2014)

agar tetap stabil,

mempercepat

perluasan

mengendalikan

intrusi

melindungi

daerah

lahan,
air

laut,

belakang

Laporan Akhir

| Bab 4-9

mangrove/pantai dari hempasan gelombang dan angin kencang,


mengolah bahan limbah organik. Fungsi biologis mangrove yang
menonjol di Pulau Biawak adalah tempat berkembang biak

(nursery ground) berbagai jenis ikan, kerang dan biota laut


lainnya, merupakan tempat mencari makan (feeding ground),
tempat memijah (spawning ground) dan menjadi tempat
bersarang berbagai jenis satwa liar terutama burung. Fungsi
ekosistem mangrove yang terpenting adalah menjadi faktor
pendukung utama bagi habitat Biawak yang menghuni pulau
sekaligus sebagai ikon wisata Pulau Biawak.
Hasil identifikasi dan deskripsi jenis tumbuhan mangrove yang
tumbuh di pulau Biawak adalah sebagai berikut:
1. Sonneratia Alba
Pohon

Sonneratia
Alba

selalu

hijau, tumbuh
tersebar,
ketinggian
kadangkadang
hingga 15 m.
Gambar 4.4. Soneneratia Alba (Koleksi Pribadi,

Kulit

2014)

berwarna

kayu

putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang halus.


Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul kepermukaan
sebagai akar nafas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya
mencapai 25 cm.
Daun S. alba berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang
pada bagian pangkal gagang daun. Gagang daun panjangnya 615 mm. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat

Laporan Akhir

| Bab 4-10

telur terbalik. Ujung: membundar. Ukuran: 5-12,5 x 3-9 cm.


Semenara itu bunga biseksual; gagang bunga tumpul panjangnya
1 cm. Letak: di ujung atau pada cabang kecil. Formasi: soliterkelompok (1-3 bunga per kelompok). Daun mahkota: putih,
mudah rontok. Kelopak bunga: 6-8; berkulit, bagian luar hijau, di
dalam kemerahan. Seperti lonceng, panjangnya 2-2,5 cm. Benang
sari: banyak, ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah
rontok.

2. Avicennia spp

Gambar 4.5.Avvecenia
Alba

Avicennia

spp

merupakan

jenis

pionir

pada

habitat

rawa

mangrove di lokasi pantai yang terlindung, juga di bagian yang


lebih asin di sepanjang pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang
surut,

serta

menyukai
membantu

di

sepanjang

bagian

muka

pengikatan

garis
teluk.

sedimen

pantai.
Akarnya
dan

Mereka

umumnya

dilaporkan

mempercepat

dapat
proses

pembentukan daratan. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.


Genus ini kadang-kadang bersifat vivipar, dimana sebagian buah
berbiak ketika masih menempel di pohon.

Laporan Akhir

| Bab 4-11

Kumpulan A. alba membentuk sistem perakaran horizontal dan


akar nafas yang rumit. Akar nafas biasanya tipis, berbentuk jari
(atau seperti asparagus) yang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu
luar berwarna keabu-abuan atau gelap kecoklatan, beberapa
ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain kadangkadang
memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang yang tua,
kadangkadang ditemukan serbuk tipis
3. Rhizoppora mucronata
Jenis

mangrove

paling

ini

dominan

populasinya di Pulau
Biawak

dibandingkan

dengan

jenis

mangrove yang lain.


Pohon R. mucronata
lebih toleran terhadap
substrat

yang

lebih

keras dan pasir oleh


karena itu sebarannya

Gambar 4.6. Rhizopora mucrobata (Koleksi


Pribadi, 2014)

dapat sangat luat pada ekosistem payau. Pada umumnya tumbuh


dalam kelompok, dekat atau pada sungai pasang surut dan di
muara sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari
air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang
tergenang dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus.
Perbungaan terjadi sepanjang tahun.
Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m.
Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu
berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar
tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian
bawah
4. Ceriops sp

Laporan Akhir

| Bab 4-12

Ceriops

sp

umumnya
tersebar

di

sepanjang

hutan

pasang

surut,

akan tetapi lebih


umum

pada

bagian

daratan

Gambar 4.7. Ceriop sp (Koleksi Pribadi,

dari

perairan

2014)

pasang

surut.

Menyukai
substrat

pasir

atau

lumpur.

