Anda di halaman 1dari 20

Para Ahli Tafsir Terkenal

1. ATH-THABARIY

Nama Mufassir
Abu Ja'far, Muhammad bin Jarir bin Yazid ath-Thabariy, al-Imm al-'Allmah, al-Hfizh,
seorang sejarawah. Beliau lahir tahun 224 H dan wafat 310 H.
Nama Kitab
Jmi' al-Bayn F Ta`wl Ayi al-Qur`n
Spesifikasi Umum
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikh Ibn Taimiyyah di dalam mukaddimah
Ushl at-Tafsr, hal.90: " Ia termasuk kitab tafsir bercorak Ma`tsr yang paling agung dan
paling besar kedudukannya. Beliau telah mengoleksi berbagai ilmu-ilmu al-Qur'an seperti
Qir`t (aspek-aspek bacaan), makna-maknanya, hukum-hukum fiqih yang diintisarikan dari
ayat-ayatnya, penjelasan makna-makna ayat yang diambil dari bahasa orang-orang Arab,
sya'ir dan sebagainya."
'Aqidahnya
Beliau memiliki sebuah buku seputar 'Aqidah Ahlussunnah yang diberinya judul "Sharh asSunnah" (sudah dicetak). Sementara 'aqidahnya di dalam penafsiran, beliau adalah seorang
imam panutan, membela madzhab Salaf, berargumentasi dengannya dan membelanya akan
tetapi di dalam menetapkan sifat Ghadlab (marah) dan Hay` (malu), beliau menyebutkan
semua pendapat Ahli Tafsir namun tidak menguatkan satupun darinya.
Sikapnya Terhadap Sanad
Beliau komitmen menyebutkan semua riwayat dengan sanad-sanad (jalur-jalur transmisi)nya. Kebanyaknya tidak ditanggapi beliau baik dengan menshahihkan ataupun
melemahkannya.
Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih
Beliau menyebutkan hukum-hukum fiqih yang ada di dalam ayat, pendapat para ulama dan
madzhab-madzhab mereka, memilih salah satu darinya dan menguatkannya dengan dalil-dalil
ilmiah serta menyebutkan Ijma' umat di dalam pendapat yang telah dikuatkannya dari
berbagai pendapat tersebut. Beliau adalah seorang Imam Mujtahid Muthlaq. Para Ahli Tafsir
senantiasa merujuk pendapatnya dan mereka merasa berhutang budi padanya.
Sikapnya Terhadap Qir`t
Beliau termasuk ulama Qir`t yang terkenal. Oleh karena itu, beliau amat memperhatikan
sisi Qir`t dan makna-maknanya, membantah aspek-aspek bacaan yang Sydz
(aneh/langka), termasuk cakupannya yang dapat menyebabkan perubahan dan penggantian
terhadap Kitabullah Ta'ala.

Sikapnya Terhadap Isr`iliyyt (Kisah-Kisah Tentang Bani Israil)


Di dalam kitab tafsirnya, beliau mengetengahkan juga kabar-kabar dan kisah-kisah tentang
Ka'b al-Ahbar, Wahab bin Munabbih, Ibn Juraij, as-Suddiy, lalu menanggapinya secara kritis
akan tetapi tidak konsisten mengkritisi semua yang diriwayatkannya.
Sikapnya Terhadap Sya'ir, Nahwu Dan Bahasa
Kitabnya banyak sekali mencakup berbagai untaian yang berisi solusi bahasa dan Nahwu.
Kitabnya meraih ketenaran yang sangat besar. Kebanyakannya, dia merujuk kepada Bahasa
orang-orang Arab dan terkadang menguatkan sebagian pendapat. Beliau juga memaparkan
sya'ir-sya'ir Arab Kuno, berargumentasi dengannnya secara luas, banyak mengemukakan
pendapat-pendapat Ahli Nahwu dan mengarahkan pendapat-pendapat mereka serta
menguatkan sebagian pendapat atas pendapat yang lain.
(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubn F Manhij al-Mufassirn karya Abu 'Abdillah,
Muhammad al-Hamd an-Najdiy, Hal.9-11)
2. Tafsir Ibn Katsir (Ibn Katsir)

Nama Mufassir
'Imd ad-Dien, Abu al-Fid`, Isma'il bin 'Umar bin Katsir ad-Dimasyqiy asy-Syafi'iy, seorang
Imam, Hfizh dan juga sejarawan. Wafat tahun 774 H.
Nama Kitab
Tafsir al-Qur`n al-'Azhm
Spesifikasi Umum
Tafsir Ibn Katsir merupakan tafsir kategori Ma`tsr yang paling masyhur dan menduduki
peringkat ke-dua setelah Tafsir ath-Thabariy.
Tafsir ini juga interes terhadap segi periwayatan, yaitu menafsirkan Kitabullah dengan haditshadits dan atsar-atsar yang langsung disandarkan kepada para periwayatnya. Pengarangnya
juga sangat memperhatikan sisi penyebutan ayat-ayat yang serupa dengan ayat yang ingin
ditafsirkannya, yang dinamakan dengan Tafsir al-Qur`n bi al-Qur`n (penafsiran al-Qur'an
dengan al-Qur'an sendiri).
'Aqidahnya
Beliau ber'aqidah Salaf dan hal ini tidak perlu diherankan karena beliau adalah salah seorang
murid Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahumallah.
Beliau memiliki sebuah kitab di dalam masalah 'aqidah berjudul "al-'Aq`id". Di dalam kitab
ini, beliau menjelaskan 'aqidah Salaf berupa penetapan terhadap sifat-sifat Allah seperti
mendengar, melihat, mata, wajah, ilmu, kalam (bicara), ridla, Sakhth (murka), cinta, benci,
senang, tertawa dengan tanpa menyebutkan Takyf (bagaimana caranya), Tasybh
(penyerupaan), Tahrf (perubahan) dan Tabdl (penggantian). Di dalam kitab tafsirnya, beliau

menetapkan kebanyakan sifat-sifat tersebut secara global sementara sebagian orang


