Disusun Oleh:
Kelompok
: 4 (Empat)
Anggota Kelompok
(240110130007)
Sri Wahyuni
(240110130024)
Anisah
(240110130025)
(240110130045)
Aquila J. P. Pasaribu
(240110130066)
Asisten Praktikum
: Yohanes Christian
(240110110092)
Divo Kurniady
(240110120116)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di
permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input) dan keluar
(output) pada jangka waktu tertentu. Neraca masukan dan keluaran air di suatu
tempat dikenal sebagai neraca air (water balance). Karena air bersifat dinamis
maka nilai neraca air selalu berubah dari waktu ke waktu sehingga di suatu tempat
kemungkinan bisa terjadi kelebihan air (suplus) ataupun kekurangan (defisit).
Apabila kelebihan dan kekurangan air ini dalam keadaan ekstrim tentu dapat
menimbulkan bencana, seperti banjir ataupun kekeringan. Bencana tersebut dapat
dicegah atau ditanggulangi bila dilakukan pengelolaan yang baik terhadap lahan
dan lingkungannya.
Neraca air lahan merupakan neraca air untuk penggunaan lahan pertanian
secara umum. Neraca ini bermanfaat dalam mempertimbangkan kesesuaian lahan
pertanian; mengatur jadwal tanam dan panen; mengatur pemberian air irigasi
dalam jumlah dan waktu yang tepat. Penyusunan
neraca
sumberdaya
air
merupakan salah satu cara untuk memantau kekritisan sumberdaya air (kekritisan
DAS). Untuk menganalisis neraca air di daerah penelitian digunakan suatu
pendekatan yaitu metode Thornwaite-Mather untuk menghitung defisit lengas
tanah, kebutuhan air dalam satu tahun. Perhitungan neraca air dilakukan dengan
masukan berupa data curah hujan bulanan, Water Holding Capacity (WHC)
berdasarkan perubahan penggunaan lahan serta letak lintang tiap stasiun penakar
hujan.
Perhitungan neraca air lahan memerlukan data dan informasi fisika tanah
terutama nilai kandungan air pada tingkat kapasitas lapang (KL) dan pada titik
layu permanen (TLP). Prioritas penggunaan air hujan adalah untuk memenuhi
kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air yang lain akan mengisi cadangan air
tanah. Bila simpanan air tanah telah mencapai batas maksimum, maka kelebihan
air dihitung sebagai surplus. Batas maksimum simpanan air tanah didefinisikan
sebagai jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah dengan potensial sebesar 1/3
atm. Batas ini dikenal sebagai kapasitas lapang, sedangkan titik layu permanen
merupakan batas minimum tanaman menyimpan airpada tekanan potensial 15 atm
yang pada saat itu tanaman tidak mampu melakukan aktivitasnya dan mengalami
kekeringan fisiologis jika tidak diberi tambahan air.
1.2
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari diadakannya praktikum mengenai analisis neraca air
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
(input), keluaran (output) dan perubahan simpanan air yang terdapat pada suatu
lingkungan tertentu selama periode waktu tertentu. Nasir (1999) mengemukakan
bahwa analisis neraca air lahan memerlukan input data curah hujan (CH),
evapotranspirasi potensial (ETP), kandungan air tanah pada kapasitas lapang
(KL), dan kandungan air pada titik layu permanen (TLP).
Perhitungan neraca air lahan merupakan salah satu informasi penting untuk
menentukan langkah kegiatan usaha tani dari hari ke hari. Hal ini disebabkan
karena tingkat ketersediaan air mampu mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman. Jika tanaman pernah mengalami tekanan, maka pertumbuhan dan
produksinya akan turun. Penurunan ini akan semakin tajam jika kejadian iklim
dan cuaca yang mengganggu terjadi pada saat fase pertumbuhan tanaman peka
terhadap ketersediaan air. Peristiwa tersebut jika terjadi pada intensitas yang tinggi
dan daerah yang luas akan menurunkan produksi dalam jumlah yang besar.
Analisis pada neraca air lahan berguna terutama untuk penggunaan dalam
pertanian secara umum. Nasir (2002) mengatakan secara umum manfaat neraca
air lahan terutama untuk :
1. Mengetahui kondisi agroklimat terutama dari segi kondisi air
2. Mengetahui periode musim kemarau dan musim hujan berdasarkan
perimbangan antara hujan dan ETP.
