Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Politik hukum merupakan kebijakan dasar oleh suatu negara yang
dilaksanakan oleh penyelenggara negara yang akan, sedang dan telah berlaku, yang
bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan yang
dicita-citakan. Ada pendapat bahwa politik hukum ini berasal dari gabungan antara
ilmu hukum dan filsafat hukum, ini merubah pandangan selama ini bahwa politik
hukum merupakan gabungan ilmu hukum dan ilmu politik. Proses interplay keduanya
(Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum) terjadi dengan cara; ilmu hukum diarahkan pada
cara untuk mencapai tujuan, adapun filsafat hukum diarahkan untuk melihat tujuan
yang diinginkan. Penggunaan secara bersamaan dan kreatif itulah yang akhirnya
melahirkan politik hukum. Dengan politik hukum negara dapat merencanakan tata
cara meraih tujuan dengan menggunakan jalur hukum.1
Salah satu tujuan bagi negara penganut affirmative state, khususnya yang
bervarian welfare state adalah memberikan pelayanan publik. Pelayanan publik adalah
hak dasar warga dan tanggung jawab negara memenuhinya. Melalui pelayanan publik
seperti terlihat dalam regulasi dan instrumen fiskalnya negara mengupayakan
kesejahteraan rakyat dan akses keadilan atas sumber daya sosial, ekonomi, dan
politik. Paham ini menjadi favorit para aktivis sosial yang mendorong perspektif
pelayanan publik berbasis hak (HAM).
Sementara dalam mazhab minimal state (neolib dan neoinstitusionalis), pilihan
moral dan teknis terbaik bagi suatu negara adalah jika pemerintahnya sekadar menjadi
penjaga malam: menjamin masyarakat yang teratur dan taat hukum. Di luar itu,
termasuk urusan pelayanan publik, biarlah masyarakat memenuhinya sendiri melalui
mekanisme pasar di mana niscaya bekerja the invisible hand yang mendorong
tercapainya titik imbang (ekuilibrium).2

1 Alie (2013) Politik Hukum terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publikhttps://justitia1.wordpress.com/politik-hukum-terhadap-uu-no-25-tahun-2009-tentang-pelayanan-publik
(diakses tanggal 22 April 2015 pukul 21.00)

2 Ibid
1

Di Indonesia, seiring desentralisasi, pengaruh kedua aliran ini mulai meresapi


kebijakan sektor publik kita. Tipologi inovasi pelayanan di sebagian daerah cenderung
bercorak welfare state, sementara yang lain lagi berkategori neoinstitusionalis.
Dalam kerangka nasional penyelenggara negara di Indonesia menjalankan
politik hukum yang berdasar dengan sistem presidensial. Berubahnya sistem
pemilihan umum di Indonesia menyebabkan berubahnya politik hukum Indonesia.
Saat ini presiden bukan lagi mandataris MPR yang menjalankan GBHN yang
diamanatkan oleh mandatarisnya. Saat ini yang menjadi haluan negara adalah
kebijakan presiden dan janji-janji kampanye calon presiden, olehnya dalam menyusun
kebijakan dasar di negara para perumus kebijakan senantiasa merujuk kepada
program-program yang dijanjikan oleh calon presiden yang terpilih. Menyangkut
masalah pelayanan publik presiden menjanjikan pelayanan publik yang baik bagi
masyarakat. Dengan merunut hal itu maka perancang peraturan perundang-undangan
membuat RUU pelayanan publik yang telah disahkan pada bulan Agustus 2009. Akan
tetapi yang perlu dikaji dalam kaitannya dengan politik hukum, apakah tujuan
fundamental dalam pembentukan Undang-Undang Pelayanan Publik.
Di Indonesia,upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya juga telah sejak lama
dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain melalui inpres Nomor 5 Tahun 1984 tentang
pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perjanjian di Bidang Usaha. Upaya ini
dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.
Untuk lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap peningkatan
mutu pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada
Masyarakat.Selanjutnya

telah

diterbitkan

pula

Keputusan

Menpan

No.

63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.


