Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 3 TAHUN DENGAN


KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Oleh :

Jatnika Permana

G99122005 / B-04-2014

KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2014

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. F

Umur

: 3 tahun

Berat Badan

: 14 kg

Panjang Badan

: 94 cm

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Jebres Surakarta

Tanggal masuk

: 5 September 2015

Tanggal Pemeriksaan : 5 September 2015


RM

: 01312804

II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara aloanamnesis terhadap ayah pasien
A. Keluhan Utama
Kejang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kejang 5 jam SMRS. Pasien kejang
pada seluruh tubuh, disertai mata melirik ke atas. Kejang berlangsung selama
kurang lebih 5 menit. Pasien tidak sadar saat kejang. Setelah kejang berhenti
pasien kemudian menangis. Sebelum kejang, pasien mengalami demam.
1 jam SMRS pasien mengalami kejang kembali. Kejang pada seluruh
tubuh dan berlangsung kurang lebih 3 menit. Selanjutnya pasien dibawa ke
IGD RS Dr Moewardi. Saat di IGD pasien dalam keadaan tidak kejang dan
dalam keadaan sadar. Demam (+), pilek (+), batuk (-), mual muntah (-),
mencret (+).

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang sebelumnya

: saat usia 2 tahun kejang demam

Riwayat mondok di RS

: (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa

: (+) kakek

Riwayat alergi obat/makanan

: (-)

E. Riwayat Nutrisi Anak


Pasien sejak lahir minum ASI tanpa ASB. Pasien juga makan 3x sehari dalam
porsi cukup dengan menu nasi lauk, sesekali disertai dengan menu buah
buahan dan susu.
Kesan: Kualitas dan kuantitas cukup
F. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan kehamilan dilakukan ibu pasien di bidan. Frekuensi pemeriksaan
pada trimester I-II 1x/bulan, trimester III 2 kali tiap minggu. Tidak ada
keluhan selama kehamilan. Riwayat minum jamu selama hamil (-), obatobatan yang diminum adalah vitamin dan tablet penambah darah.
G. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di bidan cukup bulan, berat waktu lahir 3400 gram, langsung
menangis, tidak tampak biru.
H. Riwayat Imunisasi
Hepatitis b

: 0,2,3,4 bulan

BCG

: 1 bulan

DPT

: 2,3,4 bulan

Polio

: 1,2,4 bulan

Campak

: 9 bulan

Imunisasi dasar lengkap menurut Depkes

I. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Riwayat Pertumbuhan

BBL 3400 gram, 48 cm

BB sekarang 14 kg, 94 cm

Kesan: Pertumbuhan sesuai usia


Riwayat Perkembangan:
Motorik kasar:

Kepala terangkat 45: 3 bln

Kepala terangkat 90 : 5 bln

Duduk kepala tegak: 8 bulan


Motorik Halus

Meraih: 3 bulan

Mengambil mainan : 6 bulan


Bahasa: Mengoceh: 9 bulan
Personal Sosial: Tersenyum: 3 bulan

Kesan: Perkembangan sesuai usia

J. Pohon Keluarga

Tn. S, 30 thn
An. F, 3 thn

Ny. S, 27 thn

III. PEMERIKSAAN FISIK


1.
2.

Keadaan Umum

: CM, tampak sakit sedang

Status gizi

: kesan gizi baik

Vital sign
Suhu : 37,9 oC per aksiler
HR

: 100 x/menit

RR

: 30 x/menit

Status gizi :

BB/U 14/14,4 x 100% =97% (-2 SD < Z score < 0 SD)

TB/U 94/95 x 100%= 98,9% (-2 SD , Z score < 0 SD)

BB/TB 14/14 x 100%= 100% (0 SD < Z score< 1 SD)


Status gizi baik menurut antropometri
3. Kepala

: bentuk mesocephal

4. Mata
5. Hidung

: conjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik (-/-)

6. Mulut

: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

: mukosa anemis (-), sianosis (-)

7. Telinga : sekret (-)


8. Tenggorokan : tonsil T1T1 hiperemis (-) faring hiperemis (-)
9. Leher

: JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar.

