Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah manusia adalah hal yang tidak pernah habis-habisnya dibicarakan.
Banyak ilmuwan mencoba membicarakan dan mempelajarinya, namun tidak
begitu berhasil. Karena masing-masing pakar mempunyai teori dan definisinya
sendiri mengenai manusia. Bebagai disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi,
ekonomi, antropologi, filsafat, dan teologi mempunyai berbagai pendekatan yang
berbeda dan teori yang berlainan tentang manusia (Prayitno, 2002).
Asal manusia adalah ruh dan tanah. Ia kemudian dilengkapi dengan potensi
akal, hati, dan jasad yang merupakan suatu kelebihan yang Allah berikan
dibanding makhluk lainnya. Dengan segala keutamaannya, manusia diberikan
tugas untuk menjalankan amanah ibadah dan khalifah. Ciri manusia sebagai
makhluk yang dimuliakan ialah ia diberikan beban dan balasan. Keadaan
manusia seperti itu disiapkan untuk menjalankan amanah besar dari Allah
sebagai khalifah (Prayitno, 2002).
Marifah Al- Insaan menggambarkan gambaran yang menyeluruh tentang
manusia dari definisi hingga tugasnya sebagai khalifah dan berdakwah. Fungsi
khalifah adalah membangun dan memelihara alam. Kita dapat menjalankan
amanah dan tugas ini apabila kita mengetahui diri kita sendiri secara
keseluruhan, baik dari definisi, kedudukan, tugas, dan perannya (Prayitno, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kepribadian muslim: mengenal manusia sebagai makhluk Allah
(Makrifah Al-Insan)?
1.3 Tujuan
1.3.1

Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami kepribadian muslim:
mengenal manusia sebagai makhluk Allah (Makrifah Al-Insan).
1

1.3.2

Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami makna Marifah Al-Insaan (Mengenal
Manusia).
2. Mahasiswa mampu memahami makna Tariif Al-Insaan (Pengenalan
Manusia).
3. Mahasiswa mampu memahami makna Haqiiqah Al-Insaan (Hakikat
Manusia).
4. Mahasiswa mampu memahami makna Thaaqah Al-Insaan (Potensi
Manusia).
5. Mahasiswa mampu memahami makna Nafs Al-Insaan (Nafsu Manusia).
6. Mahasiswa mampu memahami makna Shifah Al-Insaan (Sifat Manusia).
7. Mahasiswa mampu memahami makna Haqiiqah Al-Ibaadah (Hakikat
Ibadah).
8. Mahasiswa mampu memahami makna Syumuuliyyah Al-Ibaadah
(Kesempurnaan Ibadah).
9. Mahasiswa mampu memahami makna Qabuul Al-Ibaadah (Diterimanya
Ibadah).
10. Mahasiswa mampu memahami makna Nataaij Al-Ibadaah (Hasil
Ibadah).
11. Mahasiswa mampu memahami makna Nataaij At-Taqwa (Hasil Takwa).
12. Mahasiswa mampu memahami makna At-Tawaazun (Keseimbangan).
13. Mahasiswa mampu memahami makna Risaalah Al-Insaan (Misi Manusia).
14. Mahasiswa mampu memahami makna Binaa Al-Izzah (Membangun
Harga Diri).

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa
Sebagai bahan pembelajaran sehingga mahasiswa mampu menjelaskan
dan memahami terkait dengan kepribadian muslim: mengenal manusia
sebagai makhluk Allah (Makrifah Al-Insan).
2. Keperawatan
2

Sebagai bahan masukan dan pembelajaran para perawat untuk


meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Marifah Al-Insaan (Mengenal Manusia)
Memahami manusia melalui akal manusia saja akan menyebabkan kesesatan.
Hal ini disebabkan karena manusia mempunyai berbagi keterbatan dalam
memahami dan mengenal dirinya dengan benar. Selain itu, sifat sombong serta
merasa dirinya hebat dan pandai adalah sifat manusia yang menghalanginya
mencapai kebenaran hakiki.
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain alinsaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka,
senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia
(jama). Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anakanak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT di alam azali melalui dua zat dasar, yaitu
ruh dan tanah.
,
.

Allah SWT menciptakan manusia dengan membekali tiga potensi dasar,


yaitu :hati untuk diisi tekad, akal untuk diisi ilmu, jasad untuk beramal yang
merupakan suatu kelebihan dibanding makhluk lainnya. Dengan segala
keutamaannya, manusia diberi amanah untuk beribadah hanya kepada Allah
SWT dan menjadi khalifah di bumi. Jika manusia melakukan tiga amanah
tersebut, maka manusia akan mendapaatkan balasan dari Allah SWT.
Dengan akal, hati, dan jasad, manusia dapat beribadah. Ibadah yang sesuai
dengan fitrah manusia adalah ibadah yang komprehensif, baik dari segi
kesempurnaan agama, kesempurnaan hidup, dan kesempurnaan dari segi hati,
akal, dan anggota tubuh. Motivasi beribadah perlu dibangun oleh penerimaan
manusia atas keagungan Allah dan rasa syukur atas banyaknya nikmat yang telah
4

