Anda di halaman 1dari 22

Skizofrenia Paranoid

Evita Jodjana
102013201
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
FK UKRIDA 2013
Jalan Arjuna Utara No.6,Jakarta Barat 11510
evitajodjana19@gmail.com
Pendahuluan
Dewasa ini kesehatan jiwa menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan
memprihatinkan. Menurut Rosdahi, kesehatan jiwa adalah kondisi jiwa seseorang
yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian
diri, serta terbebas dari stres yang serius. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta
orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa, di Indonesia diperkirakan
sebesar 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa.
Angka itu menunjukkan penderita gangguan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi,
yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas,
depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. 1
Skizofrenia adalah kelainan jiwa terutama menunjukkan gangguan dalam
fungsi kognitif (pikiran) berupa disorganisasi. Jadi gangguannya ialah mengenai
pembentukan arus serta isi pikiran. Di samping itu, juga ditemukan gangguan
persepsi, wawasan diri, perasaan dan keinginan. Skizofrenia ditemukan 7 per 1000
orang dewasa dan terbanyak usia 15-35 tahun. Skizofrenia ini dibagi lagi menjadi
beberapa tipe. Pada makalah ini akan membahas tentang skizofrenia tipe paranoid
serta manifestasinya dan juga bagaimana melakukan terapi yang tepat untuk
skizofrenia.1
Pembahasan
Anamnesis
Dalam masalah kesehatan jiwa, hal yang peling penting dalam menetapkan
diagnosisnya adalah dari anamnesis yang dilakukan dengan pasien. Terapi yang paling
penting dalam melakukan wawancara psikiatrik adalah dengan membiarkan pasien
bicara dengan perkataannya sendiri , sesuai dengan urutan yang dirasakannya penting.
Terapis perlu cukup sensitive untuk mendeteksi hal-hal bermakna yang ingin

disampakan pasien. Terapis harus terampil untuk bertanya dan menelusuri lebih lanjut
tentang hal-hal bermakna yang diungkapkan pasien baik yang tersurat maupun yang
tersirat dalam menceritakan riwayat psikiatrik dan status mentalnya.2
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:
Data Pribadi
Perlu dikumpulkan data demografi pasien berupa nama, alamat, umur, jenis
kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, bahasa, suku bangsa, dan agama,
dan data lainnya yang berhubungan dengan kehidupan pasien saat ini. Catat pula
tempat dan situasi saat dilakukan wawancara terhadap pasien, sumber informasi, dan
apakah gangguan yang dialami pasien adalah gangguan yang pertama kali dialami
pasien. Perlu diketahui apakah pasien datang sendiri, dibawa oleh anggota keluarga
atau dikonsultasikan oleh sejawat.2
Riwayat Penyakit Sekarang
Disini pasien harus dibiarkan untuk menceritakan segalanya dengan gaya dan
caranya sendiri. Informasi yang dicari antara lain mengenai gambaran detail dan
akurat tentang kesulitan atau gejala yang dialami, onset, dan lama penyakit,
perjalanan gejala-gejala itu konstan, hilang timbul, atau makin memburuk, faktor
yang mencetuskan dan meringankan gejala, peristiwa yang baru terjadi seperti
keluarga yang sakit atau meninggal, masalah perkawinan, keluarga, keuangan,
hukum, pekerjaan, dan masalah sosial yang mungkin berhubungan dengan timbulnya
gejala serta pertolongan apa saja yang sudah diupayakan. Selain itu Yang perlu juga
ditanyakan adalah penggunaan alkohol atau zat lainnya, seberapa banyak, frekuensi,
dan kapan penggunaan terakhir.3
Kekurangan dan perincian data dapat dilengkapi dan diisi kemudian dengan
pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut. Keluhan utama dapat bersifat kabur seperti:
perasaan tegang, ragu, firasat yang aneh , serta dapat pula tegas dan menyolok,
misalnya: pasien menyatakan bahwa ada orang-orang yang jahat berkomplot untuk
membunuhnya. Sering kali pasien mengemukakan sejumlah gejala somatic, sakit
kepala, sakit pinggang, mual, muntah, sesak nafas.
Tanyakan juga pada pasien tentang mimpi buruk berulang, fantasi, khayalan
tentang masa depan, nilai pribadi tentang moral. 2