Perbungaan
terjadi sepanjang
tahun.
jenis

Sebaran
ini

lebuh

relatif
sedikit

dibandingkan
jenis

mangrove

lain.
5. Bruguiera sp
Bruguiera sp

dijumpai tumbuh mengelompok di bagian tengah

vegetasi mangrove kearah laut. Jenis ini memiliki kemampuan


untuk tumbuh pada tanah/substrat yang baru terbentuk dan tidak
cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuhnya pada tanah
liat membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada akar
nafas untuk memperoleh pasokan oksigen yang cukup, dan oleh
karena

itu

sangat

responsif

terhadap

penggenangan

yang

Gambar 4.8. Bruguiera sp (Koleksi Pribadi, 2014)

berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan mengapung


sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh arus air, tapi
pertumbuhannya lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun

Laporan Akhir

| Bab 4-13

6. Pempis acidula
Jenis

ini

dijumpai
pada
pantai
berpasir.
Habitus
berupa
pohon
atau
belukar,
Gambar 4.9. Pempis acidula (Koleksi Pribadi,

menyebar

2014)
rimbun/melebar
di permukaan tanah, dengan ketinggian hingga 3

m. Kulit kayu berwarna abu-abu hingga coklat. Akar nafas tidak


terlalu berkembang.
Bentuk daun elip hingga bulat telur terbalik dengan ujung
membundar hingga lancip. Daun tebal (hingga 3 mm) berdaging,
kaku, berkulit dan agak melengkung/tertekuk ke dalam, bunga
berbentuk lonceng

Laporan Akhir

| Bab 4-14

Pada

beberapa

bagian,

khususnya di bagian utara


terjadi kerusakan habitat
mangrove.

Menurut para

nelayan kerusakan terjadi


akibat

pencemaran

minyak

mentah

dari

pengeboran minyak pada


tahun

2003.

Menurut

mereka, tumpahan minyak


tersebut

mengakibatkan

kerusakan mangrove yang


cukup

luas.

Salah

satu

akibat kerusakan tersebut


terlihat
mangrove
hitam

dari

akar

yang

menjadi

karena

tertutup

tumpahan

minyak

sehingga

tumbuhan

mangrove tersebut mati.


Mangrove yang mati pada
umumnya di tandai oleh
bagian

akarnya

yang

kering kemudian daunnya


rontok dan mati.
Hasil

pengamatan

menunjukan pada daerah


tumpahan

minyak

kerusakan

ekosistem

mangrove
pulih
proses

sudah

dengan

mulai
adanya

pemulihan

Gambar 4.10. Kondisi Kerusakan Ekosistem


Mangrove dan Upaya rehabilitasi

baik

Laporan Akhir

| Bab 4-15

secara alami maupun rehabilitasi yang dilakukan masyarakat dan


dinas terkait.

4.2.2.

Keragaman

Hayati

Ekosistem

Hutan

Pantai/Dataran Rendah
Ekosistem hutan pantai merupakan tipe ekosistem yang terdapat
di daerah-daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir
dan terletak di atas garis pasang tertinggi.

Jenis-jenis yang

banyak ditemukan dan menjadi ciri khas tumbuhan dataran


rendah adalah Terminalia cattapa (ketapang), Casuarina sp.
(cemara

laut),

Hibiscus

tiliaceus

(waru

laut),

Calophyllum

inophylum (bintangur laut), dan Pandanus tectorius (pandan laut).

Laporan Akhir

| Bab 4-16

Koleksi pribadi, 2014

Gambar 4.10.
Jenis Dominan Pada Formasi Hutan Pantai
(waru, ketapang, dan cemara laut)

Laporan Akhir

| Bab 4-17

Laporan Akhir

| Bab 4-18

Jenis-jenis lain yang dijumpai sebagai bagian dari formasi


ekosistem

pantai

adalah

Thepesia

populnea

(kemiri

laut),

Pandanus tectorius (pandan laut), Schleichera oleosa (kusum),


Morinda citrifolia (buah noni), Vitex sp. Sarcolobus glabosus, dan
Cayratia trifolia.
Pada
daerah
berpasir
dijumpai
formasi
pescaprae.
Formasi

ini

terdapat
pada
Gambar 4.12. Ipomoea (Koleksi Pribadi,

tumpukan-

2014)

tumpukan pasir yang mengalami proses peninggian di sepanjang


pantai, dan terdapat di bagian selatan Pulai Biawak. Komposisi
spesies tumbuhan pada formasi pescaprae adalah Ipomoea
pescaprae

(katang-katang)

salah

satu

spesies

tumbuhan

menjalar, herba rendah yang akamya mampu mengikat pasir.


