PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah manusia adalah hal yang tidak pernah habis-habisnya dibicarakan.
Banyak ilmuwan mencoba membicarakan dan mempelajarinya, namun tidak
begitu berhasil. Karena masing-masing pakar mempunyai teori dan definisinya
sendiri mengenai manusia. Bebagai disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi,
ekonomi, antropologi, filsafat, dan teologi mempunyai berbagai pendekatan yang
berbeda dan teori yang berlainan tentang manusia (Prayitno, 2002).
Asal manusia adalah ruh dan tanah. Ia kemudian dilengkapi dengan potensi
akal, hati, dan jasad yang merupakan suatu kelebihan yang Allah berikan
dibanding makhluk lainnya. Dengan segala keutamaannya, manusia diberikan
tugas untuk menjalankan amanah ibadah dan khalifah. Ciri manusia sebagai
makhluk yang dimuliakan ialah ia diberikan beban dan balasan. Keadaan
manusia seperti itu disiapkan untuk menjalankan amanah besar dari Allah
sebagai khalifah (Prayitno, 2002).
Marifah Al- Insaan menggambarkan gambaran yang menyeluruh tentang
manusia dari definisi hingga tugasnya sebagai khalifah dan berdakwah. Fungsi
khalifah adalah membangun dan memelihara alam. Kita dapat menjalankan
amanah dan tugas ini apabila kita mengetahui diri kita sendiri secara
keseluruhan, baik dari definisi, kedudukan, tugas, dan perannya (Prayitno, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kepribadian muslim: mengenal manusia sebagai makhluk Allah
(Makrifah Al-Insan)?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami kepribadian muslim:
mengenal manusia sebagai makhluk Allah (Makrifah Al-Insan).
1
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami makna Marifah Al-Insaan (Mengenal
Manusia).
2. Mahasiswa mampu memahami makna Tariif Al-Insaan (Pengenalan
Manusia).
3. Mahasiswa mampu memahami makna Haqiiqah Al-Insaan (Hakikat
Manusia).
4. Mahasiswa mampu memahami makna Thaaqah Al-Insaan (Potensi
Manusia).
5. Mahasiswa mampu memahami makna Nafs Al-Insaan (Nafsu Manusia).
6. Mahasiswa mampu memahami makna Shifah Al-Insaan (Sifat Manusia).
7. Mahasiswa mampu memahami makna Haqiiqah Al-Ibaadah (Hakikat
Ibadah).
8. Mahasiswa mampu memahami makna Syumuuliyyah Al-Ibaadah
(Kesempurnaan Ibadah).
9. Mahasiswa mampu memahami makna Qabuul Al-Ibaadah (Diterimanya
Ibadah).
10. Mahasiswa mampu memahami makna Nataaij Al-Ibadaah (Hasil
Ibadah).
11. Mahasiswa mampu memahami makna Nataaij At-Taqwa (Hasil Takwa).
12. Mahasiswa mampu memahami makna At-Tawaazun (Keseimbangan).
13. Mahasiswa mampu memahami makna Risaalah Al-Insaan (Misi Manusia).
14. Mahasiswa mampu memahami makna Binaa Al-Izzah (Membangun
Harga Diri).
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa
Sebagai bahan pembelajaran sehingga mahasiswa mampu menjelaskan
dan memahami terkait dengan kepribadian muslim: mengenal manusia
sebagai makhluk Allah (Makrifah Al-Insan).
2. Keperawatan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Marifah Al-Insaan (Mengenal Manusia)
Memahami manusia melalui akal manusia saja akan menyebabkan kesesatan.
Hal ini disebabkan karena manusia mempunyai berbagi keterbatan dalam
memahami dan mengenal dirinya dengan benar. Selain itu, sifat sombong serta
merasa dirinya hebat dan pandai adalah sifat manusia yang menghalanginya
mencapai kebenaran hakiki.
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain alinsaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka,
senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia
(jama). Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anakanak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT di alam azali melalui dua zat dasar, yaitu
ruh dan tanah.
,
.
diberikan Allah kepadanya. Ibadah tersebut ada dua macam. Yang pertama
bersifat mahdhah (khusus) dan yang kedua ghairu mahdhah (umum). Ibadah
yang dilakukan dengan benar akan menghasilkan takwa dan mendapat
pertolongan Allah SWT. Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka
bumi ini dan perannya sebagai khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT
mencakup tiga poin yaitu belajar, mengajarkan ilmu, dan membudayakan ilmu.