menafsirkannya dengan Lzim ash-Shifah (konsekuensi sifat itu) mengikuti cara Imam athThabariy, seperti sifat malu dan mata.
Sikapnya Terhadap Sanad
Beliau mengetengahkan banyak hadits dan atsar dengan sanad-sanad (jalur-jalur transmisi)nya dan interes terhadap penilaian riwayat-riwayat dari sisi keshahihan dan kelemahannya
serta menyebutkan sisi al-Jarh wa at-Ta'dl (metode kelaikan periwayatan) terhadap para
periwayat, sebab beliau adalah seorang Hfizh yang mengenal seni-seni hadits dan para
periwayatnya, di samping beberapa karya-karya tulis lainnya.
Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih
Beliau mengetengahkan diskusi-diskusi fiqih, pendapat-pendapat para ulama dan dalil-dalil
mereka ketika menafsirkan ayat-ayat tentang hukum akan tetapi tidak terlalu melebar dan
mengarahkan siapa saja yang ingin menambah wawasannya kepada beberapa kitab fiqih.
Sikapnya Terhadap Qir`t
Beliau menyinggung juga beberapa Qir`t namun dengan sangat ringkas.
Sikapnya Terhadap Isr`liyyt
Beliau memiliki kelebihan dengan mengkritisi riwayat-riwayat yang bernuansa Isr`liyyt
dan secara umum memberikan peringatan akan hal itu serta biasanya mengkritisinya manaka
menyinggung tentangnya.
Sikapnya Terhadap Kebahasaan, Sya'ir Dan Nahwu
Sangat sedikit sekali beliau mengetengahkan hal yang terkait dengan I'rb (penguraian
kedudukan suatu kata di dalam kalimat) dan Nahwu, demikian pula halnya dengan masalah
sya'ir.
Catatan:
Untuk mengetahui lebih banyak tentang biografi Ibn Katsir, silahkan merujuk kitab-kitab
berikut:

ad-Durar al-Kminah, karya Ibn Hajar (I:399)

al-Badr ath-Thli' karya az-Zarkasyiy (I:153)

Syazart adz-Dzahab karya Ibn 'Imd (VI:231)

Thabaqt al-Mufassirn karya ad-Dwdiy (I:111-113)

'Umdah at-Tafsr karya Syaikh Ahmad Sykir

(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubn Fi Manhij al-Mufassirn, karya Abu 'Abdillah


Muhammad al-Hamd an-Najdiy, h.39-40)
3. Tafsir Al-Qurthubiy

Nama Mufassir
Imam Abu 'Abdillh, Muhammad bin Ahmad bin Farh al-Anshriy al-Khazrajiy al-Andalusiy
al-Qurthubiy. Wafat tahun 671 H.
Nama Kitab
Al-Jmi' Li Ahkm al-Qur`n
'Aqidahnya
Dia seorang penganut aliran Asya'riyyah dan pena'wil (Cara seperti ini menyimpang dari
manhaj Salaf-red.). Hal ini dapat diketahui bila meneliti tafsirnya dan juga bukunya yang
berjudul "al-Asn F Syarh Asm` al-Husn". Dalam bab Asm Wa ash-Shift (Nama-Nama
Dan Sifat-Sifat Allah) beliau menukilnya dari para imam-imam aliran Asy'ariyyah seperti alJuwainiy, al-Bqillniy, ar-Rziy, Ibn 'Athiyyah dan sebagainya.
Di dalamnya, beliau juga membantah terhadap Ahli Tasawwuf dan mengingkari prilakuprilaku dan ucapan-ucapan mereka yang bertentangan dengan syari'at.
Spesifikasi Umum
Mengenai spesifikasi kitabnya, pengarangnya sendiri menyatakan, "Ia merupakan catatan
ringkas yang berisi beberapa poin; tafsir, sisi bahasa, I'rb, Qir`t, bantahan terhadap aliran
yang menyimpang dan sesat dan hadits-hadits yang banyak sekali sebagai penegas terhadap
hukum-hukum dan nuzul Ayat-ayat yang kami sebutkan, mengoleksi makna-maknanya dan
menjelaskan ungkapan-ungkapan yang rumit dengan mengetengahkan ucapan-ucapan para
ulama Salaf, demikian juga ulama Khalaf yang mengikuti mereka."
Sikapnya Terhadap Hadits Dan Sanad
Beliau banyak mengetengahkan hadits-hadits Nabawi dan telah berjanji pada dirinya untuk
menisbahkannya kepada para pengarangnya dan terkadang mengemukakan hadits-hadits
tersebut tanpa sanad (mata rantai/jalur transmisi periwayatan) juga.
Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih
Beliau memaparkan secara panjang lebar ayat-ayat hukum, menyinggung berbagai
permasalahan yang diperselisihkan dan terkait dengan ayat-ayat, baik dalam dimensi dekat
ataupun jauh dengan menyertakan penjelasan dalil-dalil pendapat-pendapat tentang hal itu.
Beliau seorang yang Munshif (adil/moderat), tidak fanatik terhadap madzhabnya sendiri,
yaitu madzhab Malikiy, tetapi tetap berjalan seiring dengan dalil.

Sikapnya Terhadap Qir`t


Beliau menyinggung juga beberapa Qir`t namun sedikit sekali.
Sikapnya Terhadap Isr`liyyt
Di dalam Mukaddimah kitabnya ini, beliau berkata, "Dan saya mengesampingkan banyak
sekali kisah-kisah dan berita-berita yang ditulis oleh sejarawan, kecuali hal yang memang
dianggap perlu."
Sikapnya Terhadap Kebahasaan, Sya'ir Dan Nahwu
Beliau menyinggung juga tentang I'rb, menjelaskan lafazh-lafazh al-Qur'an yang asing,.
Banyak sekali memutuskan sesuatu berdasarkan aspek bahasa, demikian juga mengambil
dalil penegas dari sya'ir-sya'ir Arab.
Catatan:
Untuk mengetahui lebih banyak tentang biografi Imam al-Qurthubiy, silahkan merujuk kitabkitab berikut:
1. Thabaqt al-Mufassirn karya Imam as-Suythiy (88)
2. Syazart adz-Dzahab karya Ibn 'Imd (V:335)
3. Thabaqt al-Mufassirn karya ad-Dwdiy (II:69-70)
4. Mu'jam al-Mufassirn karya 'Adil Nuwaihidl (II:479)
(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubn Fi Manhij al-Mufassirn, karya Abu 'Abdillah
Muhammad al-Hamd an-Najdiy, h.24-25)
4.

Tafsir Al-Baghawiy
Mukaddimah
Inilah salah satu tafsir Salaf yang harus dimiliki oleh seorang Muslim dan penuntut ilmu
sehingga di dalam menafsikan ayat-ayat, khususnya yang terkait dengan Asm` Allah dan
Sifat-Nya terhindar dari takwil-takwil yang batil.
Nama Mufassir
Beliau adalah Abu Muhammad al-Husain bin Mas'ud, yang lebih dikenal dengan al-Farr` alBaghawiy, penghidup as-Sunnah, seorang Imam dan Hfizh.
Nama Kitab
Ma'lim at-Tanzl.
Spesifikasi Umum
Beliau memaparkan ayat dengan sangat mudah dan ringkas. Buku ini aslinya adalah
Mukhtashar (ringkasan) dari Tafsr ats-Tsa'labiy akan tetapi beliau menjaga tafsir tersebut
dari perkataan-perkataan bid'ah dan hadits-hadits Mawdlu'. Hal ini sebagaimana yang
diungkapkan oleh Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah di dalam bukunya Muqaddimah F Ushl