Disamping jenis-jenis yang biasa dijumpai pada formasi ekosistem
pantai, dijumpai pula beberapa tanaman merupakan tanaman
indroduksi yang dibawa ke Pulau Biawak untuk dibudidayakan
yaitu Annona muricata (sirsak), Syzygium aqueum (jambu air),
Psidium guajava (jambu batu), Mangifera indica (mangga),
Leucana leucochephala (lamtoro), Senna siamea (johar), dan
Carica papaya (pepaya) serta pohon pisang (Mussa spp) dan
beberapa jenis tanaman palem.
Kehadiran jenis introduksi beberapa mengganggu jenis-jenis alami
seperti

tanaman

lamtoro

yang

bersifat

invasif

Laporan Akhir

sehingga

| Bab 4-19

sebarannya mudah meluas secara alami karena mudahnya


permudaan alami.

Kondisi tersebut mengganggu keindahan

formasi alami pantai.

Disamping itu kondisi cemara laut juga

banyak dijumpai dalam kondisi merana dan mati.

4.2.3. Keragaman Hayati Ekosistem Laut dan Padang


Lamun
Padang lamun (seagrass bads) merupakan salah satu ekosistem
yang dapat dijumpai di Pulau Biawak. Lamun (segrass) tumbuh di
perairan dangkal yang agak berpasir. Sering pula dijumpai di
terumbu

karang.

(monokotil)dari

Lamun

kelas

adalah

tumbuhan

angiospermaea.

berbiji

Tumbuhan

tunggal
ini

telah

menyesuaikan diri untuk hidup terbenamdi dalam laut terdiri atas


rhizome,

daun

dan

akar.

Rhizome

merupakan

batang

yangterbenam dan merayap secara mendatar dan berbuku-buku.


Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke
atas, berdaun dan berbunga. Dengan rhizome dan akarnya inilah
tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kokoh di
dasar lau thingga tahan terhadap hempasan gelombang dan arus.
Kondisi padang lamun di Pulau Biawak tidak cukup baik atau
menghatirkan, kerapatan padang lamun yang ditumbuhi vegetasi
yang sempit bahwa hampir habis dan hanya dijumpai di bagian
Barat Pulau Biawak.

Laporan Akhir

| Bab 4-20

Gambar 4.13. Lokasi Sebaran Padang Lamun di Pulau Biawak


Berdasarkan hasil identifikasi hanya terdapat satu jenis Enhalus
acoroides yang berasal dari family hydrocharitaceae. Tumbuhan
ini memiliki rhizoma yang ditumbuhi oleh rambut-rambut padat
dan kaku dengan lebar lebih dari 1,5 cm, memiliki akar yang
banyak dan bercabang dengan panjang antara 10 20 cm dan
lebar 3 5 mm. Daun dari tumbuhan ini dapat mencapai 30 150
cm dengan lebar 1,25 1,75 cm . Akar Enhalus acoroides dapat
mencapai panjang lebih dari 50 cm sehingga dapat menancap
secara kuat pada substrat

Laporan Akhir

| Bab 4-21

Gambar 4.14. Enhalus acoroides (koleksi pribadi, 2014)


4.2.3.1.

Keragaman Makroalga

Vegetasi

makroalga

di

perairan

Pulau

Biawak,

merupakan

komponen dari ekosistem terumbu karang. Keberadaanya sebagai


organisme

produser

memberikan

sumbangan

berarti

bagi

kehidupan binatang akuatik terutama herbivor di laut. Makroalga

Laporan Akhir

| Bab 4-22

mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia karbonat dan


pengokoh substrat dasar yang bermanfaat bagi menunjang
kebutuhan hidup manusia sebagai bahan pangan dan industri.
Sebaran makroalga di perairan laut secara umum mengikuti
sebaran terumbu karang sebagai habitatnya. Namun secara lokal
di daerah terumbu karang, sebaran makroalga dipengaruhi oleh
faktor-faktor

lingkungan

dan

karakteristik

jenis

makroalga

tersebut (Atmadja, 1999).


Tumbuhan air makro tumbuh di perairan laut yang tumbuh di
dasar perairan (makroalga/seaweed) hanya menempati area yang
relatif sempit di daerah perairan dangkal. Makroalga adalah
kelompok alga multiseluler yang tubuhnya berupa talus yang
tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Kelompok
tumbuhan ini hidup di perairan laut yang masih mendapat cahaya
matahari dengan menempel pada substrat yang keras.

Gambar 4.15. Lokasi Sebaran Makroalga di Pulau Biawak (2014)

Laporan Akhir

| Bab 4-23

Secara ekologi, komunitas makroalga mempunyai peranan dan


manfaat terhadap lingkungan sekitarnya yaitu sebagai tempat
asuhan dan perlindungan bagi jenis jenis ikan tertentu (nursery
grounds), tempat pemijahan (spawning grounds), sebagai tempat
mencari makanan alami ikan ikan dan hewan herbivor (feeding
grounds).
Berdasarkan hasil identifikasi Makroalga yang ditemukan di Pulau
Biawak

adalah

Padina

australis,

Halimeda

sp.,

Halimeda

macroloba, Sargassum polycystum, Chlorodesmis sp., Dyctiota sp


dan ada dua species yang belum teridentifikasi.