3. Memilih jenis tanaman dan mengatur jadwal tanam dan panen serta
mengatur kombinasi tanaman tumpang sari bila diperlukan.
4. Mengatur pemberian air irigasi baik jumlah maupun waktu sesuai dengan
keperluan. Informasi terpenting dari neraca air lahan adalah untuk
mengetahui dinamika perubahan kadar air tanah sehingga berguna untuk
menyusun strategi pengelolaan usaha tani tersebut.
: Curah hujan
: Irigasi
: Drainase
:Evapotranspirasi
KAT
:Curah hujan
ETP
:Evapotranspirasi
:Aliran permukaan
:Curah hujan
:Irigasi
Ro
:Aliran permukaan
ETP
:Evapotranspirasi
:Perkolasi
Setelah simpan air mencapai kapasitas lapang maka kelebihan curah hujan
akan dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah
terisi kembali. Dengan demikian surplus dihitung sebagai nilai curah hujan
dikurangi dengan nilai ETP dan perubahan kadar air tanah (CH-ETPdKAT).
2.2
= O S
Dengan :
I = masukan (inflow)
O = keluaran (outflow)
Yang dimaksud dengan masukan adalah semua air yang masuk ke dalam
sistem, sedangkan keluaran adalah semua air yang keluar dari sistem. Perubahan
tampungan adalah perbedaan antara jumlah semua kandungan air (dalam berbagai
sub sistem) dalam satu unit waktu yang ditinjau, yaitu antara waktu terjadinya
masukan dan waktu terjadinya keluaran. Persamaan ini tidak dapat dipisahkan dari
konsep dasar yang lainnya (siklus hidrologi) karena pada hakikatnya, masukan ke
dalam sub sistem yang ada, adalah keluaran dari sub sistem yang lain dalam siklus
tersebut.
2.3
lain:
1. Digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan pembagi
air serta saluran-salurannya. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air
didapat banyak bulan-bulan yang defisit air.
2. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir.
Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan yang
surplus air.
3. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian
seperti tanaman pangan hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga
perikanan.
BAB III
METODOLOGI
3.1
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:
a. Alat tulis.
b. Kalkulator.
c. Kertas folio bergaris.
d. Mistar/penggaris.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini, adalah:
a. Data Curah Hujan Bulanan.
b. Data Evapotranspirasi.
3.3
Prosedur Praktikum
Prosedur pada praktikum kali ini, adalah:
a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan seperti data curah hujan
bulanan dan data evapotranspirasi;
b. Memasukkan nilai data curah hujan rata-rata setiap bulannya pada kolom
yang tersedia;
c. Menghitung nilai evapotranspirasi potensial dengan rumus nilai ETo dikali
jumlah hari setiap bulannya;
d. Menghitung nilai curah hujan dikurangi evapotranspirasi potensial;
e. Memasukkan nilai APWL (Available Potential Water Loss) dari data CHETP yang bernilai negatif, jika CH-ETP bernilai positif maka nilai APWL
adalah 0;
f. Menghitung nilai APWL (Available Potential Water Loss) dari data tersebut
dengan menjumlahkan nilai APWL sebelumnya yang bernilai negatif dan
nilai CH-ETP setelahnya yang bernilai negatif;
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
CH
296
213
269
195
114
63
33
19
40
123
281
247
ETP
123
113
124
117
115
109
121
136
142
137
117
126
CH - ETP
173
100
145
78
-1
-46
-88
-117
-102
-14
164
121
APWL
0
0
0
0
-1
-47
-135
-253
-355
-368
0
0
KAT
250
250
250
250
249
209
160
127
114
112
250
250
Dkat
0
0
0
0
-1
-40
-49
-33
-14
-1
138
0
4.1.2 HasilPerhitungan
1. Perhitungan ETP = ET0 x jumlah hari dalam bulan
1) Januari
2) Februari
= 4.02 x 28 = 113
3) Maret
= 4.01 x 31 = 124
4) April
= 3.90 x 30 = 117
5) Mei
= 3.72 x 31 = 115
6) Juni
= 3.36 x 30 = 109
2. Perhitungan CH ETP
1) Januari
= 296 - 123