diberikan Allah kepadanya. Ibadah tersebut ada dua macam. Yang pertama
bersifat mahdhah (khusus) dan yang kedua ghairu mahdhah (umum). Ibadah
yang dilakukan dengan benar akan menghasilkan takwa dan mendapat
pertolongan Allah SWT. Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka
bumi ini dan perannya sebagai khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT
mencakup tiga poin yaitu belajar, mengajarkan ilmu, dan membudayakan ilmu.
Tanggung jawab manusia sebagai khalifah yang berarti wakil Allah adalah
mewujudkan kemakmuran di muka bumi, mengelola dan memelihara bumi.
Satu aplikasi dari mengenal manusia adalah aspek tawazun (keseimbangan).
Keseimbangan berlaku pada diri seorang muslim apabila terpenuhi semua
keperluan akal, jasad, dan ruhnya. Kemudian keseimbangan itu dijalankan pada
akal, jasad, dan ruh tersebut.
2.2 Taariif Al-Insaan (Pengenalan Manusia)
Manusia adalah makhluk Allah yang terdiri dari ruh dan tanah yang
dilengkapi dengan potensi hati, akal dan jasad. Manusia mempunyai kelebihan
dan keutamaan dibandingkan makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan
manusia disediakan untuk menjalankan amanah beribadah dan menjalankan
fungsi khalifah di muka bumi. Peranan dan tugas manusia yang dilakukan ini
kana mendapat balasan yang sesuai. Dengan hati manusia berniat, dengan akal
manusia berilmu dan dengan jasad manusia beramal.
Allah telah menciptakan manusia dengan akal yang berbeda dengan makhluk
lain yang tidak mempunyai akal seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan,
sehingga manusia lebih pandai dibandingkan makhluk-makhluk lainnya.
Kepandaian manusia perlu dioptimalkan dengan mengoptimalkan akal melalui
ilmu yang dioelajarinya. Mengoptimalkan akal perlu dengan belajar, manusia
yang tidak mau belajar tidak dapat menjalankan fungsinya sebagaimana yang
telah Allah cipatakan kepadanya.
Untuk berfungsi sebagai khalifah dan mampu melaksanakan ibadah dengan
baik, selain manusia mengoptimalkan peran akalnya juga diperlukan peran hati
(qolb) dengan berazam. Makhluk lain tidak diberikan fasilitas hati, sedangkan
manusia diberikan kelebihan peran hati. Hati yang ada pada manusia mampu
untuk menilai lingkungannya baik atau buruk.
Pengoptimalan potensi manusia dari segi hati, akal dan jasad akan membawa
manusia ke derajat yang tinggi dan mulia seperti mulianya ruh yang Allah
berikan kepada manusia. Sebaliknya apabila manusia tidak mampu
mengoptimalkan potensinya akan mencapai derajat yang rendah bagaikan
binatang atau tanah seperti asalnya manusia.
Dalil:
5

Q.32:7-8.
Artinya: Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-sebaiknya dan
yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan
keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).
Q.17:36.
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya.
2.3 Haqiqah Al-Insaan (Hakikat Manusia)
Hakikat manusia menurut Allah adalah makhluk yang dimuliakan, dibebani
tugas, bebas memilih, dan bertanggung jawab. Sebagai makhluk, manusia
mempunyai sifat fitrah, lemah, bodoh, dan fakir. Namun ia diberikan kemuliaan
karena mempunyai ruh, mempunyai berbagai keistimewaan, serta
ditundukkannya alam ini baginya. Manusia juga diberikan beban oleh Allah SWT
untuk beribadah dan menjalankan perannya sebagai khalifah di bumi untuk
mengatur alam dan seisinya. Allah memberikan manusia kesempatan untuk
memilih beriman atau kafir padaNya. Hal ini berbeda dengan makhluk lainnya
yang tidak punya pilihan lain kecuali islam. Selain itu, manusia diberikan
tanggung jawab oleh Allah SWT. Mereka yang bertanggung jawab pada amal
yang dikerjakannya akan diberikan surga sedangkan mereka yang tidak beramal
saleh akan dilemparkan ke dalam neraka.
Allah SWT telah memberikan banyak kelebihan kepada manusia, tidak saja
dalam potensi fisik yang dimiliki manusia, tetapi penciptaan alam ini
diperuntukkan bagi manusia untuk dimanfaatkannya semaksimal mungkin.
Bahkan seorang pakar astronomi mengatakan bahwa alam ini diciptakan untuk
kepentingan manusia, hal ini disebabkan karena semua manfaat penciptaan alam
seperti bumi, matahari, langit dan sebagainya dirasakan oleh manusia. Dengan
kelebihan dan keutamaan yang dimiliki manusia, maka wajarlah manusia
diangkat sebagai khalifah di bumi yang ditugaskan untuk memelihara bumi dan
memelihara apa saja yang ada di bumi. Kelebihan ini pula yang menjadikan
manusia dimuliakan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Semestinya
kelebihan ini menjadikan manusia bersyukur kepada Allah yang telah
menciptakan kita dan membalas kebaikan Allah ini dengan beribadah.
Perbedaan manusia dengan makhluk lainnya adalah manusia memiliki
tanggung jawab dan amanah untuk membangun, memelihara dan menjaga
sesama manusia serta alam. Manusia juga diberikan kedudukan sebagai khalifah

dan kebebasan memilih. Surga diberikan sebagai balsan bagi manusia yang
beriman dan neraka sebagai balasan bagi mereka yang tidak beriman.
Dalil:
Q.17:70.

Artinya: Sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut


mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki yang baik-baik dan
kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan.
Q.2:30.

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:


Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.
Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?
Tuhan berfirman:Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui
2.4 Thaaqah Al-Insaan (Potensi Manusia)
Potensi manusia yang terdiri dari pendengaran, penglihatan, dan hati
merupakan alat yang diberikan oleh Allah pada manusia untuk menjalankan
beban dan tanggungjawabnya. Dengan alat ini manusia dapat menjalankan
ibadah, menunaikan kewajiban, bersikap amanah, serta mencapai kedudukan
khalifah. Makhluk lain yang tidak selengkap manusia tidak mampu mengemban
tugas khalifah. Binatang tidak mempunyai hati begitu pula gunung, bumi, bulan
dan bintang. Kelebihan yang dimiliki manusia dapat menjadikan suatu alasan
bahwa manusia mampu menjalankan tugasnya seperti yang Allah berikan.
Manusia sebagai khalifah dapat menggunakan potensinya untuk memelihara
alam. Khalifah adalah yang diamanahkan untuk membangun dan memelihara
alam, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya. Khalifah mesti menjalankan
tugasnya sesuai dengan apa yang telah Allah kehendaki bukan membuat jalan
sendiri dan tidak menentang peraturan-peraturan Allah yang telah diperintahkan.
Bagi mereka yang berkhianat terhadap potensi yang dimilikinya akan mendapat
kerugian. Bahkan Allah SWT mengupamakan mereka sebagai hewan ternak,
anjing, monyet, babi, dan lain-lain.
Allah SWT telah memberikan kelebihan dan keutamaan pada manusia berupa
pendengaran, penglihatan dan hati. Kelebihan dan keutamaan tersebut untuk
mengantarkan manusia memahami apa yang Allah perintahkan
dan
membawanya ke surga. Tetapi bagi yang tidak menggunakannya dengan baik
akan ditempatkan di neraka. Allah jadikan neraka jahanam untuk kebanyakan
7