Padina australis
Tumbuh menempel batu di daerah
rataan terumbu, baik di tempat
terbuka di laut maupun di tempat
terlindung. Alat pelekatnya yang
melekat pada batu atau pada pasir,
terdiri dari cakram pipih, biasanya
terbagi menjadi cuping-cuping pipih 5
8 cm lebarnya. Tangkai yang pipih
dan pendek menghubungkan alat
pelekat ini dengan ujung meruncing
dari selusin daun berbentuk kipas.
Setiap daun mempunyai jari-jari 5 cm
atau lebih

Halimeda sp
Marga ini berkapur dan menjadi salah satu
penyumbang endapan kapur di laut. H.
tuna terdiri dari rantai bercabang dari
potongan tipis berbentuk kipas. Alga ini
terdapat di bawah air surut, pada pantai
berbatu dan paparan terumbu, tetapi
potongan-potongannya dapat tersapu ke
bagian atas pantai setelah terjadi badai.

Halimeda macroloba
Marga ini berkapur dan menjadi salah satu
penyumbang endapan kapur di laut. H.
tuna terdiri dari rantai bercabang dari
potongan tipis berbentuk kipas. Alga ini
terdapat di bawah air surut, pada pantai
berbatu dan paparan terumbu, tetapi
potongan-potongannya dapat tersapu ke
bagian atas pantai setelah terjadi badai.

Laporan Akhir

| Bab 4-24

Sargassum polycystum
terdapat melimpah mulai dari air surut
pada pasang-surut bulan setengah ke
bawah. Alga ini hidup melekat pada batu
atau bongkohan karang dan dapat
menempel dari substratnya selama ombak
besar dan menghanyut kepermukaan laut
atau terdampar di bagian atas pantai.
Warnanya bermacam-macam dari coklat
muda sampai sampai coklat tua. Alat
pelekatnya terdiri dari cakram pipih.

Chlorodesmis sp.

Tumbuh menempel pada batu karang mati


di daerah rataan terumbu. Warnanya
coklat tua dan mempunyai thallus
bercabang yang terbagi dua. Thallus yang
pipih, lebarnya 2 mm

Dyctyota sp.

Belum teridentifikasi

Belum teridentifikasi
Gambar 4.15. Keragaman Makroalga di Pulau Biawak (Survey
Tahun 2014)

Laporan Akhir

| Bab 4-25

4.2.3.2.

Keragaman Echinodermata

Populasi echinodermata menyebar di bagian barat Pulau Biawak


pada sumbrat pasir/lumpur.

Gambar 4.16. Sebaran Echinodermata di Pulau Biawak (Tahun


2014)
Echinodermata yang ditemukan terdiri dari kelas echinoidea (bulu
babi) yaitu species Diadema setosum yang berasal dari family
diadematidae.

kelas asteroidea (bintang laut) yaitu species

Luidea sp dari family astroidea, kelas holoehuroidea (teripang)


yaitu species Holothuria atra dari family holotruidae . Selain itu
ditemukan pula beberapa spesies kepiting.

Laporan Akhir

| Bab 4-26

Gambar 4.17. Keragaman


Echinodermata di Pulau
Biawak (Tahun 2014)
4.2.4. Keragaman
Gastropoda
Gastropoda

adalah

hewan

bertubuh lunak. Gastropoda


yang

ditemukan

di

Pulau

Biawak terdiri dari 4 species


yang

berasal

dari

daerah

pantai dan 2 species yang


berasal

dari

mangrove.

kawasan
Gastropoda

pantai yang ditemukanyaitu


Nerita

polita

costatayang

danNerita

berasal

dari

family neritidae, Lambis sp.


yang

berasal

dari

family

strombidae, Conus sp. yang


berasal dari family conidae.
Nerita

polita

memiliki

cangkang yang tipis tetapi


berat, bagian atas cangkang
hampir

rata,

memiliki

beberapa variasi warna krem


keabu-abuan,

krem

kemerah-merahan, berwarna
belang

hitam-putih.

