Anda di halaman 1dari 31

Referat

STROKE

Disusun oleh:
Aldika Alviani, S.Ked

Pembimbing:
Dr. Yusril, Sp.S

DEPARTEMEN NEUROLOGI
RSUP DR. MOEHAMMAD HOESIN PALEMBANG
UNIVERITAS SRIWIJAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke masih merupakan penyebab
utama

kecacatan

sehingga

orang yang

mengalaminya

memiliki

ketergantungan pada orang lain pada kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka
kematian yang diakibatnya cukup tinggi.
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 15% dari seluruh stroke
dan memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark cerebral. Literature lain
menyatakan 8 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun,
pengkajian retrospektif terbaru menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke
adalah stroke hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan
presentase mungkin dikarenakan peningkatan kualitas pemeriksaan seperti
ketersediaan CT scan, taupun peningkatan penggunaan terapeutik agen platelet
dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama.
D e n g a n k o m b i n a s i seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati
urutan ketiga penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama
disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi
terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20%
pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.
Dalam SKDI tahun 2014, kompetensi seorang dokter layanan primer
adalah dapat mendiagnosis jenis-jenis stroke dan memberi tatalaksana awal. Oleh
karena itu referat ini dibuat untuk lebih mengetahui dasar diagnosis dan
memberikan terapi awal yang adekuat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang

secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah
stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga
terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan
otak

2.2

Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama

kecacatan.2 Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang
sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan
hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti
semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab
kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke
iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya
meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada
48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47%
wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari
60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.2
2.3

Anatomi
Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu
sistem karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan
melalui lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis
interna.

Tabel 1. Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral

Sirkulasi Anterior (Sistem Karotis)


Anterior Koroid

Hippokampus, globus pallidus, kapsula interna bawah

Anterior Serebri

Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia alba


di sekitarnya dan korpus kalosum anterior

Serebri Media

Korteks serebri frontolateral, parietal, oksipital, dan temporal


serta substantia alba di sekitarnya

Cabang

Nukleus kaudatus, putamen, dan kapsula interna atas

Lentikulostriata
Sirkulasi Posterior (Sistem Vertebrobasiler)
Arteri serebelar

Medulla dan serebelum inferior

basiler posterior
inferior
Arteri serebelar

Pons inferior dan media serta serebelum media

anterior inferior
Arteri serebelar

Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior

superior
Arteri serebelar

Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba

posterior

disekitarnya. Korpus kalosum posterior dan otak tengah


superior

Cabang

Thalamus

thalamoperforata

Anterior circulation (sistem karotis)


Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirklasi ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia,
apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop
attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan
muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik

kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul


hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi
tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler.

2.4

Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6

2.5

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)


Ruptur aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,

gangguan
Gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti

koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

Faktor Resiko
Faktor Resiko
Umur

Keterangan
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65;
70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke
adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55

Hipertensi

tahun.
Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi.
Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur,
dan untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke
lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi
sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia

menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa


Seks

diobati, faktor risiko ini pada orang tua.


Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering
pada laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks

Riwayat

bahkan lebih tinggi sebelum usia 65.


Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke

keluarga

antara

kembar monozigotik dibandingkan dengan

pasangan kembar laki-laki dizigotik yang menunjukkan


kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat
peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan
dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami
stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam
kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah
Diabetes

atas di California.
Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,

mellitus

diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar


dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orangorang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi
individu untuk mendapat iskemia serebral melalui
percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar,
seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek

Penyakit

lokal pada mikrosirkulasi serebral.


Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun

jantung

memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke


dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.
Penyakit Arteri koroner

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus


vaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari

thrombi mural karena miocard infarction.


Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko
stroke sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan
stroke, seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale,
defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
Merokok

aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.


Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan
peningkatan

bahwa
risiko

merokok

jelas

menyebabkan

stroke untuk segala

usia dan

kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan


jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali
seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah
Peningkatan

penghentian.
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika

hematokrit

hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah


keseluruhan

adalah

dari

isi

sel

darah

merah;

plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan


peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari
polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia,
biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak
fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat

mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis.


Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid

kadang-

Peningkatan

kadang dapat terjadi.


Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk

tingkat

stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga

fibrinogen

telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan

dan kelainan

protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena

system

thrombotic.

pembekuan
Penyalahgunaa Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
n obat

methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan


kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis
nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial
menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin
dapat

timbulkan

sebuah

hipersensitivitas

vaskular

menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan


difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan
Hiperlipidemia

kokain.
Meskipun

tingkat

kolesterol

tinggi

telah

jelas

berhubungan dengan penyakit jantung koroner, mereka


sehubungan dengan stroke kurang jelas. Peningkatan
kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk
aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah
55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya

usia.

Kolesterol

berkaitan

dengan

perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.


Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol
Kontrasepsi

dan infark lakunar.


Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan

oral

risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan


estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan
sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada

wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga


meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
Diet

produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun


Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol
dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah
tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan selsel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan
miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak
dan autoregulasi.
Kegemukan

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass index,


obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen keInfeksi

atherosklerotik infark otak berikutnya.


Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui

pengembangan

perubahan

inflamasi

dalam

dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan


mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan
Sirkadian dan

infark.
Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara

faktor musim

pagi dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis


bahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis
mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi
iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan.
Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi

10

negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi


suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih
tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada
penderita yang nonhipertensif, dan pada orang dengan
kolesterol serum bawah 160mg/dL.
2.6

Patofisiologi dan Gejala Klinis


Stroke hemoragik diperkirakan merupakan 10% dari seluruh kasus
yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam
parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak
yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Arteriosklerosis yang
terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, akan
mengakibatkan terjadinya mikroaneurisma dengan diameter sekitar 1 mm
sepanjang arteri penetrans yang disebut aneurisma Charcot-Bouchard. Pada
suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat
sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini
mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk
ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur
dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.
Stroke Perdarahan Intraserebral
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi
saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan
kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya
pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki.
Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding
pembuluh

darah

dan

pembentukan

mikroaneurisma.

Pada

pasien

nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri


adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma,
AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain,

11

amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai
adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis,
pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering
meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke
dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke dalam
rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat
fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya
terbatas dalam parenkim otak. Apabila pasien dengan perdarahan
intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak
akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian
digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang
meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang
kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal
dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih
dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit
neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam. Dari hasil
pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) didapatkan CSS seperti air cucian
daging (xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan
(hiperdens) pada CT Scan.
Stroke Perdarahan Subaraknoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga
subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat,
penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya
terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita. Pada 10-15% kasus
penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture aneurisma, kadangkadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan

12

percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang


subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya
berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik
akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat
pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan
penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif
berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernigs sign, Perdarahan
subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal
dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid.
Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan
akibat terjadinya infark otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang
kadang-kadang terjadi dalam beberapa minggu setelah kejadian pertama.
Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit
pada saat pertama kali muncul.
Tabel 1. Perbandingan antara perdarahan intraserebri dan perdarahan subaraknoid

13

Perdarahan Intraserebri

Perdarahan
Subaraknoid

Onset

Usia pertengahan - usia tua

Usia muda

Jenis Kelamin

>>

>>

Etiologi

Hipertensi

Ruptur aneurisma

Lokasi

Ganglia basalis, pons, Rongga subarachnoid


thalamus, serebelum

Gambaran klinik

Penurunan kesadaran, nyeri Penurunan kesadaran,


kepala, muntah
nyeri kepala, muntah
Defisit neurologis (+)

Deficit neurologist (-)/


ringan
Rangsang
(+)

Pemeriksaan
Penunjang

CSS seperti air


cucian
daging/
xantochrome
(Pungsi lumbal)
Area
hiperdens
pada CT Scan

2.7

meningen

Perdarahan
subhialoid
(Funduskopi)
CSS
gross
hemorrhagic
(Pungsi lumbal)
Perdarahan
dalam rongga
subarachnoid
(CT Scan)

Diagnosis
Diagnosis pada stroke ditegakkan melalui gambaran klinis yang didapat
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa sistem skoring yang ada
dapat digunakan untuk mendukung diagnosis yakni skoring Siriraj dan
algoritme Gajahmada

14

Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan
diastolik)-(3 x atheroma) 12
Nilai SSS
>1
< -1
-1 < SSS < 1

Diagnosa
Perdarahan otak
Infark otak
Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT
Scan)

15

Rekomendasi pemeriksaan tambahan


CT scan

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk

membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.


Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum
adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.

Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan,
terutama untuk mendeteksi pendarahan posterior
Pemeriksaan Angiografi

16

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem


karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi
atau aneurisma pada pembuluh darah.
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada
stroke perdarahan intraserebral didaptkan gambaran LCS seperti cucian
daging

atau berwarna kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid

didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak


didapatkan perdarahan (jernih).
Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi
hepar), elektrolit darah, Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.
2.8

Tatalaksana
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam
ruangan dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu
diberikan O2 2-3 L/menit.
b. Lakukan stabilisasi ABC sesuai dengan protokol pasien di ruang
gawat darurat.
c. Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin
jalang nafas yang adekuat atau bila ada tanda-tanda herniasi .

17

d. Hindari pemakaian sedatif yang berlebihan karena akan


menyulitkan penilaian status neurologi.
e. Pengendalian peninggian TIK
f. Penanganan transformasi hemoragik
g. Pengendalian kejang
h. Pengendalian suhu tubuh
i. Pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Pendarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:

Bila sistole >200 mmHg atau MAP >150mmHg, tekanan darah


harus diturunkan sedini dana secepat mungkin untuk membatasi
pembentukan edema vasogenik. Penurunan tekanan darah
dilakukan dengan antihipertensi intravena dengan evaluasi per 5
menit. Penurunan tekanan darah dapat menurunkan resiko

perdarahan yang terus menerus atau berulang..


Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai
dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial,
dilakukan pemantauan tekanan intracranial. Tekanan darah
diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan

perfusi serebral 60 mmHg.


Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah
diturunkan
antihipertensi

secara

hati-hati

intravena

dengan

kontinu

atau

menggunakan
intermitten

obat
dengan

pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110

mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.


Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220
mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140
mmHg cukup aman. Setelah kraniotomi, target MAP adalah
100mmHg.

18

Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya


diberikan fresh frozen plasma atau prothrombic complex
concentrate dan vitamin K. Prothrombic-complex concentrates
merupakan

suatu

konsentrat

dari

vitamin

dependent

coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih


cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah

sehingga aman untuk jantung dan ginjal.


Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low molecular
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat
diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau

keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan
maka pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah
terjadinya perdarahan.

Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM

Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih

tetap kontroversial.
Tidak dioperasi bila:
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit
neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih
mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila:
Pasien

dengan

perburukan

perdarahan

klinis

atau

serebelar

kompresi

>3cm

batang

dengan

otak

dan

hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya


dibedah.

19

PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV


atau angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan
outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang hingga
besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap
pasien usia muda dengan perdarahan lobar yang luas
(>50cm3) masih menguntungkan.
C. Penatalaksanaan Stroke Pendarahan Sub Araknoid (PSA)
Terapi medik pada PSA akut:

Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah


harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan
perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik

sesudah PSA serta perdarahan ulang


Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang,
pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah
diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah
resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual,
tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan

vasospasme dan komorbiditas kardiovaskular.


Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam
berbagai

panduan

penatalaksanaan

PSA

karena

dapat

memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme


serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan

bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.


Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi
hipertensi dapat dilakukan dalam penatalaksanaan vasospasme
serebral pada PSA aneurismal

20

Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan


hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang
mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard
akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target
penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90
mmHg dalam 6 jam pertama. Tekanan perfusi dipertahankan >70 mmHg.
Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah MAP
harus dipertahankan 130 mmHg. Bila sistole turun <90 mmHg, harus
diberikan vasopresor untuk menaikkan tekanan darah.
Obat Parenteral untuk terapi hipertensi pada stroke akut
1.

labetolol, dosis : 20-80 mg setiap 10 menit atau 2 mg


per menit infus kontinyu, onset : 5 - 10 menit, lama kerja 3 6 jam, efek
samping mual, muntah, hipotensi, blok atau gagal jantung, kerusakan hati,
bronkospasme.

2.