Pada perkembangan terakhir maka dikeluarkannya Undang-undang Nomor 29
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. hal yang mendasar dari Undang-Undang
pelayanan publik tersebut adalah untuk memberikan perbaikan terhadap pelayanan
publik kepada masyarakat. Salah satu upaya untuk dapat meningkatkan pelayanan
publik ialah dengan cara peningkatan kualitas aparatur pemerintah serta
keprofesionalan aparatur pemerintah ialah merupakan salah satu strategi untuk dapat
menciptakan pelayanan publik yang baik terhadap masyarakat, selain itu upaya lain
yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan pelayanan publik adalah dengan
2

meningkatkan fasilitas yang dapat menunjang kualitas pelayanan publik tersebut,


karena jika tidak didukung dengan fasilitas yang lengkap maka akan dapat
menghambat proses penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat.
Menciptakan kebijakan pelayanan publik yang tidak terlalu rumit dan berbelit-belit
juga dapat menjadi faktor untuk dapat memaksimalkan pelayanan publik terhadap
masyarakat. Diharapkan dengan kebijakan-kebijakan tersebut akan dapat mendorong
terciptanya kualitas pelayanan yang efektif, efesien, dan akuntabel. Belum optimalnya
pelayanan publik dalam melayani mayarakat di beberapa daerah di Indonesia
diberbagai bidang, termasuk instansi pemerintahan menyebabkan belum dapat
terselenggaranya pelayanan publik dengan maksimal.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Politik Hukum terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik ?
2. Bagaimana Pengaturan tentang Pelayanan Publik menurut Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 ?
3. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan Politik Hukum terhadap Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
2. Untuk mendeskripsikan Pengaturan tentang Pelayanan Publik menurut UndangUndang Nomor 25 Tahun 2009
4. Manfaat
Secara teoritis umumnya

Makalah

ini

memiliki

manfaat

untuk

mengembangkan atau memperkaya teori dan wawasan, khususnya dalam bidang


politik hukum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang
menjadi fokus dalam pembahasan makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori Pelayanan Publik
3

Pelayanan publik menurut Roth adalah sebagai berikut : Pelayanan publik


didefinisikan sebagai layanan yang tersedia untuk masyarakat, baik secara umum (seperti
di museum) atau secara khusus (seperti di restoran makanan).3
Sedangkan Lewis dan Gilman mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut:
Pelayanan publik adalah kepercayaan publik. Warga negara berharap pelayanan publik
dapat melayani dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan
dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat
dipertanggung-jawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika pelayanan
publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk mewujudkan
pemerintah yang baik.4
2. Unsur-unsur Pelayanan Publik
Terdapat empat unsur penting dalam proses pelayanan publik, yaitu :5
1. Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada
konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang
(goods) atau jasa-jasa (services).
2. Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen (costomer) atau
customer yang menerima berbagai layanan dari penyedia layanan.
3. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada pihak
yang membutuhkan layanan.
4. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan harus mengacu
pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini sangat penting
dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu biasanya sangat
berkaitan erat dengan standar kualitas barang dan atau jasa yang mereka nikmati.
3. Asas-asas Pelayanan Publik
Terdapat beberapa asas dalam penyelenggaraan pelayanan pemerintahan dan
perizinan yang harus diperhatikan, yaitu :6
3 Ratminto & Atik Septi Winarsih. 2006. Manajemen Pelayanan. Jakarta: Pustaka Pelajar. hlm 23
4 Carol Lewis W., and Stuart C. Gilman. 2005. The Ethics Challenge in Public. hlm 6
5 Atep Barata. 2004. Dasar- dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media. Komputindo.
hlm10