Riwayat Penyakit Dahulu


Bagian ini menggambarkan semua episode dan gejala yang pernah dialami
dahulu sebelum ini, diobati ataupun tidak. Dimulai dari pertama kali gejala atau
episode tersebut muncul sampai dengan yang terakhir. Harus digambarkan disini
perjalanan longitudinal gejala tersebut, apakah terus-menerus, kambuhan, atau
episode tunggal. Jika pasien pernah mendapatkan pengobatan (termasuk psikoterapi)
sebelum ini, tanyakan jenisnya, dosis, dan lama pengobatan. Juga alasan penghentian
pengobatan. Hal ini akan membantu membedakan antara kondisis nonrespons dan
pemberian dosis subterapeutik.
Selain itu hal lain yang perlu juga diketahui adalah tentang riwayat
kehidupannya, bagaimana kelahiran dan tumbuh kembangnya, juga tentang sekolah
serta pekerjaannya yang sekarang. Jika sudah menikah perlu ditanyakan bagaimana
kehidupan perkawinannya, apakah ada konflik atau tidak. 2,3
Riwayat Penyakit Keluarga
Mengetahui siapa saja keluarga pasien yang menderita gangguan jiwa akan
bermanfaat untuk memperoleh gambaran diagnostik seutuhnya, karena banyak
gangguan jiwa bersifat familial dan mempunyai komponen genetik. Untuk masingmasing anggota keluarga dapatkan informasi berikut: umur, jika meninggal: tahun,
umur, dan penyebab meninggalnya. Riwayat keluarga semestinya juga meliputi data
mengenai hal-hal seperti hubungan antar-anggota keluarga, antar-keluarga, dengan
kesukaan, ketidaksukaan, ketegangan, loyalitas, ketergantungan, atau sengketa yang
terjadi. Perlu pula dicatat penyakit dalam keluarga, sifat anggota keluarga, mertua,
latar belakang keluarga, sikap keluarga terhadap penyakit pasien.2,3
Riwayat Sosial
Kebiasaan sosial, pemakaian Napza, hobi dan pengisian waktu luang,
hubungan antarmanusia, kondisi perumahan, relasi sosial, catatan hukum, kasus
kriminal dan penahanan, hukuman penjara. Dilihat bagaimana kemampuan
beradaptasinya dengan lingkungannya. Hubungan sosial dan sifat, perkawanan
dengan lawan jenis dan sejenis, apa yang di cari dalam perkawanan, apakah ada rasa
terasing atau tidak, rasa takut atau cemas untuk bergaul. 2,3

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum terdiri dari pemeriksaan tanda vital dan fisik. Berikut ini
merupakan tabel keadaan normal dari HR, RR, dan tekanan darah. Keadaan normal
ini diukur dalam 1 menit.4
Table 1. Nilai normal tanda vital
Umur

Heart rate

Resoiratory

Sistole

Diastole

prematur

120 170

rate
40 70

55 75

35 45

0 3 bulan

100 150

35 55

65 85

45 55

3 6 bulan

90 120

30 45

70 90

50 55

6 12 bulan

80 120

25 40

80 100

55 65

1 3 tahun

70 110

20 30

90 105

55 70

3 6 tahun

65 110

20 25

95 110

60 75

6 12 tahun

60 95

14 22

100 120

60 75

>12 tahun

55 85

12 18

110 135

65 85

Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 4 yaitu :

Inspeksi
Kulit (psikatrik, striae, dilatasi vena, rash, lesi)
Umbilicus (observasi kontur dan lokasi, dan tanda-tanda hernia dan
inflamasi)
Kontur abdomen (simetris, tonjolan, massa, peristaltik, pulsasi)
Palpasi
Identifikasi resistensi muskuler, kelembutan abdomen, organ / massa.
Sesuai dengan ekshalasi pernafasan.
Identifikasi massa (lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, pulsasi,
kelembutan)
Perkusi
Identifikasi massa (solid, berisi air)
Auskultasi
Bruits (tekanan darah tinggi)4
Friction rubs (tumor hepar, infeksi gonokokal sekitar hepar, infark
spleen). Lokasi sekitar hepar dan spleen.4

Pemeriksaan Status Mental


Penampilan
4

Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. Penampilan pasien skizofrenia


dapat berkisar dari orang yang sangat berantakan, menjerit-jerit, dan teragitasi hingga
orang yang terobsesi tampil rapi, sangat pendiam, dan lain-lain. 2

Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata


Kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku
motorik pasien. Termasuk diantaranya adalah manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan,
perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas,
rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan.
Sikap terhadap pemeriksa
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif,
bersahabat, penuh perhatian, tertarik, balk-blakan, seduktif, defensif, merendahkan,
kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak, atau
berhati-hati.
Mood dan afek
Mood didefinisikan sebagai emosi menetap dan telah meresap yang mewarnai
persepsi orang tersebut terhadap dunia. Afek didefinisikan sebagai responsivitas
emosi pasien saat ini, yang tersirat dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan
kisaran perilaku ekspresif.
Kakteristik gaya bicara
Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, pendiam, tidak
spontan, atau terespons normal terhadap petunjuk dari pewawancara. Gaya bicara
dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan, emosional, dramatis, monoton, keras,
berbisik, cadel, terputus-putus, atau bergumam. Gangguan bicara, contohnya gagap,
dimasukkan dalam bagian ini.2

Persepsi
Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau
lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat

(contohnya: auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi
tersebut harus dijelaskan.

Halusinasi senestik
Halusinasi senestik merupakan sensasi tak berdasar akan adanya keadaan organ
tubuh yang terganggu. Contoh halusinasi senestik mencakup sensasi terbakar pada
otak, sensasi terdorong pada pembuluh darah, serta sensasi tertusuk pada sumsum
tulang.2

Ilusi
Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra yang nyata,
sementara halusinasi tidak didasarkan pada citra atau sensasi yang nyata. Ilusi dapat
terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif, namun dapat pula terjadi dalam fase
prodromal dan selama periode remisi.