dari jin dan manusia, karena mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan
untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka punya mata tetapi tidak
dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah).
Dalil:
Q.16:78.
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.
2.5 Nafs Al-Insaan (Nafsu Manusia)
Nafsu manusia senantiasa berubah-ubah. Perubahan ini dipengaruhi oleh
sejauh mana kekuatan
ruh dapat berhadapan dengan hawa nafsunya.
Pertentangan dan peperangan selalu terjadi diantara keduanya. Ruh manusia
dapat menguasai hawa nafsunya bila nilai islam dapat menekan dan menahan
gejolaknya hawa nafsu tersebut. Dengan demikian, nafsunya akan menjadi nafsu
yang tenang. Keadaan ini akan didapat bila manusia selalu berdzikir kepada
Allah SWT.
Sedangkan manusia yang dikuasai oleh hawa nafsunya serta cenderung
padanya (hawa nafsu) maka akan dikendalikan oleh kesesatan yang
menyebabkan ia menjadi tidak bahagia. Hal ini karena jiwa manusia cenderung
dibawa kepada kejahatan dan kerusakan. Nafsu amarah merupakan ciri nafsu
yang ada pada manusia yang tidak beriman dan tidak beramal shaleh. Hawa
nafsu mereka mengendalikan ruhnya.
Diantara nafsu yang tenang dengan nafsu yang ammaarah, terdapat nafsu
lawwaamah yang menggambarkan adanya tarik-menarik antara ruh dan hawa
nafsu. Ruh dan hawa nafsu yang sama-sama berpengaruh akan menjadikan
suasana tarik-menarik sehingga muncul akal dan jiwa yang selalu menyesali
dirinya. Terkadang ruhnya mempengaruhi hawa nafsunya sehingga muncul
sedikit ketenangan namun kadang kala muncul nafsunya mempengaruhi ruh yang
dapat menghancurkan jiwanya.
Ruh akan membawa kepastian dan ketenangan jiwa karena ruh mengikuti
perintah Allah yang fitrah dan sesuai dengan nilai kemanusiaan. Manakala hawa
nafsu selalu membawa kepada kepastian dan ketidaktenangan. Tidak ada
kepuasan kekal dengan memperturutkan hawa nafsu. Dan tidak ada kebahagiaan
dengan mengikuti hawa nafsu karena hawa nafsu tidak pernah puas dan tidak
akan pernah berhenti. Apabila tercapai suatu kepuasan maka hawa nafsu
menuntut yang berikutnya dan begitu seterusnya tidak ada batas.
Dalil :
8

Nafsu manusia (QS. 91 : 7-10)


-- -- --
-
Artinya : Dan jiwa serta penyempurnaan ciptaanNya maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya
Ruh menguasai hawa nafsu (QS. 29 : 45)



Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab Al Quran
dan dirikan shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
keutamaannya dari ibadah yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
2.6 Shifah Al-Insaan (Sifat Manusia)
Jiwa manusia diberi dua jalan yaitu takwa dan fujur (kesesatan). Jalan yang
benar adalah jalan takwa sedangkan jalan yang salah adalah jalan fujur. Manusia
yang bertakwa adalah manusia yang senantiasa membersihkan dirinya. Jiwa yang
bersih akan memunculkan sifat seperti syukur, sabar, penyayang, suka bertaubat,
hingga akhirnya akan memperoleh keberhasilan. Allah memberikan dua pilihan
kepada manusia. Manusia dengan potensi yang dimilikinya sangat mampu untuk
menentukan mana yang benar dan yang salah. Oleh karena itu, balasan yang
diberikan Allah sangat tergantung kepada pilihan apa yang diambil manusia.
Apabila fujur yang diambil maka nerakalah balasannya, sedangkan pilihan
ketakwaan maka surga tempatnya. Balasan ini merupakan keadilan Allah kepada
manusia. Mereka yang mengambil jalan ketakwaan akan mendapatkan sifat-sifat
terpuji. Sifat terpuji yang diamalkan oleh orang yang bertakwa akan membawa
kehidupannya baik dan diterima oleh masyarakatnya.
Sedangkan manusia yang menjalani hidupnya dengan jalan yang salah akan
mengotori jiwanya. Mereka yang memperturutkan syahwatnya cenderung
bersifat tergesa-gesa, berkeluh-kesah, gelisah, enggan berbuat, bakhil, dan
akhirnya mereka akan merasakan kegagalan. Sifat tidak terpuji merupakan hasil
dari pilihan fujur yang diambil manusia sehingga mereka tidak disenangi oleh
masyarakatnya dan tidak memperoleh kehidupan yang berbahagia.
Dalil:
Qs Al Insan : 3
9