Nikardipin, 5 -15 mg perjam infus kontinyu, onset 5


15 menit, lama kerja tergantung lamanya infus, efek samping takikardi,
sakit kepala, fatigue disebabkan penurunan tekanan darah, konstipasi.

3.

Diltiazem, dosis : 5 40 mg/KgBB/menit infus, onset 5


10 menit, lama kerja 4 jam, efek samping : blok nodus A-V, denyut
prematur atrium, terutama pada usia lanjut.

4.

Esmolol, dosis : 200 500 g/KgBB/menit untuk 4


menit, selanjutnya 50 300 g/KgBB/menit IV, onset 1 2 menit, lama
kerja 10 20 menit, efek samping : hipotensi, mual.

Terapi Tambahan:
a. Laksatif (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara
regular.

21

b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4

g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:

Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.

Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10


mg/4-6 jam.

Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.

Propofol 3-10 mg/kg/jam.

c. Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:

Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Sucralfate 3 kali sehari

d. Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15


mg/kg IV (loading dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8
jam atau Phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.
e. Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang.
Obat-obat yang sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid
dengan dosis 36 g/hari atau asam traneksamat dengan dosis 6-12
g/hari.

2.9

Prognosis
Prognosa Jangka Pendek
Sekitar 30-60% penderita stroke meninggal dalam 3-4 minggu pertama
setelah onset. Angka kematian penderita stroke berbeda-beda pada beberapa

22

jenis stroke. Angka kematian tertinggi dijumpai pada PIS sekitar 60-90%
dan meski dilakukan operasi kemungkinan hidup tidak lebih dari 50%
Sedangkan emboli otak 60% dan trombosis otak 30% . Kemungkinan hidup
dalam 1 minggu penderita PIS sebanyak 28%, penderita PSA 46% dan
penderita infark otak (trombosis otak) 80%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosa jangka pendek :
1. Tipe stroke
Kematian penderita PIS lebih tinggi daripada penderita infark otak,
dan prognosa fungsional PIS kurang baik dibandingkan infark otak.
Sedangkan penyembuhan PSA umumnya baik.
2. Luas dan daerah lesi
Lesi di batang otak akan menimbulkan gangguan motorik yang lebih
berat daripada lesi supratentorial, sebaiknya lesi supratentorial
menimbulkan gangguan fungsi luhur.
3. Defisit Neurologik
B. Defisit Motorik :
Bila dalam 1 bulan tanpa perbaikan menunjukkan prognosa yang
buruk, dan kemampuan dapat berjalan sendiri hanya 15% pada
penderita yang anggota gerak atasnya belum ada perbaikan
sampai akhir minggu ke-4 atau tidak ada gerakan dalam 3
minggu biasanya prognosanya buruk.
C. Defisit Sensorik :
Hubungan defisit sensorik dengan penyembuhan masih belum
jelas.
D. Gangguan Visual :
Akan mempersulit penyembuhan
E. Kesadaran :
Pada penderita koma dalam beberapa jam setalah onset hampir
seluruhnya

meninggal.

Sedangkan

pada

penderita

sopor

sebanyak 10% dapat bertahan hidup, dan pada komposmentis


72% dapat bertahan hidup.

23

Prognosa Jangka Panjang


Dipengaruhi oleh :
1. Umur
Kematian penderita stroke dalam 1 tahun setalah onset umur 70-79
tahun dua kali lebih tinggi dibandingkan penderita yang 20 tahun lebih
muda (Marquadsen 1976)
2.

Hipertensi
Prognosa akan bertambah buruk bila tekanan sistolik tinggi, tapi bila
tekanan darah terkontrol dengan baik, prognosa akan lebih baik.
Kematian jangka panjang penderita stroke yang disertai tekanan
diastolik > 110 mmHg secara bermakna lebih tinggi daripada tekanan
diastolik yang lebih rendah.

3.

Penyakit jantung
Adanya kelainan EKG dalam bentuk apapun akan menurunkan
kemungkinan hidup penderita dalam 3 tahun setelah onset stroke.
Kebanyakan penderita penyakit jantung berat akan meninggal dalam
waktu 1 tahun setalah onset.