Nerita

costata memiliki cangkang


yang

kasar

dan

berparut

dengan variasi warna putih


kemerahan

atau

krem

keabuan. Kedua gastropoda

Laporan Akhir

| Bab 4-27

ini ditemukan pada pantai yang berpasir menempel pada sisa-sisa


koral. Gastropoda yang ditemukan di mangrove ada dua species
yaitu Littoraria sp. yang berasal dari family Littorinidae dan
Cerithium sp yang berasal dari family cerithiidae.
4.2.5. Keragaman Bivalvia
Bivalvia

yang

ditemukanGrafrarium

tumidum

dari

family

veneridae, Mactra sp. dari family mactridae, Hippopus hippopus


dan Tridacna sp.dari family tridacnidae yan memiliki ukuran yang
besar dan anggotanya sedikit sehingga termasuk hewan yang
dilindungi.

Gambar 4.19.
Keragaman Bivalvia (G. tumidum, Mactra sp.
Hippopus hippopus dan Tridacna sp)
4.2.5. Keragaman Terumbu Karang
Terumbu karang adalah ekosistem di perairan yang dibangun oleh
biota laut penghasil kapur khususnya jenis karang batu dan alga
berkapur. Terumbu karang menjadi ekosistem yang ideal bagi

Laporan Akhir

| Bab 4-28

biota laut lainnya sebagai sumber makanan, tempat berlindung


dan tempat berkembang biak.
Kondisi
karang

terumbu
di

Pulau

Biawak

hanya

menyisikan
sebalah
dan

di

selatan

sefikit

sebelah

di

barat.

Berdasarkan data
sekunder

(Ongkosongo,1998) jenis koral yang ditemukan di Pulau Biawak


berdasarkan adalah tipe branching (bercabang), massive (padat),
encrusting (kerak), tabulate (meja) dan foliose (daun). Species
yang ditemukan ada 11 dari 7 family adalah Tubifora musica,
Heliopora sp., Acropora digitata, Acropora millepora, Acropora
formosa, Pavona sp., Sinularia spp., Favia sp., Goniastrea sp.,
Platygyra sp., Merulina sp. Family terbanyak yang ditemukan
adalah family acropoidea dan faviidae.
Gambar 4.20.Kondisi Eksisting Terumbu Karang (tahun
2014)

Laporan Akhir

| Bab 4-29

Tabel 4.1. Keanekaragaman Species Terumbu Karang di Pulau


Biawak
No
Nama Species
1
Tubifora musica
2
Goniastrea sp.,
3
Acropora digitata
4
Acropora formosa
5
Acropora millepora
6
Pavona sp
7
Sinularia spp
8
Heliopora sp
9
Favia sp.
10 Platygyra sp
11 Merulina sp
Sumber : Ongkosongo,1998

4.3.

Family
Tubiforidae
Faviidae
Acropoidae
Acropoidae
Acropoidae
Agariciidae
Alcyoniidae
Helioporidae
Faviidae
Faviidae
Merulinidae

ANALISIS KERENTANAN EKOSISTEM

Berdasarkan analisis kondisi biofisik luas kawasan Pulau Biawak


adalah 120 hektar yang terbagi oleh ekosistem hutan mangrove,
hutan pantai dan ekosistem buatan dengan keragaman hayati
yang cukup lengkap sebagaimana telah diuraikan pada bahasan
sebelumnya.

Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan dapat

disimpulkan bahwa

ekosistem Pulau Biawak termasuk wilayah

ekosistem rentan.
Kerentanan ekosistem Pulau Biawak karena posisinya sebagai
pulau kecil (small islands) yang memiliki tingkat sensitivitas
ekosistem

yang

ekosistem

pada

sangat

rapuh,

pulau-pulau

jika
besar

dibandingkan

dengan

(continental

islands).

Kerentanan ekosistem hutan di Pulau Biawak disebabkan oleh


beberapa hal pokok, yaitu :
(a).

Sering mendapat banyak pengaruh intrusi air laut yang


masuk ke daratan hal ini menyebabkan air tanah yang
diabsorbsi akar vegetasi
mengandung
cukup tinggi
konsentrasi ion natrium, karbonat dan klorida. Sebagai akibat
kelebihan ion-ion ini maka terjadi keracunan bagi sel-sel

Laporan Akhir

| Bab 4-30

tumbuhan yang mengakibatkan


berkembang tidak normal,
(b).

vegetasi

tumbuh

dan

Setiap saat mendapat hembusan angin laut yang


membawa banyak uap air laut yang mengandung cukup tinggi
kadar garam. Uap air yang mengandung garam tersebut,
kemudian diabsorbsi oleh daun tumbuhan yang akibatnya
terjadi keracunan oleh adanya kelebihan konsentrasi natrium,