= -88
2) Februari
= 213 - 113
= -117
3) Maret
= 269 - 124
= -102
4) April
= 195 - 117
= 78
5) Mei
= 114 - 115
= -1
6) Juni
= 63 - 109
ETA
123
113
124
117
115
103
82
52
54
124
117
126
D
0
0
0
0
0
6
39
84
89
13
0
0
3. Perhitungan APWL
Nilai APWL sebelumnya + Nilai CH-ETP pada bulan yang dicari
1) Juni = -1 + (-46)
= -47
2) Juli
= -135
= -47 + (-88)
= -1
= -40
3) Juli
= 160 - 249
= -49
= -33
= -13
= -1
= 138
=0
6. Perhitungan ETA
CH >ETP, ETA= ETP dan CH < ETP, ETA = CH + |dKAT|
1) Jan
= 123
7) Jul
= 33 + 49
= 82
2) Feb
= 113
8) Ags = 19 + 33
= 52
3) Mar
= 124
9) Sept = 40 + 14
= 54
4) Apr
= 117
= 124
5) Mei
= 115
6) Jun
= 63 + 40 = 103
7. Perhitungan D
D = ETP - ETA
1) Mei = 115 - 115
=0
2) Jun
= 109 - 103
=6
3) Jul
= 121 - 82
= 39
4) Ags = 136 - 52
= 84
5) Sept = 142 - 54
= 89
= 13
8. Perhitungan S
CH>ETP, S = CH-ETP- dKAT
1) Jan
= 173 - 0 = 172.62
= 78
Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan analisis neraca air lahan
dengan menggunakan Metode Thornwaite. Neraca air lahan merupakan neraca air
(water balance) yang digunakan untuk mengetahui penggunaan lahan pertanian
secara umum. Neraca ini dapat dimanfaatkan dalam pertimbangan kesesuaian
suatu lahan pertanian, mengatur jadwal tanam dan panen, maupun mengatur
pemberian air irigasi dalam jumlah dan waktu yang tepat.
Dalam perhitungan neraca air bulanan, data-data masukan yang diperlukan
antara lain curah hujan bulanan (CH), evapotranspirasi bulanan (ETP), kapasitas
lapang (KL), serta titik layu permanen (TLP). Untuk mengisi tabel neraca air
lahan, ada beberapa tahap yang harus diikuti supaya praktikan mengerti langkahlangkah dalam analisisnya.
Berdasarkan hasil praktikum, nilai yang pertama kali diisi ke dalam tabel
adalah nilai ETP atau evapotranspirasi potensial (mm) yang diperoleh dari hasil
mengalikan data ETo bulanan dengan jumlah hari tiap bulannya. Nilai ETP ini
seharusnya diperoleh dari hasil pengukuran stasiun cuaca setempat dengan
pendugaan evapotranspirasi menggunakan Metode Penman ataupun Penman
modifikasi. Selanjutnya, dicari selisih antara nilai curah hujan dengan nilai
evapotranspirasi potensial per bulannya.
Untuk mengisi kolom APWL, praktikan harus memulainya dari nilai CH
dikurangi ETP pada bulan tertentu yang menunjukkan hasil negatif. Dalam hal ini,
dimulai pada bulan Juni di mana selisih antara curah hujan dengan evapotranspirasi potensial menunjukkan nilai -1 pada bulan Mei. APWL (Available
Potential Water Loss) berlangsung dari bulan Juni sampai dengan Oktober di
mana dalam jangka waktu satu tahun, puncak evapotranspirasi terjadi di bulan
September, kendati puncak curah hujan baru terjadi di bulan Januari. Nilai
kehilangan air paling besar terjadi di bulan Oktober sebab merupakan akumulasi
dari potensi kehilangan air bulan-bulan sebelumnya, yaitu sebesar -368.
Setelah mengisi kolom APWL, praktikan beranjak ke perhitungan KAT
(Kandungan Air Tanah), yang mana perhitungan ini baru dilakukan apabila pada
bulan tertentu terjadi APWL. Jika APWL tidak terjadi pada bulan tertentu (= 0),
nilai KAT yang diambil adalah nilai kapasitas lapang, yakni 250. Karena dilihat
berdasarkan nilai APWL, kolom KAT baru menunjukkan penurunan pada bulan
Mei sampai dengan Oktober. Nilai KAT paling kecil terjadi pada bulan Oktober
yaitu sebesar 112, dihitung berdasarkan rumus dengan mempertimbangkan faktor
atau parameter berupa TLP (Titik Layu Permanen), harga mutlak APWL, serta AT
(Air Tersedia). Jumlah air tersedia dihitung berdasarkan selisih antara nilai KL
(Kapasitas Lapang) dengan TLP. Oleh karena itu, kapasitas lapang juga
merupakan salah satu parameter dalam perhitungan jumlah kandungan air tanah.