Tanggung jawab manusia sebagai khalifah yang berarti wakil Allah adalah
mewujudkan kemakmuran di muka bumi, mengelola dan memelihara bumi.
Satu aplikasi dari mengenal manusia adalah aspek tawazun (keseimbangan).
Keseimbangan berlaku pada diri seorang muslim apabila terpenuhi semua
keperluan akal, jasad, dan ruhnya. Kemudian keseimbangan itu dijalankan pada
akal, jasad, dan ruh tersebut.
2.2 Taariif Al-Insaan (Pengenalan Manusia)
Manusia adalah makhluk Allah yang terdiri dari ruh dan tanah yang
dilengkapi dengan potensi hati, akal dan jasad. Manusia mempunyai kelebihan
dan keutamaan dibandingkan makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan
manusia disediakan untuk menjalankan amanah beribadah dan menjalankan
fungsi khalifah di muka bumi. Peranan dan tugas manusia yang dilakukan ini
kana mendapat balasan yang sesuai. Dengan hati manusia berniat, dengan akal
manusia berilmu dan dengan jasad manusia beramal.
Allah telah menciptakan manusia dengan akal yang berbeda dengan makhluk
lain yang tidak mempunyai akal seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan,
sehingga manusia lebih pandai dibandingkan makhluk-makhluk lainnya.
Kepandaian manusia perlu dioptimalkan dengan mengoptimalkan akal melalui
ilmu yang dioelajarinya. Mengoptimalkan akal perlu dengan belajar, manusia
yang tidak mau belajar tidak dapat menjalankan fungsinya sebagaimana yang
telah Allah cipatakan kepadanya.
Untuk berfungsi sebagai khalifah dan mampu melaksanakan ibadah dengan
baik, selain manusia mengoptimalkan peran akalnya juga diperlukan peran hati
(qolb) dengan berazam. Makhluk lain tidak diberikan fasilitas hati, sedangkan
manusia diberikan kelebihan peran hati. Hati yang ada pada manusia mampu
untuk menilai lingkungannya baik atau buruk.
Pengoptimalan potensi manusia dari segi hati, akal dan jasad akan membawa
manusia ke derajat yang tinggi dan mulia seperti mulianya ruh yang Allah
berikan kepada manusia. Sebaliknya apabila manusia tidak mampu
mengoptimalkan potensinya akan mencapai derajat yang rendah bagaikan
binatang atau tanah seperti asalnya manusia.
Dalil:
5
Q.32:7-8.
Artinya: Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-sebaiknya dan
yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan
keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).
Q.17:36.
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya.
2.3 Haqiqah Al-Insaan (Hakikat Manusia)
Hakikat manusia menurut Allah adalah makhluk yang dimuliakan, dibebani
tugas, bebas memilih, dan bertanggung jawab. Sebagai makhluk, manusia
mempunyai sifat fitrah, lemah, bodoh, dan fakir. Namun ia diberikan kemuliaan
karena mempunyai ruh, mempunyai berbagai keistimewaan, serta
ditundukkannya alam ini baginya. Manusia juga diberikan beban oleh Allah SWT
untuk beribadah dan menjalankan perannya sebagai khalifah di bumi untuk
mengatur alam dan seisinya. Allah memberikan manusia kesempatan untuk
memilih beriman atau kafir padaNya. Hal ini berbeda dengan makhluk lainnya
yang tidak punya pilihan lain kecuali islam. Selain itu, manusia diberikan
tanggung jawab oleh Allah SWT. Mereka yang bertanggung jawab pada amal
yang dikerjakannya akan diberikan surga sedangkan mereka yang tidak beramal
saleh akan dilemparkan ke dalam neraka.
Allah SWT telah memberikan banyak kelebihan kepada manusia, tidak saja
dalam potensi fisik yang dimiliki manusia, tetapi penciptaan alam ini
diperuntukkan bagi manusia untuk dimanfaatkannya semaksimal mungkin.
Bahkan seorang pakar astronomi mengatakan bahwa alam ini diciptakan untuk
kepentingan manusia, hal ini disebabkan karena semua manfaat penciptaan alam
seperti bumi, matahari, langit dan sebagainya dirasakan oleh manusia. Dengan
kelebihan dan keutamaan yang dimiliki manusia, maka wajarlah manusia
diangkat sebagai khalifah di bumi yang ditugaskan untuk memelihara bumi dan
memelihara apa saja yang ada di bumi. Kelebihan ini pula yang menjadikan
manusia dimuliakan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Semestinya
kelebihan ini menjadikan manusia bersyukur kepada Allah yang telah
menciptakan kita dan membalas kebaikan Allah ini dengan beribadah.