(c) Secara umum memiliki transpirasi tinggi sebagai akibat


frekuensi terpaan angin laut yang berlangsung hampir secara
terus menerus sehingga mekanisme pembukaan dan
penutupan stomata menjadi terganggu, dan proses
fotosintesis berlangsung tidak normal karena konsentrasi CO2
menjadi menurun disekitar atmosfer daun karena dipindahkan
oleh angin ke tempat lain,
(d). Vegetasi hutan pantai tumbuh diatas kondisi tanah dengan
solum tanah dangkal terutama Pulau Biawak merupakan pulau
coral dan atol. Akibat volume tanah yang rendah seperti ini,
maka kondisi pertumbuhan hutan disini cendrung didominasi
oleh jenis-jenis yang perkembangan tinggi pohon dan
diameter batang sangat lambat.
(e) Pulau Biawak berada pada jalur pelayaran laut yang sangat
sibuk, oleh karena itu sangat rentan terhadap ganguan akibat
pencemaran
limbah
pelayaran
yang
membahayakan
ekosistem yang ada di Pulau Biawak.
Berdasarkan

hasil

analisis

ekosistem

tersebut

maka

pengembangan wisata Pulau Biawak harus berupa jenis wisata


minat khusus sebagai kegiatan utama dan kegiatan wisata
edukatif sebagai kegiatan pendukung.

4.4. ANALISIS VISUAL ESTETIK

DAN

NON VISUAL ESTETIK

Secara umum Pulau Biawak mempunyai keindahan pemandangan


(visual estetika) lanskap yang didominasi laut, pasir, karang,
hutan mangrove, dan hutan pantai.

Laporan Akhir

| Bab 4-31

Gambar 4.21. Keindahan Lokasi Pulau Biawak


Selain dominasi keindahan pemandangan lokasi Pulau Biawak,
Pulau Biawak mempunyai banyak elemen lanskap yang dapat
menjadi

daya

tarik

tersendiri.

Elemen-elemen

tersebut

diantaranya adalah sunset dan sunrise, tanaman mangrove, ,


terumbu karang, lamun, dan elemen bawah laut lainnya (ikan dan
binatang laut lainnya), serta binatang biawak.

Laporan Akhir

| Bab 4-32

Gambar 4.22. Elemen lanskap Yang dapat Menjadi Daya Tarik


Di lain hal,

terdapat kerusakan pemandangan yang menjadi

aspek visual tidak estetis (bad view) akibat pencemaran seperti


kerusakan hutan mangrove, pencemaran limbah padat (sampah),
komponen kawasan binaan yang tidak terawat (pos pemantauan,
lokasi

aquacultur,

dan

lain-lain),

serta

jenis-jenis

tanaman

intoduksi yang mendominasi pemanfaatan lahan.

Laporan Akhir

| Bab 4-33

Gambar 4.22. Elemen lanskap Yang Bersifat Non Visual Estetik


(bad view)

4.5.

IDENTIFIKASI OBJEK

DAN

AKTIVITAS WISATA

Secara umum Pulau Biawak mempunyai beberapa objek wisata


yang menarik berupa terumbu karang, ekosistem mangrove,
daerah memancing serta objek-objek wisata menarik lain seperti
menara mercusuar yang di bangun oleh ZM. Willem pada tahun
1872, Situs Makam Belanda, dan Situs Makam Syarif Hasan. Peta

Laporan Akhir

| Bab 4-34

Sebaran lokasi objek wisata disajikan pada Gambar 4.23.

Laporan Akhir

| Bab 4-35

Laporan Akhir

| Bab 4-36

Gambar 2.24. Objek/Situs Wisata di Pulau Biawak (Situs Makam


Syarif Hasan, Situs Makam Belanda, dan Menara
Mecusuar)
Berdasarkan objek wisata yang ada maka aktivitas wisata yang
dilakukan di Pulau Biawak sangat beragam, yaitu aktivitas wisata
bahari, aktivitas wisata religi, dan pendidikan. Aktivitas wisata
tersebut berdasarkan jenis wisata termasuk jenis wisata minat
khusus (special interest tourism), yakni kegiatan pariwisata yang
dilakukan oleh sekelompok wisatawan karena mereka memiliki
motivasi khusus atau tertarik dengan daya tarik yang khusus,
seperti daya tarik alam, budaya termasuk seni pertunjukan dan
seni kerajinan (Hall, 1999).

