Anda di halaman 1dari 30

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

1.2

Tujuan Praktikum

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


BAB III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1

Bahan dan Alat

3.2

Cara Kerja
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGAMATAN BENTUK-BENTUK
EROSI

4.1

Hasil

4.2

Pembahasan
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGAMATAN FAKTOR-FAKTOR EROSI
5.1

Hasil

5.2

Pembahasan

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN TINDAKAN KONSERVASI TANAH DAN


AIR
6.1

Hasil

6.2

Pembahasan

BAB VII. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN KELERENGAN


DANBEADA TINGGI
6.1

Hasil

6.2

Pembahasan

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1

Kesimpulan

5.2

Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
TINJUAN PUSTAKA
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan
partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada
tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal
hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan
pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan
dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya. (wikipedia.com ,
2011)
Dalam peristiwa ini tanah terkikis dan terangkut dari suatu tempat yang lebih
tinggi dan diendapkan di tempat lain yang lebih rendah. Di daerah beriklim basah
seperti Indonesia, erosi air lebih dominan dari pada erosi angin. ( Saleh, 2011)
Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di
kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna
lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan
perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan
pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian
biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya.
Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar
tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman
pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang maju dapat

membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktik konservasi


ladang dan penanaman pohon. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan
yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang
mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau
silt. Dampak sodium dalam atmosfir terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya
diperhatikan (wikipedia.com , 2011)
Dengan adanya erosi tanah, maka lapisan tanah atas yang subur akan rusak
dan menjadikan lingkungan alam lainnya akan rusak. Adapun sebab-sebab erosi tanah
karena beberapa hal berikut : (Achnar, 2006)

Tanah gungul atau tidak ada tanamannya.

Tanah miring tidak dibuat teras-teras dan guludan sebagai penyangga air dan tanah
yang larut.

Tanah tidak diberi tanggul pasangan pasangan sebagai penahan erosi.

Tanah di kawasan hutan rusak karena pohon-pohon ditebang secara liar sehingga
hutan menjasi gundul.

Permukaan tanah yang berlumpur digunakan untuk penggembalaan liar sehingga


tanah atas semakin rusak

Lapisan tanah atas merupakan bagian optimum bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan.


Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan
baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih
rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan
masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air
secara serentak. Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk
besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula
musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe
batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk
tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan
oleh manusia. (wikipedia.com , 2011)
Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan.
lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air

hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang
akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. bila Pepohonan
dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi
dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan
erosi secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi
atau pembangunan jalan, ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan,
derajad kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi. (wikipedia.com , 2011)
Menurut Hudson (1991) macam-macam erosi dibedakan menjadi 2, yaitu:

Erosi alami atau erosi geologi (Geologycal erosion), yaitu erosi yang
berlangsung secara alamiah, pada keadaan ini tidak dikhawatirkan oleh proses
erosi, karena masih merupakan proses keseimbangan alam, artinya kecepatan
kehilangan tanah masih sama atau lebih kecil dari proses pembentukan tanah.
Proses erosi ini terjadi karena adanya pelapukan terhadap suatu batuan.
Pemecahan agregat-agregat tanah atau bongkah-bongkah tanah ke dalam
partikel-partikel tanah yaitu butiran-butiran tanah yang kecil, sebagai akibat
dari faktor eksternal seperti panas dan dingin. Kemudian partikel-partikel
tersebut dipindahkan melalui penghanyutan ataupun karena kekuatan angin
(transportasi), setelah itu terjadi proses pengendapan atau sedimentasi pada
daerah-daerah datar seperti di dasar-dasar sungai atau lembah. Pada erosi jenis
ini kesuburan tanah masih terjaga, belum mengalami degradasi yang berarti.

Erosi dipercepat (Accelerated erosion), yaitu proses erosi yang dipercepat


akibat tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan yang salah dalam
pengelolaan tanah pada pelaksanaan pertanian. Dari pengertian ini diketahui
bahwa aktivitas manusia sangat membantu dalam mempercepat terjadinya
proses erosi. Erosi yang dipercepat ini banyak menimbulkan bencana dan
kerugian seperti banjir, kekeringan, ataupun turunnya produktivitas tanah. Hal
ini dikarenakan bagian tanah yang terhanyutkan atau terpindahkan jauh lebih
besar dibanding dengan pembentukan tanah.

