Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

BALAI BESAR TEKNOLOGI PENCEGAHAN


PENCEMARAN INDUSTRI (BBTPPI)
PERIODE 25 JANUARI - 19 FEBRUARI 2016

PENENTUAN NILAI BOD (BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND) PADA AIR


LIMBAH DENGAN METODE WINKLER
Disusun oleh :
Nama : Miftachul Hidayah
NIM : 4311413042
Prodi : Kimia

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era modern ini, selain sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan
manusia, air sudah banyak digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia, yaitu untuk menunjang kegiatan industri dan teknologi. Di dalam
kegiatan industri dan teknologi, air yang telah digunakan (air limbah industri)
tidak boleh dibuang langsung ke lingkungan karena dapat menyebabkan
pencemaran. Air tersebut harus diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas
yang sama dengan kualitas air lingkungan. Jadi, air limbah industri harus
mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang kembali
ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran air lingkungan.
Beban BOD

yang

ditimbulkan

pada limbah

cair kira-kira

80

gram/orang/hari. Volume dan kekuatan limbah cair dari sekolah, kantor, pabrik,
dan bangunan perdagangan bergantung pada jumlah jam operasi dan fasilitas
makan yang tersedia. (Soeparman, 2001).
Dari uraian tersebut, maka perlu dilakukaan analisis BOD, karena BOD
merupakan suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global prosesproses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. (Santika 1987).
Uji BOD (Biochemical Oxygen Demand) digunakan untuk menentukan
jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk
mengoksidasi bahan organik dalam contoh uji air limbah efluen, atau air yang
tercemar. Nilai BOD biasanya dinyatakan dalam ppm. Analisis BOD dilakukan
untuk menentukan tingkat pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain
sistem pengolahan secara biologis.
Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasikan air pada
suhu 20oC selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukan jumlah oksigen yang
dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen

terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari dengan suhu
20oC ini hanya menghitung sebanyak 68% bahan organik yang teroksidasi, tetapi
suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena untuk
mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang
lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari sehingga dianggap tidak efisien.
Hasil dari uji BOD dapat diterjemahkan dalam istilah-istilah mengenai zatzat organik maupun dengan jumlah oksigen yang digunakan selama oksidasinya
karena hubungan kuantitatif yang pasti terdapat diantara jumlah oksigen yang
perlu untuk mengubah sejumlah tertentu campuran organik yang menjadi karbon
dioksida dan air. (Mahida, 1984)
B.
1.
2.
C.
1.
2.
D.

Rumusan Masalah
Berapa kadar BOD dari masing-masing sampel limbah industri?
Bagaimana pengaruh angka nilai BOD terhadap kualitas air limbah?
Tujuan
Mengetahui kadar atau nilai BOD dari masing-masing limbah industri.
Mengetahui pengaruh angka nilai BOD terhadap kualitas air limbah.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kualitas air dan menjadi
tambahan data penelitian tentang kualitas air dengan menggunakan parameter
BOD.
2. Mengetahui dampak dari kualitas air limbah bagi lingkungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3

A. Limbah
Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat
digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut sebagai
pencemaran air. Karena kebutuhan makhluk hidup akan air sungai bervariasi
maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda (Philip
Kristanto,2004).
Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi
tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, derajat penggunaan air, derajat
pengolahan air limbah yang ada. Puncak tertinggi aliran selalu tidak akan dilewati
apabila menggunakan tanki penahan dan bak pengaman. Untuk memperkirakan
jumlah air limbah yang dihasilkan oleh industri yang tidak menggunakan proses
basah diperkirakan sekitar 50 m3/ha/hari. Sebagai patokan dapat dipergunakan
pertimbangan bahwa 85-95% dari jumlah air yang dipergunakan adalah berupa air
limbah apabila industri tersebut memanfaatkan kembali air limbahnya, maka
jumlahnya akan lebih kecil lagi (Sugiharto,1987).
Limbah yang dihasilkan harus memenuhi standar baku mutu limbah dan
sesuai dengan baku mutu lingkungan yang berlaku bagi kondisi lingkungan
dimana kegiatan industri sedang berlangsung. Karena itu setiap parameter harus
tersedia nilainya sebelum masuk sistem pengolahan dan setelah limbah keluar
sistem pengolahan harus ditetapkan nilai-nilai parameter kunci yang harus
dicapai. Artinya harus diungkapkan kualitas limbah sebelum dan sesudah limbah
diolah dan apakah limbah ini memenuhi syarat baku mutu (Perdana
Ginting,2007).
B. Kualitas Limbah
Kualitas limbah menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari
kandungan pencemar dalam limbah. Kandungan pencemar dalam limbah terdiri
dari berbagai parameter. Semakin sedikit parameter dan semakin kecil
konsentrasi, menunjukkan peluang pencemar terhadap lingkungan semakin kecil
(Koestoer, 1995).

