MAKALAH
Diajukan Kepada Dra. Nanik Puspitasari
Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Kewarganegaraan
Oleh:
SITI ZULAIHA
14.03.0218
DAFTAR ISI.......................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 14
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu keputusan untuk menikah di saat masih belajar di perguruan
tinggi merupakan suatu keputusan yang dapat dipahami sebagai keputusan
yang begitu berani. Dapat dibayangkan cinta seorang laki-laki dan perempuan
yang berawal dari umur belasan tahun hingga akhir baligh semakin bergejolak
jika usia sudah mencapai dua puluhan. Ditambah lagi dengan rangsangan dari
lingkungan hingga membuat keputusan besar untuk menikah pada saat itu
dengan harapan pernikahan dapat menyelamatkan hidupnya. Pernikahan itu
akan memiliki nilai yang benar jika kedua pasangan memiliki misi yang benar
pula, yaitu misi untuk menyelamatkan hidupnya dalam beragama.
Seseorang yang telah menikah di saat masih berstatus sebagai
mahasiswa di perguruan tinggi tentunya fokusnya akan terbagi menjadi dua
antara keluarga dan belajar. Oleh karena itu perlu diketahui hakikat keluarga
dalam rumah tangga, maksudnya adalah pernikahan di masa itu tidaklah sama
dengan pernikahan di saat masing-masing pasangan sudah memiliki pekerjaan.
Sebuah keluarga yang sudah memiliki pekerjaan mungkin hidupnya dalam
kemewahan, namun berbeda dengan sebuah keluarga yang berstatus
mahasiswa yang mungkin juga belum mampu demikian.
Dalam hal ini kita tidak bisa serta-merta menyalahkan atau melarang
siapa pun. Karena hidup berumah tangga merupakan tuntutan fitrah manusia
sebagai makhluk sosial. Keluarga atau rumah tangga dalam pandangan Islam
merupakan lembaga terpenting dalam kehidupan muslim pada umumnya dan
jalan menuju amal Islami pada khususnya. Ini semua disebabkan karena
besarnya peranan rumah tangga dalam mencetak dan menumbuhkan generasi
masa depan, pilar penyangga bangunan umat serta perisai penyelamat bagi
negara.
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan makalah ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa pengertian keluarga menurut pandangan Islam?
2. Apa hakikat keluarga menurut pandangan Islam?
3. Bagaimana membagi waktu antara keluarga dan belajar/kuliah?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan di atas, maka penulisan makalah ini bertujuan
untuk:
1. Untuk mengetahui pengertian keluarga menurut pandangan Islam.
2. Untuk memahami hakikat keluarga menurut pandangan Islam.
3. Untuk mengetahui bagaimana membagi waktu antara keluarga dan
belajar/kuliah.
BAB II
ANTARA KULIAH DAN KELUARGA
A. Pengertian Keluarga
Secara umum keluarga adalah sebuah satuan kerabat yang mendasar
terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Menurut Abdul Hamid Kisyik
“keluarga merupakan jiwa masyarakat, denyut nadi masyarakat, pilar
penyangga masyarakat dan merupakan sumber kekayaan dan daya tarik
masyarakat.”1
Rumah tangga merupakan istana kecil dalam masyarakat serta sebagai
madrasah iman diharapkan dapat mencetak generasi-generasi muslim yang
rahmatan lil’amamin. Setiap sekelompok atau sekumpulan manusia yang
terdiri dari dua orang atau lebih dipastikan membutuhkan keberadaan seorang
pemimpin. Demikian juga halnya dalam sebuah keluarga/rumah tangga
dibutuhkan seorang pemimpin yang dapat membimbing dan mengarahkan
sekaligus mencukupi kebutuhan baik itu kebutuhan yang sifatnya lahiriah
maupun yang sifatnya batiniyah agar terbentuk keluarga yang sakinah,
mawaddah wa rahmah. Firman Allah dalam QS. an-Nisaa’/4: 34.
. . .
Artinya: “laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka . . .”
1
Abdul Hamid Kisyik, Bima’ Al-Usrah Al-Muslimah; Mausu’ah Al-Zawaj Al-Islami,
diterjemahkan oleh Ida Nursida, Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah, cet. IX
(Bandung: Mizan Pustaka, 2005), h. 35.
3
4
2
Ibid, h. 11-12.
3
D. Nuriddin Bin Mukthar al-Khadim, ‘Alimu al-maqashad al-Syar’iyah (Beirut:
Obeikan, 2014), h. 34.
5
4
Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami, cet. 1, (Bandung: Citapustaka Media Sarana,
2008), h. 23-24.
6
5
M. Nashiruddin al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim, diterjemahkan oleh Elly Latifah,
Ringkasan Shahih Muslim, cet. 4, (Jakarta: Gema Insani Press, 2008), h. 389.
6
Abd al-Qadir Manshur, Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah Min al-Kitâb Wa al-Sunnah,
diterjemahkan oleh Muhammad Zaenal Arifi dengan judul: Buku Pintar Fikih Wanita, cet. 1,
(Jakarta: Zaman, 2009), h. 359.
7
yang lahir dari pernikahan dan memelihara rumah tangga yang sakinah
mawaddah warohmah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasullulah saw:
7
ص َرانِ ِه أَو يُ َم ِّج َسا ِه ِّ َُكلُّ َموْ لُو ِد يُولَ ُد َعلَى ْالفِ ْط َر ِة فَأ َ بَوْ اهُ يُ ْه ِّودَانِ ِه أَوْ يُن
ِّ َص َرانِ ِه أَوْ يُن
Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan itu telah membawa fitrah
keagamaan (perasaan percaya kepada Allah), maka kedua
orangtualah yang menjadikan ia beragama yahudi, nasrani
atau majusi”.