Erosi ada beberapa macam menurut proses terjadinya yaitu: (Stephens, 2000)
1. Erosi Akibat gaya Berat
Batuan atau sedimen yang bergerak terhadap kemiringannya merupakan proses erosi
yang disebabkan oleh gaya berat massa. Ketika massa bergerak dari tempat yang
tinggi ke tempat yang rendah maka terjadilah apa yang disebut dengan pembuangan
massas. Dalam proses terjadinya erosi, pembuangan massa memiliki peranan penting
karena arus air dapat memindahkan material ke tempat-tempat yang jauh lebih
rendah. Proses pembungan massa terjadi terus menerus baik secara perlahan maupun
secara tiba-tiba sehingga dapat menimbulkan becana tanah longsor.
2. Erosi oleh Angin
Hembusan angin kencang yang terus menerus di daerah yang tandus dapat
memindahkan partikel-partikel halus batuan di daerah tersebut membentuk suatu
formasi, misalnya bukit-bukit pasir di gurun atau pantai. Efek lain dari angin
merupakan jika partikel keras yang terbawa dan bertumbukan dengan benda padat
lainnya sehingga menimbulkan erosi yang disebut dengan abrasi.
3. Erosi oleh Air
Jika tingkat curah hujan berlebihan sedemikian rupa sehingga tanah tidak dapat
menyerap air hujan maka terjadilah genangan air yang mengalir kencang. Aliran air
ini sering menyebabkan terjadinya erosi yang parah karena dapat mengikis lapisan
permukaan tanah yang dilewatinya, terutama pada tanah yang gundul. Pada dasarnya
air merupakan faktor utama penyebab erosi seperti aliran sungai yang deras. Makin
cepat air yang mengalir makin cepat benda yang dapat terkikis. Air sungai dapat
mengikis tepi sungai dengan tiga cara: pertama gaya hidrolik yang dapat
memindahkan lapisan sedimen, kedua air dapat mengikis sedimen dengan
menghilangkan dan melarutkan ion dan yang ketiga pertikel dalam air membentur

batuan dasar dan mengikisnya. Air juga dapat mengikis pada tiga tempat yaitu sisi
sungai, dasar sungai dan lereng atas sungai.
4. Erosi oleh Es
Erosi ini terjadi akibat perpindahan partikel-partikel batuan karena aliran es yang
terjadi di pinggiran sungai. Sebenarnya es yang bergerak lebih besar tenaganya
dibandingkan dengan air. Misalnya gletser yang terjadi di daerah dingin dimana air
masuk ke pori-pori batuan dan kemudian air membeku menjadi es pada malam hari
sehingga batuan menjadi retak dan pecah, karena sifat es yang mengembang dalam
pori-pori.
Ada empat faktor utama yang mempengaruhi laju erosi yang dapat ditoleransi
tanpa kehilangan produktivitas tanah secara permanen. Keempat faktor tersebut
adalah kedalaman tanah, tipe bahan induk, produktivitas relatif dari topsoil dan
subsoil, dan jumlah erosi terdahulu. Penetapan besarnya erosi yang diperbolehkan
semata-mata merupakan suatu kompromi dari pertimbangan sifat-sifat tanah dan
ekonomi dengan berpatokan pada besarnya erosi yang terjadi dan besarnya erosi yang
diperbolehkan / dibiarkan dengan proses pengolahan tertentu, maka ditetapkan
alternatif-alternatif perbaikan pengolahan tanah agar erosi yang terjadi dapat
diteruskan sampai batas yang masih dapat diperbolehkan. (Guritno, 2003)
Berbicara tentang erosi, maka tidak lepas dari aliran permukaan. Dengan
adanya aliran air di atas permukaan tanah, tanah dapat terkikis dan selanjutnya
diangkut ke tempat yang lebih rendah. Dengan demikian terjadilah perpindahan
lapisan tanah; mineral-mineral dan bahan organik yang terdapat pada permukaan
tanah. Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam : erosi percik, erosi lembar, erosi
alur, erosi parit, erosi tebing sungai, erosi internal dan tanah longsor. (Schwab
dkk,1981).
1. Erosi Percik (Splash erosion) adalah proses terkelupasnya patikel-partikel
tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos.
Arah dan jarak terkelupasnya partikel-partikel tanah ditentukan oleh

