0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
21 tayangan1 halaman
Dokumen ini membahas identifikasi residu pestisida malathion pada sayuran sawi di pasar tradisional dan modern Kota Mataram. Sayuran merupakan komoditas penting namun sering terkontaminasi pestisida akibat praktik pertanian yang berlebihan. Penelitian ini bertujuan mengukur tingkat kontaminasi malathion pada sawi untuk meningkatkan keamanan pangan. Hasilnya menunjukkan adanya residu meski masih di bawah ambang batas. Upaya pengendal
Dokumen ini membahas identifikasi residu pestisida malathion pada sayuran sawi di pasar tradisional dan modern Kota Mataram. Sayuran merupakan komoditas penting namun sering terkontaminasi pestisida akibat praktik pertanian yang berlebihan. Penelitian ini bertujuan mengukur tingkat kontaminasi malathion pada sawi untuk meningkatkan keamanan pangan. Hasilnya menunjukkan adanya residu meski masih di bawah ambang batas. Upaya pengendal
Dokumen ini membahas identifikasi residu pestisida malathion pada sayuran sawi di pasar tradisional dan modern Kota Mataram. Sayuran merupakan komoditas penting namun sering terkontaminasi pestisida akibat praktik pertanian yang berlebihan. Penelitian ini bertujuan mengukur tingkat kontaminasi malathion pada sawi untuk meningkatkan keamanan pangan. Hasilnya menunjukkan adanya residu meski masih di bawah ambang batas. Upaya pengendal
IDENTIFIKASI RESIDU PESTISIDA MALATHION DALAM SAYURAN
SAWI (Brassica juncea.L)DI PASAR TRADISIONAL DAN MODERN
KOTA MATARAM Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak mengandung vitamin dan mineral, serta berpotensi sebagai sumber pendapatan petani dan devisa negara. Konsumsi sayuran dari tahun ke tahun cenderung meningkat sampai 26%. Hal tersebut antara lain terkait dengan makin meningkatnya kepedulian konsumen terhadap mutu produk dan kesehatan tubuh. Sampai saat ini, aspek mutu dan keamanan pangan masih menjadi salah satu masalah utama dalam produksi dan pemasaran sayuran. Mutu sayuran yang tidak konsisten dengan tingkat kontaminan yang cukup tinggi ditengarai dapat merugikan perdagangan komoditas tersebut di pasar regional maupun internasional. Salah satu masalah yang dihadapi oleh sebagian pengekspor dan produsen makanan adalah terjadinya kasus penahanan otomatis (automatic detention) terhadap produk pangan asal Indonesia. Kasus penolakan produk pangan dari Indonesia terutama (80%) karena kotor, dan persentase tersebut relatif tetap dari tahun ke tahun. Kasus penolakan terhadap sayuran dari Indonesia oleh beberapa negara menunjukkan bahwa penanganan keamanan pangan di Indonesia masih belum optimal. Minimnya penerapan teknologi produksi dan penanganan pasca panen sayuran sawi mengakibatkan mutu yang tidak konsisten. Masalah tersebut masih ditambah dengan penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan sehingga produk sayuran Indonesia memiliki jaminan keamanan pangan yang rendah dan tingkat kontaminasi yang tinggi. Salah satu kontaminan yang menjadi perhatian utama saat ini adalah residu pestisida. Dalam memproduksi sayuran, petani menghadapi masalah serangan hama dan penyakit yang sering menyebabkan gagal panen. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan pestisida kimia. Penggunaan pestisida yang berlebihan menjadi sumber pencemaran pada bahan pangan, air, dan lingkungan hidup. Akibatnya, residu yang ditinggalkan secara langsung maupun tidak langsung sampai ke tubuh manusia. Upaya meningkatkan keamanan pangan produk pertanian, khususnya sayuran, telah dilakukan antara lain melalui program pengendalian hama terpadu (PHT). Pada PHT, produksi pertanian tidak hanya mempertimbangkan tingkat produksi yang tinggi, tetapi juga keberlanjutan produksi, kelestarian lingkungan, dan keamanan pangan. Sayangnya, sejauh ini upaya tersebut belum mampu memecahkan berbagai persoalan keamanan pangan karena adanya praktek produksi yang menyimpang dari anjuran. Munculnya beberapa kasus keracunan makanan dan penyakit karena mengonsumsi buah-buahan atau sayuran segar maupun olahan mengindikasikan adanya kontaminan (pestisida) dalam bahan pangan tersebut. World Health Organization (WHO) mendefinisikan penyakit asal pangan (food- born disease) sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun yang disebabkan oleh senyawa yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dikonsumsi. Hasil penelitian Munarso et al. (2004, 2005) menunjukkan bahwa kandungan residu pestisida memperlihatkan bahwa secara kualitatif sayuran terdeteksi mengandung residu pestisida, namun secara kuantitatif kandungan tersebut masih di bawah ambang batas yang diizinkan. Data yang dikumpulkan WHO (2000), menunjukkan 500.000-1.000.000 orang pertahun di seluruh dunia telah mengalami keracunan pestisida dan sekitar 500-1000 orang pertahun diantaranya mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat, kemandulan dan gangguan pada hati. Menurut World Health Organization (WHO) (2003), Malathion adalah salah satu insektisida organofosfat non-sistemik. Hal ini digunakan dalam pertanian untuk mengontrol dan membunuh hama serangga dalam berbagai bidang, buah tanaman dan sayuran. Pada penelitian Hamzah (2009), dapat pula dibuktikan bahwa dosis pencemaran insektisida malathion pada sayuran di Indonesia, bila dikonsumsi selama 60 hari berturut-turut dapat menimbulkan kerusakan yang nyata pada hati, tetapi tidak secara nyata menimbulkan kerusakan pada otak tikus yakni salah satu hama pengganggu tanaman atau sayuran. Tulisan ini menyajikan kajian mengenai kontaminan pestisida malathion pada sayuran sawi dan upaya pengendaliannya. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan informasi mengenai status kontaminan pada sayuran dan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegahnya sehingga keamanan dan mutu sayuran makin meningkat.