10. Thorax : bentuk normochest, retraksi intercostal (-/-)


Cor:

Inspeksi

: Ictus cordis tampak di SIC V linea


midklavikularis sinistra

Palpasi

: Ictus cordis kuat angkat, teraba di SIC V linea


midklavikularis sinistra

Perkusi

: Batas jantung kesan tidak membesar


Kiri atas

: SIC II LPSS

Kiri bawah

: SIC V LMCS

Kanan atas

: SIC II LPSD

Kanan bawah : SIC IV LPSD

Auskultasi

: BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo:
Pulmo anterior:
Inspeksi

: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor / Sonor di semua lapang paru

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah kasar


(-/-), ronki basah halus (-/-)

Pulmo posterior:
Inspeksi

: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor / Sonor di semua lapang paru

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah kasar


(-/-), ronki basah halus (-/-)

11. Abdomen :

Inspeksi

: dinding dada sejajar dinding perut

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: tympani

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit


kembali cepat

12. Genital : phymosis (+)


13. Ektremitas :
akral dingin
-

CRT <2 detik


ADP teraba kuat

oedem
-

sianosis
-

STATUS NEUROLOGIS
R. Meningeal :
Kaku kuduk

: (-)

Brudzinski I

: (-)

Brudzinski II

: (-)

Kernig

: (-)

R. Fisiologis :
Biceps

: (+2/+2)

Triceps

: (+2/+2)

Patella

: (+2/+2)

Achilles : (+2/+2)
R. Patologis :
Babinski

: (-/-)

Chaddock

: (-/-)

Oppenheim

: (-/-)

Gordon

: (-/-)

Schaffer

: (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium 5 September 2015
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

HASIL

SATUAN

RUJUKAN

12.7

g/dl

11.5 13.5

39

34 40

16.3

ribu/ul

5.5-17.0

401

ribu/ul

150 450

Eritrosit

INDEX ERITROSIT
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PDW
HITUNG JENIS
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu
ELEKTROLIT
Natrium darah
Kalium darah
Chlorida darah
Ca Ion

4.58

juta/ul

3.90 5.30

84.8
27.7
32.7
11.8
7.6
15

/um
Pg
g/dl
%
Fl
%

80.0 96.0
28.0 33.0
33.0 36.0
11.6 14.6
7.2 11.1
25 65

0.50
0.10
76.00
17.60
5.80

%
%
%
%
%

0.00 4.00
0.00 1.00
29.00 72.00
60.00 66.00
0.00 6.00

141

mg/dl

60-100

130
3.8
100
1.33

mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L

132 145
3.1 5.1
98 - 106
1.17 1.29

Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi 5 September 2015


Eritrosit : normokrom, normosit, eritroblast (-)
Leukosit : jumlah meningkat, vakuolisasi netrofil, limfosit atipik, sel blast (-)
Trombosit: jumlah dalam batas normal, makrotrombosit, clumping (+),
penyebaran tidak merata
Simpulan : gambaran darah tepi dengan leukositosis mengarah proses infeksi
Saran

: CRP

V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan kejang 5 jam SMRS. Pasien kejang pada
seluruh tubuh, disertai mata melirik ke atas. Kejang berlangsung selama kurang