at-Tafsr, halaman 76. Beliau juga menukil perkataan ulama Salaf mengenai perbedaan
pendapat di dalam tafsir dan tidak menguatkan satu riwayat atas riwayat yang lain.
'Aqidahnya
Beliau seorang yang ber'aqidah Salaf; menetapkan Asm` dan Shift yang ditetapkan sendiri
oleh Allah Ta'ala atas diri-Nya. Dalam hal ini, beliau telah menetapkan hal itu pada
mukaddimah kitabnya yang amat berharga Syarh as-Sunnah. Di dalam tafsirnya tersebut,
yang dominan adalah beliau menetapkan Asm` dan Shift tersebut namun beliau ternyata
juga terjebak ke dalam penakwilan terhadap sebagian Shift Allah (padahal ini menyalahi
manhaj ulama Salaf-red.,), seperti ar-Rahmah, al-Hay` (malu), al-Ghadlab (murka/marah).
Ar-Rahmah lbeliau takwilkan dengan Irdah Alllah al-Khair Li Ahlihi (kehendak Allah untuk
berbuat baik terhadap pelakunya, I:18). Beliau juga menakwilkan al-Hay` dengan at-Tark wa
al-Man'u (Membiarkan dan mencegah, I:43) dan al-Ghadlab dengan Irdah al-Intiqm
(keinginan untuk mendendam, I:23).
Sikapnya Terhadap Sanad
Beliau biasanya menukil semua yang berasal dari ulama Salaf mengenai tafsir suatu ayat
tanpa menyebutkan Isnd -nya. Akan tetapi beliau telah menyebutkan sanad-sanadnya hingga
sampai kepada mereka itu pada mukaddimah Tafsirnya. Beliau biasanya amat selektif
terhadap keshahihan hadits yang disandarkannya kepada Rasulullah. Sementara itu, beliau
tidak peduli terhadap hadits-hadits Munkar dan Mawdlu' (palsu) namun terkadang
meriwayatkan juga dari al-Kalbiy dan periwayat-periwayat lemah selainnya.
Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih
Belaiu memaparkan juga permasalahan-permasalahan fiqih dengan gaya bahasa yang mudah
dan menukil perbedaan yang ada tanpa mengupasnya secara panjang lebar.
Sikapnya Terhadap Qir`t
Beliau juga menyinggung tentang Qir`t (jenis-jenis bacaan ayat) tanpa bertele-tele.
Sikapnya Terhadap Isra`iliyyat
Beliau menyinggung tentang sebagian Isra`iliyyat namun tidak memberikan tanggapan
atasnya.
Sikapnya Terhadap Masalah Sya'ir, Kebahasaan Dan Nahwu
Beliau menghindari kupasan panjang lebar di dalam pembahasan I'rb (penguraian anak
kalimat) dan hal-hal yang terkait dengan Balaghah namun menyinggung hal-hal yang
memang urgen disebutkan untuk menyingkap makna suatu ayat.
(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubn F Manhij al-Mufassirn karya Abu 'Abdillah,
Muhammad al-Hamud an-Najdiy, h.14-15)

5. Tafsir AL-MANAR

Nama Mufassir
Muhammad Rasyd bin Aly Ridla bin Muhammad Syams ad-Dn bin Minla Aly Khalfah
al-Qalmny al-Baghddy al-Hasany (dinisbahkan kepada al-Hasan bin Aly), pemilik
majalah al-Manr dan termasuk seorang Dai yang Mushlih (reformis) dan Mujaddid. Lahir
tahun 1283 H dan wafat tahun 1353 H.
Nama Kitab
Nama kitab tafsirnya adalah Tafsir al-Qur`n al-Hakm dan lebih dikenal dengan nama Tafsir
al-Manr. Namun sayang tafsir ini tidak rampung dan hanya sampai pada surat Ysuf, ayat
101.
Aqidahnya
Untuk menjelaskan aqidahnya dan siapa Syaikh Muhammad Abduh ini, kiranya cukup
menukil ucapan Syaikh al-Albany sebagai yang dikatakan oleh Muhammad bin Ibrahim asySyaibany di dalam bukunya Hayh al-Albny (I:24), Beliau Mengatakan :
Sayyid Muhammad Rasyid Ridla rahimahullah memiliki andil besar terhadap Dunia Islam
secara umum dan secara khusus terhadap kaum Salafiyyin. Hal ini kembali kepada sosok
beliau yang merupakan salah seorang dai yang langka di dalam menyuarakan manhaj Salaf
di seluruh jagad raya melalui majalahnya al-Manar . Di dalam hal tersebut, beliau sungguh
telah berjuang yang patut disyukuri atasnya. Dan, semoga beliau mendapatkan pahala yang
tersimpan di sisi Rabbnya atas hal itu.
Di samping dikenal sebagai dai yang mengajak kepada manhaj Salaf Shalih dari sisi aqidah
dan pemikiran serta tingkah laku, beliau juga memiliki upaya yang patut disyukuri di dalam
takhrij hadits shahih dan dlaif. Tidak dapat disembunyikan oleh setiap muslim yang
memiliki sedikit wawasan keislaman, bahwa hadits-hadits shahih inilah satu-satunya jalan
untuk memahami Kitabullah secara benar sebab banyak sekali ayat-ayat yang tidak dapat
dipahami kecuali melalui penjelasan as-Sunnah an-Nabawiyyah. Allah telah menekankan hal
ini di dalam firman-Nya:
Dan telah Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr (al-Quran) untuk menjelaskan kepada
manusia wahyu yang diturunkan kepada mereka. (an-Nahl:44).
Ayat ini dan nash-nash lainnya menguatkan kepada seorang Muslimi bahwa tidak ada jalan
dalam memahami al-Quran selain melalui jalan Sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wasalam. Dan, Sayyid Muhammad Rasyid Ridla memiliki perhatian yang sangat besar
terhadap ilmu hadits, sampai kepada upayanya meletakkannya dalam lingkup ilmiah, sosial
dan politik. Banyak sekali beliau mengingatkan kelemahan sebagian hadits dari sisi sanadnya
melalui majalah al-Manar yang merupakan ujung tombak yang baik dan mampu
mengalihkan perhatian kaum Muslimin untuk lebih fokus terhadap hadits-hadits Rasulullah
Bilamana adalah sepatutnya orang yang memiliki kelebihan mengakui kelebihan pemilikinya,
maka saya mendapati diri saya pada kesempatan yang baik ini harus mencatatkan kalimat ini
agar diketahui oleh siapa saja yang telah sampai kepadanya (membacanya) bahwa, pertama,