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir
QS Al Ankabut : 45
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (AlQur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2.7 Haqiqah Al Ibadaah (Hakikat Ibadah)
Allah telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah, bahkan kegiatan
ibadah ini tidak saja dilakukan oleh manusia sekarang setelah Nabi SAW, tetapi
ibadah ini merupakan kegiatan manusia sebelum nabi SAW. Oleh karena itu,
ibadah adalah misi dan tugas manusia yang Allah tunjukkan. Manusia hidup
untuk ibadah bukan untuk yang lainnya. Setiap gerak dan langkah manusia
adalah ibadah, apakah dalam bekerja, di rumah, di sekolah dan dimana saja.
Dengan demikian, ibadah adalah tugas manusia yang perlu dihayati dimana saja.
Dengan demikian, ibadah adalah tugas manusia yang perlu dihayati dengan ilmu
dan alam. Sesungguhnya motivasi kita beribadah adalah untuk merasakan bahwa
begitu banyak nikmat Allah yang telah diberikan pada kita yang harus selalu kita
syukuri.
Ibadah yang dilakukan hendaknya merupakan wujud dari penghinaan diri,
cinta, dan ketundukan kita sendiri sebagai manusia pada Rabb-nya. Ibadah
memiliki berbagai tingkatan yang menentukan hasil ibadah itu sendiri di sisi
Allah. Ibadah tanpa diikuti dengan kecintaan dan ketundukan akan menjadikan
ibadah sia-sia dan kurang bermakna bagi kehidupan individu tersebut. Ibadah
yang menambah kemantapan apabila dilakukan dengan penuh rasa takut dan
harap. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah dilakukan secara khusyuk.
Sumber melaksanakan ibadah adalah merasakan banyaknya nikmat dari Allah
dan merasakan keagungan Allah. Ibadah perlu selalu dimotivasi agar selain dapat
dilaksanakan juga dapat terpelihara kualitas, kuantitas, dan kontinyuitasnya.
Ibadah yang dilakukan manusia bertujuan untuk merendahkan diri sebagai
manusia yang lemah pada Allah SWT, mencintaiNya sebagai Tuhan Yang Agung,
serta tunduk padaNya.
Ibadah kepada Allah dilakukan manusia agar mendapatkan balasan dan
penerimaan dari Allah SWT. Kita perlu menyertakan ibadah kita dengan rasa
takut dan harap karena Allahlah yang harus lebih ditakuti dibandingkan lainnya.
Dalil
10

Hadist dari Abdullah bin Qais RA Bahwa Rasulullah SAW bersabda,


Dua surga dari perak berikut bejana dan semua yang terdapat di dalamnya
terbuat dari perak. Dan dua surga dari emas berikut bejana dan semua yang
terdapat di dalamnya juga terbuat dari emas, dan jarak antara kaum itu dan
kesempatan bagi mereka untuk melihat Tuhannya hanyalah setipis selendang
kebesaran dari wajah-Nya di surga Adn (HR Bukhari)
Q. 7:55.
Artinya: Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang
lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Hadist. Dari Anas bin Malik RA berkata Rasulullah SAW bersabda,
Ada tiga sifat yang telah dimiliki oleh orang yang telah mendapatkan manisnya
iman, yaitu; menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicntai daripada yang lain.
Mencintai seseorang karena Allah. Enngan kembali kepada kekafiran
sebagaimana dia enggan dijerumuskan ke dalam neraka (HR Bukhari dan
Muslim)
2.8 Syumulliyah Al Ibadaah (Kesempurnaan Ibadah)
Ibadah dalam Islam adalah integral dan lengkap. Disebut lengkap karena
ibadah di dalam Islam mempunyai beberapa aspek yang merangkum segala
keperluan dan persoalan kehidupan. Ibadah dalam Islam yang integral mencakup
seluruh persoalan diin seperti masalah wajib, sunah dan mubah. Islam sebagai
diin berarti agama yang mengatur kehidupan manusia. Kehidupan manusia yang
dimaksud adalah kehidupan di dalam pekerjaan, belajar, rumah tangga,
berpolitik, berekonomi dan bermasyarakat. Islam sebagai diin tidak saja
mengatur tata cara ibadah tetapi juga mengatur kehidupan secara umum dan
keseluruhan. Aspek aturan dalam kehidupan manusia tersebut ada yang
diperintahkan sehingga menjadi wajib seperti ibadah khusus (shalat, zakat, puasa
dan haji), dan ada nilai yang dianjurkan seperti sunah-sunah Nabi SAW. Selain
itu nilai Islam tersebut bersifat mubah seperti nilai hubungan sosial, pergaulan
dan kemasyarakatan.
Ibadah dalam Islam mencakup seluruh unsur manusia yaitu hati, akal, dan
anggota tubuh. Gerakan hati, akal dan jasad beriringan dengan gerakan alam
yang sujud dan tunduk di hadapan Allah. Gerakan-gerakan ini, diatur dalam
beribadah seperti gerakan takbir di awal shalat, ruku, sujud, duduk dan salam.
Manakala gerakan hati ini diharapkan agar kita meyakini ibadah yang dilakukan
untuk memantapkan ibadah. Perbuatan dengan anggota tubuh, hati dengan
meyakini ibadah dan akal untuk membenarkan apa yang dipikirkan.
11

Allah menyuruh manusia untuk beribadah seperti perintah diciptakannya


manusia dan jin untuk beribadah, begitu pula perintah Allah untuk mengamalkan
ibadah seperti kaum-kaum sebelumnya. Oleh kerena ibadah adalah misi utama
manusia maka tidak benar apabila ibadah akan membebani manusia khususnya
yang beriman dan beramal saleh. Justru ibadah akan membawa manusia kepada
fitrahnya.
Dalil:
Q. 51:56
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu.
Hadist. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah RA bahwa
Rasulullah SAW bersabda, Allah Azza Wa Jalla berfirman, Hai Anak Adam,
luangkanlah waktu untuk beribadah kepada-Ku, Aku akan memenuhi hatimu
dengan kekayaan dan Aku akan menutupi kemelaratanmu. Dan bila kamu tidak
melakukannya, maka Aku akan mengisi hatimu dengan kesibukan dan Aku tidak
akan menutupi kemelaratanmu (HR Imam Ahmad).
2.9 Qabuul Al-Ibadaah (Diterimanya Ibadah)
Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa arab yang artinya melayani patuh,
tunduk. Sedangkan menurut terminologis ialah sebutan yang mencakup seluruh
apa yang dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik berupa ucapan atau
perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam
Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara
satu dengan lainnya;
1. Ibadah Mahdhah
Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang
telah ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis
ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
a. Wudhu
b. Tayammum
c. Mandi hadats
d. Shalat
e. Shiyam ( Puasa )
f. Haji
g. Umrah
Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari
al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh
12

ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. Haram kita melakukan


ibadah ini selama tidak ada perintah.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan
diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin
Allah(QS. 64)


Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan
apa yang dilarang, maka tinggalkanlah( QS. 59: 7).
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini
bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah
wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang
disebuthikmah tasyri. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah
mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau
tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syariat, atau
tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini
adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang
diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan
kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus
Rasul adalah untuk dipatuhi.
Rumus Ibadah Mahdhah adalah = KA + SS (Karena Allah + Sesuai
Syariat)
2. Ibadah Ghairu Mahdah
Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang diizinkan
oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, dakwah,
tolong menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang.
Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh
diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh
melakukan ibadah ini.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya
dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah bidah , atau jika ada yang
menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bidah,

13

maka bidahnya
disebut bidah
hasanah,
sedangkan
dalam
ibadahmahdhah disebut bidah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya,
manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.
Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat,
maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya Manfaat, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh
dilakukan.
Rumus Ibadah Ghairu Mahdhah = BB + KA (Berbuat Baik + Karena
Allah)
2.9.1 Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang
disyariatkan kecuali berdasarkan Al Quran dan As Sunnah. Apa yang tidak di
syariatkan berarti bidah mardudah ( bidah yang ditolak ), hal ini berdasarkan
sabda Nabi :

.

Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan
tersebut tertolak.
Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang
penting, yang menjadi syarat bagi diterimanya.
Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam yaitu:
a. Ikhlas
(12-11: ).
Katakan olehmu, bahwasannya aku diperintahkan menyembah Allah
(beribadah kepada-Nya) seraya mengikhlaskan taat kepada-Nya; yang
diperintahkan aku supaya aku merupakan orang pertama yang
menyerahkan diri kepada-Nya.
b. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah
(110: )........
Barang siapa mengharap supaya menjumpai Tuhannya, maka hendaklah
ia mengerjakan amal yang sholeh, dan janganlah ia mensyarikatkan
seseorang dengan tuhannya dalam ibadahnya itu
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha
illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan
jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi
dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya taat

14

kepada Rasul, mengikuti syariatnya dan meninggal-kan bidah atau


ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Ulama ahli bijak berkata: inti dari sekian banyak ibadah itu ada 4,
yaitu:
1. Melakasanakan kewajiban-kewajiban Allah
2. Memelihara diri dari semua yang diharamkan Allah
3. Sabar terhadap rizki yang luput darinya
4. Rela dengan rizki yang diterimanya.
2.10

Nataaij Al-Ibadaah (Hasil Ibadah)


Nataaij al-ibaadah adalah takwa. Penjelasan yang menyebutkan hal
ini banyak terdapat dalam ayat-ayat Al Quran. Allah menyatakan bahwa
ibadah yang dikerjakan manusia akan menghantarkannya ketakwaan, seperti
ibadah (khusus) puasa di bulan ramadhan atau ibadah umum. Ibadah
menghasilkan takwa karena dalam ibadah, kita mengontrol diri kita untuk
selalu berada di bawah naungan islam dan dalam kerangka mengamalkan
semua perintah Allah SWT.
Beberapa keuntungan yang didapat dalam menjalankan ibadah adalah:
1. Meningkatnya keimanan. Ulama ahlu as-sunnah wal jamaah sepakat
bahwa iman mengalami turun dan naik, kuat dan lemah, pasang dan surut,
menguat dengan amal salih atau ketaatan dan menurun karena maksiat.
Allah berfirman:Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka
yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan ayat- mereka bertawakkal. ayatNya bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah. (al-Anfal:2). Oleh
karenanya, ibadah yang kita lakukan harus berbasis keimanan dan
keikhlasan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.



Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan
ikhlas, maka akan diampuni dosa yang telah lalu. (HR.Bukhari)
2. Semakin kuat penyerahan diri kepada Allah (Islam). Ketika kaum
muslimin menhghadapi kekuatan sekutu pada perang ahzab keyakinannya
akan kemenangan yang dijanjikan Allah semakin mantap dan keislaman
mereka semakin kuat. dan tatkala orang-orang mukmin melihat
golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: inilah yang
dijanjikan Allah dan rasulNya kepada kita, dan benarlah Allah dan
RasulNya dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka
kecuali iman dan ketundukan. (Al Ahzab 22)
15

3. Ihsan dalam beribadah, yaitu as-syuur bii uroqobatillah (merasa selalu


diawasi Allah) sebagaimana Rasulullah menjelaskan dalam hadits:



Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihatNya, jika kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah Melihat
kamu. (HR.Bukhari).
4. Al-Ikhbaat (tunduk), ibadah yang sebenarnya manakala dilakukan
karena kesadaaran dan dorongan hati, bukan formalitas dan rutinitas
belaka.
5. Tawakkal. Ibadah yang benar berdampak terhadap kehidupan seseorang
ketika ia sedang menghadapi tantangan hidup, terutama tantangan dawah.
Para Nabi ketika menghadapi ponolakan dawah kaum mereka, mereka
menyerahkan semua urusannya kepada Allah, sebagai contoh nabi Hud
alaihissalam.
Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu.
tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang
ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. (Hud :
56).
6. Mahabbah (rasa cinta). Seorang mumin dengan beribadah dapat
merasakan cinta kepada Allah dan Allah mencintainya.