lebih 5 menit. Pasien tidak sadar saat kejang. Setelah kejang berhenti pasien
kemudian menangis. Sebelum kejang, pasien mengalami demam.
1 jam SMRS pasien mengalami kejang kembali. Kejang pada seluruh
tubuh dan berlangsung kurang lebih 3 menit. Selanjutnya pasien dibawa ke IGD
RS Dr Moewardi. Saat di IGD pasien dalam keadaan tidak kejang dan dalam
keadaan sadar. Demam (+), pilek (+), batuk (-), mual muntah (-), mencret (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
gizi kesan baik, tanda vital didapatkan suhu 37,9oC per aksiler, nadi 100 x/menit,
frekuensi nafas 30 x/menit. Pemeriksaan kepala hingga ekstremitas tidak
ditemukan kelainan, pada pemeriksaan genital didapatkan phimosis. Pemeriksaan
status neurologis tidak didapatkan kelainan.
Pada pemeriksaan laboratorium darah darah tanggal 5 September 2015
didapatkan Hb: 12,7 gr/d1, Hct : 39 % AL : 16.3 x 103/mm3 AT: 401 ribu/ L
AE: 4,58 juta/uL MCV: 84,8 /um MCH 27,7 pg MCHC: 32,7 g/dl. Eosinofil:
0.50% Basofil: 0.10% Netrofil: 76.00% Limfosit: 17.60% Monosit: 5.80%. Hasil
pemeriksaan urine rutin tanggal 7 September 2015 dalam batas normal. Hasil
pemeriksaan tinja tanggal 7 September 2015 didapatkan tinja cair warna hijau
kekuningan, berlendir, ditemukan kista E.histolytica pasa sampel tinja.
VI. ASSESMENT
1. Kejang Demam Kompleks
2. Gizi baik
3. Phymosis

VII. PENATALAKSANAAN
Terapi

Diet nasi lauk 1100 kkal/hr

O2 nasal 2 lpm

Inj. Sibital (5 mg/kgBB/hr) 35 mg/12 jam

Inj. Diazepam (0.3 mg/kgBB) 5 mg i.v jika kejang

Parasetamol 3xcth 1

Planning

DL2, GDS, elektrolit

Pemeriksaan urin dan feses rutin

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam

: baik

Ad sanam

: baik

Ad fungsionam

: baik

IX. MONITORING
Dibawah ini adalah monitoring pasien:
Tanggal

6 September 2015

demam(+),

batuk(-),

7 September 2015
muntah(-),

demam(-),

batuk(-),

8 September 2015
muntah(-),

demam(-),

batuk(-),

muntah(-),

kejang(-), makan (+), minum (+),

kejang(-), makan (+), minum (+),

kejang(-), makan (+), minum (+),

BAK (+), BAB (+)


CM, gizi baik
HR : 120x/

BAK (+), BAB (+)


CM, gizi baik
HR : 126x/

BAK (+), BAB (+)


CM, gizi baik
HR : 97x/

RR : 38x/

RR : 26x/

RR : 24x/

t : 37,8 0C

t : 36,4 0C

t : 36,6 0C

Kepala : mesocephal

Kepala : mesocephal

Kepala : mesocephal

Mata : CA -/-, SI -/-

Mata : CA -/-, SI -/-

Mata : CA -/-, SI -/-

Telinga : sekret -/-

Telinga : secret -/-

Telinga : secret -/-

Hidung : NCH (-)

Hidung : NCH (-)

Hidung : NCH (-)

Mulute : MB (+)

Mulute : MB (+)

Mulute : MB (+)

Leher : KGB (-) >>

Leher : KGB (-) >>

Leher : KGB (-) >>

Thorax : retraksi (-)

Thorax : retraksi (-)

Thorax : retraksi (-)

Cor : BJ I-II int N reg, bising (+)

Cor : BJ I-II int N reg, bising (+)

Cor : BJ I-II int N reg, bising (+)

sistolik gr III/VI

sistolik gr III/VI

sistolik gr III/VI

Pulmo : SDV +/+, ST -/-

Pulmo : SDV +/+, ST -/-

Pulmo : SDV +/+, ST -/-

Abdomen : supel, BU (+) N

Abdomen : supel, BU (+) N

Abdomen : supel, BU (+) N

Genital : phimosis (+)

Genital : phimosis (+)

Genital : phimosis (+)

Extremitas : CRT < 2, ADP kuat

Extremitas : CRT < 2, ADP kuat

Extremitas : CRT < 2, ADP kuat


Urin rutin : dalam batas normal

Hasil Lab

Feses rutin : ditemukan kista


Diagnosis

1.