saya atas karunia Allah memiliki orientasi kepada manhaj Salaf. Kedua, dapat membedabedakan mana hadits-hadits dlaif dan hadits shahih. Semua itu, keutamaan (andil besar)
pertamanya kembali kepada sosok Sayyid Ridla rahimahullah melalui beberapa volume dari
majalah al-Manar-nya yang merupakan hal pertama kali yang saya ketahui ketika mulai
bergiat di dalam menuntut ilmu
Dalam hal ini, memang ada beberapa kritikan pula yang diarahkan syaikh al-Albany terhadap
Syaikh Muhammad Rasyid Ridla namun tidak mengurangi kapasitasnya sebagai seorang
penyeru kepada dakwah salafiyyah.
Sedangkan di dalam masalah Asm` dan Shift, syaikh Rasyid Ridla menetapkan sebagian
besarnya berdasarkan manhaj Salaf.
Spesifikasi Umum
Syaikh Rasyid Ridla banyak menukil dari gurunya, Syaikh Muhammad Abduh. Tidak
terdapat perbedaan antara keduanya di dalam masalah sumber, manhaj (metode) dan tujuan
kecuali terhadap beberapa hal yang amat langka dan sedikit. Manhaj beliau di dalam tafsir
adalah menafsirkan al-Quran dengan al-Quran (ayat dengan ayat), hadits-hadits shahih dari
Rasulullah, sesuai metode Salaf, menggunakan gaya bahasa Arab ditambah dengan nalarnya
yang terbebas dari taqlid terhadap para mufassir kecuali terhadap pendapat mereka yang
memuaskannya. Sebagian muridnya bercerita tentangnya, bahwa beliau tidak mengevaluasi
apa yang ditulisnya di dalam tafsir kecuali setelah menulis pemahamannya terlebih dahulu
terhadap suatu ayat karena khawatir ada pengaruh ucapan-ucapan para mufassir terhadap
dirinya.
Mengenai motivasinya menulis tafsir seperti itu, beliau menyinggung tentang
ketidakberuntungan kaum Muslimin manakala kebanyakan karya tafsir menyibukkan
pembacanya dari tujuan-tujuan yang agung dan hidayah yang mulia di mana ada yang
menyibukkannya dari al-Quran lantaran banyaknya bahasan-bahasan tentang Irab, kaidahkaidah nahwu, makna-makna dan istilah-istilah bayan. Di antaranya pula, mengalihkannya
dengan debat kusir Ahli kalam, interpretasi-interpretasi ulama Ushul, kesimpulan-kesimpulan
para ahli fiqih yang fanatik, takwil kaum Sufi dan fanatisme masing-masing terhadap aliran
dan madzhabnya. Ada lagi di antaranya yang mengalihkannya dengan begitu banyaknya
riwayat-riwayat yang tercampur dengan khurafat Israiliyyat. Sementara mufassir seperti alFakhrur Rozy, menurut beliau, menambah lagi hal baru dengan memasukkan ilmu-ilmu
matematika, ilmu alam (eksakta) dan ilmu-ilmu lainnya terkait dengan beberapa aliran/faham
yang ada pada masanya, seperti falak yunani, dsb. Cara seperti ini diikuti pula oleh ulama
kontemporer (masanya syaikh Rasyid) dengan memasukkan beragam ilmu yang ada pada
masa ini dan seni-seninya, seperti menulis beberapa pasal yang panjang dalam menafsirkan
ayat, ketika membahas kata as-Sam` (langit) dan al-Ardl (bumi). Yaitu dari sisi ilmu
falak (astronomi), tumbuh-tumbuhan (anatomi) dan ilmu hewan (biologi) sehingga
menghalangi pembacanya dari wahyu sebenarnya yang karenanya Allah menurunkan kitabNya.

Beliau menyebutkan, Maka, adalah menjadi kebutuhan yang mendesak terhadap penafsiran
yang mengarahkan perhatian pertamanya kepada petunjuk al-Quran dalam kapasitas yang
sesuai dengan ayat-ayat yang diturunkan ketika mengulasnya. Demikian juga, yang sesuai
dengan tujuan diturunkannya al-Quran seperti dengan peringatan, berita gembira, hidayah
dan perbaikan. Hal inilah yang anda dapatkan di dalam rincian pembahasan pada
mukaddimah yang diambil dari kajian yang diberikan oleh syaikh kami, Ustadz Imam
Muhammad Abduh rahimahullah. Kemudian, terhadap titik perhatian pada tuntutan zaman
ini dengan ungkapan yang mudah, memperhatikan tingkat pemahaman para pembaca,
menyingkap syubuhat para pegiat dalam bidang filsafat, ilmu eksakta dan selainnya seperti
yang akan anda lihat nanti. Dan hal inilah yang kiranya Allah mudahkan atas karunia-Nya
kepada si lemah ini (maksudnya diri beliau dan ini pada pembukaan kitabnya tersebut-red.,).

Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih


Beliau memberikan kemerdekaan sepenuhnya pada dirinya untuk menggali hukum-hukum
syariat dari al-Quran. Hal inilah yang menyebabkan beliau berbeda pendapat dengan
Jumhur ulama dalam beberapa masalah, di mana beliau memberikan bantahan terhadap
mereka dengan jawaban yang sedikit keras, seperti pendapat beliau yang membolehkan orang
musafir untuk bertayammum sekalipun dia mendapatkan air. Beliau juga lebih memperluas
penjelasan hukum-hukum fiqih sosial dan pembicaraan atas kondisi kontemporer umat baik
di belahan timur maupun barat.
Sikapnya Terhadap Aspek Bahasa, Nahwu Dan Syair
Beliau tidak mengulas tentang seni-seni bahasa dan Nahwu kecuali sedikit sekali. Dia
menjelaskan ayat-ayat dengan gaya bahasanya yang indah, menyingkap beberapa makna
dengan ungkapan yang mudah dan dapat diterima oleh kalangan awam, disertai penjelasan
mengenai ayat-ayat al-Quran yang dirasa rumit.
Sikapnya Terhadap Isr`liyyt
Sangat sedikit menyinggung tentang Isr`liyyt bahkan beliau mengingkari sikap para
mufassir yang banyak mengetengahkannya. Akan tetapi beliau malah berbicara tentang hal
yang serupa dengan itu, yaitu banyak menukil dari al-Kitab berita-berita dan atsar-atsar di
dalam menafsirkan nama-nama yang tidak dikenal di dalam al-Quran atau melalui hal itu,
beliau membantah pendapat sebagian para mufassir.
SUMBER:
- al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubn F Manhij al-Mufassirn, karya Abu Abdillah,
Muhammad AliHamud an-Najdy, hal.59-65
- Muhammad Rasyd Ridla, Thawdun Wa Ishlhun, Dawatun Wa Diyah karya Khalid bin
Fawzy bin Abdul Hamd Alu Hamzah