Isi pikir dan kecenderungan mental


Proses pikir (bentuk pemikiran)
Pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide. Dapat
terjadi proses pikir yang cepat, yang bila berlangsung sangat ekstrim, disebut flight of
ideas. Seorang pasien juga dapat menunjukkan cara berpikir yang lambat atau
tertahan. Gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang bersifat tangensial,
sirkumstansial, meracau, suka mengelak, atau perseveratif. 2
Bloking adalah suatu interupsi pada jalan pemikiran sebelum suatu ide selesai
diungkapkan. Sirkumstansial mengisyaratkan hilangnya kemampuan berpikir yang
mengarah ke tujuan dalam mengemukakan suatu ide, pasien menyertakan banyak
detail yang tidak relevan dan komentar tambahan namun pada akhirnya mampu ke ide
semula. Tangensialitas merupakan suatu gangguan berupa hilangnya benang merah
pembicaraan pada seorang pasien dan kemudian ia mengikuti pikiran tangensial yang
dirangsang oleh berbagai stimulus eksternal atau internal yang tidak relevan dan tidak
pernah kembali ke ide semula. Gangguan proses pikir dapat tercermin dari word salad
(hubungan antarpemikiran yang tidak dapat dipahami atau inkoheren), clang
6

association (asosiasi berdasarkan rima), punning (asosiasi berdasarkan makna ganda),


dan neologisme (kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien melalui kombinasi atau
pemadatan kata-kata lain).3

Isi pikir
Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi, obsesi, kompulsi, fobia, rencana,
niat, ide berulang mengenai bunuh diri atau pembunuhan, gejala hipokondriakal, dan
kecenderungan antisosial tertentu.2

Sensorium dan kognisi


Pemeriksaan ini berusaha mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi pasien,
kemampuan berpikir abstrak, serta derajat tilikan dan daya nilai.2
o Kesadaran
Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan organik
pada otak.
o Orientasi dan memori
Ganggaun orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat, dan orang.
o Konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien terganggu karena berbagai allasan. Gangguan kognitif,
ansietas, depresi, dan stimulus internal, seperti halusinasi auditorik,
semuanya dapat berperan menyebabkan gangguan konsentrasi.
o Membaca dan menulis
o Kemampuan visuospasial
Pasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan jam
dinding atau segilima bertumpuk.
o Pikiran abstrak
Kemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin memiliki
gangguan dalam membuat konsep atau menangani ide.
o Informasi dan inteligensi
Impulsivitas, Kekerasan, Bunuh diri, dan Pembunuhan
Pasien mungkin tidak dapat mengendalikan impuls akibat suatu gangguan
kognitif atau psikotik atau merupakan hasil suatu defek karakter yang kronik, seperti
yang dijumpai pada gangguan kepribadian.Perilaku kekerasan lazim dijumpai di
antara pasien skizofrenik yang tidak diobati. Waham yang bersifat kejar, episode
7

kekerasan sebelumnya, dan defisit neurologis merupakan faktor resiko perilaku


kekerasan atau impulsif.
Kurang lebih 50 persen pasien skizofrenik mencoba bunuh diri, dan 10 sampai
15 persen pasien skizofrenia meninggal akibat bunuh diri. Mungkin faktor yang
paling tidak diperhitungkan yang terlibat dalam kasus bunuh diri pasien ini adalah
depresi yang salah diagnosis sebagai afek mendatar atau efek samping obat. Faktor
pemicu lain untuk bunuh diri mencakup perasaan kehampaan absolut, kebutuhan
melarikan diri dari penyiksaan mental, atau halusinasi auditorik yang memerintahkan
pasien mebunuh diri sendiri.Saat seorang pasien skizofrenik benar-benar melakukan
pembunuhan, hal itu mungkin dilakukan dengan alasan yang aneh atau tak disangkasangka yang didasarkan pada halusinasi atau waham.2

Daya nilai dan tilikan


Daya nilai : aspek kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial.
Dapatkah pasien meramalkan apa yang akan dilakukannya dalam situasi imajiner.
Contohnya: apa yang akan pasien lakukan ketika ia mencium asap dalam suasana
gedung bioskop yang penuh sesak?
Tilikan: tingkat kesadaran dan pemahaman pasien akan penyakitnya. Pasien dapat
menunjukkan penyangkalan total akan penyakitnya atau mungkin menunjukkan
sedikit kesadaran kalau dirinya sakit namun menyalahkan orang lain, faktor eksternal,
atau bahkan faktor organik. Mereka mungking menyadari dirinya sakit, namun
menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang asing atau misterius dalam dirinya.2

Realiabilitas
Kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan
untuk melaporkan keadaanya secara akurat. Contohnya, bila pasien terbuka mengenai
penyalahgunaan obat tertentu secara aktif mengenai keadaan yang menurut pasien
dapat berpengaruh buruk (mislnya, bermasalah dengan hukum), psikiater dapat
memperkirakan bahwa realiabilitas pasien adalah baik.3
Tes kepribadian