Selain itu suami dan istri hendaklah saling memperkokoh rasa cinta,
saling menghargai dan saling menjaga kehormatan/tidak menyebarkan
kekurangan pasangan kita masing-masing.
7
Abdullah bin Muhammad dan Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Kasyir.
Diterjemahkan oleh M.Abdul dengan judul, Tafsir Ibnu Kasir, Jilid 4, (Bogor: Pustaka Imam Asa-
Syafi’i, 2004), h.332.
8
Kamrani Buseri, Dasar, Asas dan Prinsip Pendidikan Islam, cet. 1, (Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2014), h. 36-40.
8
9
M. Stafi’i Hamdani, Taudhîhul Adillah (Jakarta: PT Elek Media Komputindo-Gramedia,
2010), h. 58.
10
Adullah bin Jarallah Al-Jarallah, Kitab al-‘Abiyat al-Jàmi’ah Lilmasà’il al-Nafi’ah, h. 4.
www.saaid.net/book /11/4313.doc, didownload tanggal 27 September 2015.
9
11
تَ َج َّر ْع ُذ َّل ْال َج ْه ِل طُوْ َل َحيَاتِ ِه, ًَو َم ْن لَ ْم يَ ُذ ْق ُذ َّل التَّ َعلُّ ِم َسا َعة
Artinya: “dan barang siapa yang tidak merasakan pahitnya menuntut
ilmu walau sekejap mata, niscaya dia akan merasakan hinanya
kebodohan sepanjang hidupnya.”
6. Siapkan segala kebutuhan untuk pagi hari pada malam sebelumnya
Menyiapkan kebutuhan untuk pagi hari misalnya baju, tas, atau
sepatu untuk pergi kuliah besok paginya. Begitu pula dengan keperluan
sekolah anak-anak, buku sekolah, pakaian dan sepatu sudah siap dipakai
anak-anak esok pagi.
7. Istirahat yang cukup dan refreshing
Anda harus ingat bahwa Anda bukanlah robot yang bisa bekerja
tanpa henti, atau jangan pernah membandingkan diri anda seperti iklan
supermom yang ada di TV. Dan ingat selalu bahwa kesehatan jauh lebih
penting.
Meskipun hari-hari dipadati oleh jadwal kuliah, tugas-tugas kuliah
dan aktivaitas lainnya, sebisa mungkin jangan abaikan waktu untuk
beristirahat. Hal ini cukup efektif untuk mengisi motivasi dan semangat
dalam menjalani kehidupan.
11
Abdurrahman Mushthawi, Diwan al-Imâm Asy-Syâfi’î (Beirut: Dar El-Marefah, 2005),
h.37.
BAB III
PENUTUP
Secara umum keluarga adalah sebuah satuan kerabat yang mendasar terdiri
dari suami, istri dan anak-anak. Keluarga merupakan jiwa masyarakat, denyut
nadi masyarakat, pilar penyangga masyarakat juga merupakan istana kecil dalam
masyarakat serta sebagai madrasah iman diharapkan dapat mencetak generasi-
generasi muslim yang rahmatan lil’amamin.
Dalam sebuah keluarga/rumah tangga dibutuhkan seorang pemimpin yang
dapat membimbing dan mengarahkan yaitu laki-laki (ayah), seperti yang dijelakan
oleh Allah dalam QS. an-Nisaa’/4: 34. Dalam perkawinan terdapat ikatan yang
kokoh yang menunjukkan tanda keesaan Allah swt yang tertuang dalam firman-
Nya QS. an-Nahl/ :72. Allah juga menetapkan pernikahan sebagai suatu
keharusan karena terdapat banyak manfaatnya seperti mendapatkan keturunan
melalui jalan yang diridai oleh Allah, mendapatkan berkah dari doa-doa anak-
anak saleh, memenuhi keinginan hati dalam berbagi rasa dalam rumah tangga, dan
sebagainya.
Kewajiban dan peran suami dalam keluarga meliputi: kewajiban memenuhi
kebutuhan jasmaniah, kebutuhan rohaniah, dan kebutuhan aqiliyah (akal). Adapun
kewajiban dan peran istri dalam keluarga meliputi: melayani suaminya secara
biologis serta patuh dan taat kepada suami, kecuali hal kemaksiatan. Sedangkan
kewajiban bersama adalah memelihara dan mendidik anak dari pernikahan dan
memelihara rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Selain itu suami
dan istri hendaklah saling memperkokoh rasa cinta, saling menghargai dan saling
menjaga kehormatan/tidak menyebarkan kekurangan pasangan kita masing-
masing.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi seluruh muslim, baik sudah
berkeluarga ataupun belum berkeluarga. Bagi mereka yang sudah berkeluarga
maka fokusnya akan terbagi menjadi dua antara kewajiban terhadap keluarga dan
kewajiban untuk belajar. Kedua kewajiban terbut dapat dilakukan dengan
12
13
menyiapkan diri dan mental, bijak membagi waktu, berani mengatakan tidak
terhadap ajakan-ajakan yang membuang-buang waktu, mencari dukungan,
menyiapkan segala kebutuhan untuk pagi hari pada malam sebelumnya, jangan
mudah mengeluh atau putus asa, serta istirahat yang cukup dan refreshing.
DAFTAR PUSTAKA
Buseri, Kamrani. Dasar, Asas dan Prinsip Pendidikan Islam. Cet. 1. Yogyakarta:
Aswaja Pressindo, 2014.
Muhammad, Abdullah bin. dan Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaik. Tafsir Ibnu
Kasyir, Diterjemahkan oleh M. Abdul dengan judul: Tafsir Ibnu Kasir.
Jilid 4. Bogor: Pustaka Imam Asa-Syafi’i, 2004.
14