Kemudian, untuk menghitung nilai dKAT (Perubahan Kadar Air Tanah)
pada bulan tertentu, dilakukan dengan mengurangi nilai KAT pada bulan yang
bersangkutan dengan nilai KAT pada bulan sebelumnya. dKAT ini nantinya akan
menunjukkan nilai positif atau negatif, yang mana masing-masing menyatakan
apakah curah hujan yang terjadi pada musim hujan lebih besar atau sebaliknya
dari evapotranspirasi yang terjadi di waktu yang sama. dKAT terbesar terjadi di
bulan November dan bernilai positif, sedangkan dKAT terkecil terjadi di bulan
Mei dan Oktober namun bernilai negatif.
Perhitungan dilanjutkan dengan menghitung kolom ETA (Evapotranspirasi
Aktual). Pada perhitungan ETA, besar-kecilnya selisih curah hujan dengan ETP
sangat berpengaruh sebab nilai ETA akan sama dengan ETP apabila CH lebih
besar dari ETP dan ETA akan sama dengan penjumlahan curah hujan dan harga
mutlak dKAT apabila CH lebih kecil dari ETP. Dari hasil perhitungan, rata-rata
nilai ETA adalah 104, dengan bulan Desember sebagai puncak evapotranspirasi
aktual dan bulan Agustus sebagai ETA terkecil.
Pada neraca air (water balance) selalu terjadi perubahan nilai sebab air
bersifat dinamis sehingga kemungkinan terjadinya kelebihan atau kekurangan air
di suatu tempat dapat terjadi. Kelebihan atau kekurangan air dalam kondisi
ekstrem dapat menimbulkan bencana seperti banjir atau kekeringan.
Dari hasil praktikum, kekurangan air (defisit) terjadi pada periode JuniOktober sementara kelebihan air (surplus) terjadi pada bulan November-April.
Pada bulan Mei defisit tidak terjadi karena selisih antara ETP dan ETA-nya sama
dengan nol, sedangkan surplus juga tidak terjadi karena nilai curah hujannya
masih lebih kecil daripada nilai evapotranspirasi potensialnya. Puncak surplus
terjadi di awal tahun yakni pada bulan Januari,di mana pada saat itu merupakan
puncak terjadinya curah hujan dan bukan puncak terjadinya evapotranspirasi di
musim hujan, sedangkan defisit terbesar terjadi pada bulan September.
Nilai-nilai yang diperoleh dari hasil analisis neraca air lahan ini umumnya
memiliki beberapa asumsi di antaranya: (1) lahan datar tertutup oleh vegetasi
berupa rumput; (2) lahan berupa tanah di mana air yang masuk ke dalam tanah
tersebut hanya berasal dari curah hujan; serta (3) keadaan profil tanah homogen
sehingga kapasitas lapang dan titik layu permanen dianggap mewakili seluruh
lapisan dan hamparan tanah.
BAB V
KESIMPULAN
Adapun simpulan yang diperoleh dari hasil praktikum kali ini diantaranya:
1. Neraca Thornwaite ini dapat dimanfaatkan dalam pertimbangan
kesesuaian suatu lahan pertanian.
2. Neraca ini juga dapat mengatur jadwal tanam dan panen, maupun
mengatur pemberian air irigasi dalam jumlah dan waktu yang tepat.
3. Pada neraca air (water balance) selalu terjadi perubahan nilai sebab air
bersifat dinamis sehingga kemungkinan terjadinya kelebihan atau
kekurangan air di suatu tempat dapat terjadi.
4. kekurangan air (defisit) terjadi pada periode Juni-Oktober sementara
kelebihan air (surplus) terjadi pada bulan November-April.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. PT. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.
Hille,l,,D. 1972. The Field Water Balanced and Water Use Efesiensy. In: D hillel
(ed) Optimizing the soil physical Enviroment Toward Greater Crop
Yields. Academic Press. New York.
Nasir, A.2002. Neraca Air Agroklimatik. Makalah Pelatihan Bimbingan
Pengamanan. Tanaman Pangan dan Bencana Alam. Bogor.