2.10 Komplikasi
1. Neurologik
A. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yang dapat terajadi akibat infark maupun
karena perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik
dan sitoksik, pada intra dan extraseluler. Edema mencapai maksimum
setelah 4-5 hari paska infark, diikuti dengan mengaburnya alur gyrus
kortikal dan seiring pembesaran infak, terjadi pergeseran garis tengah
otak

(midline

transtentorial

shift).
pun

Setelah

terjadi

dan

terjadi

mengakibatkan

perdarahan di batang otak bagian rostral.


B. Vasospasme (terutama pada PSA)

24

midline

shift,

herniasi

iskemia

serta

Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh


darah arteri yang dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid.
Vasospasme ini timbul sebagai akibat langsung dari darah atau
sebagian produk darah, seperti hematin atau produk keping darah,
pada dinding adventitia

dari pembuluh darah arteri. Gejala

vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung,


disorientasi, drowsiness) dan defisit neurologis fokal tergantung
pada daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat
menghilang dalam beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih
berat. Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon
miogenik langsung terhadap pecahnya pembuluh darah serta adanya
substansi vasotaktif seperti serotonin, prostaglandin dan katekolamin.
C. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah,
merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang
subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan memasuki foramen
Luschka dan Magendie. Pasien akan mengalami penurunan kesadaran
hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut yang dapat
terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya

kira-kira

20%

dari

kasus,

dianjurkan

untuk

ventrikulostomi (atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun


kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi
Gejala akan membaik jika dilakukan draining ventrikel, dengan
ventrikulostomi eksternal, atau pada beberapa kasus dapat dilakukan
punksi lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade
jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu.
Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri kepala, dan penurunan
kesadaran. Hidrosefalus kronik Kronik (komunikan) yang sering
terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
D. Higroma

25

Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat


kelainan osmotik.
2. Non-neurologik :
A. Hipertensi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon
fisiologis terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan turun
kembali setelah fungsi oatk membaik kembali. Selian itu tekanan
darah tinggi intrakranial, dimana terjadi iskemia batang otak atau
penekanan batang otak. Bila neuron yang menghambat aktivitas
simpatis di batang otak menjadi tidak aktif karena penekanan batang
otak maka akan terjadi hipertensi.
B. Hiperglikemi
Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi
reaksi hiperglikemi. Kadar gula darah sampai 150-175 mg/dL pada
fase akut tidak memerlukan pengobatan. Penderita dengan
perdarahan subarakhnoid ditemukan gangguan fungsi vegetatif yang
bersifat glukosuria dan keadaan ini berhubungan dengan konsentrasi
katekolamin yang tinggi dalam sirkulasi.

C. Edema paru
Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral
dan perdarahan subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh
disfungsi kardiovaskuler secara primer, misalnya infark miokard atau
sekunder akibta kelainan susunan saraf pusat; atau edema paru akibat
langsung dari pusat edemagenic seebral. Proses terjadinya edema
paru akibat kelaianan susunan saraf pusat yaitu secara langsung
melalui sistem saraf otonom terutama mekanisme vagal. Mekanisme
lain disebutkan, bahwa edema paru merupakan akibat pelepasan

26

simpatis berlebihan disertai hipertensi sistemik dan hipertensi


pulmonal mengakibatkan peninggian permeabilitas vaskuler pada
paru. Pelepasan simpatis tersebut dicetuskan oleh tekanan tinggi
intrakranial, hipoksia otak atau lesi di hipothalamus.
D. Kelainan EKG
Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan
susunan saraf pusat terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T
abnormal, gelombang T besar atau terbalik, pemanjangan interval QT
dan gelombang U yang menonjol. Kelainan EKG sering menyerupai
penyakit jantung iskemia dan kadang miokard infark. Frekuensi saat
dan lamanya kelainan tersebut tidak dapat dipastikan, dan dalam
pengalaman biasanya timbul selambat-lambatnya dalam 8 hari setelah
onset.
E. Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon (SIADH)
Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan
diabetes insipidus atau SIADH, dengan gejala intoksikasi air
(anoreksia, mual, muntah, letargi, hiperiritabilitas, delirium, bahkan
koma).
F. Natriuresis.
Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan
hiponatremia dan natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti
diuretik. Keadaan ini terjadi pada hari ke 5-6 setelah onset dan dapat
dijumpai pada setiap penderita dengan kelainan intrakranial.
G. Bronkopneumonia
Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering
pada strok. Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang berbaring
terus, terutama disertai gangguan menelan, gangguan reflek muntah
dan reflek batuk dan akibat gerakan paru yang berkurang. Riwayat
merokok dan infeksi paru misalnya bronkhitis kronis dakan
meningkatkan resiko terjadinya bronkopneumonia.
H. Tromboplebitis
Trombosis vena dalam menimbulkan gejala