Kualitas limbah dipengaruhi berbagai faktor yaitu : volume air limbah,


kandungan bahan pencemar, frekuensi pembuangan limbah. Penetapan standar
kualitas limbah harus dihubungkan dengan kualitas lingkungan.
Kualitas lingkungan dipengaruhi berbagai komponen yang ada dalam
lingkungan itu seperti kualitas air, kepadatan penduduk, flora dan fauna,
kesuburan tanah, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain (www.chem-is-try.org).
Apabila limbah masuk ke dalam lingkungan, ada beberapa kemungkinan
yang diciptakan. Kemungkinan pertama, lingkungan tidak mendapat pengaruh
yang berarti (pencemaran ringan). Kedua, ada pengaruh perubahan tapi tidak
menyebabkan pencemaran (pencemaran sedang). Ketiga, memberi perubahan dan
menimbulkan pencemaran (pencemaran berat).
Ada berbagai alasan untuk mengatakan demikian. Tidak memberi
pengaruh terhadap lingkungan karena volume limbah kecil dan parameter
pencemar yang terdapat di dalamnya sedikit dengan konsentrasi kecil. Karena itu
andaikata

masukpun

dalam

lingkungan

ternyata

lingkungan

mampu

menetralisasinya. Kandungan bahan yang terdapat dalam limbah konsentrasinya


barangkali dapat diabaikan karena kecilnya. Ada berbagai parameter pencemar
yang menimbulkan perubahan kualitas lingkungan namun tidak menimbulkan
pencemaran, artinya lingkungan itu memberikan toleransi terhadap perubahan
serta tidak menimbulkan dampak negatif (Koestoer, 1995).
Adanya perubahan konsentrasi limbah menyebabkan terjadinya perubahan
keadaan badan penerima. Semakin lama badan penerima dituangi air limbah,
semakin tinggi pula konsentrasi bahan pencemar di dalamnya.
Pada suatu saat badan penerima tidak mampu lagi memulihkan
keadaannya. Zat-zat pencemar yang masuk sudah terlalu banyak dan
mengakibatkan tidak ada lagi kemampuannya menetralisasinya. Atas dasar ini
perlu ditetapkan batas konsentrasi air limbah yang masuk dalam lingkungan badan
penerima.
Dengan demikian walau dalam jangka waktu seberapa pun lingkungan
tetap mampu mentolerirnya. Toleransi ini menunjukkan kemampuan lingkungan
untuk menetralisasi ataupun mengeliminasi bahan pencemaran sehingga
perubahan kualitas negatif dapat dicegah. Dalam hal inilah perlunya batasan-

batasan konsentrasi yang disebut dengan standar kualitas limbah (www.chem-istry.org).


C. Penanganan Limbah
Sistem penanganan limbah telah dirancang untuk menurunkan kadar
limbah. Selain itu pada penanganan limbah tersebut juga diinginkan penghilangan
nitrogen dalam bentuk amonia. Hal ini disebabkan karena amonia dapat
menyebabkan keadaan kekurangan oksigen pada air karena pada konversi amonia
menjadi nitrat membutuhkan 4.5 bagian oksigen untuk setiap bagian amonia. Bila
terjadi perubahan amonia menjadi nitrat maka kadar oksigen terlarut dalam cairan
akan turun yang menyebabkan makhluk biologis, misalnya ikan tidak dapat hidup
di sana (Jenie, 1993).
Proses penanganan Limbah Cair pada prinsipnya terdiri dari tiga tahap
yaitu :
Primer : untuk memisahkan air buangan dengan padatan
Sekunder : Penyaringan lanjutan dan lumpur aktif
Tersier : proses biologis, adsorbsi, destilasi, dll (www.slideshare.net).
D. Parameter yang mempengaruhi kualitas air:
a. DO (Dissolved Oxygen = Oksigen Terlarut)
Dissolved oxygen atau oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang
terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan milligram per liter. Oksigen
terlarut ini dipergunakan sebagai derajat atau tingkat kekotoran limbah yang
ada.semakin besar oksigen terlarut menunjukkan tingkat kekotoran limbah yang
semakin kecil. Jadi, nilai DO berbanding terbalik dengan BOD (Sugiharto, 1987).
b. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen biokimiawi
merupakan satuan yang digunakan untuk mengukur kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk menguraikan bahan organik di dalam air limbah, menggunakan
ukuran mg/liter air kotor. Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat
organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena
adanya bakteri aerob sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air,
dan amoniak.(Sugiharto, 1987).

Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat


pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran
pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD
merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya
oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan
bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama
dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang
diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen
yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus
berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya
oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan
mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pads
suhu 20C (Sawyer & Mc Carty, 1978).
Biochemical Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen dalam satuan
ppm yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan
organik yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk
menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri.
Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu badan air dicemari
oleh zat oragnik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama
proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air
dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Beberapa zat organik
maupun anorganik dapat bersifat racun misalnya sianida, tembaga, dan
sebagainya, sehingga harus dikurangi sampai batas yang diinginkan.
Berkurangnya oksigen selama biooksidasi ini sebenarnya selain digunakan
untuk oksidasi bahan organik, juga digunakan dalam proses sintesa sel serta
oksidasi sel dari mikroorganisme. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat
digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya
terdapat di dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi
oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut. Semakin
banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak pula kandungan bahanbahan organik di dalamnya.

Oksigen yang dikonsumsi dalam uji BOD ini dapat diketahui dengan
menginkubasikan contoh air pada suhu 20

C selama lima hari. Untuk

memecahkan bahan-bahan organik tersebut secara sempurna pada suhu 20 0C


sebenarnya dibutuhkan waktu lebih dari 20 hari, tetapi untuk prasktisnya diambil
waktu lima hari sebagai standar. Inkubasi selama lima hari tersebut hanya dapat
mengukur kira-kira 68 persen dari total BOD (Sasongko, 1990).
Terdapat pembatasan BOD yang penting sebagai petunjuk dari
pencemaran organik. Apabila ion logam yang beracun terdapat dalam sampel
maka aktivitas bakteri akan terhambat sehingga nilai BOD menjadi lebih rendah
dari yang semestinya (Mahida, 1981).
Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah
penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar
oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat,
diinkubasi selama 5 hari pada temperatur kamar, dalam metode Winkler
digunakan larutan pengencer MgSO4, FeCl3, CaCl2 dan buffer fosfat. Kemudian
dilanjutkan dengan metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara titrasi, dalam
penetapan kadar oksigen terlarut digunakan pereaksi MnSO4, H2SO4, dan alkali
iodida azida. Sampel dititrasi dengan natrium thiosulfat memakai indikator
amilum (Alaerts dan Santika, 1984).
Penentuan BOD dapat dinaggap prosedur oksidasi basah, dimana
mikroorganisme yang terdapat di dalam contoh air dipakai sebagai pengoksidasi
zat organik menjadi karbon dioksida (CO2) dan amoniak (NH3). Untuk penetapan
kuantitatif contoh harus dilindungi dari udara bebas. Hal ini bertujuan untuk
mencegah aerasi yang dapat menurunkan daya larutan oksigen dalam contoh yang
diperiksa. Karena terbatasnya kelarutan oksigen di dalam air maka untuk air
limbah yang pencemarannya cukup tinggi, perlu dilakukan pengenceran. Hal ini
bertujuan agar menjamin kebutuhan oksigen mencukupi selama proses
penentapan berlangsung.
Kadar BOD dapat diukur dengan menggunakan Metode Winkler. Pada
Metode Winkler untuk mengukur kelarutan oksigen pada sampel ditambahkan
MnSO4 dan pereaksi oksigen (missal KI). Fungsi MnSO4 dan KI yaitu untuk
mengikat oksigen sehingga terjadi endapan. Lalu ditambahkan lagi asam sulfat,