Dari Abu Hurairah ra. berata, bersabda Rasulullah saw. Sesungguhnya
Allah berfirman: Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku ,maka
Aku telah mengumumkan perang padanya, dan tidaklah hamba-Ku
melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku
cintai selain melakukan apa yang telah Aku wajibkan padanya, dan
hamba-Ku terus-menerus melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan
ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku mencintainya, dan apabila Aku
telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya
ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, dan
menjadi tangan dan kakinya yang dengannya ia bertindak. Jika ia
meminta sesuatu kepada-Ku, pasti Aku kabulkan permintaanya dan jika ia
memohon perlindungan, pasti Aku lindungi dia. Tidak ada sesuatu yang

16

Aku gamang melalukannya selain mencabut nyawa seorang muslim


sedangakan ia tidak menyukainya. (HR.Bukhari).
7. Taubat kata-kata yang paling sering diungkapkan oleh orang yang
beriman terutama yang aktif berdawah di jalan Allah adalah memohon
ampunan dari dosa dan kesalahan.
Tidak ada doa mereka selain ucapan: Ya Tuhan Kami, ampunilah dosadosa Kami dan tindakan-tindakan Kami yang berlebih-lebihan dalam
urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami
terhadap kaum yang kafir. (al-Ali Imran:147).
8. Berdoa. Orang yang beriman ketika beribadah, selalu meminta kepada
Allah, tidak meminta kepada selain-Nya,
Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat ayat Kami
adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka
segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula
mereka tidaklah sombong.
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa
kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka
menafkahkan apa-apa rezki yang Kami berikan. (as-Sajdah:15-16).
9. Khusyu. Orang yang beriman ketika disebut nama Allah hatinya tunduk
dan khusyu kepada Allah.
Katakanlah: Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman
(sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang
diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada
mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan
mereka berkata: Maha suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami
pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil
menangis dan mereka bertambah khusyu. (al-isra:107-109)..
10. Ar-Rajaa (harapan)
Raja (harapan)hanya kepada Allah yang mempunyai segalanya.
Dengan harapan tersebut, ibadah semakin meningkat kualitas dan
kuantitasnya. Harapan merupakan bagian dari yang menyertai ibadah,
khususnya ibadah mahdhah (khusus) yang mengharapkan pertolongan
Allah. Pelaksanaan ibadah umum diharapkan akan mendapatkan rahmat
dari Allah SWT.
11. Al-Khauf (takut)
Ibadah yang diiringi dengan takut akan semakin memantapkan ibadah.
Takut kepada Allah bukan suatu hal yang merusak atau mengkhawatirkan
jiwa. Takut kepada selain Allah misalnya kepada manusia atau jin akan
membawa manusia kepada gangguan kejiwaan. Takut kepada`Allah akan
17

menambah kekhusyukan ibadah dan meningkatkan kualitas ibadah.


Manusia yang takut akan adanya azab menjadikan manusia taat beribadah.
2.11Nataaij At-Taqwa (Hasil Takwa)
Ibadah menghasilkan takwa. Orang bertakwa akan menghasilkan izzah
(harga diri). Takwa akan melahirkan rahmat, furqan, berkah, jalan keluar,
rezeki, dan kemudahan. Sedangkan kebaikan di akhirat yang akan diperoleh
orang yang bertakwa adalah dihapuskan kesalahannya serta diberi ampunan
dan pahala yang besar.
Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang
diberikan kemuliaan di sisi Allah (Q.49: 13). Mereka yang bertakwa adalah
orang yang senantiasa beribadah dengan baik. Mereka beribadah dengan rasa
cinta, penuh harapan kepada Allah, adanya takut terhadap azab yang akan
menimpanya, berbuat ihsan dalam beribadah, khusyuk dalam pelaksanaannya,
dan penuh dengan doa. Ibadah demikian yang menghasilkan takwa dan orang
yang bertakwa akan diberikan banyak pahala dan bantuan dari Allah SWT.
Allah menyatakan dalam Al Quran bahwa bekal hidup manusia adalah takwa.
Dengan takwa semua permasalahan dapat diselesaikan. Takwa lebih
berharga dibandingkan materi, karena materi tidak dapat menyelamatkan jiwa
seseorang. Yang dapat menyelamatkan dan membantu kita adalah takwa yang
dimiliki seorang muslim. Beberapa konsekuensi takwa adalah diberinya jalan
keluar kalau ada masalah dan diberikannya kemudahan.
Dalil:
Q. 98: 8
Artinya: Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga Adn yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah
ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepadaNya. Yang demikian itu
adalah balasan bagi orang yang takut kepada Tuhannya.
2.12

At-Tawaazun (Keseimbangan)
Tawaazun atau seimbang merupakan ciri dari penciptaan makhluk
termasuk juga penciptaan manusia dan alam. Allah menciptakan alam secara
seimbang dan stabil sehingga perjalanan alam ini teratur. Kita bisa melihat
perjalanan bulan, matahari, bumi, dan bintang secara seimbang dan teratur.
Sudah berabad-abad lamanya mereka tetap berputar tanpa ada kekurangan
sedikitpun, hal ini karena telah diatur oleh Allah dengan keseimbangan
ciptaannNya.
Manusia adalah seimbang karena diciptakan oleh Allah dalam keadaan
fitrah. Fitrah ini bersifat hanif yaitu mempunyai kecenderungan kepada
18

sesuatu positif (fitrah islam). Salah satu sifat fitrah adalah menjaga tawazun
atau keseimbangan di antara jasad, akal, dan ruh. Jasad perlu diisi dengan
makanan dan minuman. Memenuhi keperluan jasad adalah usaha
menyeimbangkan jasad agar tidak sakit. Kebutuhan akal adalah ilmu. Kalau
akal tidak diisi dengan ilmu maka ia akan mengalami kerugian dan
ketidakseimbangan. Sedangkan ruh harus diisi dengan dzikrullaah.
Keseimbangan manusia perlu dituntun oleh nilai islam.
Ketiga potensi manusia ini perlu terus diisi agar senantiasa seimbang.
Kekurangan pada satu potensi akan mengakibatkan ketidakseimbangan. Hal
ini perlu diperhatikan agar kita mendapat kenikmatan lahir dan batin.
Dalil:
Q.30:30
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah,
tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.
2.13