6. Tafsir FATHUL QADIR, IMAM ASY-SYAWKANI

Nama Mufassir
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdullah asy-Syawkani, ash-Shanani, alQadhi.
Nama Kitab
Fath-hul Qadiir al-Jaami Bayna Fannay ar-Riwaayah Wa ad-Diraayah Min Ilm at-Tafsiir.
Aqidahnya
Ia memiliki sebuah risalah berjudul, at-Tuhaf Fi Madzaahib as-Salaf. Di dalam kitabnya ini,
ia mencela habis-habisan ahli kalam (kaum teolog) dan cara mereka yang lebih
mendahulukan akal ketimbang nash-nash al-Quran dan Hadits serta memuji madzhab Salaf.
Pujiannya terhadap madzhab Salaf tampak dari penafsirannya terhadap firman Allah, Laysa
Kamitslihi Syai-un. Di antara yang ia katakan, bahwa ayat ini menafikan Mumatsalah
(memisalkan segala sesuatu sehingga menjadi mirip, dalam hal ini terkait dengan dzat Allah)
dan menolak tajsiim (menyebut fisik Allah sama dengan fisik manusia) ketika Allah
menyifati diri-Nya dengan mendengar, melihat dan ketika menyebut sifat mendengar,
melihat, tangan, istiwa dan lain-lain yang tercakup di dalam Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Bahkan sebaliknya, harus menetapkan sifat-sifat tersebut tetapi tidak dengan cara
Mumaatsalah atau pun Musyabahah (menyerupai) dengan makhluk. Dengan begitu akan
dapat menolak dua sikap negatif; yang berlebihan dan terlalu berlebihan, yaitu berlebihan
dalam menetapkan sifat tersebut sehingga menyebabkan timbulnya tajsiim dan yang sangat
berlebihan dalam menafikannya sehingga menyebabkan timbulnya tathil (tidak
memfungsikan sifat tersebut, membatalkannya). Dari kedua sisi negatif ini, muncullah
madzhab Salaf Shalih, yaitu pendapat mereka; menetapkan sifat-sifat yang ditetapkan Allah
atas diri-Nya dengan cara yang hanya Allah yang Maha Tahu sebab Dia lah yang berfirman,
Laisa Kamitslihi Syai-un, Wa Huwas Samiiul Bashiir
Imam asy-Syawkani juga telah menetapkan sifat istiwa berdasarkan madzhab Salaf.
Akan tetapi ada juga ayat yang beliau takwilkan tetapi ini lebih disebabkan faktor lain, yaitu
mengikuti al-Qurthubi dan ulama lainnya.
Di tempat-tempat yang lain dari kitabnya, ia membantah pendapat az-Zamakhsyari, tokoh
mutazilah karena bertentangan dengan ahlussunnah wal jamaah.
Spesifikasi Umum
Dalam permulaan tafsirnya, pengarang (asy-Syawkani) menyebutkan bahwa biasanya para
mufassir terpecah menjadi dua kelompok; kelompok pertama hanya memfokuskan penafsiran
mereka pada masalah riwayat saja. Sedangkan kelompok kedua, momfokuskan pada sisi
bahasa Arab dan ilmu alat. Beliau ingin menggabungkan antara dua hal tersebut sehingga bisa
lebih sempurna lagi, ia mengatakan, Dengan demikian anda mengetahui bahwa harus

dilakukan penggabungan antara kedua hal tersebut dan tidak hanya terbatas pada dua cara
yang kami sebutkan itu saja. Inilah tujuan saya menulis kitab ini dan cara yang insya Allah,
ingin saya tempuh, di samping saya juga akan melakukan tarjih (menguatkan salah satu
pendapat) antara beberapa penafsiran yang saling bertentangan sedapat mungkin dan menurut
saya tampak jelas kekuatannya. Saya juga akan menjelaskan makna dari sisi bahasa Arab,
Irab (penguraian anak kalimat), balaghah dengan sedikit banyak. Demikian pula, saya sangat
antusias untuk memaparkan penafsiran yang shahih berasal dari Rasulullah SAW, para
shahabat, tabiin, tabiut tabii atau ulama-ulama tokoh yang terpandang
Ia mengatakan, Tafsir ini sekali pun ukurannya besar tetapi memuat ilmu yang banyak,
terpenuhi bagian tahqiq (analisis)-nya serta mengena tujuan mencari kebenaran di dalamnya
serta mencakup pula faedah-faedah, kaidah-kaidah, dan sebagainya yang disarikan dari kitabkitab tafsir
Kitab tafsir asy-Syawkani memiliki keunggulan lainnya, yaitu mengingatkan akan bidahbidah sesat, aqidah menyimpang dan taqlid buta.
Karena sikapnya ini, beliau pernah disakiti dan difitnah dengan beragam tuduhan, semoga
Allah merahmati beliau.
Sikapnya Terhadap Sanad
Beliau telah menyinggung hal itu dalam langkah penulisan di dalam kitab tafsirnya tersebut,
Demikian pula, saya sangat antusias untuk memaparkan penafsiran yang shahih berasal dari
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam, para shahabat, tabiin, tabiut tabii atau ulama-ulama
tokoh yang terpandang. Terkadang saya menyebutkan hadits yang lemah sanadnya dan ini
karena dua hal; bisa jadi karena ada hadits lain yang bisa menguatkannya atau karena ia
sesuai dengan makna secara bahasa. Terkadang pula saya menyebutkan hadits yang
dinisbatkan kepada periwayatnya tetapi tanpa menjelaskan kondisi sanadnya sebab saya
mendapatkannya seperti itu dari teks asli yang saya nukil seperti halnya yang terjadi pada
tafsir Ibn Jarir, al-Qurthubi, Ibn Katsir, as-Suyuthi dan ulama tafsir lainnya. Rasanya sangat
jauh (tidak mungkin) mereka mengetahui ada kelemahan pada hadits lalu tidak
menjelaskannya.! Dan tidak mesti pula dikatakan terhadap apa yang mereka nukil itu, bahwa
mereka telah mengetahui kevalidannya sebab bisa jadi mereka menukil dengan tanpa
mengungkapkan kondisi sanadnya juga. Inilah yang menurut perkiraan lebih mungkin terjadi
sebab andai kata mereka mengungkapkan hal itu lalu keshahihannya valid menurut mereka,
maka tidak mungkin mereka membiarkannya tanpa penjelasan sebagaimana banyak terjadi
pada mereka; menjelaskan keshahihan atau ke-hasan-annya. Siapa saja yang mendapatkan
teks asal dari apa yang mereka riwayatkan dan nisbatkan dalam tafsir mereka, maka
hendaknya ia melihat (merujuk) kepada sanad-sanadnya tersebut agar mendapatkan taufiq
atas hal itu, insya Allah.
Terkadang pula beliau mengomentari riwayat-riwayat yang disinggungnya dan menjelaskan
kondisinya.