6 Ratminto & Atik Septi Winarsih. Op.Cit. hlm 26


4

1. Empati dengan customers. Pegawai yang melayani urusan perizinan dari instansi
penyelenggara jasa perizinan harus dapat berempati dengan masyarakat pengguna
jasa pelayanan.
2. Pembatasan prosedur. Prosedur harus dirancang sependek mungkin, dengan demikian
konsep one stop shop benar-benar diterapkan.
3. Kejelasan tatacara pelayanan. Tatacara pelayanan harus didesain sesederhana
mungkin dan dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan.
4. Minimalisasi persyaratan pelayanan. Persyaratan dalam mengurus pelayanan harus
dibatasi sesedikit mungkin dan sebanyak yang benar-benar diperlukan.
5. Kejelasan kewenangan. Kewenangan pegawai yang melayani masyarakat pengguna
jasa pelayanan harus dirumuskan sejelas mungkin dengan membuat bagan tugas dan
distribusi kewenangan.
6. Transparansi biaya. Biaya pelayanan harus ditetapkan seminimal mungkin dan
setransparan mungkin.
7. Kepastian jadwal dan durasi pelayanan. Jadwal dan durasi pelayanan juga harus
pasti, sehingga masyarakat memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.
8. Minimalisasi formulir. Formulir-formulir harus dirancang secara efisien, sehingga
akan dihasilkan formulir komposit (satu formulir yang dapat dipakai untuk berbagai
keperluan).
9. Maksimalisasi masa berlakunya izin. Untuk menghindarkan terlalu seringnya
masyarakat mengurus izin, maka masa berlakunya izin harus ditetapkan selama
mungkin.
10. Kejelasan hak dan kewajiban providers dan curtomers. Hak-hak dan kewajibankewajiban baik bagi providers maupun bagi customers harus dirumuskan secara jelas,
dan dilengkapi dengan sanksi serta ketentuan ganti rugi.
11. Efektivitas penanganan keluhan. Pelayanan yang baik sedapat mungkin harus
menghindarkan terjadinya keluhan. Akan tetapi jika muncul keluhan, maka harus
dirancang suatu mekanisme yang dapat memastikan bahwa keluhan tersebut akan
ditangani secara efektif sehingga permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan
dengan baik.

4. Proses Pembentukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan


Publik
Analisis terhadap poin ini akan membantu kita menemukan faktor-faktor yang
turut serta memengaruhi politik hukum dan dari hal tersebut akan dapat pula kita ketahui

pengaruh apa yang mungkin ada dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 25 tahun
2009 tentang Pelayanan Publik.
Undang-Undang tidaklah datang dari ruang hampa akan tetapi merupakan
aktualisasi dari kehendak-kehendak politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain
sebagainya. Kehendak-kehendak ini bisa datang dari berbagai kalangan. Kehendakkehendak tersebut bisa muncul dari baik pada tingkan supra struktur maupun
infrastruktur Politik. Supra struktur dalam UUD Negara R.I Tahun 1945 adalah : DPR,
MPR, PRESIDEN, MA, MK, KY, BPK, DPD. Sedangkan infrastruktur politik Indonesia
terdiri dari partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, alat komunikasi
politik, dan tokoh politik. Perlu diketahui, supra struktur yang dapat merumuskan politik
hukum hanya MPR dan DPR saja serta usulan rancangan undang-undang dari Presiden.
Sedangkan lembaga lain tidak.
Kehendak-kehendak baik yang bersifat politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lainlain yang muncul dari tingkat infrastruktur politik kemudian diperdebatkan dan
mengalami kristalisasi pada tingkat suprastruktur politik yang kemudian keluarannya
adalah rumusan politik hukum baik yang terdapat dalam UUD maupun Undang-Undang.
Menyangkut proses pembentukan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 dapat kita lihat
dari pertimbangan pembentukan Undang-Undang ini
a. Bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk
memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang
merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan
penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring
dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan
pelayanan publik;
c. Bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan
penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi
pengaturan secara jelas;
d.Bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan
pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang
baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan
pengaturan hukum yang mendukungnya;
6