Perbedaan manusia dengan makhluk lainnya adalah manusia memiliki
tanggung jawab dan amanah untuk membangun, memelihara dan menjaga
sesama manusia serta alam. Manusia juga diberikan kedudukan sebagai khalifah
dan kebebasan memilih. Surga diberikan sebagai balsan bagi manusia yang
beriman dan neraka sebagai balasan bagi mereka yang tidak beriman.
Dalil:
Q.17:70.
dari jin dan manusia, karena mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan
untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka punya mata tetapi tidak
dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah).
Dalil:
Q.16:78.
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.
2.5 Nafs Al-Insaan (Nafsu Manusia)
Nafsu manusia senantiasa berubah-ubah. Perubahan ini dipengaruhi oleh
sejauh mana kekuatan
ruh dapat berhadapan dengan hawa nafsunya.
Pertentangan dan peperangan selalu terjadi diantara keduanya. Ruh manusia
dapat menguasai hawa nafsunya bila nilai islam dapat menekan dan menahan
gejolaknya hawa nafsu tersebut. Dengan demikian, nafsunya akan menjadi nafsu
yang tenang. Keadaan ini akan didapat bila manusia selalu berdzikir kepada
Allah SWT.
Sedangkan manusia yang dikuasai oleh hawa nafsunya serta cenderung
padanya (hawa nafsu) maka akan dikendalikan oleh kesesatan yang
menyebabkan ia menjadi tidak bahagia. Hal ini karena jiwa manusia cenderung
dibawa kepada kejahatan dan kerusakan. Nafsu amarah merupakan ciri nafsu
yang ada pada manusia yang tidak beriman dan tidak beramal shaleh. Hawa
nafsu mereka mengendalikan ruhnya.
Diantara nafsu yang tenang dengan nafsu yang ammaarah, terdapat nafsu
lawwaamah yang menggambarkan adanya tarik-menarik antara ruh dan hawa
nafsu. Ruh dan hawa nafsu yang sama-sama berpengaruh akan menjadikan
suasana tarik-menarik sehingga muncul akal dan jiwa yang selalu menyesali
dirinya. Terkadang ruhnya mempengaruhi hawa nafsunya sehingga muncul
sedikit ketenangan namun kadang kala muncul nafsunya mempengaruhi ruh yang
dapat menghancurkan jiwanya.
Ruh akan membawa kepastian dan ketenangan jiwa karena ruh mengikuti
perintah Allah yang fitrah dan sesuai dengan nilai kemanusiaan. Manakala hawa
nafsu selalu membawa kepada kepastian dan ketidaktenangan. Tidak ada
kepuasan kekal dengan memperturutkan hawa nafsu. Dan tidak ada kebahagiaan
dengan mengikuti hawa nafsu karena hawa nafsu tidak pernah puas dan tidak
akan pernah berhenti. Apabila tercapai suatu kepuasan maka hawa nafsu
menuntut yang berikutnya dan begitu seterusnya tidak ada batas.
Dalil :
8
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab Al Quran
dan dirikan shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
keutamaannya dari ibadah yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
2.6 Shifah Al-Insaan (Sifat Manusia)
Jiwa manusia diberi dua jalan yaitu takwa dan fujur (kesesatan). Jalan yang
benar adalah jalan takwa sedangkan jalan yang salah adalah jalan fujur. Manusia
yang bertakwa adalah manusia yang senantiasa membersihkan dirinya. Jiwa yang
bersih akan memunculkan sifat seperti syukur, sabar, penyayang, suka bertaubat,
hingga akhirnya akan memperoleh keberhasilan. Allah memberikan dua pilihan
kepada manusia. Manusia dengan potensi yang dimilikinya sangat mampu untuk
menentukan mana yang benar dan yang salah. Oleh karena itu, balasan yang
diberikan Allah sangat tergantung kepada pilihan apa yang diambil manusia.
Apabila fujur yang diambil maka nerakalah balasannya, sedangkan pilihan
ketakwaan maka surga tempatnya. Balasan ini merupakan keadilan Allah kepada
manusia. Mereka yang mengambil jalan ketakwaan akan mendapatkan sifat-sifat
terpuji. Sifat terpuji yang diamalkan oleh orang yang bertakwa akan membawa
kehidupannya baik dan diterima oleh masyarakatnya.