Tetapi terlepas dari itu, terdapat juga beberapa catatan atas sikap beliau, di antaranya beliau
menyebutkan banyak hadits Dhaif (lemah) dan Mawdhu (palsu) di dalam beberapa tempat
namun tidak mengingatkannya. Hal ini, karena ia banyak sekali menukil dari kitab ad-Durr
al-Mantsuur karya Imam as-Suyuthi.
Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih
Beliau menyinggung madzhab ulama fiqih, baik empat imam madzhab atau pun ulama selain
mereka, perbedaan pendapat serta dalil-dalil mereka. Beliau menguatkan salah satunya dan
mengambil kesimpulan hukum darinya.
Pantaslah beliau sebagai seorang imam yang mumpuni ilmunya, mujtahid dalam fiqih.
Banyak karya-karya tulis yang beliau telorkan, seperti kitab yang sangat terkenal lainnya,
Naylul Awthaar Syarhu Muntaqal Akhyaar; as-Saylul Jiraar al-Mutadaffiq Ala Hadaaiqil
Azhaar; ad-Durar al-Bahiyyah berikut syarahnya, dan kitab-kitab lainnya.
Sikapnya Terhadap Qiraa`aat
Beliau menyinggung masalah Qiraa`aat Sab (tujuh bacaan) dan mengarahkan yang
bertentangan darinya. Tafsir yang beliau karang didasarkan pada riwayat Nafi al-Madani.
Beliau juga menyebutkan qiraaaat yang janggal.
Sikapnya Terhadap Israa`iliyyaat
Sedikit sekali menyinggung masalah Israa`iliyyaat, tetapi terkadang menukil sebagian isinya
dalam menafsirkan beberapa ayat.
Sikapnya Terhadap Masalah Bahasa, Nahwu Dan Syair
Beliau sangat interes sekali terhadap masalah bahasa dan mengambil keputusannya dari ahliahli bahasa terkemuka seperti al-Mubarrad, Abu Ubaidah, al-Farra, Ibn Faris dan ulama
bahasa lainnya.
Beliau juga menyinggung sisi-sisi Irab (penguraian anak kalimat) dari sisi Nahwu
(Gramatikal), serta banyak sekali berargumentasi dengan mengetengahkan syair-syair.
CATATAN
Mengenai biografi Imam asy-Syawkani, lihat: al-Badr ath-Thaali (II:214), al-Imam asySyawkani Mufassiran karya Dr.Muhammad Hasan al-Ghumari.
SUMBER:
al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubiin Fii Manaahij al-Mufassiriin, karya Abu Abdillah,
Muhammad AliHamud an-Najdy, hal.50-53.
7. AZ-ZAMAKHSYARI

Nama Mufassir
Beliau adalah Abu al-Qasim, Mahmud bin Umar bin Muhammad al-Khawarizmi, al-Hanafi,
penganut aliran Muktazilah, yang dijuluki Jaarullah.

Nama Kitab
Al-Kasysyaaf An Haqaaiq at-Tanziil Wa Uyuun al-Aqaawiil Fii Wujuuh at-Tawiil.
Aqidahnya
Beliau termasuk tokoh aliran Muktazilah yang membela mati-matian madzhabnya. Ia
memperkuatnya dengan kekuatan hujjah yang dimilikinya.
Dalam hal ini, imam adz-Dzahabi di dalam kitabnya al-Miizaan (IV:78) berkata, Ia
seorang yang layak (diambil) haditsnya, tetapi ia seorang penyeru kepada aliran muktazilah,
semoga Allah melindungi kita. Karena itu, berhati-hatilah terhadap kitab Kasysyaaf
karyanya.
Beliau demikian getol berdalil dengan ayat-ayat dalam rangka memperkuat madzhabnya yang
batil. Sebaliknya, ia selalu menakwil ayat-ayat yang dianggapnya bertentangan dengan
pendapatnya. Bahkan, ia merubah arah ayat-ayat yang semestinya diarahkan kepada orangorang kafir kepada Ahlussunnah yang ia sebut sebagai Hasyawiyyah mujbirah dan
musyabbihah.
Spesifikasi Umum Kitab Tafsirnya
Kitab tafsir karangannya memiliki keunggulan dari sisi keindahan al-Quran dan balaghahnya
yang mampu menyihir hati manusia, mengingat kemumpunian beliau dalam bahasa Arab dan
pengetahuannya yang mendalam mengenai syair-syairnya. Tetapi ia membawakan hujjahhujjah itu untuk mendukung madzhab muktazilahnya yang batil di mana ia memaparkannya
dalam ayat-ayat al-Quran melalui pintu balaghah. Karena itu, harus berhati-hati dengannya,
khususnya bagi pemula dalam bidang ini.
Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih
Ia menyinggung juga tentang permasalahan fiqih namun tidak memperluasnya. Diakui bahwa
ia dalam hal ini adalah seorang yang moderat, tidak fanatik dengan madzhab Hanafi-nya.
Sikapnya Terhadap Bahasa, Nahwu Dan Syair
Beliau memberikan perhatian penuh pada penjelasan kekayaan balaghah dalam hal
Maaani dan Bayaan yang terdapat di dalam al-Quran. Tetapi, bila ia melewatkan saja
suatu lafazh yang tidak sesuai dengan madzhabnya, ia berupaya dengan segenap
kemampuannya untuk membatalkan makna zhahir lafazh itu dengan menetapkan makna lain
untuknya dari apa yang ada di dalam bahasa Arab atau mengarahkannya seakan ia adalah
Majaz, Istiarah atau Tamtsil.
Sikapnya Terhadap Israiliyyat
Amat sedikit beliau menyinggung masalah Israiliyyat. Kalau pun ada, maka ia dahului
dengan lafazh, Diriwayatkan atau dengan mengatakan di akhirnya, Wallahu alam.
Namun anehnya, ia malah menyebutkan beberapa hadits Mawdhu (palsu) mengenai

keutamaan-keutamaan surat-surat di akhir setiap surat.


(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubiin Fii Manaahij al-Mufassiriin karya Abu
Abdillah, Muhammad al-Mahmud an-Najdi, hal.16-17)

Kitab Hadist Terkenal


A. Al-Muwaththo Karya Imam Malik
a. Penulis Kitab Al-Muwaththo
Imam Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 93H/711M. Beliau dilahirkan di
dalam sebuah kota yang merupakan tempat tumbuhnya Islam dan berkumpulnya generasi
yang dididik oleh para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, radhiallahu anhum
Disana beliau menulis kitabnya Al-Muwaththo'. Beliau menimba ilmu dari 100 orang guru
lebih. Beliau hidup selama 84 tahun, wafat pada tahun 179 H dan dimakamkan di Baqie.
Sejarah keluarganya juga ada hubung-kait dengan ilmu Islam dengan ayahnya sendiri
seorang perawi dan penghafal hadis yang terkemuka. Pamannya juga, Abu Suhail Nafi
adalah seorang tokoh hadis kota Madinah pada ketika itu dan dengan beliaulah Malik bin
Anas mula mendalami ilmu-ilmu agama, khususnya hadis. Abu Suhail Nafi ialah seorang
tabiin yang sempat menghafal hadis daripada Abd Allah ibn Umar, A'isyah binti Abu
Bakar, Umm Salamah, Abu Hurairah dan Abu Said al-Khudri radhiallahu anhum.
Beliau meriwayatkan hadis dari sejumlah besar Tabi'ien dan Tabi'ut Tabi'ien,
diantaranya : Nafi' bekas budak Ibn Umar, Ibn Syihab Az Zuhri, Abu Az Zanad,
Abdurrahman bin Al Qasim, Ayyub As Sakhtiyani, Yahya bin Sa'id Al Anshari, Aisyah binti
Sa'ad bin Abi Waqqash, Zaid bin Aslam, Humaid Ath Thawiel, dan Hisyam bin Urwah.
Sebaliknya, tidak sedikit guru-gurunya yg meriwayatkan hadis dari beliau sesudah itu,
seperti Az Zuhri dan Yahya bin Sa'id Al Anshari. Cukup banyak perawi yg meriwayatkan
hadis dari beliau. Al Hafidh Abu Bakar Al Khatib Al Baghdadi menulis sebuah kitab tentang
para perawi yg meriwayatkan dari Imam Malik. Dalam kitab tersebut, Al Baghdadi
menyebutkan hampir 1000 orang perawi. Diantara tokoh2 yg meriwayatkan hadis dari
beliau : Sufyan Ats Tsauri, Abdullah bin AL Mubarak, Abdurrahman Al Auza'i, Abu Hanifah,
Asy Syafi'i, dll.
b. Nama Kitab dan Kandungan Hadis
Bermodal perbendaharaan hadis sekitar 100.000 di tempuh proses penapisan yang
menyita waktu 40 tahun dan setelah dikonsultasikan kepada 70 orang ulama hadis/fiqh yang