Tes kepribadian lebih sukar dibuat, dipakai dan dinilai sehingga reliabilitas
dan validitas kurang dari tes inteligensi. Hal ini disebabkan antara lain karena begitu
banyaknya sifat kepribadian manusia dan sukarnya mencari parameter atau indikator
yang tepat dan dapat diukur untuk suatu sifat kepribadian tertentu. Kepribadian adalah
keseluruhan perilaku manusia atau perannya dalam hubungan antar manusia,
pribadinya dapat dibedakan dari pribadi lain. Peran ini bukan saja perilaku yang
nyata, tetapi juga sikap internal, kecenderungan bertindak dan hambatan. Kepribadian
dapat dievaluasi dengan cara observasi, wawancara, atau melalui daftar pertanyaan,
tes melengkapi kalimat atau tes proyeksi.2,3
Pemeriksaan Penunjang
1.

Brain imaging5
a. CT-scan -- atrofi kortikal pada 10-35% pasien; pembesaran ventrikel III dan
lateral pada 10-50% pasien; atrofi vermis serebelar dan turunnya radiodensitas
parenkim otak. Mungkin ada korelasi antara CT abnormal dan adanya gejala
negatif (misal, afek datar, withdrawal sosial, retardasi psikomotor, kurang
motivasi), gangguan neuropsikiatrik, naiknya frekuensi gejala ekstrapiramid
akibat obat antipsikotik, dan riwayat premorbid lebih buruk.
b. Positron emission tomography (PET) -- pada sebagian penderita dapat
ditemukan turunnya metabolism lobus frontal dan parietal, metabolisme
posterior relatif tinggi, dan lateralitas abnormal.5
c. Aliran darah serebral (CBF = cerebral blood flow) -- pada sebagian penderita,
dapat ditemukan kadar istirahat aliran frontal turun, aliran darah parietal naik,
dan aliran darah otak keseluruhan turun. Bila studi PET dan CBF digabungkan
dengan CT-scan, disfungsi lobus frontal paling jelas terlibat. Disfungsi lobus

frontal mungkin sekunder terhadap patologi tempat lain di otak.


2. EEG5
Umumnya pasien skizofren memiliki EEG normal tapi sebagian menunjukkan
turunnya aktivitas alfa dan naiknya aktivitas teta dan delta; gangguan paroksismal;
dan naiknya kepekaan terhadap prosedur aktivasi, misal deprivasi tidur.
3. Laboratorium6
Tidak ada hasil laboratorium karakteristik ditemukan dalam skizofrenia. Seperti
pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium ini dapat digunakan untuk
menyingkirkan dugaan-dugaan kelainan yang berhubungan dengan sistem tubuh
pasien sendiri. Pemeriksaan rutin berikut yang harus dilakukan pada semua pasien,
pada awal penyakit dan secara berkala setelah itu, pemeriksaan itu antara lain;

Hitung darah lengkap


Hati, tiroid, dan tes fungsi ginjal
Elektrolit, glukosa, B12, folat, dan kalsium.
Jika sejarah pasien memberikan alasan untuk mencurigai, memeriksa HIV; RPR,
ceruloplasmin, ANA, urin untuk kultur dan sensitivitas dan / atau obat-obatan
dari penyiksaan; am kortisol, dan koleksi urin 24 jam untuk porfirin, tembaga,

atau logam berat.


Jika pasien adalah wanita usia subur, tes kehamilan itu penting.
Jika kecurigaan kuat neurosifilis ada, tes treponemal tertentu dapat membantu.

Diagnosis Banding
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik pada skizofrenia dapat identik dengan gangguan skizofreniform,
gangguan psikotik singkat, gangguan skizoafektif, dan gangguan waham. Gangguan
skizofreniform berbeda dari skizofrenia berupa gejala yang berdurasi setidaknya 1
bulan tapi kurang dari 6 bulan. Gangguan psikotik singkat merupakan diagnosis yang
sesuai bila gejala berlangsung setidaknya 1 hari tapi kurang dari 1 bulan dan bila
pasien tidak kembali ke keadaan fungsi pramorbidnya dalam waktu tersebut. Jika
suatu sindrom manik atau depresif terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia,
gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang tepat. Waham nonbizar yang timbul
selama sekurangnya 1 bulan tanpa gejala skizofrenia lain atau gangguan mood patut
didiagnosis sebagai gangguan waham.7
Gangguan Waham
Konsep utama mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaanya
dengan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan waham lebih jarang daripada
skizofrenia maupun gangguan mood, onsetnya lebih lambat daripada skizofrenia dan
dominasi perempuan kurang nyata daripada gangguan mood.
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Waham.7
A. Waham tidak bizar ( melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan nyata, seperti
merasa diikuti, diracuni, terinfeksi, dicintai dari jauh, atau dikhianati pasangan atau
kekasih, atau menderita suatu penyakit) sekurang-kurangnya 1 bulan.
B. Kriteria A skizofrenia tidak terpenuhi. Catatan: halusinasi taktil dan olfaktori dapat
terjadi gangguan waham jika sesuai dengan tema waham.
10