Sedangkan manusia yang menjalani hidupnya dengan jalan yang salah akan
mengotori jiwanya. Mereka yang memperturutkan syahwatnya cenderung
bersifat tergesa-gesa, berkeluh-kesah, gelisah, enggan berbuat, bakhil, dan
akhirnya mereka akan merasakan kegagalan. Sifat tidak terpuji merupakan hasil
dari pilihan fujur yang diambil manusia sehingga mereka tidak disenangi oleh
masyarakatnya dan tidak memperoleh kehidupan yang berbahagia.
Dalil:
Qs Al Insan : 3
9
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir
QS Al Ankabut : 45
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (AlQur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2.7 Haqiqah Al Ibadaah (Hakikat Ibadah)
Allah telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah, bahkan kegiatan
ibadah ini tidak saja dilakukan oleh manusia sekarang setelah Nabi SAW, tetapi
ibadah ini merupakan kegiatan manusia sebelum nabi SAW. Oleh karena itu,
ibadah adalah misi dan tugas manusia yang Allah tunjukkan. Manusia hidup
untuk ibadah bukan untuk yang lainnya. Setiap gerak dan langkah manusia
adalah ibadah, apakah dalam bekerja, di rumah, di sekolah dan dimana saja.
Dengan demikian, ibadah adalah tugas manusia yang perlu dihayati dimana saja.
Dengan demikian, ibadah adalah tugas manusia yang perlu dihayati dengan ilmu
dan alam. Sesungguhnya motivasi kita beribadah adalah untuk merasakan bahwa
begitu banyak nikmat Allah yang telah diberikan pada kita yang harus selalu kita
syukuri.
Ibadah yang dilakukan hendaknya merupakan wujud dari penghinaan diri,
cinta, dan ketundukan kita sendiri sebagai manusia pada Rabb-nya. Ibadah
memiliki berbagai tingkatan yang menentukan hasil ibadah itu sendiri di sisi
Allah. Ibadah tanpa diikuti dengan kecintaan dan ketundukan akan menjadikan
ibadah sia-sia dan kurang bermakna bagi kehidupan individu tersebut. Ibadah
yang menambah kemantapan apabila dilakukan dengan penuh rasa takut dan
harap. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah dilakukan secara khusyuk.
Sumber melaksanakan ibadah adalah merasakan banyaknya nikmat dari Allah
dan merasakan keagungan Allah. Ibadah perlu selalu dimotivasi agar selain dapat
dilaksanakan juga dapat terpelihara kualitas, kuantitas, dan kontinyuitasnya.
Ibadah yang dilakukan manusia bertujuan untuk merendahkan diri sebagai
manusia yang lemah pada Allah SWT, mencintaiNya sebagai Tuhan Yang Agung,
serta tunduk padaNya.
Ibadah kepada Allah dilakukan manusia agar mendapatkan balasan dan
penerimaan dari Allah SWT. Kita perlu menyertakan ibadah kita dengan rasa
takut dan harap karena Allahlah yang harus lebih ditakuti dibandingkan lainnya.
Dalil
10
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan
apa yang dilarang, maka tinggalkanlah( QS. 59: 7).
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini
bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah
wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang
disebuthikmah tasyri. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah
mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau
tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syariat, atau
tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini
adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang
diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan
kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus
Rasul adalah untuk dipatuhi.
Rumus Ibadah Mahdhah adalah = KA + SS (Karena Allah + Sesuai
Syariat)
2. Ibadah Ghairu Mahdah
Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang diizinkan
oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, dakwah,
tolong menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang.
Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh
diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh
melakukan ibadah ini.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya
dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah bidah , atau jika ada yang
menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bidah,
13
maka bidahnya
disebut bidah
hasanah,
sedangkan
dalam
ibadahmahdhah disebut bidah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya,
manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.
Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat,
maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya Manfaat, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh
dilakukan.
Rumus Ibadah Ghairu Mahdhah = BB + KA (Berbuat Baik + Karena
Allah)
2.9.1 Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang
disyariatkan kecuali berdasarkan Al Quran dan As Sunnah. Apa yang tidak di
syariatkan berarti bidah mardudah ( bidah yang ditolak ), hal ini berdasarkan
sabda Nabi :
.
Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan
tersebut tertolak.
Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang
penting, yang menjadi syarat bagi diterimanya.
Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam yaitu:
a. Ikhlas
(12-11: ).
