Anda di halaman 1dari 103

LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien

An. D. B

Umur

4 tahun 10 bulan

Masuk RS

19 Juli 2015 pukul 23.04 wib

Jenis kelamin

laki-laki

Agama

Islam

Suku

Jawa

Alamat

KEBONHARJO RT/RW: 03/05

Ruang

Nakula PENGAWASAN 1.2

Nomor RM

330xxx

Nama ayah

Tn. L

Umur

34 tahun

Pendidikan terakhir :

STM

Pekerjaan

wiraswasta

Nama ibu

Ny. I

Umur

31 tahun

Pendidikan terakhir :

SMA

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

II. DATA DASAR


1. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien di Ruang
ICU RSUD Kota Semarang pada tanggal 22 Juli 2015 serta
didukung catatan medis pasien.
Keluhan utama

Keluhan tambahan:

berak cair
panas dan muntah

Riwayat Penyakit Sekarang:


Sebelum masuk rumah sakit:
3 hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengeluh
anaknya mengalami berak cair >5x dalam sehari sebanyak
gelas aqua per kali, berwarna kekuningan, berampas, tidak
nyemprot, tidak berlendir, tidak ada darah. Berbau busuk
namun tidak amis. Saat membersihkan dubur tidak tampak
kemerahan. Awalnya pasien memakan opor dan lontong,
kemudian siangnya pasien mengalami keluhan berak cair,
kemudian ibu pasien membawa anaknya ke tukang pijit untuk
dipijit perutnya. Pasien juga muntah >2x, sebanyak gelas
aqua perkali, awalnya muntah berisi makanan, setelah itu
muntahan berisi air dan lendir. Ibu mengaku anaknya menjadi
lebih lemas dan mudah haus. BAK hanya 2x, sedikit-sedikit,
warna kuning pekat.
1 hari SMRS

ibu pasien mengeluhkan bahwa anaknya

demam tinggi. Demam tidak berkurang meski diberi obat


penurun panas. Keluhan batuk pilek disangkal, keluhan sakit
tenggorokan disangkal, keluhan sakit pada telinga disangkal,
keluhan

muncul

perdarahan

ringan

pada

gusi

maupun

mimisan disangkal, keluhan muncul bercak merah pada kulit


disangkal, dan keluhan nyeri pada kepala disangkal.
Setelah masuk rumah sakit:
Tanggal

Perjalanan Penyakit dan

Pengobatan dan
Tindakan

19/7/15

Diagnosis
23.04 WIB
Pasien masuk IGD RSUD Kota

U: 4 th
10 bln
BB:22kg

Semarang
S: diare lebih dari 5 kali
sehari sejak 3 hari yang lalu

(advice dr. Ari)


Th:/

Inf RL 15

tpm
2

R/S:0/3
HR:120x/

dan kemarin sempat muntah

lebih dari 2 kali.

2x0,5A

Inj

O : KU/KESS

: TSS/CM

Kepala

: UUB sudah

RR:26x/

menutup

Mata

: cekung +/+

t: 38C

Hidung

: NCH (-)

N: i/t

Thorax

: simetris (+)

kuat

retraksi -/cor:/ BJI-II req, m (-), g (-)


p:/ SNV+/+,
rh-/-, wh-/Abdomen

Inj ranitidin

ceftriaxon
3x400mg

PO: PCT syr


3X1,5Cth
Program:/

pantau KU

dan tanda vital

cek DR dan
Widal

: supel, datar,

BU (+) meningkat
Kulit

: turgor

kulit kembali lambat


Ekstremitas : akral dingin
-/-, CRT <2s
A: GEDS
20/7/15
U: 4

01.00WIB

(advice dr.Jaga

Pasien dipindahkan ke bangsal

IGD)

Nakula 4 bed 1.2

Th:/

th10bl
BB:22kg

S: - diare >5x , ampas (+),

R/S:0/3

lendir (-), darah (-)

HR:118x/
m
RR:24x/

- muntah (+), haus (+)


- panas hari ke-2
O: KU/KESS

: TSS/ CM

2 lpm

Inf RL 15

tpm

Inj ranitidin
2x0,5A

Inj
ceftriaxon

Kepala

: UUB sudah

t: 38,7C

menutup

N: i/t

Mata

: cekung +/+

kuat

Mulut

: sianosis -

TD:

Hidung

: NCH (-)

110/70

Thorax

: simetris (+)

retraksi (+) minimal


cor:/ BJI-II req, m (-), g (-)

