PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara eksportir ketiga terbesar lada setelah Vietnam
dan Brazil. Pasokan lada Indonesia dalam perdagangan dunia
dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu Lada Putih
dengan sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung
berupa Lada Hitam sebagai Lampung Black Pepper yang
sudah dikenal sejak sebelum Perang Dunia ke-II. Lada merupakan
penyumbang devisa negara terbesar keempat untuk komoditas perkebunan
setelah minyak sawit, karet, dan kopi (Dirjen Perkebunan, 2012).
Sejak abad pertengahan, Indonesia, terutama Lampung merupakan sentra
produksi lada yang tidak bisa diabaikan. Lampung bahkan memproduksi
sebagian besar lada yang diperdagangkan di pasar dunia. Lada Indonesia,
terutama lada dari Lampung, memang bukan satu-satunya lada yang menjadi
pasaran dunia. Meskipun demikian, lada Lampung ini sangat disukai
konsumen dunia karena rasa dan aromanya yang sangat kuat. Hingga kini,
Lampung tetap merupakan sentra produksi lada nasional. Dari 35.000 ton
total ekspor lada hitam, sebanyak 31.100 ton atau sekitar 90% nya diproduksi
oleh petani lada di Lampung. Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi, lada
juga berpotensi sebagai bahan obat (Sutarno, 2005).
Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan obat tradisional
sejak dahulu kala sebagai warisan nenek moyang. Obat tradisional ini baik
berupa jamu maupun tanaman baru yang masih digunakan saat ini terutama
oleh masyarakat menengah ke bawah. Selain murah dan mudah didapat obat
tradisional dari tumbuhan pun memiliki efek samping yang jauh lebih rendah
tingkat bahayanya dibandingkan obat-obat kimia, hal ini disebabkan efek dari
obat bersifat alamiah, tidak sekeras dari efek-efek obat kimia. Tubuh manusia
pun relatif lebih mudah menerima obat dari tumbuh-tumbuhan dibanding
obat-obat kimia. Pemanfaatan tanaman obat yang digunakan secara tepat
tentunya tidak menimbulkan efek samping dibanding dengan obat-obatan
yang berbahan sintetis. Di samping itu, pemanfaatan tanaman obat tersebut
untuk menjaga kesehatan atau mencegah penyakit tergolong murah. Lada
hitam selain untuk bumbu makanan dapat dimanfaatkan sebagai obat
tradisional (Santoso, 2011).
Penggunaan lada hitam sebagai bahan obat terbukti berkhasiat untuk beberapa
penyakit seperti epilepsi, pengobatan nyeri (analgesik) pada penyakit
degeneratif (reumatik, jantung, diabetes), malaria, dan sebagainya. Piperin
dari lada hitam di samping bersifat analgesik juga mempunyai sifat
antipiretik. Studi dari Lee at al (1984) yang dikutip dari Salim, 2005,
melaporkan bahwa efek antipiretik dari piperin lada hitam lebih kuat
dibanding obat acetaminophen. Selain itu, piperin yang merupakan senyawa
alkaloid juga berkhasiat sebagai obat anti-epilepsi, penyakit degeneratif,
malaria, dan penyakit lainnya. Kandungan piperin di dalam lada hitam adalah
sekitar 5% (Salim, 2005).
Pemakaian lada hitam sebagai obat tradisional untuk epilepsi, analgesik, dan
lain-lainnya sudah dipraktekkan di negara-negara seperti Cina, India, dan
Yunani. Piperin dan minyak lada hitam sebagai obat analgesik juga sudah
banyak dikembangkan di luar negeri namun di Indonesia belum dilakukan.
Padahal orang Indonesia banyak menderita penyakit nyeri otot dan sendi.
Obat topikal penderita nyeri otot dan sendi masih diimpor sehingga harganya
relatif mahal.
Menurut Arthritis Foundotion 2006, jumlah penderita arthritis
atau gangguan sendi kronis lain di Amerika Serikat terus
meningkat. Pada tahun 1990 terdapat 38 juta penderita dari
sebelumnya 35 juta pada tahun 1985. Data tahun 1998
memperlihatkan hampir 43 juta atau 1 dari 6 orang di
sholat dan buang air besar. Kerugian tersebut sulit diukur dengan materi
(Soeroso, 2009).
Errasmus S., Sasmitadimedja, Adjad S., dkk, Bagian Farmakologi, FK
UNPAD, telah melakukan penelitian infus buah Lada terhadap efek
menghilangkan rasa nyeri pada mencit. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata
pemberian per oral infus dengan takaran 500 mg/kg bb, menyebabkan
perpanjangan waktu reaksi (PWR), sama dengan PWR untuk parasetamol
dengan takaran 250 mg/kg bb, dan lebih pendek dari PWR untuk metamizol
dengan takaran 250 mg/kg bb (Anonim, 2002).
Berdasarkan uraian penjelasan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih
jauh tentang potensi lada hitam sebagai analgesik (anti nyeri) topikal terhadap
Penyakit Osteoartritis (Reumatik). Hal ini mengingat mahalnya obat topikal
anti nyeri (terutama yang terbuat dari minyak lada hitam), tersedianya sumber
daya alam lada hitam di Indonesia terutama Lampung yang bisa dijadikan
bahan obat tersebut, dan efek samping dari obat tradisional yang tidak
berbahaya jika dibandingkan dengan obat-obatan kimiawi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah potensi lada hitam (Piper nigrum Linn) sebagai analgesik (anti
nyeri) topikal pada Penyakit Osteoartritis (Reumatik)?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mengetahui potensi lada hitam (Piper nigrum Linn) sebagai analgesik (anti
nyeri) topikal pada Penyakit Osteoartritis (Reumatik).
Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis dapat mengembangkan ide kreativitas dalam menulis karya
ilmiah dan menambah pengetahuan di bidang pengobatan Penyakit
Osteoartritis (Reumatik)
2. Bagi masyarakat, khusunya penduduk Lampung dapat mengetahui potensi
lada hitam yang dapat digunakan sebagai obat topikal anti nyeri terhadap
Penyakit Osteoartritis (Reumatik) dan mengembangkannya di rumah
dalam bentuk TOGA (Tanaman Obat Keluarga)
3. Bagi pemerintah dapat menjadi perhatian dalam rangka mengembangkan
ilmu pengobatan tradisional khususnya pada Penyakit Osteoartritis
(Reumatik) dan penyakit degeneratif lainnya.