e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,


huruf c, dan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Pelayanan Publik
kehendak-kehendak yang terdapat dalam dasar pertimbangan proses pembentukan
hukum dalam UU tersebut adalah kehendak-kehendak yang datangnya dari berbagai
kalangan ada yang datangnya dari suprastruktur politik seperti Presiden dan DPR, ada
yang datang dari tuntutan social society untuk mendapatkan pelayanan publik yang
lebih baik, adapula yang datang dari infrastruktur politik lainnya seperti pelaku
ekonomi dan lain-lain. Secara garis besar seluruh kehendak dalam proses
pembentukan hukum adalah kehendak-kehendank yang sifatnya politik, sosial,
ekonomi, dan budaya. Penjelasan empat hal tersebut akan di bahas pada bagian tujuan
politik hukum nasional dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009.
Pembentukan hukum juga tergantung dari rumusan politik hukum yang terdapat
dalam konstitusi. Menurut Prof. Hamid Awaluddin Berubahnya sistem pemilihan umum
seperti yang diamanatkan pula dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menjadi pemilihan langsung oleh rakyat ikut merubah sistem politik di
negara kita. Jika dahulu presiden merupakan mandataris MPR dan seluruh kebijakan
yang akan diambil pemimpin negara dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) yang merupakan buatan MPR yang diamanatkan kepada presiden selaku
pemegang mandat dari MPR maka kini presiden bukan lagi mandataris MPR dan tidak
ada lagi GBHN yang dibuat oleh MPR untuk diamanatkan kepada presiden. Yang jadi
permasalahan, kini apa yang menjadi penentu arah negara terkhusus dalam pembentukan
kebijakan di bidang hukum dalam hal ini peraturan perundang-undangan? Yang menjadi
penentu arah itu adalah kebijakan dari pemimpin sebagai konsekuensi dipilih langsung
oleh rakyat dengan membawa program-program yang telah dijanjikan. Dalam UndangUndang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tentunya yang menjadi
kebijakan dasar adalah UUD 1945, akan tetapi konstitusi tersebut pulalah yang
memberikan konsekuensi bahwa penentu kebijakan adalah program pemimpin tertinggi
bangsa ini, jadi dapat juga dikatakan kebijakannya dalam Undang-Undang pelayanan
publik berasal dari janji-janji kampanye pada pemilihan presiden juga yang kemudian
diusulkan melalui rancangan Undang-Undang kepada DPR, dan hal ini dalam konteks
teoritis merupakan masukan dari salah satu suprastruktur politik di negara ini.
5. Tujuan Politik Hukum Nasional Dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik
7

Jelas bahwa politik hukum nasional dibentuk dalam rangka mewujudkan tujuan
cita-cita ideal Negara Republik Indonesia. Tujuan itu meliputi dua aspek yang saling
berkaitan sebagai suatu alat atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dengan sistem
hukum nasional itu akan mewujudkan cita-cita bangsa indonesia yang lebih besar.
Secara ideal sistem hukum nasional kita merupakan sebuah sistem hukum
(materiil dan formil) yang dibangun berdasarkan ideologi pancasila, Undang-Undang
dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sumber hukum lain yang bersesuaian
atau relevan secara umum dengan masyarakat Indonesia serta berlaku di seluruh wilayah
indonesia. Sementara cita-cita yang ingin diraih dengan sistem hukum itu pada dasarnya
adalah dalam rangka menbantu terwujudnya keadilan sosial dan kemakmuran
masyarakat sebagaimana yang disebutkan dalam pembukaan UUD Negara R.I Tahun
1945; melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan

kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Perincian dan konteks praktis dari apa yang tecantum dalam pembukaan UUD
tersebut dapat dibaca pada pasal-pasal yang tedapat dalam UUD tersebut dan juga dapat
ditemui pada peraturan perundang-undangan yang lain dibawahnya. Dalam hal ini yang
akan kita jadikan objek kajian adalah UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
UU ini merupakan bagian dari sistem hukum yang oleh Lawrence M. Friedman disebut
dengan legal substance.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang
menjadi dasar pertimbangan atau tujuan yang hendak dicapai dengan pembentukan UU
tersebut adalah bahwa Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk
untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang
merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang
dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan
seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang
peningkatan pelayanan publik;
Bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara
dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan
secara jelas;
8

Bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan


pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik
serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan
pengaturan hukum yang mendukungnya;
Jika menelaah hal tersebut di atas maka akan terlihat bahwa tujuan dari
pembentukan UU tersebut mempunyai muatan politik, sosial, ekonomi, dan
kultur/budaya. Muatan politik terlihat pada bagian pertama yaitu
Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak
dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Di kalimat tersebut mengedepankan tugas dan fungsi negara yang mana kedua hal
itu merupakan kajian politis. Adalah merupakan kewajiban negara untuk memberikan
dan menjamin pelayanan yang baik masyarakatnya. Hal tersebut sejalan dengan ajaran
F.K Savigni bahwa negara adalah wadah buatan bagi sebuah komunitas untuk menjamin
tercapainya tujuan yang dinginkan oleh komunitas tersebut. Aplikasi dari pencapaian
cita-cita tersebut salah satunya adalah pelayanan terhadap publik tentunya.
Muatan tujuan yang bersifat sosial dapat kita lihat pada kalimat
Bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan
penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring
dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan
pelayanan publik
Di sana terlihat bahwa ada tuntutan dari dalam masyarakat atau warga negara
untuk meningkatkan pelayanan publik. Hal itu berarti bahwa selama ini pelayanan publik
dianggap belum sesuai dengan apa yang masyarakat inginkan atau dengan kata lain jauh
dari harapan masyarakat. Olehnya dengan membentuk undang-undang ini maka akan
diharapkan masyrakat akan mempunyai paradigma baru tentang pelayanan publik di
negara ini dan; terbangunnya kepercayaan terhadap pelayanan publik yang dilakukan
oleh penyelenggara pelayanan publik tersebut.
Tujuan yang mengandung muatan ekonomi tidak secara eksplisit dituliskan
kedalam aturan tersebut, namun apabila kita mencermati keempat tujuan/pertimbangan
dalam pembentukan undang-undang tersebut maka akan terlihat motif ekonominya.
Contoh jika pelayanan publik dilaksanakan dengan optimal dalam sebuah korporasi milik
negara dan memberikan kepuasan bagi publik maka secara ekonomi hal tersebut dapat
9

menambah keuntungan bagi korporasi tersebut yang akhirnya akan mampu menambah
kekayaan negara dan tentunya akan dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Kehendak terakhir yang terkandung dalam UU Pelayanan Publik tersebut adalah
yang bermuatan kultur atau budaya. Hal inipun tidak dituliskan secara gamblang ke
dalam pasal-pasal yang ada dalam UU tersebut, tetapi jika dikaji lebih dalam salah satu
tujuan dari dibentuknya UU pelayanan Publik ini adalah guna menciptakan budaya
politik dan budaya hukum yang sehat dalam kegidupan bernegara di Indonesia
khususnya dalam hal pelayanan publik. dengan UU tersebut diharapkan mampu
menciptakan budaya pelayanan publik yang baik oleh penyelenggara pelayanan publik
tersebut. Dan dengan terciptanya kultur hukum dan politik yang baik maka akan
menciptakan kedewasaan bernegara (menyangkut Hukum dan Pemerintahan) dan lagilagi akan menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi bangsa dan negara ini.
6. Pelayanan Publik menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik
sesuai

dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk

memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan
wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dengan Persetujuan Bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dan Presiden Republik Indonesia, maka
pada tanggal 18 Juli 2009 Indonesia mensahkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009
tentang Pelayanan Publik.
Menurut UU tsb, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam

rangka

pemenuhan

kebutuhan

pelayanan

sesuai

dengan

peraturan

perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Ruang lingkup pelayanan publik menurut Undang-Undang Pelayanan Publik meliputi
pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam ruang lingkup tsb, termasuk pendidikan,
pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan
hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam,
pariwisata, dan sektor strategis lainnya. (Pasal 5 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik)
Dalam melaksanakan pelayanan publik pemerintah membentuk Organisasi
Penyelenggara. Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi,
10

lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undangundang untuk kegiatan


pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan
pelayanan publik. Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara
bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan
pelayanan.
Organisasi penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana maksud diatas,
sekurang-kurangnya meliputi:
a. Pelaksanaan pelayanan;
b. Pengelolaan pengaduan masyarakat;
c. Pengelolaan informasi;
d. Pengawasan internal;
e. Penyuluhan kepada masyarakat; dan
f. Pelayanan konsultasi. (Pasal 8 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik)
Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dalam bentuk penyerahan sebagian
tugas penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain, dengan syarat kerja sama tsb
tidak menambah beban bagi masyarakat. Ketentuan-ketentuan dalam kerjasama tsb
adalah:
a. Perjanjian kerja sama penyelenggaraan pelayanan publik dituangkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan dalam pelaksanaannya didasarkan pada standard
pelayanan;
b. Penyelenggara berkewajiban menginformasikan

perjanjian kerja sama kepada

masyarakat;
c. Tanggung jawab pelaksanaan kerja sama berada
sedangkan tanggung

pada penerima kerja sama,

jawab penyelenggaraan secara menyeluruh

berada pada

penyelenggara;
d. informasi tentang identitas pihak lain dan

identitas penyelenggara sebagai

penanggung jawab kegiatan harus dicantumkan oleh penyelenggara pada tempat


yang jelas dan mudah diketahui masyarakat; dan
e. Penyelenggara dan pihak lain wajib mencantumkan alamat tempat mengadu dan
sarana untuk menampung keluhan masyarakat yang mudah diakses, antara lain
telepon, pesan layanan singkat (short message service (sms)), laman (website), email, dan kotak pengaduan.