kemiringan lereng, kecepatan dan arah angin, keadaan kekasaran permukaan


tanah, dan penutupan tanah.
2. Erosi Lembar (Sheet erosion) adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis
permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air
larian (runoff).
3. Erosi Alur (Rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan
pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi
di dalam saluran-saluran air. Alur-alur yang terjadi masih dangkal dan dapat
dihilangkan dengan pengolahan tanah.
4. Erosi Parit (Gully erosion) proses terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi
saluran yang terbentuk sudah sedemikian dalamnya sehingga tidak dapat
dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
5. Erosi Tebing Sungai (Streambank erosion) adalah pengikisan tanah pada
tebing-tebing sungai dan pengerusan dasar sungai oleh aliran air sungai. Erosi
tebing akan lebih hebat jika vegetasi penutup tebing telah habis atau jika
dilakukan pengolahan tanah terlalu dekat tebing.
6. Erosi Internal (Internal or subsurface erosion) adalah terangkutnya butirbutir primer kebawah ke dalam celah-celah atau pori-pori tanah sehingga
tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi internal menyebabkan menurunnya
kapasitas infiltrasi tanah dengan cepat sehingga aliran permukaan meningkat
yang menyebabkan terjadinya erosi lembar atau erosi alur.
7. Tanah Longsor (Landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan
atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang besar.
Beberapa cara yang dilakukan dalam rangka pengawetan air tanah yaitu
penghematan air tanah, peningkatan kapasitas resapan air dengan imbuh buatan,

pengendalian penggunaan air tanah, serta mendorong penggunaan air yang saling
menunjang antara air tanah dengan selain air tanah. Upaya penghematan air tanah
merupakan contoh konservasi air tanah, sehingga pemerintah pusat maupun daerah
dapat mendorongnya dengan beberapa cara, di antaranya menetapkan penggunaan air
tanah sebagai alternatif terakhir sumber pasokan air untuk memenuhi kebutuhan,
membatasi pemberian rekomendasi teknis dan penerbitan izin pemakaian atau izin
usaha air tanah, serta memberikan insentif bagi pemegang izin pemakaian dan
pemegang izin pengusahaan yang melakukan penghematan. (Kusumo, 2002)
Pengetahuan mengenai konservasi tanah dan air tidak lain adalah pengetahuan
mengenai usaha-usaha untuk melindungi tanah dan air agar tanah dan air tidak
mengalami kerusakan dan tidak menjadi penyebab kerusakan di suatu tempat ataupun
di tempat lain seperti erosi, longsor banjir ataupun kekeringan. Konservasi tanah dan
air lebih berorientasi usaha penutupan tanah oleh vegetasi yang berfungsi melindungi
tanah dan air, tidak lain adalah hutan. Perlindungan tanah oleh hutan berarti
membatasi peruntukan dan penggunaan tanah dan air. Dalam ilmu pengetahuan
pengawetan tanah dan air juga meliputi usaha-usaha pencegahan terjadinya kerusakan
tanah dan air dalam setiap jenis penggunaan tanah di suatu tempat / wilayah yang
didasarkan pada tingkat kemampuan lahan dan tingkat kesesuaian lahan.
Produktivitas tanah adalah kemampuan dari tanah untuk mendukung
pertumbuhan dan produksi tanaman atau kemampuan dari tanah menyediakan air,
unsur hara dan O2 dalam jumlah yang cukup serta seimbang. Semakin intensif
penggunaan tanah pada daerah / tempat yang semakin besar tingkat kelerengannya
maka besar potensinya terjadi penurunan produktivitas tanah, namun tidak berarti
bahwa pada tanah datar potensi produktivitasnya tidak dapat menurun. Demikian pula
penggunaan tanah yang intensif selalu berdampak menurunkan produktivitas tanah.
Untuk itu pengetahuan pengawetan tanah dan air ditujukan untuk mempertahankan /
menjaga, memperbaiki ataupun meningkatkan fungsi produktivitas tanah dan air agar
dapat tetap mendukung pencapaian hasil yang optimal secara berkelanjutan.
(Kartasapoetra, 1986)