Risaalah Al-Insaan (Misi Manusia)


Tugas manusia sebagai khalifah adalah al-imarah (membangun) dan
ar-riayah (memelihara). Cara melaksanakan tugas ini adalah amar maruf
nahiy amil mungkar. Pola penumbuhan tugas khalifah adalah dengan
membangun dan memelihara yang berkaitan dengan unsur materi dan rohani.
Membangun alam ini dengan melakukan arahan yang akan menghasilkan
peradaban manakala cara atau syariat akan menghasilkan akhlak. Memelihara
alam ini dengan memberikan harapan sehingga menghasilkan balasan yang
baik manakala cara menakutinya dilakukan dengan memberikan hukuman.
Khalifah berfungsi untuk membangun dan memelihara lima perkara.
Perkara tersebut adalah : diin, nafs, akal, harta dan nasl. Memelihara kelima
perkaratersebut dilakukan dengan melaksanakan dakwah mengajak ke
kebenaran dan melarang kemungkaran sehingga Allah akan perlihatkan yang
haq adalah haq dan yang batil adalah batil. Sedangkan syarat untuk mencapai
fungsi khalifah yang baik memerlukan beberapa kekuatan yaitu : kekuatan
aqidah, kekuatan akhlak, kekuatan jamaah, kekuatan ilmu, kekuatan harta dan
kekuatan jihad.
19

2.14

Binaa Al-Izzah (Membangun Harga Diri)


Binaa al-izzah atau membangun harga diri perlu ditingkatkan dengan
menjelaskan dan menyadarkan permasalahan-permasalahan yang ada pada
manusia, kewajiban muslim dan umat islam. Seorang muslim harus bangga
pada aqidah yang dimilikinya serta bersedia menjalankan ibadah sebagai
penampilannya. Karena dengan adanya hal tersebut akan mendatangkan
ketaqwaan.

Dengan adanya

ketaqwaannya

maka Allah

SWT akan

memberikan kemuliaan di sisiNya sehingga kebanggaan seorang muslim akan


muncul. Tidak ada yang mempunyai izzah dimuka bumi ini kecuali orang
muslim. Umat islam akan mendapatkan izzah sebagai jamaah apabila dia
mempunyai iman, kejujuran, kepercayaan, keloyalan, ketaatan, komitmen,
pergerakkan, dan quwah. Izzah akan melahirkan sikap dan tingkah laku yang
mandiri, tidak bergantung, tidak mau diperintah untuk berbuat kerusakan,
serta mempunyai kreativitas, keyakinan dan agresif dalam mengembangkan
diri.
2.15

Esensi Perawat dalam Perannya Sebagai Hamba Allah


Setiap umat Islam dituntut untuk menjadikan seluruh rangkaian
kehidupannya menjadi ibadah (taqarrub) kepada Allah SWT karena hanya
dengan cara seperti itulah hidup menjadi bermakna. Tugas seorang muslim
untuk menyebarkan keselamatan bagi setiap makhluk termasuk manusia tanpa
membeda-bedakan

seorang

pasien

berdasar

pada

agamanya.

Tugas

penyebaran untuk berbuat baik adalah merupakan inti dari ajaran dakwah
yaitu mendorong manusia kepada kebaikan dan petunjuk, menyuruh
perbuatan makruf dan mencegah perbuatan mungkar, agar mereka
memperoleh kehidupan yang beruntung di dunia dan di akhirat.
Keperawatan adalah manifestasi dari ibadah yang berbentuk pelayanan
profesional dan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal serta kiat keperawatan
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural-spiritual yang komprehensif.
Keperawatan Islam berarti tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam secara
20

keseluruhan. Disamping itu, jika kita cermati berbagai dalil dalam al quran
dan hadist juga tarikh islam diyakini bahwa keperawatan dalam Islam ada
sejak zaman Nabi Adam. Ayat-ayat Quran dan hadist mendasari dari
pelaksanaan asuhan keperawatan Islami yang diberikan oleh seorang perawat
muslim, ditambah dengan riwayat-riwayat wanita-wanita di zaman Rasulullah
dalam melakukan perawatan, maka itulah yang sebenarnya konsep Caring
dalam keperawatan Islam, bukan hanya asuhan kemanusiaan dengan lemah
lembut berdasarkan standar dan etika profesi, tetapi caring yang didasari
keimanan pada Allah dengan menjankan perintah-Nya melalui ayat-ayat Al
quran dengan tujuan akhir mendapatkan ridho Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Asuhan Keperawatan Islami yang dikembangkan oleh kelompok kerja
Keperawatan Islam adalah pada tataran nilai-nilai yang Insyaa Allah akan
dapat menjadi acuan pelaksanaan/Implementasi asuhan keperawatan pada
tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan Islami dapat dilihat sebagai
suatu sistem yang terdiri dari masukan, proses dan keluaran yang seluruhnya
dapat digali dari nilai-nilai Islam yang bersumber pada Al-Quran dan Hadist.
Jadi pada dasarnya keperawatan dalam islam merupakan manifestasi dari
fungsi manusia sebagai khalifah dan hamba Allah dalam melaksanakan
kemanusiaannya, menolong manusia lain yang mempunyai masalah kesehatan
dan memenuhi kebutuhan dasarnya baik aktual maupun potensial.
Permasalahn klien dengan permasalahannya tersebut harus dihadapi dengan
pendekatan silaturahmi (interpersonal) dengan sebaik-baiknya didasari dengan
iman, ilmu, dan amal. Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada
klien perawat dituntut memiliki ketrampilan intelektual, interpersonal,
tekhnikal serta memiliki kemampuan berdakwah amar ma'ruf nahi munkar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Marifah Al-Insaan (Mengenal Manusia). Dalam Al-Quran manusia
dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan, al-naas, al-abd, dan
21

bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah, atau
makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama). Al-abd berarti
manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena
berasal dari keturunan nabi Adam.
Taariif Al-Insaan (Pengenalan Manusia). Manusia adalah makhluk
Allah yang terdiri dari ruh dan tanah yang dilengkapi dengan potensi hati, akal
dan jasad.
Haqiqah Al-Insaan (Hakikat Manusia). Hakikat manusia menurut
Allah adalah makhluk yang dimuliakan, dibebani tugas, bebas memilih, dan
bertanggung jawab.
Thaaqah Al-Insaan (Potensi Manusia). Potensi manusia yang terdiri
dari pendengaran, penglihatan, dan hati merupakan alat yang diberikan oleh
Allah pada manusia untuk menjalankan beban dan tanggungjawabnya.
Dengan alat ini manusia dapat menjalankan ibadah, menunaikan kewajiban,
bersikap amanah, serta mencapai kedudukan khalifah.
Nafs Al-Insaan (Nafsu Manusia). Ruh manusia dapat menguasai hawa
nafsunya bila nilai islam dapat menekan dan menahan gejolaknya hawa nafsu
tersebut. Dengan demikian, nafsunya akan menjadi nafsu yang tenang.
Keadaan ini akan didapat bila manusia selalu berdzikir kepada Allah SWT.
Shifah Al-Insaan (Sifat Manusia). Manusia yang bertakwa adalah
manusia yang senantiasa membersihkan dirinya. Jiwa yang bersih akan
memunculkan sifat seperti syukur, sabar, penyayang, suka bertaubat, hingga
akhirnya akan memperoleh keberhasilan. Sedangkan manusia yang menjalani
hidupnya dengan jalan yang salah akan mengotori jiwanya.
Haqiqah Al Ibadaah (Hakikat Ibadah). ibadah adalah misi dan tugas
manusia yang Allah tunjukkan.Ibadah yang dilakukan hendaknya merupakan
wujud dari penghinaan diri, cinta, dan ketundukan kita sendiri sebagai
manusia pada Rabb-nya.
Syumulliyah Al Ibadaah (Kesempurnaan Ibadah). Ibadah dalam Islam
adalah integral dan lengkap. Disebut lengkap karena ibadah di dalam Islam
mempunyai beberapa aspek yang merangkum segala keperluan dan persoalan
kehidupan.
Qabuul Al-Ibadaah (Diterimanya Ibadah). Syarat diterimanya ibadah
adalah melakukan dengan ikhlas dan dilakukan secara sah yang sesuai dengan
tuntutan Rasulullah.
Nataaij Al-Ibadaah (Hasil Ibadah). Allah menyatakan bahwa ibadah
yang dikerjakan manusia akan menghantarkannya ketakwaan. Ibadah
menghasilkan takwa karena dalam ibadah, kita mengontrol diri kita untuk

22

selalu berada di bawah naungan islam dan dalam kerangka mengamalkan


semua perintah Allah SWT.
Nataaij At-Taqwa (Hasil Takwa). Ibadah menghasilkan takwa. Orang
bertakwa akan menghasilkan izzah (harga diri). Allah menyebutkan bahwa
orang yang bertakwa adalah orang yang diberikan kemuliaan di sisi Allah.
Dengan takwa semua permasalahan dapat diselesaikan.
At-Tawaazun (Keseimbangan). Tawaazun atau seimbang merupakan
ciri dari penciptaan makhluk termasuk juga penciptaan manusia dan alam.
Manusia adalah seimbang karena diciptakan oleh Allah dalam keadaan fitrah.
Fitrah ini bersifat hanif yaitu mempunyai kecenderungan kepada sesuatu
positif (fitrah islam).
Risaalah Al-Insaan (Misi Manusia). Tugas manusia sebagai khalifah
adalah al-imarah (membangun) dan ar-riayah (memelihara). Khalifah
berfungsi untuk membangun dan memelihara lima perkara. Perkara tersebut
adalah : diin, nafs, akal, harta dan nasl.
Binaa Al-Izzah (Membangun Harga Diri). Binaa al-izzah atau
membangun harga diri perlu ditingkatkan dengan menjelaskan dan
menyadarkan permasalahan-permasalahan yang ada pada manusia, kewajiban
muslim dan umat islam.
3.2 Saran
1. Menjadi rekomendasi untuk bahan pembelajaran sehingga mahasiswa
mampu menjelaskan dan memahami terkait dengan kepribadian muslim:
mengenal manusia sebagai makhluk Allah (Makrifah Al-Insan).
2. Menjadi rekomendasi untuk bahan masukan dan pembelajaran para
perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada
pasien.

DAFTAR PUSTAKA
al Bantani, Imam Nawawi, Nashaihul Ibad. Toha Putra : Semarang.
al Ghazali, Abu Hamid, 2007. Minhaj al Abidin Ila al Jannah. Jogjakarta: Diva Press.

23

ash Shiddieqy, Hasbi, 1991. Kuliah Ibadah. Yogyakarta: Bulan Bintang.


Syukur, Prof. Amin MA, 2003. Pengantar Studi Islam. Semarang :CV. Bima Sakti
Alim, Drs. Muhammad, 2006. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Ali, M. Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. PT RajaGrafindo Persada : Jakarta.
Shihab, M. Quraish. 2007. Wawasan Al-Quran. PT Mizan Pustaka : Bandung.

24

Anda mungkin juga menyukai