3x400mg

Inj PCT
250mg

PO: PCT syr


3X1,5Cth

Zinkid
1x20mg
Program:/

pantau KU

p:/ SNV+/+, rh-/-, wh-/-

dan tanda vital,

Abdomen

monitor tanda-

: datar, supel,

BU (+) meningkat

tanda dehidrasi

Kulit

dan kejang

: turgor

kulit kembali lambat


Ekstremitas : akral dingin
-/-, CRT <2s

(pengawasan)

cek DR
ulang

A: GEDS

05.00 WIB
S: - diare berkurang
frekuensinya, ampas (-),
lendir (-), darah (-)
- muntah - panas hari ke 2
HR:118x/
m
RR:24x/
m
t: 37,8C

O: KU/KESS

: TSS/

somnolen
Kepala

(advice dr.Lilia,
SpA)

: UUB sudah

menutup
Mata

: cekung +/+

Mulut

: bibir kering

Th:/

2 lpm
Inf RL

N: i/t

(+)

kuat

Hidung

: NCH (-)

TD:

Thorax

: simetris (+)

100/70

retraksi (+) minimal,


cor:/ BJI-II req, m (-), g (-)
p:/ SNV+/+, rh-/-, wh-/-,
Abdomen

: datar, supel,

BU (+) meningkat
Kulit

: turgor

15tpm

Inj Ceftri
2x500mg

Extra
obsansentrin
0,5A

Extra PCT
inj 125mg
Program:/

pantau KU

kulit kembali lambat

dan tanda vital,

Ekstremitas : akral dingin

monitor tanda-

-/-, CRT <2s

tanda dehidrasi
dan kejang

A: GEDS
Hipertermi

(pengawasan)

terapi
antibiotik 5 hari
berturut-turut

07.30 WIB
S: - muntah sering
- panas hari ke 2
O: KU/KESS

: TSB/

somnolen
Kepala

: UUB sudah
(advice dr.Lilia,

menutup
Mata

: cekung +/+

SpA)

Mulut

: kering (+)

Th:/

Hidung

: NCH (-)

Thorax

: simetris (+)

ICU

HES

retraksi (+)
cor:/ BJI-II req, m (-), g (-)
p:/ SNV+/+, rh-/-, wh-/-,

pindah

220cc/10mnt

Inf
RL220cc/1jam

Abdomen

: supel, BU (+)

meningkat
LP: 70cm
Kulit

: turgor

kulit kembali sangat


lambat
Ekstremitas : akral dingin
+/+, CRT <2s

02 masker

6 l/mnt

Zink Stop!

Inj Ceftri
diganti
metronidazol
2x500mg

Lacto B 2x1
sachet
Program:/
Cek DR, GDS,

A: GEDB

elektrolit CITO!
08.30 WIB
di Ruang ICU
S: BAB cair 2X, panas hari ke
2
O: KU/KESS

Lemah/somnolen
: UUB sudah

advice dr.Lilia,

HR:155x/

Kepala

menutup

RR:43x/

Mata

: cekung +/+

Mulut

: kering (+)

t: 38,8C

Hidung

: NCH (-)

440cc/10mnt
Bila masih

N: i/t

Thorax

: simetris (+)

dehidrasi,

lemah

retraksi (+), nafas

spO2:

kussmaul (+)

92%

cor:/ BJI-II req, m (-), g (-)

Th:/

p:/ SNV+/+, rh-/-, wh-/-,


Abdomen

SpA)

: cembung,

tegang, BU (+) meningkat

Inf RL

diulangi lagi.

Inf RL
230cc/jam

Smecta 2x1
sachet

Natrium
5meq

Kalium
6

LP: 70cm

5meq

Kulit

: turgor

kulit kembali sangat

Program:/
Evauasi 4 jam

lambat
Ekstremitas : akral dingin
+/+, CRT >2/>2
A: GEDB
13.00 WIB
S: BAB cair 2X, panas hari ke
2
Os tidak bisa minum
O: Terpasang NGT cairan
HR:173x/

warna coklat 100cc

KU/KESS

RR:40x/

Lemah/somnolen

Kepala

t: 38,8C

menutup

N: i/t

advice dr.Lilia,
SpA)
Th:/

Inf RL total

154cc/jam
dalam 3 jam

Inf Kaen3b

: UUB sudah

+ NaCl 3% +

Mata

: cekung +/+

KCL 100cc/jam

Sucralfat

lemah

Mulut

: kering (+)

SpO2:

Hidung

: NCH (-)

98%

Thorax

: simetris (+)

retraksi (+), nafas


kussmaul (+)
cor:/ BJI-II req, m (-), g (-)
p:/ SNV+/+, rh-/-, wh-/-,
Abdomen

: cembung,

3x1cth

Ranitidin
3x0,5A

Lacto B 3x1
sachet
Program:/
Evauasi 4 jam
Cek DR, GDS,
elektrolit

tegang, BU (+) meningkat


LP: 70cm
Kulit

: turgor

kulit kembali sangat

lambat
Ekstremitas : akral dingin
+/+, Spastik, CRT

(advice dr.Lilia,
SpA)