Katakan olehmu, bahwasannya aku diperintahkan menyembah Allah
(beribadah kepada-Nya) seraya mengikhlaskan taat kepada-Nya; yang
diperintahkan aku supaya aku merupakan orang pertama yang
menyerahkan diri kepada-Nya.
b. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah
(110: )........
Barang siapa mengharap supaya menjumpai Tuhannya, maka hendaklah
ia mengerjakan amal yang sholeh, dan janganlah ia mensyarikatkan
seseorang dengan tuhannya dalam ibadahnya itu
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha
illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan
jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi
dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya taat
14
Dari Abu Hurairah ra. berata, bersabda Rasulullah saw. Sesungguhnya
Allah berfirman: Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku ,maka
Aku telah mengumumkan perang padanya, dan tidaklah hamba-Ku
melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku
cintai selain melakukan apa yang telah Aku wajibkan padanya, dan
hamba-Ku terus-menerus melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan
ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku mencintainya, dan apabila Aku
telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya
ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, dan
menjadi tangan dan kakinya yang dengannya ia bertindak. Jika ia
meminta sesuatu kepada-Ku, pasti Aku kabulkan permintaanya dan jika ia
memohon perlindungan, pasti Aku lindungi dia. Tidak ada sesuatu yang
16
At-Tawaazun (Keseimbangan)
Tawaazun atau seimbang merupakan ciri dari penciptaan makhluk
termasuk juga penciptaan manusia dan alam. Allah menciptakan alam secara
seimbang dan stabil sehingga perjalanan alam ini teratur. Kita bisa melihat
perjalanan bulan, matahari, bumi, dan bintang secara seimbang dan teratur.
Sudah berabad-abad lamanya mereka tetap berputar tanpa ada kekurangan
sedikitpun, hal ini karena telah diatur oleh Allah dengan keseimbangan
ciptaannNya.
Manusia adalah seimbang karena diciptakan oleh Allah dalam keadaan
fitrah. Fitrah ini bersifat hanif yaitu mempunyai kecenderungan kepada
18
sesuatu positif (fitrah islam). Salah satu sifat fitrah adalah menjaga tawazun
atau keseimbangan di antara jasad, akal, dan ruh. Jasad perlu diisi dengan
makanan dan minuman. Memenuhi keperluan jasad adalah usaha
menyeimbangkan jasad agar tidak sakit. Kebutuhan akal adalah ilmu. Kalau
akal tidak diisi dengan ilmu maka ia akan mengalami kerugian dan
ketidakseimbangan. Sedangkan ruh harus diisi dengan dzikrullaah.
Keseimbangan manusia perlu dituntun oleh nilai islam.
Ketiga potensi manusia ini perlu terus diisi agar senantiasa seimbang.
Kekurangan pada satu potensi akan mengakibatkan ketidakseimbangan. Hal
ini perlu diperhatikan agar kita mendapat kenikmatan lahir dan batin.
Dalil:
Q.30:30
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah,
tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.
2.13
2.14
Dengan adanya
ketaqwaannya
maka Allah
SWT akan
seorang
pasien
berdasar
pada
agamanya.
Tugas
penyebaran untuk berbuat baik adalah merupakan inti dari ajaran dakwah
yaitu mendorong manusia kepada kebaikan dan petunjuk, menyuruh
perbuatan makruf dan mencegah perbuatan mungkar, agar mereka
memperoleh kehidupan yang beruntung di dunia dan di akhirat.
Keperawatan adalah manifestasi dari ibadah yang berbentuk pelayanan
profesional dan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal serta kiat keperawatan
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural-spiritual yang komprehensif.
Keperawatan Islam berarti tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam secara
20
keseluruhan. Disamping itu, jika kita cermati berbagai dalil dalam al quran
dan hadist juga tarikh islam diyakini bahwa keperawatan dalam Islam ada
sejak zaman Nabi Adam. Ayat-ayat Quran dan hadist mendasari dari
pelaksanaan asuhan keperawatan Islami yang diberikan oleh seorang perawat
muslim, ditambah dengan riwayat-riwayat wanita-wanita di zaman Rasulullah
dalam melakukan perawatan, maka itulah yang sebenarnya konsep Caring
dalam keperawatan Islam, bukan hanya asuhan kemanusiaan dengan lemah
lembut berdasarkan standar dan etika profesi, tetapi caring yang didasari
keimanan pada Allah dengan menjankan perintah-Nya melalui ayat-ayat Al
quran dengan tujuan akhir mendapatkan ridho Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Asuhan Keperawatan Islami yang dikembangkan oleh kelompok kerja
Keperawatan Islam adalah pada tataran nilai-nilai yang Insyaa Allah akan
dapat menjadi acuan pelaksanaan/Implementasi asuhan keperawatan pada
tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan Islami dapat dilihat sebagai
suatu sistem yang terdiri dari masukan, proses dan keluaran yang seluruhnya
dapat digali dari nilai-nilai Islam yang bersumber pada Al-Quran dan Hadist.