berdomisili di Madinah, berkesedahan dengan kemantapan Imam Malik untuk membukukan


1.700 buah hadis dalam al-Muwaththa.
Jumlah tersebut menurut perhitungan Abu Bakar al-Abhari terdiri atas perpaduan
hadis marfu dengan perincian sebagai berikut :
a. 600 hadis musnad, termasuk di dalamnya 132 hadis bersanad silsilatul-zahab/asshhul-asanid
b. 222 hadis mursal ;
c. 613 hadis mauquf dan
d. 285 qaul tabiin.
Keberagaman latar belakang mutu sanad hadis-hadis yang dimuat dalam koleksi alMuwaththa agaknya selaras dengan sikap ulama hadis saat itu amat memberi kelonggaran
terhadap sanad yang inqita (menunjuk keterputusan) sehingga berakibat adanya hadis
mursal, mudhal dan munqathi. Penghargaan tinggi terhadap atsar shahabi, tutur nasehat yang
puitis (baaghiah) dari kalangan tokoh tabiin ikut mempengaruhi proses pemuatan informasi
non hadis itu di dalam al-Muwaththa.
c. Kriteri dan Sistematika Kitab Shahih
Edisi al-Muwaththa bermacam-macam dengan sistematika beragam dan yang paling
populer adalah format Sulaiman Ibnu Khalaf al-Baji (wafat 474 H). Format dan sistematika
al-Muwaththa bisa demikian tersebab oleh faktor personalia perawi yang mendapat perkenan
dalam memasyarakatkan al-Muwaththa mencapai 993 orang. Salah seorang yang terpandang
sebagai perawi paling akurat adalah Abdullah Ibnu Maslamah al-Qanabi yang belakangan
dikenal sebagai guru hadis Imam Muslim. Sistematika al-Muwaththa yang kini beredar di
tengah-tengah masyarakat mempertahankan tata urutan sebagai berikut :
1) Hadis-hadis musnad/mursal dengan memperioritaskan hadis eks riwayat Ulama Hijaz ;
2) Keputusa/penetapan hukum (qadhaya) Umar Ibnu Khattab .
3) Tradisi amal perbuatan Abdullah Ibnu Umar .
4) Seleksi qaul atau fatwa tokoh-tokoh tabiin.
5) Perilaku keagamaan penduduk Madinah.
d. Kritik dan Pembelaan
Pandangan Ulama Terhadap al-Muwaththa Popularitas kitab al-Muwaththa bersaing
ketat dengan Sunan al-Darimi dalam jajaran usulul-hadis (buku induk rujukan hadis).
Reputasi al-Muwaththa tetap diunggulkan karena ditunjang oleh kepioneran/kepeloporan
Imam Malik dalam merintis kodifikasi hadis, terbawa pula oleh publikasi madzhab fiqhnya

yang mendominir faham umat Islam di Madinah, Irak, Mesir, Afrika Utara, Spanyol/ Andalus
dan Sakliah. Selain itu faktor perawi langsung al-Muwaththa pada generasi pertama
mencapai jumlah 68 orang dan pada generasi berikutnya berkembang menjadi 993 perawi.
Guru hadis yang merupakan sumber pengutipan utama koleksi Imam Malik dalam alMuwaththa terdiri atas 95 orang, sedangkan personalia tetap sahabat Nabi yang menjadi nara
sumber hadisnya mencapai 85 orang, di tambah dengan 23 shahabiyah (sahabat wanita)
termasuk didalamnya para Ummahatul-Muminin dan tokoh ulama hadis dari generasi tabiin
yang hadis mereka memadati al-Muwaththa berjumlah 48 orang.
Kepercayaan yang serta merta diberikan kepada Imam Malik selaku ulama ahli hadis,
antara lain dapat di telusuri lewat sikap Imam al-Bukhari yang segera menerima keabsahan
hadis tanpa syarat selagi hadis tersebut di riwayatkan melalui Imam Malik. Lebih dari itu
muncusl pula pengakuan terbuka yang datangnya dari Imam Syafii dan belakangan ini Ibnu
Shalah dan Ibnu Asakir yang intinya menyatakan bahwa al-Muwaththa merupakan kitab
yang paling shahih (valid) dari deretan kitab susunan siapapun setingkat lebih rendah dalam
mutu keshahihan sesudah Kitabullah (al-Quran).
Evaluasi sedini yang disampaikan oleh Imam Syafii tersebut amat sesuai dengan
konteks zamannya semisal bila diperbandingkan kualitas keshahihannya dengan koleksi hadis
ulama segenerasi al-Muwaththa. Al-Jami koleksi Sufyan dan Mushannaf hasil koleksi
Hammad Ibnu Salamah dan mudawan lainnya tentu jauh dari mutu keshahihan hadis-hadis
yang memadati kitab al-Muwaththa Imam Malik tersebut. Bukanlah reputasi Imam Malik
dalam hadis di mata ulama ahlut-tadil wat-tajrih sudah menumbuhkan kesepakatan mereka
untuk menempatkan Imam Malik dalam deretan utama amirul-muminin fil hadis,
semacam gelar ilmiah hadis tertinggi. Pengakuan terhadap strata tersebut dikemukakan antara
lain oleh Yahya Ibnu Main dan terakhir oleh Abd. Rahman al-Mahdi.
B. Sahih Al-Bukhari Karya Imam Al-Bukhari
a. Penulis Kitab Shahih
Penulis kitab Shahih al-Bukhari adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin
Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Jufiy Al Bukhari. Ia lahir di Bukhara pada
tanggal 13 Syawwal 194 H dan wafat 256 H. Bukhara adalah sebuah daerah Usbekistan,
Asia Tengah, daerah yang melahirkan banyak tokoh ternama, seperti: al-Farabi dan Ibnu
Sina, Zamakhsyari, al-Durdjani, al-Bairuni.

