Masalah Ketahanan Pangan
Masalah Ketahanan Pangan
tengah antara kelangkaan modal dan risiko tinggi kegiatan produksi di sektor
pertanian.
Dengan desain kelembagaan semacam itu jika terjadi gagal panen, beban bisa
dibagi di antara pelaku. Sebaliknya, bila panen berhasil, masing-masing pihak akan
mendapat bagian. Masalahnya, kelembagaan hubungan kerja seperti itu sudah
ditinggalkan, di mana yang kini tersedia hanya hubungan antara pemilik lahan dan
penyewa (jika pemilik lahan tidak mengusahakan sendiri). Pada situasi ini, petani
tunalahan enggan menyewa karena biayanya amat mahal, sementara pemilik lahan
kurang berminat untuk mengolah tanah sendiri akibat insentif laba yang amat tipis.
Desain perubahan kelembagaan
Selain itu, salah satu penyebab penting kerawanan kegiatan produksi di sektor
pertanian adalah perubahan kelembagaan perkreditan. Kebijakan peningkatan akses
kredit yang dilakukan secara gencar oleh pemerintah sejak dekade 1980-an telah
menyebabkan penetrasi lembaga keuangan formal dan semiformal (bank, koperasi,
dan lain-lain) yang intensif di wilayah pedesaan. Kenyataannya, kebijakan itu
bukannya mendekatkan petani (kecil) kepada sumber dana, tetapi justru kian
menjauhkan. Lembaga keuangan formal itu tidak bisa dijangkau petani (justru ketika
dari segi fisik jarak di antara mereka amat dekat) karena persyaratan agunan.
Akibatnya, lembaga keuangan itu cuma dapat diakses petani skala besar. Celakanya,
petani kecil juga sulit mengambil kredit dari lembaga keuangan informal (rentenir)
karena keberadaannya sedikit demi sedikit tergerus oleh penetrasi lembaga keuangan
formal. Inilah titik yang amat mematikan daya hidup petani kecil.
Segitiga perubahan kelembagaan itu dengan jelas mendeskripsikan betapa
secara sistematis perubahan kelembagaan yang diintroduksi pemerintah menjadi
penyebab kemerosotan sektor pertanian. Dengan demikian, dari perspektif produksi,
perubahan kelembagaan itu akan menjadi sumbu peledak persoalan ketahanan pangan
di masa mendatang. Karena itu, secara hati-hati dan matang pemerintah kembali
diminta mendesain atau menggeser perubahan kelembagaan di wilayah pedesaan dan
sektor pertanian dengan mengandaikan derajat kemanfaatan yang lebih besar bagi
para pelaku, khususnya petani kecil. Sebagian isu perubahan kelembagaan itu sudah
dimengerti secara baik oleh pemerintah, yakni reforma agraria. Selain itu, pemerintah
harus terus bergerak dengan mengupayakan desain hubungan kerja dan akses kredit
yang lebih adil di antara pelaku di sektor pertanian. Tanpa kesadaran semacam ini, isu
ketahanan pangan hanya akan berhenti menjadi rintihan lirih.