PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Politik hukum merupakan kebijakan dasar oleh suatu negara yang
dilaksanakan oleh penyelenggara negara yang akan, sedang dan telah berlaku, yang
bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan yang
dicita-citakan. Ada pendapat bahwa politik hukum ini berasal dari gabungan antara
ilmu hukum dan filsafat hukum, ini merubah pandangan selama ini bahwa politik
hukum merupakan gabungan ilmu hukum dan ilmu politik. Proses interplay keduanya
(Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum) terjadi dengan cara; ilmu hukum diarahkan pada
cara untuk mencapai tujuan, adapun filsafat hukum diarahkan untuk melihat tujuan
yang diinginkan. Penggunaan secara bersamaan dan kreatif itulah yang akhirnya
melahirkan politik hukum. Dengan politik hukum negara dapat merencanakan tata
cara meraih tujuan dengan menggunakan jalur hukum.1
Salah satu tujuan bagi negara penganut affirmative state, khususnya yang
bervarian welfare state adalah memberikan pelayanan publik. Pelayanan publik adalah
hak dasar warga dan tanggung jawab negara memenuhinya. Melalui pelayanan publik
seperti terlihat dalam regulasi dan instrumen fiskalnya negara mengupayakan
kesejahteraan rakyat dan akses keadilan atas sumber daya sosial, ekonomi, dan
politik. Paham ini menjadi favorit para aktivis sosial yang mendorong perspektif
pelayanan publik berbasis hak (HAM).
Sementara dalam mazhab minimal state (neolib dan neoinstitusionalis), pilihan
moral dan teknis terbaik bagi suatu negara adalah jika pemerintahnya sekadar menjadi
penjaga malam: menjamin masyarakat yang teratur dan taat hukum. Di luar itu,
termasuk urusan pelayanan publik, biarlah masyarakat memenuhinya sendiri melalui
mekanisme pasar di mana niscaya bekerja the invisible hand yang mendorong
tercapainya titik imbang (ekuilibrium).2
1 Alie (2013) Politik Hukum terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publikhttps://justitia1.wordpress.com/politik-hukum-terhadap-uu-no-25-tahun-2009-tentang-pelayanan-publik
(diakses tanggal 22 April 2015 pukul 21.00)
2 Ibid
1
telah
diterbitkan
pula
Keputusan
Menpan
No.
Makalah
ini
memiliki
manfaat
untuk
BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori Pelayanan Publik
3
1. Empati dengan customers. Pegawai yang melayani urusan perizinan dari instansi
penyelenggara jasa perizinan harus dapat berempati dengan masyarakat pengguna
jasa pelayanan.
2. Pembatasan prosedur. Prosedur harus dirancang sependek mungkin, dengan demikian
konsep one stop shop benar-benar diterapkan.
3. Kejelasan tatacara pelayanan. Tatacara pelayanan harus didesain sesederhana
mungkin dan dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan.
4. Minimalisasi persyaratan pelayanan. Persyaratan dalam mengurus pelayanan harus
dibatasi sesedikit mungkin dan sebanyak yang benar-benar diperlukan.
5. Kejelasan kewenangan. Kewenangan pegawai yang melayani masyarakat pengguna
jasa pelayanan harus dirumuskan sejelas mungkin dengan membuat bagan tugas dan
distribusi kewenangan.
6. Transparansi biaya. Biaya pelayanan harus ditetapkan seminimal mungkin dan
setransparan mungkin.
7. Kepastian jadwal dan durasi pelayanan. Jadwal dan durasi pelayanan juga harus
pasti, sehingga masyarakat memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.
8. Minimalisasi formulir. Formulir-formulir harus dirancang secara efisien, sehingga
akan dihasilkan formulir komposit (satu formulir yang dapat dipakai untuk berbagai
keperluan).
9. Maksimalisasi masa berlakunya izin. Untuk menghindarkan terlalu seringnya
masyarakat mengurus izin, maka masa berlakunya izin harus ditetapkan selama
mungkin.