yang berfungsi untuk menghilangkan endapan yang telah terbentuk dan juga akan
membebaskan molekul iodium yang ekivalen dengan jumlah oksigen terlarut.
Iodium yang dibebaskan akan dititrasi dengan tiosulfat (Na2S2O3) dengan
menggunakan indikator larutan kanji. Reaksi yang terjadi antara iodium dan
tiosulfat :
I2 + 2 Na2SO4 Na2S4O6 + 2 NaI
Kelebihan menggunakan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen
terlarut (DO) adalah dimana dengan cara titrasi berdasarkan Metode Winkler lebih
analitis, teliti,dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal
yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri adalah penentuan titik akhir
titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan penambahan indikator amilum.
Kelemahan Metode Winkler, yaitu dalam menganalisis oksigen terlarut,
penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir
titrasi agar amilum tidak membungkus iod, karena akan menyebabkan amilum
sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan
sesegera mungkin karena I2 mudah menguap.
Waktu (hari)

Bahan Organik

Waktu (hari)

Bahan Organik

0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0

Teroksidasi (%)
11
21
30
37
44
50
60
68
80
75

8.0
9.0
10.0
11.0
12.0
13.0
14.0
16.0
18.0
20.0

Teroksidasi (%)
84
87
90
92
94
95
96
97
98
99

Tabel : Waktu yang dibutuhkan untuk mengoksdasi bahan bahan organik pada
suhu 200 oC (sumber : Standard Methods for Examination of Water and Waste
Water)
E. Peraturan Perundang-undangan Limbah

a. UU No. 32 Tahun 2009


1. Pasal 13
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup.
2. Pasal 20
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
3. Pasal 22
Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3,
adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
4. Pasal 23
Pengelolaan

limbah

B3

adalah

kegiatan

yang

meliputi

pengurangan,

penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau


penimbunan.
b. Perda Jawa Tengan Np. 5 Tahun 2012, tentang baku mutu air limbah.

10

BAB III
METODE UJI BOD

A. Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan dalam analisis BOD ini meliputi: labu ukur, erlenmeyer,
botol winkler, pipet volume, inkubator, aerator, dan buret.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam anilisis BOD ini meliputi: aquades, larutan
buffer phospat, larutan MgSO4, larutan CaCl2, larutan FeCl3, larutan glukosaasam glutamat, larutan MnSO4, alkali, H2SO4 p.a, larutan Na2S2O3 dan amilum 2
%.
C. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan Buffer Fosfat
Menimbang 8,5 gram KH2PO4;

21,75

gram

K2HPO4,

33,4

gram

Na2HPO4.7H2O; dan 1,7 gram NH4Cl. Kemudian melarutkannya dengan aquades


dalam labu ukur 1000 ml sampai tanda tera. Setelah itu larutan dihomogenkan
dengan menggunakan magnetic stirrer.
2. Pembuatan Larutan Pengencer
Menuangkan 6000 ml aquades dalam aerator dan menambahkan 6 ml larutan
buffer fosfat, 6 ml larutan MgSO4, 6 ml larutan CaCl2, 6 ml larutan FeCl3,
selanjutnya dilakukan proses aerasi sampai jenuuh. air pengencer dikondisikan
pada suhu 20C, tempat air pada aerator dalam keadaan bersih tanpa kotoran yang
mengendap.
3. Pengenceran Sampel dengan Larutan Pengencer
Memipet sampel 10 ml atau 5 ml limbah yang akan diuji ke dalam labu ukur 500
ml, kemudian dilarutkan dengan larutan pengencer sampai tanda batas. Faktor
pengencerannya disesuaikan dengan tingkat kepekatan sampel (mencium baunya).
Untuk blanko berisi larutan pengencer. Setelah itu larutan dihomogenkan dengan
cara dikocok kemudian dimasukkan ke dalam