Berbagai pendapat mengenai kriteria tingkat kerusakan tanah secara umum


dapat diuraikan sebagai berikut : (Achnar, 2006)
1. Tanah yang belum mengalami kerusakan, yaitu tanah tanah yang lapisan top
soilnya masih utuh, kemantapan struktur masih tinggi dan sesuai kondisi
ekosistem atau kondisi awal sebelum dimanfaatkan. Erosi tetap terjadi, namun
masih dapat ditolerir dengan asumsi tebalnya lapisan tanah yang terangkut
kurang dari 2 mm/tahun dianggap masih seimbang dengan proses
pembentukan tanah.
2. Tanah agak rusak, yaitu tanah-tanah yang mengalami kehilangan setengah
dari lapisan top soil, akibat penggunaan tanah yang membuat erosi terus
berlangsung melewati ambang batas lebih 2 mm/tahun. Tanah-tanah yang
tergolong agak rusak tetap masih bisa diperbaiki dan tetap masih bisa
diusahakan dengan input biaya dan teknologi yang lebih mahal serta waktu
yang relatif lama. Perbaikan teknologi budidaya yang tepat serta penerapan
teknik pengawetan tanah dan air yang lebih sesuai dengan karakteristik lahan
yang ada dan sesuai pula kebutuhan yang dipersyaratkan. Jika tanah yang
tergolong agak rusak tetap dimanfaatkan terus tanpa input perbaikan akan
meningkat menjadi tanah rusak.
3. Tanah rusak kritis, yaitu tanah-tanah yang lapisan top soilnya sudah habis
tererosi atau pada tanah yang telah mengalami erosi alur yang nampak banyak
alur-alur di konsentrasi aliran permukaan. Tanah rusak kritis peranan dan
fungsinya sebagai faktor produksi, hydrologis maupun lingkungan sudah
sangat kritis, yang kalau dimanfaatkan hasilnya tidak lagi bisa diharapkan
tanpa input biaya produksi yang jauh lebih tinggi dari hasil yang diharapkan.
Tanaman yang masih bisa tumbuh hanyalah rumput alang-alang. Jika tanahtanah yang rusak kritis tetap dibuka dan diusahakan akan menjadi tanah yang
rusak berat. Tanah-tanah yang rusak kritis dapat dicirikan nampaknya lapisan

subsoil yang lebih padat dan mempunyai kemantapan struktur tanah yang
lemah.
4. Tanah rusak berat, yaitu tanah-tanah yang sebagian lapisan subsoilnya sudah
hilang, yang nampak di permukaan tanah adalah lapisan subsoil yang padat
dan mudah terdispersi. Jenis tumbuhan lain seperti alang-alang masih dapat
tumbuh setempat-setempat. Pada tanah yang rusak berat dapat dicirikan
adanya erosi parit (lebar > 4 m ). Pada tanah-tanah yang mempunyai solum
yang tebal dengan tekstur lempung berliat masih dimungkinkan untuk
diusahakan namun hasilnya sangat tidak menguntungkan. Namun tanah
tersebut masih dapat diperbaiki tentunya dengan biaya sangat mahal dalam
waktu relatif lama.
5. Tanah rusak total, yaitu tanah yang tidak lagi memiliki lapisan subsoil, yang
nampak di permukaan tanah adalah bahan induk ataupun batuan induk. Tanah
tersebut sudah kehilangan fungsinya sebagai faktor produksi maupun fungsi
hydrologis dan lingkungannya. Rumput liar seperti alang-alang pun sulit
untuk tumbuh apalagi kalau dihutankan/dihijaukan dengan jenis tanaman
tertentu.
Faktor kemiringan lereng itu penting diperhitungkan karena proses-proses
geomorfologi seperti pelapukan, pengangkutan dan pengendapan sangat dipengaruhi
oleh kelerengan. Semakin besar kemiringan dan panjang lereng maka semakin rentan
terhadap proses erosi dan pergerakan massa tanah (longsoran). Sehingga dalam setiap
analisis dan perencanaan tata ruang di suatu wilayah, kemiringan lereng selalu
menjadi salah satu faktor fisik lahan yang harus diperhatikan, terutama kaitannya
dengan evaluasi kemampuan lahan dan potensi rawan bencana. Yang dimaksud
dengan lereng (slope) adalah perbedaan tinggi antara 2 titik yang dapat dinyatakan
dalam derajat, persen, m/km, atau feet/mill, sedangkan Peta lereng menggambarkan
luasan, panjang dan sebaran dari masing-masing kemiringan lereng rata-rata
berdasarkan interval tertentu sesuai skala peta. (Basyir, 2003)

BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Hari/Tanggal : Sabtu, 14-15 Oktober 2011
Lokasi

: ADC (Agriculture Development Center) Kuro Tidur Kecamatan


Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara
3.1

Bahan dan Alat

Ondol-ondol

Benang

Klinometer

Parang

Abneylevel

Meteran

Kompas

Cangkul

Bor Tanah

Alat Tulis

3.2

Kayu Renga/bambu

Cara Kerja
-

1.

Pengamatan Erosi
Mengunjungi lokasi pengamatan terjadinya erosi di lahan miring pada sistem

terasiring tunggal.
2.

Kemudian mendengarkan penjelasan cara pengamtan erosi oleh Dosen.

3.

Setelah pembagian kelompok,selanjutnya mencari beberapa lokasi terjadinya


erosi.

4.

Selanjutnya, lakukan pengembilan gambar dan mengamati bentuk erosi yang


terjadi pada beberapa lokasi terjadinya erosi.

1.

Pengenalan Alat
Setelah melakukan pengamatan erosi, dilanjutkan dengan pengenalan alat alat

dalam mengukur kemiringin suatu lereng.


2.

Selanjutnya,diperkenalkan masing-masing alat dan bagaimna kerjanya.

3.

Alat-alatnya, seperti: ondo-ondol huruf A, klinometer, abneylevel, kompas, dan


juga bor tanah.

4.

Kemudian, dosen dan Co.Ass menerangkan dan memperagakan cara kerja dari
masing-masing alat-alat tersebut.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENGAMATAN BENTUK-BENTUK EROSI
4.1 Hasil

Bentuk Terasiring Tunggal


Pada Lereng

Bentuk Erosi Percik (Splash Erosion)

Bentuk Erosi Lembar (sheet erosion)

Bentuk Erosi Alur (Rill Erosion)


5.2 Pembahasan
Pada praktikum konservasi tanah dan air di lapangan kami dapat menemukan
adanya bentuk erosi percik, lembar dan alur. Erosi percik merupakan erosi hasil dari
percikan / benturan air hujan secara langsung pada partikel tanah dalam keadaan
basah. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan
penyebaran hujan ke permukaan tanah, kecepatan aliran permukaan serta kerusakan
erosi yang ditimbulkannya. Sedangkan erosi lembar ( sheet erosion ) adalah erosi
akibat terlepasnya tanah dari lereng dengan tebal lapisan yang tipis.
Dengan adanya erosi tanah, maka lapisan tanah atas (top soil) yang subur akan
ru-sak dan menjadikan lingkungan alam lainnya akan ikut rusak. Erosi tanah
disebabkan karena tanah menjadi gundul atau tidak adanya tanaman, tanah yang
miring tidak dibuat terasering (sengkedan) sebagai penyangga air dan tanah yang
larut (terkikis), tanah tidak dibuat tanggul pasangan (guludan) sebagai penahan erosi,
tanah di kawasan hutan rusak karena pohon-pohon ditebang secara liar (illegal