Kejang Demam Kompleks

1. Kejang Demam Kompleks

E.Histolytica
1. Kejang Demam Kompleks

2.
3.
Terapi

Gizi baik
Phimosis

2. Gizi baik
3. Phimosis

2. Gizi baik
3. Phimosis
4. Amoebiasis

1.Diet nasi lauk 1100 kkal/hr

1. Diet nasi lauk 1100 kkal/hr

1. Diet nasi lauk 1100 kkal/hr

2.O2 nasal 2 lpm

2. Inf. D1/4NS 15 tpm

2. Inf. D1/4NS 15 tpm

3.Inj. Sibital (5 mg/kgBB/hr) 353. Luminal 2x35 mg p.o


mg/12 jam

4. Inj. Diazepam (0.3 mg/kgBB) 54. Inj. Diazepam (0.3 mg/kgBB) 5

4.Inj. Diazepam (0.3 mg/kgBB) 5


mg i.v jika kejang

3. Luminal 2x35 mg p.o

mg i.v jika kejang

5. Parasetamol 3xcth 1

mg i.v jika kejang


5. Parasetamol 3xcth 1

5.Parasetamol 3xcth 1
Plan

Urin & Feses rutin

Urin & Feses rutin

Usul terapi metronidazol untuk

Konsul bagian bedah

Konsul bagian bedah

terapi amoebiasis

Pemeriksaan Urin Rutin 7 September 2015


PEMERIKSAAN
MAKROSKOPIS
Warna

Kejernihan

KIMIA URIN
Berat jenis
pH
Leukosit
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
MIKROSKOPIS
Eritrosit
Leukosit
EPITEL
Squamous
Transisional
Bulat

HASIL

RUJUKAN

Yellow

Clear

1.021
6.0
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Normal
Negatif
Negatif

1.015-1.025
4.5-8.0
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Normal
Negatif
Negatif

3/ul
0.5/LPB

0-6.4
0-12

0/LPB
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif

SILINDER
Hyalin
0/LPK
Granulated
Negatif
Leukosit
Negatif
Bakteri
1.0/ul
Kristal
0.3/ul
Yeast like cell
0.0/ul
Sperma
0.0/ul
Konduktivitas
24.0 ms/cm
Lain-lain :
Eritrosit 0-1/LPB, Leukosit 0-1/LPB, kristal amorf (+)

0-3
Negatif
Negatif
0.0-2150.0
0.0-0.0
0.0-0.0
0.0-0.0
3.2-32.0

Pemeriksaan Feses Rutin 7 September 2015


PEMERIKSAAN
MAKROSKOPIS
Konsistensi

Warna

Darah

Lendir

Lemak

Pus

Makanan tidak tercerna

Parasit

MIKROSKOPIS
Sel epitel

HASIL

RUJUKAN

Cair

Lunak berbentuk

Hijau
kekuningan

Kuning cokelat

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif/ditemukan
sedikit

Negatif

Negatif

Negatif/ditemukan
sedikit

Leukosit
Eritrosit
Makanan tidak tercerna
Telur cacing
Larva cacing
Proglotid cacing
Protozoa

+++
++
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Kista
E.histolytica
Negatif

Yeast/pseudohifa
Kesimpulan :
Ditemukan kista E.histolytica pada sampel tinja

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
A. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas 38,5oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (1).
Kejang demam ini terjadi pada 2%-4% anak berumur 6 bulan-5 tahun(2). Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam(4). Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,
yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (3). Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam(1). Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam(4). Bila anak berumur kurang dari 6 bulan
atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus
dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama

demam(4). Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat(3).
B. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2%-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun
kedua kehidupan (1723 bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada lakilaki(2).
C. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran
kemih(2).
D. Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam (3). Ada riwayat
kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua,
menunjukkan kecenderungan genetik(1,3). Selain itu terdapat faktor perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
natrium rendah, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur
yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsi(1,3).
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
lamanya demam saat awitan, lebih dari satu kali kejang demam kompleks(1).
E. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang

terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
kardiovaskuler(6). Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air (6). Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NaKATPase yang
terdapat pada permukaan sel(6). Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah
oleh adanya:
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan(6).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran
tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang (6). Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan

bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang(6). Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin
arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat
hipertermia(1).
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur
dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak(6). Kerusakan pada daerah
mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang
spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi(6).
F. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonikdan atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam(7). Kejang demam
sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam(6). Suhu yang tinggi
merupakan keharusan pada kejang demam sederhana, kejang timbul bukan oleh
infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat
lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dansebagainya. Bila dalam
riwayat penderita pada umur-umur sebelumnya terdapat periode-periode dimana

anak menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka
pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati-hati, mungkin kejang yang ini
ada penyebabnya(2).
Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu
sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak
mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu
yang tiba-tiba merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang(2).
Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat
tonik-klonik seperti kejang grand mal; kadang-kadang hanya kaku umum atau
mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih
dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang
mendadak, dalam hal ini juga kejang demam sederhana masih mungkin(2).

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)


Kejang dengan salah satu ciri berikut(7) :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebihdari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang
lama terjadi pada 8% kejang demam (4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu
sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial(4). Kejang berulang adalah
kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,diantara 2 bangkitan kejang anak sadar.
Kejang berulang terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami kejang demam(4).
G. Manifestasi Klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat

dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau akinetik. Umumnya
kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi setelah beberapadetik atau menit anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf(6). Livingston (1954,1963) membuat kriteria dan
membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
a. Kejang demam Sederhana (simple febrile convulsion)
b. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever).
Modifikasi kriteria Livingston(6):
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.


Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
Kejang bersifat umum.
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.
g. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh
demam(6).
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah.
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menegakkan

atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis


adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.


2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.
3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis
tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien
kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih
dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis).
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
I. Diagnosis Banding
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :
a. Meningitis
b. Ensefalitis
c. Abses otak
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf
pusat (otak)(6). Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis.
Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika
pasien telah mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal(3).
J. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Saat Kejang(4)
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling

cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara


intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di
rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2
kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti
maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti,
pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
b. Pemberian Obat Pada Saat Demam(4)
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 1015 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari
18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30%-60 % kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 oC.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25%-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumat(4)
1. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salahsatu) :
1) Kejang lama > 15 menit.
2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misaln
yahemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3) Kejang fokal.
4) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan
indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya
keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.
2. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa
kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif
dandalam

jangka

pendek.

Pemakaian

fenobarbital

setiaphari

dapat

menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40%-50% kasus.


Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama
yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan

fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.

K. Edukasi Pada Orang Tua


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a.
b.
c.
d.

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.


Memberitahukan cara penanganan kejang.
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanyaefek samping obat.
Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang(4) :

a. Tetap tenang dan tidak panik.


b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit,
d.
e.
f.
g.
h.

jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.


Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
Tetap bersama pasien selama kejang.
Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
Vaksinasi
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat
jarang.

Angka

kejadian

pasca

vaksinasi

DPT

adalah

6-

9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,sedangkan setelah vaksinasi MMR 2534 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila
anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.

L. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian.
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal (4). Kejang yang
lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebihdari 10 menit, diduga
biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap(2). Apabila tidak diterapi
dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi(3,5):
1. Kejang

demam

berulang

dengan

frekuensi

berkisar

antara

25%-

50%. Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.


2. Epilepsi. Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan(4).
c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam(4)
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :
1.
2.
3.
4.

Riwayat kejang demam dalam keluarga


Usia kurang dari 12 bulan
Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah

80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya


kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling
besar pada tahun pertama(4).
d. Faktor risiko epilepsi

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :


1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
2. Kejang demam kompleks.
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan
epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah
dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas Makassar.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI Jakarta. 1985
3. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,
Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000
4. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27. 1982
5. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta. 2006.
6. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF
Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006

Anda mungkin juga menyukai