3 botol winkler. Dalam

menuangkan ke dalam botol winkler, larutan harus meluap hingga tidak ada
11

gelembung udara di dalam botol kemudian ditutup rapat. Botol untuk uji BOD
hari ketiga dan kelima diinkubasi pada suhu 20 3.
Catatan: botol winkler yang digunakan untuk uji BOD hari ke-3 dan ke-5
menggunakan botol berwarna coklat, sedangkan untuk uji BOD hari ke-0
menggunakan botol berwarna bening.
4. Flokulasi
Uji BOD hari ke-0 dilakukan dengan menambahkan 0,5 ml MnSO4 dan 0,5 ml
alkali ke dalam botol winkler. Setelah itu botol langsung ditutup rapat dan
mengocoknya kira-kira 30 putaran. Diamkan sekitar 15 menit hingga terbentuk
dua lapisan berwarna coklat dan bening. Setelah terbentuk dua lapisan , larutan
diasamkan dengan menambahkan 1 ml H2SO4 p.a lalu menutup botol dengan
segera. Selanjutnya botol dikocok sampai endapan hilang.
5. Titrasi
Titrasi iodometri yaitu dengan mengambil 50 ml larutan standar dititrasi dengan
larutan Na2S2O3 0,025 N hingga berwarna kuning muda. Setelah itu ditambahkan
indikator amilum 3 tetes kemudian dititrasi kembali sampai larutan berwarna
menjadi tidak berwarna. Mencatat volume titer yang diperlukan.
Catatan: setelah penambahan amilum titrasi dilakukan dengan sangat cermat dan
hati-hati (diperlambat jika telah mendekati titik akhit titrasi).

12

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Anlaisis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kebutuhan oksigen
biologi (BOD) pada larutan sampel. Nilai BOD ini menunjukkan banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik pada
kondisi aerobik. Kondisi aerobik atau dengan adanya penambahan oksigen
dilakukan untuk memberikan sumber kehidupan bagi mikroorganisme yang
membutuhkan proses oksidasi sehingga menjadi sumber energi saat memecah
bahan organik sebagai sumber makanan. Kadar BOD pada sampel tersebut perlu
untuk diketahui karena nilai BOD digunakan sebagai parameter untuk mengetahui
tingkat pencemaran air sebelum dibuang ke lingkungan. Pengukuran nilai BOD
yang dilakukan ini menggunakan parameter BOD yang ada di Balai Besar
Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang menggunakan
metode modifikasi azida dengan prinsip titrasi iodometri sesuai dengan Standard
Methods for Examination of Water and Wastewater 21st Edition, American Health
Public Association.
Dengan menggunakan metoda ini, sampel tersebut diencerkan. Pada
pengencer digunakan CaCl2; FeCl3; dan MgSO4 sebagai sumber nutrient pada,
buffer fosfat sebagai penyangga pH agar pertumbuhan mikroba optimum, dan
fungsi aerasi selama 30 menit adalah untuk memberi oksigen pada mikroba
aerobic agar bisa tumbuh secara optimum. Selain itu aerasi dapat pula melepaskan
CO2 terlarut dari air sehingga mengurangi korosifitasnya. Juga dapat digunakan
untuk mengoksidasi besi (Fe) dan mangan (Mn) terlarut. Tujuan dari pengenceran
ini adalah menjaga kondisi oksigen tetap terpenuhi dalam sampel, karena jika
konsentrasi terlalu tinggi dapat terjadinya ketidakstabilan kelarutan oksigen dalam
sampel, sebab oksigen memiliki keterbatasan kelarutan dalam air. Kelarutan
oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar +9 ppm pada suhu 20oC.
Selanjutnya adalah pengisian botol winkler untuk BOD hari pertama
digunakan botol winkler berwarna bening, sedangkan untuk BOD hari ketiga dan
kelima digunakan botol berwarna coklat. Hal ini untuk menghindari adanya
cahaya yang akan menimbulkan adanya pertumbuhan alga dalam botol. Kemudian
penambahan MnSO4 berfungsi untuk mengikat oksigen menjadi Mn(OH) 2 yang

13

kemudian akan teroksidasi menjadi MnO2 berhidrat, penambahan alkali-iodidaazida berfungsi sebagai katalisator karena zat organik sangat sukar bereaksi,
sedangkan penambahan H2SO4 berfungsi untuk melarutkan endapan. Reaksi yang
terjadi daintaranya:
MnSO4 + 2 KOH
Mn(OH)2 + K2SO4
Mn(OH)2 + O2
MnO2 + H2O
MnO2 + KI + H2O
Mn(OH)2 + I2 + KOH
Kemudian menambahkan amilum
I2 + 2 S2O3
2 I + S4O6
Larutan sampel dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,025 N hingga
berwarna kuning pucat, kemudian menambahkan amilum dan titrasi kembali
hingga larutan menjadi tidak berwarna. Titrasi dilakukan secara perlahan dan hatihati terutama saat mendekati TAT. Volume titar dicatat dan digunakan dalam
perhitungan BOD.
Kelebihan metode winkler dalam menganalisis oksigen terlarut adalah
lebih mudah karena hanya dilakukan cara titrasi, lebih teliti dan akurat apabila
dibandingkan dengan cara alat DO-meter (Salmin, 2005).
Analisis pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat
kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan
diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri.
Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada
hari kelima. Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan
organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi
biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik
karbon mencapai 95 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 70 % bahan
organik telah terdekomposisi. Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum
dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu
inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu tersebut dalam
nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi
atau memperbandingkan. Temperatur 20 oC dalam inkubasi juga merupakan
temperatur standard. Temperatur 20oC adalah nilai rata-rata temperatur sungai
beraliran lambat di daerah beriklim sedang dimana teori BOD ini berasal. Untuk
daerah tropic seperti Indonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat.
Temperatur perairan tropik umumnya berkisar antara 25 30oC, dengan