10. Kejelasan hak dan kewajiban providers dan curtomers. Hak-hak dan kewajibankewajiban baik bagi providers maupun bagi customers harus dirumuskan secara jelas,
dan dilengkapi dengan sanksi serta ketentuan ganti rugi.
11. Efektivitas penanganan keluhan. Pelayanan yang baik sedapat mungkin harus
menghindarkan terjadinya keluhan. Akan tetapi jika muncul keluhan, maka harus
dirancang suatu mekanisme yang dapat memastikan bahwa keluhan tersebut akan
ditangani secara efektif sehingga permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan
dengan baik.
pengaruh apa yang mungkin ada dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 25 tahun
2009 tentang Pelayanan Publik.
Undang-Undang tidaklah datang dari ruang hampa akan tetapi merupakan
aktualisasi dari kehendak-kehendak politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain
sebagainya. Kehendak-kehendak ini bisa datang dari berbagai kalangan. Kehendakkehendak tersebut bisa muncul dari baik pada tingkan supra struktur maupun
infrastruktur Politik. Supra struktur dalam UUD Negara R.I Tahun 1945 adalah : DPR,
MPR, PRESIDEN, MA, MK, KY, BPK, DPD. Sedangkan infrastruktur politik Indonesia
terdiri dari partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, alat komunikasi
politik, dan tokoh politik. Perlu diketahui, supra struktur yang dapat merumuskan politik
hukum hanya MPR dan DPR saja serta usulan rancangan undang-undang dari Presiden.
Sedangkan lembaga lain tidak.
Kehendak-kehendak baik yang bersifat politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lainlain yang muncul dari tingkat infrastruktur politik kemudian diperdebatkan dan
mengalami kristalisasi pada tingkat suprastruktur politik yang kemudian keluarannya
adalah rumusan politik hukum baik yang terdapat dalam UUD maupun Undang-Undang.
Menyangkut proses pembentukan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 dapat kita lihat
dari pertimbangan pembentukan Undang-Undang ini
a. Bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk
memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang
merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan
penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring
dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan
pelayanan publik;
c. Bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan
penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi
pengaturan secara jelas;
d.Bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan
pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang
baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan
pengaturan hukum yang mendukungnya;
6
Jelas bahwa politik hukum nasional dibentuk dalam rangka mewujudkan tujuan
cita-cita ideal Negara Republik Indonesia. Tujuan itu meliputi dua aspek yang saling
berkaitan sebagai suatu alat atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dengan sistem
hukum nasional itu akan mewujudkan cita-cita bangsa indonesia yang lebih besar.
Secara ideal sistem hukum nasional kita merupakan sebuah sistem hukum
(materiil dan formil) yang dibangun berdasarkan ideologi pancasila, Undang-Undang
dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sumber hukum lain yang bersesuaian
atau relevan secara umum dengan masyarakat Indonesia serta berlaku di seluruh wilayah
indonesia. Sementara cita-cita yang ingin diraih dengan sistem hukum itu pada dasarnya
adalah dalam rangka menbantu terwujudnya keadilan sosial dan kemakmuran
masyarakat sebagaimana yang disebutkan dalam pembukaan UUD Negara R.I Tahun
1945; melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan
kesejahteraan
ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Perincian dan konteks praktis dari apa yang tecantum dalam pembukaan UUD
tersebut dapat dibaca pada pasal-pasal yang tedapat dalam UUD tersebut dan juga dapat
ditemui pada peraturan perundang-undangan yang lain dibawahnya. Dalam hal ini yang
akan kita jadikan objek kajian adalah UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
UU ini merupakan bagian dari sistem hukum yang oleh Lawrence M. Friedman disebut
dengan legal substance.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang
menjadi dasar pertimbangan atau tujuan yang hendak dicapai dengan pembentukan UU
tersebut adalah bahwa Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk
untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang
merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang
dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan
seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang
peningkatan pelayanan publik;
Bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara
dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan
secara jelas;
8
menambah keuntungan bagi korporasi tersebut yang akhirnya akan mampu menambah
kekayaan negara dan tentunya akan dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Kehendak terakhir yang terkandung dalam UU Pelayanan Publik tersebut adalah
yang bermuatan kultur atau budaya. Hal inipun tidak dituliskan secara gamblang ke
dalam pasal-pasal yang ada dalam UU tersebut, tetapi jika dikaji lebih dalam salah satu
tujuan dari dibentuknya UU pelayanan Publik ini adalah guna menciptakan budaya
politik dan budaya hukum yang sehat dalam kegidupan bernegara di Indonesia
khususnya dalam hal pelayanan publik. dengan UU tersebut diharapkan mampu
menciptakan budaya pelayanan publik yang baik oleh penyelenggara pelayanan publik
tersebut. Dan dengan terciptanya kultur hukum dan politik yang baik maka akan
menciptakan kedewasaan bernegara (menyangkut Hukum dan Pemerintahan) dan lagilagi akan menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi bangsa dan negara ini.