logging) sehingga hutan menjadi gundul dan permukaan tanah yang berlumpur
digunakan untuk penggembalaan liar sehingga lapisan tanah atas menjadi rusak.
Erosi parit ( gully erosion ) merupakan kelanjutan dari erosi alur, yaitu terjadi
bila alur alur menjadi semakin lebar dan dalam yang membentuk parit dengan
kedalaman yang dapat mencapai 1 2,5 m atau lebih. Parit ini membawa air pada
saat dan segera setelah hujan, dan tidak seperti alur, parit tidak dapat lenyap oleh
pengolahan tanah secara normal. Parit parit cenderung terbentuk menyerupai huruf
V dan U, dimana aliran limpasan dengan volume besar terkonsentrasi dan mengalir
ke bawah lereng terjal pada tanah yang mudah tererosi.
Erosi tanah membawa dampak terhadap kelangsungan hidup makhluk hidup.
Ru-saknya tanah akibat erosi menimbulkan dampak seperti hilangnya lapisan tanah
atas (top soil) sebagai media pertumbuhan dan resapan air, tidak tersedianya air tanah
untuk pertumbuhan, tanah menjadi tidak subur, produktivitas tanah pertanian
menurun karena hilangnya lapisan atas permukaan tanah, penimbunan tanah hasil
erosi pada badan sungai sehingga menjadi dangkal, berkurangnya air tanah, hilangnya
unsur hara yang sangat diperlukan tanaman, kualitas tanaman menurun, kemampuan
tanah menahan air dan laju infiltarsi (peresapan) menurun, stuktur tanah menjadi
rusak, longsor pada tebing (gully erosion) menyebabkan lahan menjadi terbagi-bagi
dan mengurangi luas lahan yang dapat ditanami dan erjadi pemindahan tanah beserta
senyawa-senyawa kimia yang ada di da-lamnya seperti unsur-unsur hara, bahanbahan organik serta sisa-sisa pestisida.
Erosi alur terjadi pada suatu lereng terjal si gunung kapur yang bagian
puncaknya sudah nyaris tak berhutan. Pada lereng terjal tersebut kemudian
dimanfaatkan untuk lahan pertanian tumpangsari bersama tanaman jati yang masih
tersisa. Karena lahan di puncak sudah hampir tidak berhutan, maka ketika hujan
turun, airnya mengalir sedemikian bebas tanpa penahan meluncur menuruni lereng
terjal. Air mengalir yang menuruni lereng terjal itu berkecepatan cukup besar,
sehingga lapisan tanah yang dilaluinya ikut tererosi. Erosi tanah bertambah besar
ketika melalui lahan yang tanahnya telah digemburkan untuk tanaman tumpangsari.

Mengingat daerah yang dilalui air permukaan tersebut berupa lereng terjal,
maka pengikisan tanahnya berlangsung relatif cepat, hingga yang tersisa atau yang
nampak tinggal batuan induknya dan membentuk alur tahap awal. Perlu diketahui,
solum tanah pada lahan tersebut hanya tipis saja. Solum tanah yang tipis itu langsung
berimpit dengan batuan induknya, batuan kapur. Jika dibuat profil tanahnya adalah
horison O, horison A, kemudian langsung batuan induk (bedrock/parentrock). Dengan
demikian profil tanahnya tidak mengenal adanya horison B dan horison C. Tanah
yang tererosi kemudian diendapkan di kaki lereng tersebut (lihat latar depan gambar
yang deposit tanahnya sebagian tertutup rumput).

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENGAMATAN FAKTOR-FAKTOR EROSI

5.1Hasil

5.2 Pembahasan
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas,
yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat
lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air
(infiltrasi). Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk
besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula
musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe
batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk
tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan
oleh manusia.
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah
hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih
terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area
dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan
lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak
pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah.
Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. Pada
hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan
organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan.
lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air
hujan.
Erosi dapat terjadi karena faktor gaya berat terdapatnya batuan yang bergerak
terhadap kemiringannya. Dalam proses terjadinya erosi, pembuangan massa memiliki
peranan penting karena arus air dapat memindahkan material ke tempat-tempat yang
jauh lebih rendah. Proses pembungan massa terjadi terus menerus baik secara
perlahan maupun secara tiba-tiba sehingga dapat menimbulkan becana tanah longsor.
Erosi oleh angin disebabkan karena hembusan angin kencang yang terus menerus di