Imam al-Bukhari lahir dalam keluarga yang taat beragama. Ayahnya adalah salah
seorang ulama besar dalam mazhab Maliki. Oleh karena itu, ia sudah mulai belajar agama
sejak usia dini.
Kecerdasannya, terutama daya hafalnya sudah terlihat sejak kecil. Dalam
perlawatannya mencari hadis ia pun pernah diuji oleh 10 orang ulama dengan masing-masing
mereka menguji 10 buah hadis yang ditukarkan sanadnya satu sama lain. Imam Bukhari dapat
menyelesaikan ujian ini dengan baik. Karena kekuatan hafalannya ini, maka ia diberi gelar
tertinggi di kalangan muhadditsin, yaitu Amir al-Mukminin fi al-Hadits.
Semangatnya menelusuri hadis-hadis Nabi sangat luar biasa. Ia berkelana dari satu
negara ke negara lain selama 16 tahun dan berhasil menghimpun 600.000 hadis. Semangat ini
terutama ditelorkan oleh gurunya Ishaq ibn Rawaih yang meminta murid-muridnya untuk
menulis kitab yang menghimpun hadis-hadis shahih. Di samping itu, juga mimpinya berdiri
di samping Rasulullah sambil mengipasi beliau, yang ditakwilkan oleh ahli bahwa beliau
adalah orang yang menjaga Nabi dari kedustaan-kedustaan orang.
Imam al-Bukhari tidak hanya menulis kitab sahih ini saja tetapi banyak kitab lain
yang ditulis, tidak kurang dari 15 buah kitab yang ditulisnya. Di antaranya adalah kitab Adab
al-Mufrad, Al-Tarikh al-Shaghir, Al-Tarikh al-Awsath, Al-Tarikh al-Kabir, Al-Tafsir al-Kabir,
Al-Musnad al-Kabir, Kitab al-Dhuafa dan Al-Sami al-Shahabah.
b. Nama Kitab dan Kandungan Hadis
Imam al-Bukhari memberi nama kitabnya
. Pemberian nama al-Jami menunjukan bahwa kitab sahih ini
tidak hanya menghimpun hadis-hadis dalam satu bidang keagamaan, tetapi banyak bidang
keagamaan. Di samping itu penggunaan kata al-musnad al-shahih mengindikasikan bahwa
hadis-hadis di dalam kitab shahih ini adalah hadis-hadis yang memiliki sandaran yang kuat.
Kita Shahih Imam al-Bukhari ini memuat kurang lebih 4000 buah hadis. Sebagian
hadis-hadis ini disebut pada beberapa tempat, sehingga bila dihitung seluruhnya, termasuk
dengan pengulangannya, maka mencapai 7000 hadis. Sebanyak 4000 buah hadis ini,
merupakan hadis-hadis yang telah diseleksi dari 600.000 buah hadis yang didapatkan oleh
Imam al-Bukhari.
c. Kriteri dan Sistematika Kitab Shahih
Imam al-Bukhari tidak menjelaskan kriteria kritik hadisnya, tetapi para ulama
melakukan penelitian terhadap hadis-hadis yang ada di dalam kitab shahih dan
menyimpulkan bahwa kriteria yang digunakannya sangat ketat.

Imam al-Bukhari

menggunakan kriteria kesahihan hadis seperti ittishal sanad, adalah, dhabit, terhindar dari

syadz dan illat. Tetapi, untuk ittishal sanad imam Bukhari menggunakan kriteria dapat
dipastikan liqa dan muasharah. Di samping itu, rawi-rawi dari kalangan murid al-Zhuhri
yang digunakan adalah rawi-rawi yang faqih, artinya rawi-rawi yang memiliki adalah dan
dhabit dan lama menyertai Imam al-Zhuhri.
Dalam menyusun hadis-hadisnya, Imam al-Bukhari tidak menuliskan judul babnya,
tetapi menempatkan hadis-hadis dalam pembicaraan yang sama dalam satu kelompok. Para
ulama belakanganlah yang menulis judul babnya.
d. Kritik dan Pembelaan
Meskipun para ulama menyatakan bahwa kitab Shahih al-Bukhari memiliki akurasi
yang tinggi, tetapi ditemukan juga kritik terhadap hadis-hadis yang ada dalam kitabnya, baik
dari segi kualitas sanad maupun matan-nya. Imam Daruquthni yang menyatakan bahwa
dalam Shahih al-Bukhari terdapat hadis-hadis mursal dan munqathi. Tetapi kritik ini dijawab
oleh para ulama terutama oleh penulis kitab syarh-nya, yaitu Ibn Hajar. Ia menyatakan bahwa
hadis-hadis mursal dan munqathi dalam Shahih al-Bukhari bukanlah pokok tetapi adalah
hadis-hadis yang berfungsi sebagai syahid dan tabi. Di samping itu, banyak hadis-hadis yang
dikritik itu adalah hadis-hadis yang berulang, pada sebelumnya telah disebutkan secara
lengkap sanadnya.
Sedangkan kritik matan banyak dimunculkan oleh para pemikir modern dan juga dari
kalangan orientalis. Hadis-hadis yang dikritik ini terutama hadis-hadis musykil dari segi
logika modern, misalnya hadis yang menyatakan bahwa Nabi menjelaskan bahwa pada
malam hari matahari pergi sujud di bawah Arsy Tuhan. Kesulitan memahami hadis-hadis
seperti ini, karena para pengkritik memahami hadis dengan memahami maksud Nabi dalam
menyampaikan hadis itu kepada para sahabat. Dalam hadis di atas, Nabi tidak bermaksud
untuk menjelaskan pengetahuan astrofisika, tetapi Nabi ingin menjelaskan bahwa semua yang
ada di alam ini tunduk di bawah kekuasaan Allah. Di samping itu, Nabi berbicara dengan
masyarakatnya yang awam dengan pengetahuan astrofisika, sehingga bila Nabi berbicara apa
adanya, mereka tidak akan mampu menangkap maksud Nabi.

TUGAS AGAMA ISLAM


KITAB-KITAB TAFSIR DAN HADIST TERKENAL

NAMA

: VINNI FITRI ANITA

NIM

: 1505116543

KELAS

: 2B

PRODI

: PENDIDIKAN FISIKA

DOSEN

: HENDRIZAL HADI WAHAB, M.Si, L.C

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANARU
2016

TUGAS AGAMA ISLAM


KITAB-KITAB TAFSIR DAN HADIST TERKENAL

NAMA

: ZURRYATI SYAHPUTRI

NIM

: 1505114508

KELAS

: 2B

PRODI

: PENDIDIKAN FISIKA

DOSEN

: HENDRIZAL HADI WAHAB, M.Si, L.C

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANARU
2016

Anda mungkin juga menyukai