14

temperature inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai
juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah
salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut.
Analisis ini dilakukan pengukuran terhadap BOD setelah lima hari setelah
inkubasi pada suhu 20oC selama lima hari, dengan anggapan bahwa waktu selama
itu presentasi reaksi cukup besar dari total BOD (70-80% dari nilai BOD total).
Pengambilan waktu selama lima hari ini juga dapat mengurangi kemungkinan
hasil oksidasi ammonia yang cukup tinggi, yang dapat teroksidasi menjadi nitrit
dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi nilai BOD.
Dari analisis yang dilakukan diperoleh data sebagaia berikut:
(Tabel volume Titrasi Hari Ke-0,3,5)

No

1
2
3
4
5
6

Kode Contoh

Pengenceran

TM.1.1
TM.2.2 (duplo)
TM.2.2 (duplo)
Larutan standar
Blanko
PA.58

Hari 0
(ml)
2,14
1,98
2,01
2,01
2.04
2.09

10
10
10
50
1
10

Volume Titar
Hari 3
Hari 5
(ml)
(ml)
1,85
1.62
1,86
1.74
1.86
1.67
1.15
0,94
1.98
1.87
1.91
1,70

Dari data hasil analisis tersebut, dilakukan perhitungan dan diperoleh data
sebagai berikut:
No

1
2
3
4
5
6

Kode
Contoh

TM.1.1
TM.2.2
(duplo)
TM.2.2
(duplo)
Larutan
standar
Blanko
PA.58

DO

Hasil Analisis

3
(0,025
N)
74
74,4

5
(0,025
N)
64,8
69,6

BOD3

BOD5

10
10

0
(0,025
N)
85,6
79,2

11,6
4,8

20,8
9.6

10

80,4

74,4

66,8

13,6

50

402

230

188

172

214

8,16
7,92
7,48
0,24
83,6
76,4
68
7,2
(Tabel penurunan DO dan BOD)

0,68
15,6

1
10

15

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun


2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, kadar BOD tidak boleh lebih
dari 100 mg/l. hasil dari pemeriksaan kadar BOD pada masing-masing sampel
bervariasi untuk sampel TM 1 diperoleh nilai BOD 3 adalah sebesar 11,6 dan
BOD5 sebesar 20,8. Untuk sampel TM 2 dilakukan titrasi duplo, yang pertama
diperoleh nilai BOD3 sebesar 4,8 dan BOD5 sebesar 9,6. Sedangkan data yang
kedua diperoleh nilai BOD3 sebesar 6 dan BOD5 sebesar 13,6. Selanjutnya larutan
standar dengan pengenceran yang berbeda dengan sampel sebelumnya yaitu
sebanyak 50 kali, diperoleh nilai BOD3 sebesar 172 dan BOD5 sebesar 214. Untuk
blanko (air pengencer) diperpleh nilai BOD3 sebesar 0,24dan BOD5 sebesr 0,68.
Sampel yang terakhir adalah PA 58 diperoleh nilai BOD 3 sebesar 7,2 dan BOD5
sebesar 15,6.
Hasil yang didapatkan untuk nilai BOD3 dan BOD5 dari masing-masing
sampel menunjukkan bahwa kandungan bahan organik pada sampel cukup rendah
dengan diketahui kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik tersebut
ada di bawah baku mutu BOD maksimal yaitu sekitar 150 mg/L. Keterangan
tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah kadar BOD dalam suatu perairan,
maka semakin baik kualitas air tersebut karena kandungan oksigennya semakin
banyak, kondisi seperti ini tidak dapat membahayakan kehidupan biota perairan
dan manusia yang mempergunakan air ini secara langsung. Sebaliknya dengan
semakin tinggi kadar BOD dalam suatu perairan, maka semakin buruk kualitas air
tersebut karena kandungan oksigen terlarutnya (dissolved oxygen) semakin
sedikit. Hal ini terjadi karena banyaknya limbah organik yang ada di perairan
tersebut.