daerah yang tandus dapat memindahkan partikel-partikel halus batuan di daerah


tersebut membentuk suatu formasi. Sedangkan erosi oleh air terjadi Jika tingkat curah
hujan berlebihan sedemikian rupa sehingga tanah tidak dapat menyerap air hujan
maka terjadilah genangan air yang mengalir kencang. Aliran air ini sering
menyebabkan terjadinya erosi yang parah karena dapat mengikis lapisan permukaan
tanah yang dilewatinya, terutama pada tanah yang gundul. Makin cepat air yang
mengalir makin cepat benda yang dapat terkikis. Air juga dapat mengikis pada tiga
tempat yaitu sisi sungai, dasar sungai dan lereng atas sungai.

BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
TINDAKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR
6.1Hasil

6.2 Pembahasan
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, seperti
menanami dengan tanaman penutup pada bukit-bukit yang gundul, pada tebing-lebing
yang miring atau curam ditanami dengan tanam-tanaman keras, menghutankan
sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan tanam-tanaman keras, pengolahan
lahan pertanian di lereng-lereng gunung dan daerah-daerah miring dilakukan secara
sengkedan.

BAB VII
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENGUKURAN KELERENGAN DAN BEDA TINGGI
7.1Hasil

Abneylevel

Klinometer

Kompas

Ondol - Ondol

Bor Tanah (cara penggunaanya)


4.2 Pembahasan
Lereng adalah Kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi
apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar
sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan. Suatu daerah dapat diukur
ketinggiannya atau dapat diklasifikasikan kemiringan lerengnya dengan melihat
jumlah garis yang terpotong dalam grid-grid yang telah dibuat. Kemudian hasilnya
dihitung dan dapat di masukkan kedalam aturan hasil perhitungan kemiringan lereng.
Sehingga dapat diperoleh hasil mengenai pengklasifikasian kemiringan lereng pada
suatu daerah.
Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan karena beda tinggi.
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara jarak lurus mendatar dengan beda
tinggi suatu tempat.
Kemiringan lereng dijadikan salah satu parameter yang menyusun peta satuan
lahan, disebabkan parameter ini memiliki peran yang cukup besar pada berbagai
proses hidrologi permukaan. Salah satu peran parameter lereng dalam proses

hidrologi adalah proses terjadinya aliran Horton (Hortonian Overflow) pada lahan
terbuka. Terdapat banyak cara untuk membuat peta lereng diantaranya adalah dengan
interpretasi kemiringan lereng dengan menggunakan alat ondol-ondol, abnylevel, dan
klinometer.
Tahapan pembuatan garis kontur dengan menggunakan abney level yaitu
dengan menentukan salah satu titik pada lahan yang akan dibuat garis konturnya,
misalnya titik A. Buat tiga buah patok yang panjangnya sesuai dengan interval
vertikal antara garis kontur yang diinginkan. Misalnya bila IV yang diinginkan adalah
1 m, maka perlu disiapkan dua patok dengan panjang 1 m (patok 1) dan satu patok 2
m (patok 2). Dua patok yang panjangnya sama (1 m) digunakan untuk menarik garis
kontur, sedangkan patok 1 dan patok 2 digunakan untuk menentukan titik dari satu
garis kontur ke garis kontur berikutnya.Dengan memancang patok yang panjangnya 1
m pada titik A, stel abney level dengan bacaan 0 pada puncak patok. Lalu
menentukan titik A1, A2, dan seterusnya dengan membidik puncak patok lain yang
panjangnya 1 m. Semakin dekat jarak antara A Al A2- dan seterusnya, akan
semakin halus garis kontur yang didapat.
Ondol-ondol atau gawang segitiga (A-frame) terbuat dari kayu atau bambu,
terdiri atas dua buah kaki yang sama panjang, sebuah palang penyangga, benang, dan
pemberat. Panjang kedua kaki masing-masing 2 m dan panjang palang 1 m.
Pembuatan garis kontur dengan ondol-ondol yaitu dengan menyiapkan ondol-ondol
yang sudah dilengkapi dengan bandul (pemberat). menentukan titik acuan yang akan
dilintasi garis kontur tertinggi, misal titik A. Tentukan titik B pada bagian lereng yang
lebih rendah sesuai dengan interval vertikal (IV) yang diinginkan. Ondol-ondol
diletakkan pada titik B sedangkan kaki lainnya digerakkan ke atas atau ke bawah
sedemikan rupa sehingga tali bandul persis pada titik tengah palang yang sudah
ditandai. Titik yang baru ini, misalnya titik B1, adalah titik yang sama tinggi dengan
titik B. Dari titik B1 tentukan titik B2 dengan cara yang sama sehingga nantinya titik
tersebut dengan patok kayu atau bambu pada masing-masing titik yang telah
diperoleh.