6. Pelayanan Publik menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik
sesuai
dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk
memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan
wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dengan Persetujuan Bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dan Presiden Republik Indonesia, maka
pada tanggal 18 Juli 2009 Indonesia mensahkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009
tentang Pelayanan Publik.
Menurut UU tsb, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam
rangka
pemenuhan
kebutuhan
pelayanan
sesuai
dengan
peraturan
perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Ruang lingkup pelayanan publik menurut Undang-Undang Pelayanan Publik meliputi
pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam ruang lingkup tsb, termasuk pendidikan,
pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan
hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam,
pariwisata, dan sektor strategis lainnya. (Pasal 5 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik)
Dalam melaksanakan pelayanan publik pemerintah membentuk Organisasi
Penyelenggara. Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi,
10
masyarakat;
c. Tanggung jawab pelaksanaan kerja sama berada
sedangkan tanggung
berada pada
penyelenggara;
d. informasi tentang identitas pihak lain dan
11
Selain kerjasama diatas, penyelenggara juga dapat melakukan kerja sama tertentu
dengan pihak lain untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Kerja sama tertentu
merupakan kerja sama yang tidak melalui prosedur seperti yang dijelaskan diatas, dan
penyelenggaraannya tidak bersifat darurat serta harus diselesaikan dalam waktu tertentu,
misalnya pengamanan pada saat penerimaan tamu negara, transportasi pada masa
liburan lebaran, dan pengamanan pada saat pemilihan umum. (Pasal 13 Undang Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)
Dalam melaksanakan pelayanan publik, penyelenggara berkewajiban :
a. Menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
b. Menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan;
c. Menempatkan pelaksana yang kompeten;
d. Menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung
terciptanya iklim pelayanan yang memadai;
e. Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan
pelayanan publik;
f. Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standard pelayanan;
g. Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik;
h. Memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan;
i. Membantu
masyarakat
dalam
memahami
hak
dan
tanggung
jawabnya;
umum,
yaitu;
Pemberian
pelayanan
tidak
boleh
12
c. Kesamaan hak, yaitu Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender, dan status ekonomi.
d. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan hak harus sebanding dengan
kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.
e. Keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai
dengan bidang tugas.
f. Partisipatif, yaitu Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu Setiap warga negara berhak
memperoleh pelayanan yang adil.
h. Keterbukaan, yaitu Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan
memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.
i. Akuntabilitas,
yaitu
Proses
penyelenggaraan
pelayanan
harus
dapat
hukum, yaitu
Peraturan
perundang-undangan
yang
menjadi
dasar
penyelenggaraan pelayanan.
b. Persyaratan, yaitu Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis
pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
c. Sistem, mekanisme, dan prosedur, yaitu Tata cara pelayanan yang dibakukan bagi
pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
d. Jangka waktu penyelesaian, yaitu Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
e. Biaya/tarif, yaitu Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus
dan/atau memperoleh pelayanan dari
13
f. Produk pelayanan, yaitu Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
g. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, yaitu Peralatan dan fasilitas yang diperlukan
dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi
kelompok rentan.
h. Kompetensi pelaksana, yaitu Kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana
meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
i. Pengawasan internal, yaitu Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja
atau atasan langsung pelaksana.
j. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan, yaitu Tata cara pelaksanaan penanganan
pengaduan dan tindak lanjut.
k. Jumlah pelaksana, yaitu Tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja.
l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian
merupakan
dengan
peraturan perundang-undangan.