klinik

berupa

pembengkakan pada paha dan betis, sering disertai pitting edem,


nyeri lokal dengan peningkatan suhu. Trombosis vena dalam paha

27

pada penderita strok sering terjadi pada tungkai yang lumpuh dan
sering bersifat subklinis. Tetapi edem pada tungkai yang lumpuh dan
disertai nyeri belum tentu suatu trombosis vena dalam. Insidensi
kelainan ini terjadi pada penderita strok fase akut. Trombosis vena
dalam terjadi selama 14 hari sesudah onset strok dengan puncaknya
pada hari ke-5 atau sekitar hari ke-10 setelah onset. Pada penderita
yang dirawat di rumah sakit, hampir 50% terjadi pada betis, 35%
pada paha dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha. Trombosis
vena dalam dapat menyebabkan bekuan dalam darah dan bila
menjalar ke kranial dapat menyebabkan emboli paru.
I. Emboli paru
Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian
ilio-ingiuinal lebih tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru
biasanya terjadi secara mendadak dan merupakan kasus darurat
medik. Emboli paru ditemukan pada 50% penderita strok yang
meninggal dan kadang-kadang sebagai penyebab kematian.
J. Depresi
Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi
merupakan masalah tersering pada penderita strok. Depresi sering
disalahtaksirkan dengan motivasi yang kurang, terutama pada
penderita dengan gangguan komunikasi bermakna. Umumnya depresi
yang terjadi karena adanya masalah-masalah yang kompleks
misalnya biaya, pekerjaan, kemungkinan cacat seumur hidup
(menetap) dan hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat dijumpai
walaupun pada penderita strok dengan cacat yang ringan, karean
apada dasarnya setiap cacat akan mengganggu kehidupan normal
yang ada sebelumnya.
K. Nyeri dan kaku pada bahu
Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering
dijumpai dan biasanya akibat kesalahan berbaring serta kesalahan
letak/posisi anggota gerak yang lumpuh pada fase akut. Nyeri dan
kaku pada bahu dapat terjadi akibat:
28

Kontraktur akibat spastis


shoulder-hand syndrome atau post-hemiplegic reflex
sympathetic

dystrophy.

Pada

kasus

berat

terjadi

demineralisasi kaput dan kollum humerus.


Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan
ini terjadi di akromio-klavikula, sendi gleno-humeral, tendon

biseps dan bursa subdeltoid.


Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler
Fraktur kollum humerus.
Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.

L. Spastisitas umum
Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase
kronik/lanjut.
M. Radang kandung kemih
Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan
kateter.
N. Kelumpuhan saraf tepi
Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi
yang bervariasi, terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak
diletakkan dalam posisi yang baik. Saraf tepi yang sering terkena
adalah N. Radialis, N. Ulnaris, N. Peroneus komunis dan N.
Iskhiadikus.
O. Kontraktur dan deformitas
Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung
lama. Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak
disekitar sendi yang bersifat ireversibel. Kadang-kadang dijumpai

29

keadaan kombinasi kontraktur dan spastisitas, misalnya deformitas


equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi lengan dan tangan.
P. Dekubitus
Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama.
Q. Atrofi otot
Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya

DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2011. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2011.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2015.
Available

at:

http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.

Access on : November 20, 2015.


3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6.EGC, Jakarta. 2006
4. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victors Principles of Neurology.
Edisi

8.

BAB

4.

Major

Categories

of

Neurological

Disease:

Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York.2005


5. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart. 2000.
6. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.
7. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Access On :
November 18,2015
8. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.
Diunduh dari:
30

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDara
hOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html
[Tanggal: 20 November 2015]
9. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM,
2007. Diunduh dari: http://docslide.us/documents/sah-traumatik-neuronaby-taufik-m.html [Tanggal : 20 November 2015]
10. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan
perdarahan intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari: [Tanggal:
20 November 2015]

31

Anda mungkin juga menyukai