C. Berbeda dengan dampak waham atau hasil akhirnya, fungsi tidak terganggu secara nyata
dan perilaku tidak secara jelas, aneh, atau bizar.
D. Jika episode mood telah terjadi bersamaan dengan waham, durasi totalnya singkat
dibandingkan durasi periode waham.
E. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis suatu zat secara langsung (c/o:
penyalahgunaan, suatu obat) atau kondisi medis umum.
Jenis-jenis waham.
Waham erotomania

Waham kebesaran

Waham cemburu
Waham kejar
Waham somatik
Waham campuran

Pada tipe waham ini, orang lain, biasanya dengan status lebih
tinggi, jatuh cinta kepada dirinya.
Pada tipe waham ini, terdapat

kekuatan,

pengetahuan,

penghargaan, identitas yang berlebihan atau hubungan khusus


terhadap orang yang terkenal atau dewa.
Pada tipe waham ini, pasangan seksual seseorang dianggap tidak
setia.
Pada tipe waham ini, orang (atau seseorang yang dekat) dianggap
diperlakukan dengan kasar.
Pada tipe waham ini, orang mempunyai beberapa cacat fisik atau
kondisi medis umum.
Pada tipe waham ini ciri khas lebih dari satu tipe di atas tetapi
tidak ada tema yang menonjol.

Diagnosis Kerja
Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambung
ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku
pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala
fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan
gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya
adalah gangguan afektif, autism, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya
adalah waham dan halusinasi. 8
Skizofrenia merupakan penyakit kronis. Sebagian kecil dari kehidupan berada
dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama dalam fase
residual yaitu fase yang memperlihatkn gambaran penyakit yang ringan. Selama

11

periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri dan aneh. Gejala
gejala penyakit biasanya terlihat jelas oleh orang lain.2
Walaupun tidak ada gejala gejala yang patognomonik khusus, dalam praktek
terdapat gejala gejala untuk diagnosis dan yang sering terdapat secara bersamaan,
misalnya:
a. thought

echo.

thought

insertion

atau

withdrawal,

dan

thought

broadcasting;
b. waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of
influence), atau passivity, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau
pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations)
khusus; persepsi delusional;
c. suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku psien;
d. waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar
serta sama sekali mustahil;
e. halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas;
f. arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
g. perilaku katatonik;
h. gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodoh (apatis), pembicaraan
yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar;
i. suatu perubahan yang konsisten sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap
malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus ada
sedikitnya satu gejala tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) dari gejala yang
termasuk salah satu dari kelompok gejala (a) sampai (d) tersebut di atas, atau paling
sedikit dua gejala dari kelompok (e) sampai (h), yang harus selalu ada secara jelas
selama kurun waktu satu bulan atau lebih.2
Skizofrenia Tipe Paranoid
Pada kasus ini diambil diagnosis kerjanya adalah skizofrenia tipe paranoid.
Skizofrenia paranoid adalah orang yang mempunyai kepercayaan atau menganggap
sesuatunya aneh, ada yang ganjil, yang salah tetapi tidak mau diluruskan. Dia
12

biasanya bersikap curiga yang berlebihan pada orang lain, sering menganggap dirinya
diguna-guna orang lain. Dia menganggap bahwa orang lainlah penyebab kegagalankegagalannya. Biasanya dia sangat peka (sensitif), emosional dan mudah sekali
cemas. Dia juga kurang percaya diri dan kualitas hidupnya juga menurun, serta sering
diserang penyakit depresi.
Seseorang yang

menderita skizofrenia

tipe paranoid salah

satunya

menunjukkan gejala gangguan alam perasaan dan perilaku, misalnya kecemasan yang
tidak menentu, kemarahan, suka bertengkar dan berdebat dan tindak kekerasan.
Skizofrenia tipe paranoid mempunyai ciri-ciri adanya waham yang mencolok, anxiety,
menjaga jarak dan suka berargumentasi. Skizofrenia paranoid adalah karakteristik
tentang adanya delusi (waham) kejar atau kebesaran dan halusinasi pendengaran.
Kadang-kadang individu tertekan, menjadi korban dan beranggapan diawasi,
dimusuhi dan agresif.2
Etiologi

Genetik
Risiko skizofrenia meningkat pada kerabat biologis pasien tetapi tidak
mengadopsi relatif
Risiko skizofrenia pada saudara-saudara tingkat penderita skizofrenia
adalah 10%.
Jika kedua orang tua memiliki skizofrenia, risiko skizofrenia pada anak
mereka adalah 40%.
Konkordansi untuk skizofrenia adalah sekitar 10% untuk kembar dizigotik
dan 40-50% untuk kembar monozigot.
Varian gen yang telah sejauh ini terlibat bertanggung jawab atas hanya
sebagian kecil dari skizofrenia, dan temuan ini tidak selalu direplikasi
dalam studi yang berbeda. Gen-gen yang telah ditemukan sebagian besar
mengubah ekspresi gen atau fungsi protein dalam cara yang kecil.
Interaksi dengan seluruh genom dan dengan lingkungan pasti akan
terbukti menjadi penting.
Pekerjaan Bassett menunjukkan bahwa mutasi umum proses yang terjadi
dengan langka, menyalin nomor variasi (seperti penghapusan 1q21.1 dan
15q13.3) meningkatkan risiko pasien mengembangkan schizophrenia.10
poin Studi ini keluar kebutuhan untuk lebih memperhatikan genetika
patogenesis skizofrenia.9
Beberapa lokus kepentingan tertentu adalah sebagai berikut:
13