Sementara pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:
a. Pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
b. Pengawasan oleh Ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
c. Pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 35 Undang
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)
Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan
pelaksana
yang
kompeten
dalam
pengelolaan
pengaduan
serta
berkewajiban
mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana
pengaduan yang disediakan. Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang
berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota
dalam
batas
waktu
15
tertentu.
Penyelenggara
berkewajiban
Dalam
pengaduannya
dari
hal
pengadu
penyelenggara
membutuhkan
dan/atau
dokumen
pelaksana
terkait
untuk
dengan
mendukung
atau
ombudsman
sebagaimana
diinformasikan
oleh
pihak
16
hal
penyelenggara
diduga
melakukan
tindak
pidana
dalam
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Proses pembentukan hukum dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik merupakan in put dari kehendak-kehendak yang datangnya
dari berbagai kalangan ada yang datangnya dari suprastruktur politik seperti Presiden
dan DPR, ada yang datang dari tuntutan social society untuk mendapatkan pelayanan
publik yang lebih baik, adapula yang datang dari infrastruktur politik lainnya seperti
17
partai politik dan lain-lain. Secara garis besar seluruh kehendak dalam proses
pembentukan hukum adalah kehendak-kehendank yang sifatnya politik, sosial,
ekonomi, dan budaya.
Tujuan politik hukum nasional dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik meliputi muatan-muatan yang bersifat politik, sosial,
ekonomi, dan kultur/budaya. Yang menjadi muatan politis adalah; merupakan tugas dan
kewajiban negara menjamin berlangsungnya pelayanan publik dengan baik, muatan
sosial adalah; merupakan jawaban dari tuntutan perbaikan pelayanan publik dari
masyrakat, muatan ekonominya adalah;dengan meningkatnya pelayanan publik maka
diharapkan akan perekonomian juga makin tumbuh, dan yang menjadi muatan
kulturnya adalah; menciptakan budaya hukum dan pemerintahan yang baik di
kehidupan bernegara khususnya dalam bidang Pelayanan Publik.
2. Saran
Adapun saran yang penulis usulkan dalam tulisan ini adalah:
1. Agar Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ini bisa
berjalan efektif maka hendaknya mengoptimalkan sosialisasi peraturan tersebut
kepada penyelenggara Pelayanan Publik dan kepada masyarakat.
2. Di dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ini
sangat minim menggunakan politik hukum pidana dalam rangka menambah
keefektifitasannya, padahal dalam rangka mengoptimalkan efektifitas sebuah
peraturan juga sangat dibutuhkan dukungan dari politik hukum pidana. Jadi di masa
datang dalam membuat sebuah Undang-Undang agar menempatkan juga politik
hukum pidana sebagai penambah daya efektifitasnya.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009
Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal
18
Alie (2013) Politik Hukum terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik https://justitia1.wordpress.com/politik-hukum-terhadap-uu-no-25-tahun2009-tentang-pelayanan-publik
Barata, Atep. Dasar- dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media. Komputindo. 2004.
Burhanuddin et al. Defisit Pelayanan Publik : Survei Persepsi Masyarakat Terhadap
Pelayanan Publik di DKI Jakarta. INCIS. Jakarta. 2005
LGSP - Civil Society Strengthening Team. Citizen Report Card: Panduan Monitoring
pelayanan Publik Berbasis Masyarakat. LGSP, Jakarta, 2008
Ratminto & Atik Septi Winarsih.Manajemen Pelayanan. Jakarta: Pustaka Pelajar. 2006.
Suhirman dan Wagiyo. Merumuskan konsep dan praktek partisipasi warga dalam pelayanan
publik. FPPM. Bandung. 2006
Suhirman dan Entin Sriani Muslim, Panduan Melakukan Report Card Survey, FPPM dan
Sanggar, Bandung, 2007
20