Jadi pada dasarnya keperawatan dalam islam merupakan manifestasi dari
fungsi manusia sebagai khalifah dan hamba Allah dalam melaksanakan
kemanusiaannya, menolong manusia lain yang mempunyai masalah kesehatan
dan memenuhi kebutuhan dasarnya baik aktual maupun potensial.
Permasalahn klien dengan permasalahannya tersebut harus dihadapi dengan
pendekatan silaturahmi (interpersonal) dengan sebaik-baiknya didasari dengan
iman, ilmu, dan amal. Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada
klien perawat dituntut memiliki ketrampilan intelektual, interpersonal,
tekhnikal serta memiliki kemampuan berdakwah amar ma'ruf nahi munkar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Marifah Al-Insaan (Mengenal Manusia). Dalam Al-Quran manusia
dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan, al-naas, al-abd, dan
21
bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah, atau
makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama). Al-abd berarti
manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena
berasal dari keturunan nabi Adam.
Taariif Al-Insaan (Pengenalan Manusia). Manusia adalah makhluk
Allah yang terdiri dari ruh dan tanah yang dilengkapi dengan potensi hati, akal
dan jasad.
Haqiqah Al-Insaan (Hakikat Manusia). Hakikat manusia menurut
Allah adalah makhluk yang dimuliakan, dibebani tugas, bebas memilih, dan
bertanggung jawab.
Thaaqah Al-Insaan (Potensi Manusia). Potensi manusia yang terdiri
dari pendengaran, penglihatan, dan hati merupakan alat yang diberikan oleh
Allah pada manusia untuk menjalankan beban dan tanggungjawabnya.
Dengan alat ini manusia dapat menjalankan ibadah, menunaikan kewajiban,
bersikap amanah, serta mencapai kedudukan khalifah.
Nafs Al-Insaan (Nafsu Manusia). Ruh manusia dapat menguasai hawa
nafsunya bila nilai islam dapat menekan dan menahan gejolaknya hawa nafsu
tersebut. Dengan demikian, nafsunya akan menjadi nafsu yang tenang.
Keadaan ini akan didapat bila manusia selalu berdzikir kepada Allah SWT.
Shifah Al-Insaan (Sifat Manusia). Manusia yang bertakwa adalah
manusia yang senantiasa membersihkan dirinya. Jiwa yang bersih akan
memunculkan sifat seperti syukur, sabar, penyayang, suka bertaubat, hingga
akhirnya akan memperoleh keberhasilan. Sedangkan manusia yang menjalani
hidupnya dengan jalan yang salah akan mengotori jiwanya.
Haqiqah Al Ibadaah (Hakikat Ibadah). ibadah adalah misi dan tugas
manusia yang Allah tunjukkan.Ibadah yang dilakukan hendaknya merupakan
wujud dari penghinaan diri, cinta, dan ketundukan kita sendiri sebagai
manusia pada Rabb-nya.
Syumulliyah Al Ibadaah (Kesempurnaan Ibadah). Ibadah dalam Islam
adalah integral dan lengkap. Disebut lengkap karena ibadah di dalam Islam
mempunyai beberapa aspek yang merangkum segala keperluan dan persoalan
kehidupan.
Qabuul Al-Ibadaah (Diterimanya Ibadah). Syarat diterimanya ibadah
adalah melakukan dengan ikhlas dan dilakukan secara sah yang sesuai dengan
tuntutan Rasulullah.
Nataaij Al-Ibadaah (Hasil Ibadah). Allah menyatakan bahwa ibadah
yang dikerjakan manusia akan menghantarkannya ketakwaan. Ibadah
menghasilkan takwa karena dalam ibadah, kita mengontrol diri kita untuk
22
DAFTAR PUSTAKA
al Bantani, Imam Nawawi, Nashaihul Ibad. Toha Putra : Semarang.
al Ghazali, Abu Hamid, 2007. Minhaj al Abidin Ila al Jannah. Jogjakarta: Diva Press.
23
24