Katekol O-methyltransferase (COMT) gen kode-kode untuk enzim


intraselular postsynaptic, COMT, yang terlibat dalam metilasi dan
degradasi katekolamin epinefrin neurotransmiter dopamin, dan
norepinefrin. Varian beberapa alelik COMT mempengaruhi
aktivitasnya. The menurunkan varian valin-valin dopamin lebih
cepat daripada varian valin-metionin; subyek dengan 2 salinan alel
metionin kurang mungkin mengembangkan gejala psikotik jika
mereka menggunakan ganja dari ganja lain-menggunakan subjek
Kode gen RELN untuk reelin protein, yang berperan dalam
perkembangan otak dan aktivitas GABAergic. Dalam sebuah studi
internasional menggunakan asosiasi genome scan, sebuah varian
umum dalam gen ini meningkatkan risiko skizofrenia, tetapi hanya
di women.12
Sebuah kelompok Kanada telah melihat gen oksida nitrat sintase 1
adaptor, yang dikenal sebagai NOS1AP. Ini kode gen untuk enzim
oksida nitrat sintetase, yang ditemukan pada konsentrasi tinggi
dalam penghambatan neuron di otak. oksida nitrat bertindak
sebagai utusan intraseluler. Menggunakan teknik statistik yang
baru dikembangkan, probabilitas posterior dari disekuilibrium
linkage, penulis mengidentifikasi polimorfisme nukleotida tunggal
yang terkait dengan tingkat yang lebih tinggi ekspresi gen ini

dalam otak postmortem samples.9


Perinatal
Wanita yang kekurangan gizi atau yang memiliki penyakit virus tertentu
selama kehamilan mereka mungkin menghadapi risiko lebih besar
melahirkan anak yang kemudian mengembangkan skizofrenia.
Anak-anak yang lahir dari ibu Belanda yang kekurangan gizi selama
Perang Dunia II memiliki insiden tinggi skizofrenia.
1957 epidemi influenza A2 di Jepang, Inggris, dan Skandinavia
mengakibatkan peningkatan skizofrenia pada anak perempuan yang
mengembangkan flu ini selama trimester kedua mereka.
Perempuan di California yang sedang hamil antara tahun 1959 dan 1966
lebih cenderung memiliki anak yang mengembangkan skizofrenia jika
mereka memiliki flu pada trimester pertama pregnancy.14 mereka
Obstetri komplikasi mungkin terkait dengan insiden yang lebih tinggi
skizofrenia.
14

Anak-anak lahir di bulan-bulan musim dingin mungkin menghadapi risiko


lebih besar untuk mengembangkan skizofrenia.9
Sebuah studi pada wanita Finlandia et al Clarke mendukung interaksi
antara pengaruh genetik dan lingkungan terhadap penyebab skizofrenia.
Suatu penelaahan terhadap 9.596 wanita di Helsinki yang menerima
perawatan rumah sakit selama kehamilan untuk infeksi saluran kemih atas
antara tahun 1947 dan 1990 menemukan adanya peningkatan yang
signifikan secara keseluruhan risiko skizofrenia antara keturunan mereka
tetapi risiko 5 kali lipat lebih tinggi di antara keturunan perempuan yang
juga memiliki riwayat keluarga psikosis. Clarke et al memperkirakan
bahwa, di antara keturunan perempuan dengan baik pielonefritis prenatal
dan riwayat keluarga positif dari gangguan psikotik, 38-46% kasus
skizofrenia dihasilkan dari tindakan sinergis dari kedua faktor risiko.9

Patofisiologi
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
(bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran
penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau
mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas oleh
orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan
tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan
pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak dapat dimengerti.
Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi.
Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek
mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat mempertahankan inteligensia yang
mendekati normal, sebagian besar performa uji kognitifnya buruk. Pasien dapat
menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan rasa senang. Pasien juga
mengalami deteorisasi yaitu perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur. 7
Gejala Positif dan Negatif

15

Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek
mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang
merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial.

Gangguan Pikiran

Gangguan proses pikir


Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering tidak
dapat dimengerti oleh orang lain dann terlihat tidak logis. Tanda-tandanya adalah:
1. Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut seolah
dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan sehingga
membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi misalnya di
pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak koheren.
2. Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus mengalami
gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan.
3. Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka meungkin
mengandung arti simbolik)
4. Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan kalimat)
dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya dengan topik lain.
Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi.
5. Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan bunyi
kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya.
6. Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja
diucapkan oleh seseorang.
7. Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat buruk
kemampuan berpikir abstraknya.
8. Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disengaja (miskin
pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat sedikit

ide yang disamapaikan (miskin isi pembicaraan).