11

Selain kerjasama diatas, penyelenggara juga dapat melakukan kerja sama tertentu
dengan pihak lain untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Kerja sama tertentu
merupakan kerja sama yang tidak melalui prosedur seperti yang dijelaskan diatas, dan
penyelenggaraannya tidak bersifat darurat serta harus diselesaikan dalam waktu tertentu,
misalnya pengamanan pada saat penerimaan tamu negara, transportasi pada masa
liburan lebaran, dan pengamanan pada saat pemilihan umum. (Pasal 13 Undang Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)
Dalam melaksanakan pelayanan publik, penyelenggara berkewajiban :
a. Menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
b. Menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan;
c. Menempatkan pelaksana yang kompeten;
d. Menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung
terciptanya iklim pelayanan yang memadai;
e. Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan
pelayanan publik;
f. Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standard pelayanan;
g. Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik;
h. Memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan;
i. Membantu

masyarakat

dalam

memahami

hak

dan

tanggung

jawabnya;

j. Bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik;


k. Memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila
mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan
l. Memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan
perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga
negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. (Pasal 15 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik)
Adapun asas-asas pelayanan publik tersebut adalah:
a. Kepentingan

umum,

yaitu;

Pemberian

pelayanan

tidak

boleh

mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.


b. Kepastian hukum, yaitu Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam
penyelenggaraan pelayanan.

12

c. Kesamaan hak, yaitu Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender, dan status ekonomi.
d. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan hak harus sebanding dengan
kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.
e. Keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai
dengan bidang tugas.
f. Partisipatif, yaitu Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu Setiap warga negara berhak
memperoleh pelayanan yang adil.
h. Keterbukaan, yaitu Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan
memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.
i. Akuntabilitas,

yaitu

Proses

penyelenggaraan

pelayanan

harus

dapat

dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu Pemberian kemudahan
terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.
k. Ketepatan waktu, yaitu Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu
sesuai dengan standar pelayanan.
l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu Setiap jenis pelayanan dilakukan
secara cepat, mudah, dan terjangkau. (Pasal 4 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik)
Komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:
a. Dasar

hukum, yaitu

Peraturan

perundang-undangan

yang

menjadi

dasar

penyelenggaraan pelayanan.
b. Persyaratan, yaitu Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis
pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
c. Sistem, mekanisme, dan prosedur, yaitu Tata cara pelayanan yang dibakukan bagi
pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
d. Jangka waktu penyelesaian, yaitu Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
e. Biaya/tarif, yaitu Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus
dan/atau memperoleh pelayanan dari

penyelenggara yang besarnya ditetapkan

berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.

13

f. Produk pelayanan, yaitu Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
g. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, yaitu Peralatan dan fasilitas yang diperlukan
dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi
kelompok rentan.
h. Kompetensi pelaksana, yaitu Kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana
meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
i. Pengawasan internal, yaitu Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja
atau atasan langsung pelaksana.
j. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan, yaitu Tata cara pelaksanaan penanganan
pengaduan dan tindak lanjut.
k. Jumlah pelaksana, yaitu Tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja.
l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian

pelayanan dilaksanakan sesuai

dengan standard pelayanan.


m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk
memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan, yaitu Kepastian
memberikan rasa aman dan bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan.
n. evaluasi kinerja pelaksana yaitu Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan. (Pasal 21 Undang Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)
Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik perlu diselenggarakan sistem informasi yang bersifat nasional. Sistem
informasi yang bersifat nasional tsb dikelola oleh menteri, dan disediakan kepada
masyarakat secara terbuka dan mudah diakses. Penyelenggara berkewajiban mengelola
system informasi yang terdiri atas sistem informasi elektronik atau nonelektronik,
informasi itu sekurang-kurangnya meliputi:
a. Profil penyelenggara, yaitu Profil penyelenggara meliputi nama, penanggung jawab,
pelaksana, struktur organisasi, anggaran penyelenggaraan, alamat pengaduan, nomor
telepon, dan pos-el (email).
b. Profil pelaksana, yaitu Profil pelaksana meliputi pelaksana yang bertanggung jawab,
pelaksana, anggaran pelaksanaan, alamat pengaduan, nomor telepon, dan email.
c. Standar pelayanan, yaitu Standar pelayanan berisi informasi yang lengkap tentang
keterangan yang menjelaskan lebih rinci isi standar pelayanan tersebut.
d. Maklumat pelayanan.
14