Laporan Akhir

| Bab 4-37

Saat ini perkembangan pariwisata minat khusus telah banyak


didorong oleh adanya pergeseran tren perjalanan di tingkat global
dimana semakin banyak orang ingin memperolah kebebasan dan
keleluasaan di dalam melakukan perjalanan wisata, termasuk di
dalam memilih objek dan daya tarik wisata serta menentukan
jenis kegiatan wisata yang akan mereka lakukan.
Wisata minat khusus sangat dipengaruhi oleh motivasi wisatawan
yang akan melakukan perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata.
Pada dasarnya motivasi wisatawan dapat dikategorikan menjadi
motivasi fisik, kultural, sosial dan spiritual. Motivasi fisik berkaitan
dengan minat wisatawan untuk melakukan hal-hal yang bersifat
fisik seperti wisata untuk tujuan kesehatan, penyegaran jiwa dan
raga, serta kegiatan olah raga. Motivasi kultural berkaitan dengan
minat

wisatawan

untuk

mempelajari

budaya

bangsa

atau

kelompok masyarakat lain termasuk kesenian (seni pertunjukan


dan seni kerajinan), peninggalan bersejarah, bangunan kuno,
upacara

tradisional,

dsb.

Motivasi

sosial

berkaitan

dengan

membina hubungan antara manusia seperti mengunjungi sanak


famili atau teman, mencari status dan pengakuan masyarakat,
serta hobi. Motivasi spiritual berkaitan dengan keagamaan seperti
kegiatan ziarah, meditasi dan sejenisnya.
Hasil wawancara dengan para nelayan yang biasa mengantar
pengunjung

ke

Pulau

Biawak

diperoleh

beberapa

motivasi

pengunjung yang berkujung ke Pulau Biawak, yaitu 1) minat


pengunjung untuk melakukan aktivitas wisata bahari seperti
memancing,

skin

diving

(snokeling),

dan

diving;

2)

minat

pengunjung untuk melakukan ritual tertentu di situs makan Syarif


Hasan dan Pulau Candikia, 3) minat pengunjung untuk melakukan
kegiatan penelitian, dan 4) kelompok pengunjung yang sekedar
ingin mengetahui kondisi Pulau Biawak.

Laporan Akhir

| Bab 4-38

Aktraksi

wisata

menarik adalah

yang

mengamati

dan memberi makan biawak.


Biawak

memiliki

penciuman

indra

yang

sangat

tajam sehingga pemberian


umpan

ikan

menarik

akan

biawak

pengumpanan,
menjadi

segera

ke

lokasi

aktraksi

totonan

ini

yang

menarik karena biawak yang


ada telah cukup jinak kepada
pengunjung.

Mengamati

biawak yang berenang dan


menangkap

ikan

di

alam

juga menjadi tontonan yang


lebih

mengasikkan

karena

bisa secara langsung melihat


perilaku hewan liar, biawak
dalam mencari mangsa.

Disamping

mengamati

biawak, aktraksi wisata yang


menarik
menara

adalah

menaiki

mercusuar

untuk

mengamati panorama alam


Pulau

Biawak

mengamati

burung

dan
(bird

Gambar 2.25. Pengamatan Aktivitas Makan


Biawak

watching).

4.6.

SARANA

DAN

Laporan Akhir

| Bab 4-39

PRASARANA
Sarana pariwisata adalah fasilitas atau perusahaan yang dapat
memberikan pelayanan kepada wisatawan, seperti 1) sarana di
bidang usaha jasa pariwisata, seperti : biro perjalanan wisata,
agen

perjalanan

wisata,

pramuwisata,

konvensi,

perjalanan

insentif dan pameran, konsultan pariwisata, informasi pariwisata;


dan 2) sarana fisik pariwisata, seperti, hotel/penginapan, rumah
makan, angkutan wisata dan sebagainya.
Prasarana wisata adalah semua fasilitas yang memungkinkan
agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta
dapat memberikan pelayanan kepada wisatawan untuk dapat
memenuhi kebutuhan selama dalam perjalanan. Misalnya jaringan
jalan, sarana pelabuhan (udara, laut, darat), telekomunikasi,
jaringan listrik, air bersih, rumah sakit dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil pengamatan, sarana pariwisata Pulau Biawak
telah mulai dikembangkan hanya beberapa sarana wisata tidak
dikelola dengan baik sehingga dalam kondisi rusak. Sementara
itu prasara pariwisata juga belum berkembang dengan baik. Hasil
identifikasi sarana dan prasarana pariwisata disajikan pada Tabel
4.2.
Tabel 4.2. Sarana dan Prasaran Pariwisata Pulau Biawak

Laporan Akhir

| Bab 4-40

N
o
1

Sarana dan
Prasana
Terminal
Pemberangkatan

Keterangan

Terdapat dua tempat pemberangkatan


utama,
yaitu
Pantai
Tirtamaya
dan
Karangsong.
Kondisi
terminal
pemberangkatan di Pantai Tirtamaya cukup
baik dengan dilengkapi pendaratan dan
tambat kapal (jetty).
Terminal pemberangkatan lainnya, terutama
untuk kelompok pengunjung wisata ziarah
lebih banyak, yaitu di Brondong, Dadap,
Eretan, Kandanghaur, bahkan dari Genteng
dan Cilamaya (kabuoaten Subang)
2