Gangguan isi pikir
1. Waham: suatu kepercayaan palsu yang menetap yang taksesuai dengan fakta
dan kepercayaan tersebut mungkin aneh atau bisa pula tidak aneh tetapi
sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankam meskipun telah diperlihaykan
bukti-bukti yang jelas untuk mengkoreksinya. Waham sering ditemui pada
gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui
waham disorganisasi atau waham tidak sistematis.
2. Tilikan

16

Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien


tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhaap pengobatan,
meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain.

Gangguan Persepsi

Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa
juga berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran
dapatpula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien.
Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah
langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering
diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan kadangkadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras.

Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal skizofrenia.
Ilusi dan depersonalisasi
Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya
misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya
perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing
terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata.

Gangguan Perilaku
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala
katatonik yang dapat berupa stupor atauh gaduh gelisah. Paien dengan stupor
tidak bergerak, tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya
sadar. Sedangkan pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan
aktivitas motorik yang tidak terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang
terjadi bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa didapati fleksibilitas serea
dan katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan
untuk waktu yang lama. Sedangkan fleksibilitas serea adalah bila anggota
badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan
posisi itu dipertahankan agak lama.
Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manerisme. Berulang-ulang
melakukan suatu gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut
17

stereotipi. Misalnya, menarik-narik rambutnya, atau tiap kali bila mau


menyuap nasi mengetuk piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat
berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan
dinamakan verbigrasi, kata atau kalimat diulang-ulangi, hal ini sering juga
terdapat pada gangguan otak orgnaik. Manerisme adalah stereotipi tertentu
pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau
keanehan berjalan dan gaya berjalan.

Gangguan Afek
Kedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh

terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri sepertti keadaan keluarganya dan
masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi, apa yang seharusnya
menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah.
Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi
dan paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of affect dalam bahasa inggris
dan inadequat dalam bahasa belanda.
Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,
misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi
mulutnya seperti tertawa.semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas
untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah:
Emosi berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada penderita
sedang bersandiwara.
Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk
mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita
tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya kepribadian,
maka dual hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama, misalnya mencintai
dan membenci satu orang yang sama; menangis dan tertawa tentang satu hal yang
sama. Ini dinamakan ambivalensi afektif.2
Penatalaksanaan
Nonmedika mentosa
Psikoterapi

18

Terapi perilaku kognitif seringkali bermanfaat dalam membantu pasien


mengatasi waham dan halusinasi yang menetap. Tujuannya adalah untuk mengurangi
penderitaan dan ketidakmampuan, dan tidak secara langsung menghilangkan gejala.
Dukungan psikologis penting bagi penderita skizofrenia dan keluarganya. Terapi
keluarga dapat membantuk mereka mengurangi ekspresi emosi yang berlebihan, dan
terbukti mencegah kekambuhan. Bantuan mandiri dapat membantu penderita psikosis
untuk berbagi pengalaman dan cara untuk menghadapi gejalanya.2
Selain psikoterapi hal lain yang perlu diperhatikan adalah pasien skizo
membutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial ini akan membantu penderitau untuk
kembali bekerja atau sekolah sangat penting dalam menjaga kepercayaan diri dan
kualitas hidupnya. Bila hal ini tidak dapat dilakukan, pusat rehabilitasi dapat
membantu merestrukturisasi kegiatan mereka. Tempat tinggal yang layak sangat
penting. Penderita dengan gejala sisa (contoh gejala negatif dan kognitif) mungkin
tidak dapat hidup mandiri. Rawat inap dan layanan rehabilitasi masyarakat bertujuan
untuk memaksimalkan kemandirian pasien.
Memberikan perawatan yang positif dan tanpa stigma diperlukan bagi pasien
yang akan kembali berhubungan dengan tim perawat agar mematuhi perawatan.
Dengan hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil dari pengobatan yang dijalani
oleh pasien tersebut.

Medikamentosa
Penggunaan obat antipsikotik, juga dikenal sebagai obat neuroleptik atau obat
penenang utama, adalah andalan pengobatan untuk skizofrenia. Obat-obat ini telah
berulang kali telah ditunjukkan untuk mengurangi gejala positif skizofrenia dan
mencegah relaps. Sekitar 80% dari pasien kambuh dalam waktu 1 tahun jika obat
antipsikotik dihentikan, sementara hanya 20% kambuh jika diobat. Obat-obat
antipsikotik terutama bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin dan serotonin di
otak, dengan target untuk menurunkan gejala-gejala psikotik seperti halusinasi,
waham dan lain-lain.
Efek samping dapa dikelompokkan menjadi efek samping neurologis dan
nonneurologis. Efek samping neurologis akut berupa akatisia, distonia akut dan
parkinsonism (acute extrapyramidal syndrome). Dapat juga terjadi efek samping akut
berupa SNM (Sindrom Neuroleptik Maligna) yang merupakan kondisi emergensi