16

BAB V
PENUTUP
Simpulan
1. Hasil analisa BOD menunjukkan bahwa semakin rendah kadar BOD dalam suatu
perairan, maka semakin baik kualitas air tersebut karena kandungan oksigennya
semakin banyak, kondisi seperti ini tidak dapat membahayakan kehidupan biota
perairan dan manusia yang mempergunakan air ini secara langsung.. Dimana
dapat diketahui nilai kadar BOD pada masing-masing sampel limbah adalah
sebagai berikut :
a.
TM.1.1, BOD3 = 11.6 mg/L, BOD5 = 20,8 mg/L
b.
TM.2.2,BOD3 = 4,8 mg/L, BOD5 = 9,6 mg/L
c.
TM.2.2 (duplo), BOD3 = 6mg/L, BOD5 = 13,6 mg/L
d.
Larutan standar (50 kali pengenceran), BOD3 = 172, BOD5 = 214
e.
Blanko, BOD3 = 0,24, BOD5 = 0,68
f.
PA.58, BOD3 = 7,2 mg/L, BOD5 = 15,6 mg/L
2. Nilai BOD yang didapatkan terlihat rendah karena tidak melebihi baku mutu yang
ditetapkan pemerintah pada PP No. 82/01 untuk baku mutu air kelas I. II dan III.
Apabila limbah masuk ke dalam lingkungan, ada beberapa kemungkinan yang
diciptakan. Kemungkinan pertama, lingkungan tidak mendapat pengaruh yang
berarti (pencemaran ringan).

17

DAFTAR PUSTAKA
Alaerts G, dan Sri Simestri Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya :
Usaha Nasional.
American Health Public Association. 2005. Standard Methods for the
Examination of Water and Wastewater 21st Edition, Biological Oxygen
Demand (5210).
Ginting, Perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri.
Jakarta: Yrama Widya.
Kristanto, P. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan.
Smith, G. M. 2002. The Fresh Water Algae of The United State. Second Edition.
Ml GeawHill Book Company Inc. New York, Toronto, London. Pp 265.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.
Warran Viesman and Mark Hammer. 1977. Water Supply and Pollution Control.
New York: Harper and Row Publisher, Inc.

18

Perhitungan:
DO=

V titar x N thiosulfat x 1000 x 8 x P


V

1. TM.1.1
DO0 =

2,14 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

85,6

DO3=

1,85 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

74
DO5=

1,62 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

64,8

BOD 3=85,674=11,6
BOD 5=85,664,8=20,8

2. TM.2.2
DO0 =

1,98 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

79,2
DO3=

1,86 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

74,4

DO5=

1,74 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

19

69,6

BOD 3=79,274,4=4,8
BOD 5=79,269,6=9,6

3. TM.2.2 (duplo)
DO0 =

2,01 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

80,4
DO3=

1,86 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

74,4

DO5=

1,67 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

66,8
BOD 3=80,474,4=6
BOD 5=80,466,8=13,6

4. Larutan standar
DO0 =

2,01 x 0,025 x 1000 x 8 x 50


50

402

DO3=

1,15 x 0,025 x 1000 x 8 x 50


50

20

230

DO5=

0,94 x 0,025 x 1000 x 8 x 50


50

188
BOD 3=402230=172
BOD 5=402188=214

5. Blanko
DO0 =

2,04 x 0,025 x 1000 x 8 x 1


50

8,16

DO3=

1,98 x 0,025 x 1000 x 8 x 1


50

7,92
DO5=

1,87 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

7,48

BOD 3=8,167,92=0,24
BOD 5=8,167,48=0,68

6. PA.58
DO0 =

2,09 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

21

83,6

DO3=

1,91 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

76,4
DO5=

1,70 x 0,025 x 1000 x 8 x 10


50

68

BOD 3=83,676,4=7,2
BOD 5=83,668=15,6

22

Anda mungkin juga menyukai