Pendaratan/tambat
kapal
(jetty)
di
Pulau Biawak

Kondisi jetty cukup baik, namun pada saat


surut kapal/perahu sukar/tidak bisa tambat

Laporan Akhir

| Bab 4-41

N
o
3

Sarana dan
Prasana
Kapal wisata

Keterangan

1. Dua kapal wisata milik Disporabudpar


Kab. Indramayu dengan kondisi sangat
baik
2. Kapal nelayan yang bukan merupakan
alat angkut khusus untuk angkutan
wisata sehingga kondisi dan standar
keselamatannya rendah
4

Penginapan

Terdapat dua bangunan yang dapat


dijadikan tempat menginap wisatawan,
yaitu mess Dirjen Perhubungan Laut dan
penginapan yang dibangun oleh Dinas
Perikanan
dan
Kelautan.
Kondisi
penginapan
tidak
terawat,
banyak
mengalami kerusakan sehingga tidak layak
huni

Laporan Akhir

| Bab 4-42

N
o
5

Sarana dan
Prasana
Pusat Informasi

Mushola

Pos Jaga

Jalur pedistrian

Keterangan
Dalam
kondisi
tidak
mengalami kerusakan
Dalam
kondisi
tidak
mengalami kerusakan

terawat,

dan

terawat,

dan

Dalam kondisi rusak

Dalam kondisi baik, dan beberapa jalur


pedistrian yang menghubungkan objek
wisata belum terbangun

Laporan Akhir

| Bab 4-43

N
o
9

Sarana dan
Prasana
Papan Informasi

10

Gapura

Keterangan

Kondisi cukup baik

Kondisi kurang baik


10

Prasana
lain
(telekomunikasi,
jaringan listrik, air
bersih, ipal)

Tidak ada tempat pengolahan sampah


mengakibatkan sampah yang mengotori
pulau akaibat terbawa arus tidak bisa

Laporan Akhir

| Bab 4-44

N
o

Sarana dan
Prasana

Keterangan
diolah.

11

Jasa wisata

4.7.

JARAK

Belum berkembang

DAN

WAKTU TEMPUH

Jarak dari Kabupaten Indramayu menuju Pulau Biawak sekitar 26


mil (50 km).

Seperti yang dijelaskan dalam Tabel 4.2, ada dua

alternatif utama menuju Pulau Biawak, yaitu melalui Pantai


Tirtamaya dan

dan Pantai Karangsong. Pada saat ini melalui

Karangsong merupakan alternatif umum yang banyak dilalui


pengunjung namun kondisi terminal pemberangkatannya tidak
refresentatif dan tidak tersedia kapal wisata dengan standar
kenyamanan dan keamanan yang baik.

Dari bibir pantai

Karangsong ke Pulau Biawak dapat ditempuh dengan waktu 4-5


jam

perjalanan

dengan

menggunakan

perahu

nelayan

di

Kecamatan Tanjung Beringin dengan biaya sewa kurang lebih Rp.


3.000.000,00 untuk pulang dan pergi.
Sementara itu terminal pemberangkatan dari Pantai Tirtamaya
sudah cukup representatif dan menggunakan kapal wisata dengan
kapasitas penumpang 8-10 orang dan 20-25 orang. Biaya sewa
kapal kurang lebih Rp 8.500.000 dengan waktu tempuh kurang
lebih 1,5 jam.
Perjalanan ke Pulau Biawak dengan menggunakan kapal nelayan
sangat ditentukan oleh kondisi perairan laut.

Waktu berangkat

menuju Pulau Biawak umumnya dilakukan dinihari pukul 02.0003.00 pagi. Di samping itu,
dikunjungi,

tidak setiap bulan Pulau ini dapat

pada musim barat dari Bulan Januari sampai Maret

tidak banyak perahu nelayan yang berani mengantar wisatawan


karena ombak besar. Pada musim Peneduh Timur antara Bulan

Laporan Akhir

| Bab 4-45

Oktober-Nopember merupakan waktu terbaik mengunjungi Pulau


Biawak karena kondisi perairan laut umumnya sangat tenang.
Bulan-bulan lainnya, atau pada waktu Peneduh Barat dan Tonggar
Timur kondisi perairan laut berombak sedang walaupun nelayan
dapat melaut namun jarang wisatawan megunjungi pulau pada
bulan-bulan tersebut.

Laporan Akhir

| Bab 4-46

Anda mungkin juga menyukai