19

karena dapat mengancam kelangsungan hidup pasien. Pada kondisi kronis atau efek
samping pengobatan jangka panjang dapat dilihat kemungkinan terjadinya tardive
dyskinesia.
Bila terjadi efek samping sindroma ekstrapiramidal seperti Distonia Akut,
Akathisa atau Parkinsonism, biasanya terlebih dahulu dilakukan penurunan dosis dan
bila

tidak

dapat

triheksifenidil

ditanggulangi

(Artane@).

diberikan

Benztropin

obat-obat

Congentin@),

antikholinergik
Sulfas

Atropin

seperti
,

atau

dipenhydramin (Benadryl@) injeksi IM atau IV dengan dosis 10-50 mg/ml. Tersering


digunakan Triheksifenidil dengan dosis 3 kali 2 mg per hari. Bila tetap tidak berhasil
mengatasi efek samping tersebut disarankan untuk mengganti jenis antipsikotik yang
digunakan ke golongan APG-II yang lebih sedikit kemungkinannya mengakibatkan
efek samping ekstrapiramidal.2
Prognosis
Prognosis setiap orang akan berbeda-berbeda. Menurut online journal of
Natural Science dilakukan penelitian terhadap pasien-pasien skizofrenia di Instalasi
Rawat Inap Jiwa di Provinsi Sulawesi Tengah mengatakan bahwa pemilihan jenis,
golongan dan kombinasi antipsikotik pada pasien skizofrenia yang tepat obat sebesar
90,4% dan yang tidak tepat obat sebesar 9,6%. 10
Pemilihan obat antipsikotik dipengaruhi oleh tingkat sedasi yang diinginkan
dan kerentanan pasien terhadap efek samping ekstrapiramidal. Perbedaan antara obat
antipsikotik merupakan hal yang tidak begitu penting dibanding respon pasien
terhadap obat. Maksudnya adalah jenis antipsikotik yang diberikan pada pasien
tergantung pada respon pasien terhadap obat tersebut. Jika pasien memiliki respon
yang baik dengan mengalami perbaikan gejala dengan pemberian jenis obat
antipsikotik tertentu maka obat itulah yang efektif untuk pasien tersebut. Namun bila
respon pasien terhadap jenis antispikotik tertentu tidak baik maka perlu diganti
dengan jenis antipsikotik lain hingga pasien merespon lebih baik. Selain medikasi
antipsikotik dari pengobatan skizofrenia, intervensi psikososial dapat memperkuat
perbaikan klinis seperti dukungan keluarga dan terapi spiritual.10
Penutup
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
20

(bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran


penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau
mengisolasi diri, dan aneh. Oleh karena itu terkadang sulit untuk didiagnosis. Akan
tetapi dengan melakukan anamnesis atau wawancara psikiatrik dengan benar dan tepat
maka akan bisa menetapkan diagnosis yang baik dan benar. Bukan hanya diagnosis
yang baik dan benar, pemilihan jenis obat antipsikotik pun juga perlu diperhatikan
efek sedasi ataupun efek ekstrapiramidal terhadap daya kerentanan pasien dengan
efek-efek tersebut. Selain terapi dengan medikamentosa, pasien skizo perlu mendapat
dukungan sosial dari keluarga, teman dan lingkungannya. Kesabaran dan perhatian
yangtepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung
serta memotivasi penderita untuk sembuh.

Daftar Pustaka
1. Anindita B. Pengaruh teknik relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan
pada klien skizofrenia paranoid di RSJD Surakarta. 2012. Diunduh dari
http://eprints.ums.ac.id/20435/15/NASKAH_PUBLIKASI.pdf, 28 Desember
2015
2. Elvira
3.

SD,

Hadisukanto

G.

Buku

ajar

psikiatri.

Edisi

kedua.

Jakarta:FKUI;2013.h.49-53
Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga

University Press; 2009.h.195-277.


4. Bickley LS. Guide to physical examination dan history taking. 8 th ed. New
York : Lippincott; 2003.p.332-5.
5. Kaplan HI, Sadock BJ. Skizofrenia. Dalam: Wiguna IM. Buku Saku Psikiatri
Klinik. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994. h.112-25.
6.
Frankenburg FD. Schizophrenia. 24 Januari 2011. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/288259-overview. 28 Desember 2015
7. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock BJ,
Sadock VA. Kaplan & sadocks concise textbook of clinical psychiatry. Edisi
8.

ke-2. Jakarta: EGC; 2010.h.147-75.


Unknown.
Skizofrenia.

2011.

Diunduh

http://library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311046/BAB%20II.pdf,

dari
28

Desember 2015
9. Sadock BJ, Sadock VA. Synopsis or psychiatry. 9th ed. New York : Lippincott;
2003.p.471-504.

21

10. Dewi S, Elvira SD, Budiman R. Gambaran kebutuhan hidup penyandang


skizofrenia.

Maret

2013.

Diunduh

dari

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1231/12
04, 28 Desember 2015

22

Anda mungkin juga menyukai