e. Pengelolaan pengaduan, yaitu Pengelolaan pengaduan merupakan proses penanganan


pengaduan mulai dari tahap penyeleksian, penelaahan, dan pengklasifikasian sampai
dengan kepastian penyelesaian pengaduan.
f. Penilaian kinerja, yaitu Penilaian kinerja merupakan hasil pelaksanaan penilaian
penyelenggaraan pelayananyang dilakukan oleh penyelenggara sendiri, bersama
dengan pihak lain, atau oleh pihak lain atas permintaan penyelenggara untuk
mengetahui gambaran kinerja pelayanan dengan menggunakan metode penilaian
tertentu. (Pasal 23 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)
Untuk kebutuhan biaya/tarif pelayanan publik, pada dasarnya

merupakan

tanggung jawab negara dan/atau masyarakat. Apabila dibebankan kepada masyarakat


atau penerima pelayanan, maka penentuan biaya/tarif pelayanan publik tsb ditetapkan
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. (Pasal 31 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik)
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas
internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan
publik dilakukan melalui pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai

dengan

peraturan perundang-undangan.
Sementara pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:
a. Pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
b. Pengawasan oleh Ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
c. Pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 35 Undang
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)
Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan
pelaksana

yang

kompeten

dalam

pengelolaan

pengaduan

serta

berkewajiban

mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana
pengaduan yang disediakan. Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang
berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota

dalam

batas

waktu
15

tertentu.

Penyelenggara

berkewajiban

menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan tsb. (Pasal 36 Undang Undang Nomor 25


Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)
Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik, apabila;
a. Penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan; dan
b. Pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan.
Pengaduan tsb ditujukan kepada penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 40 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik)
Pengaduan seperti dimaksud diatas diajukan oleh setiap orang yang dirugikan
atau oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk mewakilinya. Pengaduan tsb dilakukan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan. Dalam
pengaduannya, pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi. Dalam keadaan tertentu,
nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan. Pengaduan yang disampaikan secara
tertulis harus memuat: a. nama dan alamat lengkap; b. uraian pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian material atau immaterial yang
diderita; c. permintaan penyelesaian yang diajukan; dan d. tempat, waktu penyampaian,
dan tanda tangan. (Pasal 42 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik)
Pengaduan tertulis tsb dapat disertai dengan bukti -bukti sebagai pendukung
pengaduannya.

Dalam

pengaduannya

dari

hal

pengadu

penyelenggara

membutuhkan
dan/atau

dokumen

pelaksana

terkait

untuk

dengan

mendukung

pembuktiannya itu, penyelenggara dan/atau pelaksana wajib memberikannya. (Pasal 43


Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)
Penyelenggara dan/atau ombudsman wajib menanggapi pengaduan tertulis oleh
masyarakat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima, yang
sekurang-kurangnya berisi informasi lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan tertulis
tsb. Dalam hal materi aduan tidak lengkap, pengadu melengkapi materi aduannya
selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima tanggapan dari
penyelenggara

atau

ombudsman

sebagaimana

diinformasikan

oleh

pihak

penyelenggara dan/atau ombudsman. Dalam hal berkas pengaduan tidak dilengkapi


dalam waktu tsb, maka pengadu dianggap mencabut pengaduannya. (Pasal 44 Undang
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)