Untuk penggunaan alat bor yaitu tanah yang akan dilubangi disiram dengan
air supaya mudah untuk dilubangi. Mata bor diletakkan tegak lurus dengan tanah
untuk memulai pengeboran. Tanah dilubangi dengan bor, dengan cara menekan bor
kekanan sambil diputar kekanan hingga bor masuk kedalam tanah. Untuk
memudahkan dalam pengeboran, lakukan penyiraman dengan air selama pengeboran.
Pelubangan tanah dengan pengeboran hingga mencapai kedalaman kurang lebih 30
cm.
Klinometer merupakan alat sederhana yang digunakan untuk mengukur sudut
elevasi yang dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan
sebuah titik pada garis datar tersebut dengan titik puncak (ujung) suatu obyek. Pada
terapannya, alat ini dapat digunakan pada pekerjaan pengukuran tinggi (atau panjang)
suatu obyek dengan memanfaatkan sudut elevasi. Cara menggunakan klinometer
adalah dengan meletakkan ujung klinometer tepat didepan mata. Kemudian
mengarahkan ujung lain dari klinometer ke puncak benda. Lalu mengukur jarak
kebenang penunjuk sudut, dilanjutkan dengan mengukur jarak pangkal benang
penunjuk sudut. Lalu mengukur jarak pengamat ke benda yang akan diukur
ketinggiannya. Kemiringan lereng yang kami lakukan pada saat praktikum adalah
sebesar 5 % dan 10 %.

BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

8.2 Saran
Sebelum praktikum dilaksanakan,lebih baik para peserta sudah mengetahui
mengenai erosi dan faktor penyebab serta cara mengatasinya. Sehing, sewaktu di
lapangan, para peserta sudahh dapat memahami apa yang terjadi di lapangan. Serta,
mengetahui mengenai alat-alat yang biasa digunakan untuk mengukur kemiring
lereng. Dan dalam melakukan praktikum, praktikan hendaknya lebih serius dalam
melakukan pengamatan dan memperhatikan apa yang diajarkan dosen atau co ass
pada saat praktikum berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Achnar, R. 2006. Erosi Merusak Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Basyir, A. 2003. Kemiringan Lereng Tanah. Gramedia, Jakarta.

Guritno, A. 2003. Konsep Penerapan Teknologi Tepat Guna Sebagai Alternatif


Upaya Mengatasi Erosi. IPB, Bogor.

Hudson, U. 1991. Soil Conservation. Ed. 2nd. Cornell university Press. New York.

Kartasapoetra, A. 1986.Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi


Aksara, Jakarta.

Kusumo, A. S. 2002. Usaha Pengawetan Tanah. Gramedia, Jakarta.

Saleh, B. 2011. Konservasi Tanah dan Air (Bab. 3 Erosi). Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu, Bengkulu

Schwab, G.O., R.K. Frevert, T.W. Edminster, K.K. Barnes. 1981. Soil and Water
Conservation Engineering. John Wiley and Sons. New York

Stephens, R. 2000. Erotion. Second Edition. John Wiley and Sons, Inc. Canada.

www.wikipedia.com/erosi. Tanggal Download 23 Oktober 2011.

Anda mungkin juga menyukai