16

Dalam hal penyelenggara melakukan perbuatan


penyelenggaraan pelayanan

melawan hukum dalam

publik sebagaimana diatur dalam undang-undang

pelayanan publik, masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap penyelenggara ke


pengadilan. Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara, tidak menghapus kewajiban
penyelenggara untuk melaksanakan keputusan Ombudsman dan/atau penyelenggara.
Pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum tsb, dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (Pasal 52 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik)
Dalam

hal

penyelenggara

diduga

melakukan

tindak

pidana

dalam

penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam undang-undang ini,


masyarakat dapat melaporkan penyelenggara kepada pihak berwenang. (Pasal 53 Undang
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik).
Sayangnya pelaksanaan pelayanan publik menurut Undang Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik masih memiliki beberapa kendala. Kendala tsb
disebabkan oleh belum dikeluarkan Peraturan pemerintah mengenai ruang lingkup,
mengenai sistem pelayanan terpadu, mengenai pedoman penyusunan standar pelayanan,
mengenai proporsi akses dan kategori kelompok masyarakat, mengenai tata cara
pengikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan Peraturan
presiden mengenai mekanisme dan ketentuan pemberian ganti rugi.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Proses pembentukan hukum dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik merupakan in put dari kehendak-kehendak yang datangnya
dari berbagai kalangan ada yang datangnya dari suprastruktur politik seperti Presiden
dan DPR, ada yang datang dari tuntutan social society untuk mendapatkan pelayanan
publik yang lebih baik, adapula yang datang dari infrastruktur politik lainnya seperti
17

partai politik dan lain-lain. Secara garis besar seluruh kehendak dalam proses
pembentukan hukum adalah kehendak-kehendank yang sifatnya politik, sosial,
ekonomi, dan budaya.
Tujuan politik hukum nasional dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik meliputi muatan-muatan yang bersifat politik, sosial,
ekonomi, dan kultur/budaya. Yang menjadi muatan politis adalah; merupakan tugas dan
kewajiban negara menjamin berlangsungnya pelayanan publik dengan baik, muatan
sosial adalah; merupakan jawaban dari tuntutan perbaikan pelayanan publik dari
masyrakat, muatan ekonominya adalah;dengan meningkatnya pelayanan publik maka
diharapkan akan perekonomian juga makin tumbuh, dan yang menjadi muatan
kulturnya adalah; menciptakan budaya hukum dan pemerintahan yang baik di
kehidupan bernegara khususnya dalam bidang Pelayanan Publik.
2. Saran
Adapun saran yang penulis usulkan dalam tulisan ini adalah:
1. Agar Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ini bisa
berjalan efektif maka hendaknya mengoptimalkan sosialisasi peraturan tersebut
kepada penyelenggara Pelayanan Publik dan kepada masyarakat.
2. Di dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ini
sangat minim menggunakan politik hukum pidana dalam rangka menambah
keefektifitasannya, padahal dalam rangka mengoptimalkan efektifitas sebuah
peraturan juga sangat dibutuhkan dukungan dari politik hukum pidana. Jadi di masa
datang dalam membuat sebuah Undang-Undang agar menempatkan juga politik
hukum pidana sebagai penambah daya efektifitasnya.

Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009
Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal
18

Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003

Keputusan Menteri PAN Nomor 25/KEP/M.PAN/7/2003

Alie (2013) Politik Hukum terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik https://justitia1.wordpress.com/politik-hukum-terhadap-uu-no-25-tahun2009-tentang-pelayanan-publik
Barata, Atep. Dasar- dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media. Komputindo. 2004.
Burhanuddin et al. Defisit Pelayanan Publik : Survei Persepsi Masyarakat Terhadap
Pelayanan Publik di DKI Jakarta. INCIS. Jakarta. 2005

Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3).Konsolidasi gerakan menuntut tanggung jawab


negara untuk pemenuhan hak dasar melalui penyelenggaraan pelayanan publik yang adil
dan berkualitas.Jaringan Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3). Bandung. 2007

LGSP - Civil Society Strengthening Team. Citizen Report Card: Panduan Monitoring
pelayanan Publik Berbasis Masyarakat. LGSP, Jakarta, 2008

Ratminto & Atik Septi Winarsih.Manajemen Pelayanan. Jakarta: Pustaka Pelajar. 2006.

Suhirman dan Wagiyo. Merumuskan konsep dan praktek partisipasi warga dalam pelayanan
publik. FPPM. Bandung. 2006

Suhirman dan Entin Sriani Muslim, Panduan Melakukan Report Card Survey, FPPM dan
Sanggar, Bandung, 2007

Suyanto, Bagong. Penataan birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik di


Kabupaten Blitar.
19

20

Anda mungkin juga menyukai