>2/>2

Th:/

A: GEDB

80cc/jam

Nacl 5mq +

16.00 WIB
S: BAB cair 2X, ampas (+),
panas (+) hari ke 2,
HR:173x/

Inf RL

distensi abdomen (+)

O: Terpasang NGT cairan

RR:40x/

warna coklat 250cc

KCL 5mEq
@7,5
mEq/kgBB/hari

Inf
Dopamin

KU/KESS

3mEq/kgBB/hr

Inj
: Lemah/ apatis

t: 38,8C

Kepala

: UUB sudah

N: i/t

menutup

lemah

Mata

: cekung +/+

SpO2:

Mulut

: kering (+)

98%

Hidung

: NCH (-)

Thorax

: simetris (+)

retraksi (+), nafas


kussmaul (+)
p:/ SNV+/+, rh-/-, wh-/-,
: cembung,

tegang, BU (+) meningkat


LP : 75cm
Kulit

: turgor

kulit kembali sangat


lambat

2x800mg

Inj
Amikasin
2x120mg

Inj Dexa
3x1A

Inj
Metronidazol

cor:/ BJI-II req, m (-), g (-)


Abdomen

Meropenem

2x500mg

Inj Ranitidin
3x20mg

Inj PCT
3x120mg
PO:

Novalgyn
3x1cth

Sukralfat
3x2cth

Ekstremitas : akral dingin

+/+, Spastik

2x3,5mg

Lacto B

CRT >2/>2
A: Syock Sepsis
DHF
Imbalance Elektrolit
Hematemesis susp. DIC
Curiga meningitis TB
Curiga meningitis Tifosa

Diazepam

3x1sachet

Zinc
1x20mg

Smecta
STOP!
Program:/
X-foto RLD
Konsul Bedah
untuk Vena
seksi
Cek DR,
elektrolit, IgM
Salmonella,
UR, FR, PTT,
APTT
Konsul Sp.S

21/7/15

11.00 WIB
S: Penurunan keesadaran,

U: 4th

sesak

(visit dr.Hartono
Sp.A)

10bl

O: Terpasang NGT cairan

Th:/

BB:22kg

warna coklat

R/S:1/4

Dilakukan Intubasi

10cc/kgBB/1jam

Lanjut Inf

A: obs. Penurunan
HR:194x/

kesadaran

ec. Syok Sepsis

RR:48x/

Imbalance Elektrolit

Hematemesis

t: 38,1C

DHF

N:i/t

GEDB

Inf RL

RL
80cc/kgBB/jam

Inj
Meropenem
2x800mg

Inj Metro
2x500mg
9

cukup

Gagal nafas

Inj

Amikasin

Sp

2x125mg

Inf PCT

94%

200mg
Program:/
Cek DR,
elektrolit, BGA
16.00 WIB
S: penurunan sadar, nafas
spontan (+)

HR:230x/
m
RR:38x/
m
t: 41C
N:i/t
cukup

(advice
dr.Hartono Sp.A)

O: Terpasang NGT dan VM

Th:/

Cairan NGT warna coklat

KU/KESS
Kepala

: TSB/Sopor

Inj Ca

Gluconase

: UUB sudah

2x5cc ac aqua

Loading RL

Mata

: cekung +/+

200cc dalam 1

Mulut

: kering (+)

jam

Hidung

: NCH (-)

Thorax

: simetris (+)

menutup

Sp

retraksi (+), nafas

98%

kussmaul (+)
cor:/ BJI-II req, m (-), g (-)
p:/ SNV+/+, rh+/+, wh-/-,
Abdomen

: cembung,

tegang, BU (+) meningkat


Kulit

: turgor

kulit kembali lambat


Ekstremitas : akral dingin
+/+, Spastik

(advice dr.Lilia
Sp.A)

Loading

Gelofusin 160cc
dalam 10 mnt,
diulang 2x bila
HR tidak turun.

Selanjutnya
Gelo 160cc/jam

Extra inj
kalnex 125mg
+ methyl 0.5A

Dexa STOP!
10

CRT >2/>2

Ganti
methylpredniso

A: obs. Penurunan
kesadaran
ec. Syok Sepsis
Imbalance Elektrolit
Hematemesis
DHF

n 3x0.5A

SP
Dozmicum
2.5mg/jam

SP
Dopamin
diganti

GEDB
Gagal nafas

Dobutamin 5mg

Usaha PRC
250cc, FFP 3
unit bila panas
sudah turun
(<38c)

Bila HR
<160x/m
gelofusin
5cc/kgBB/jam
Program:/
Cek DR,
elektrolit,

22/7/15

08.00 WIB

(visit dr.Hartono,

S: pasien sopor, nafas


U: 4th

spontan (+)

SpA)
Th:/

10bl

O: Terpasang NGT dan VM

BB:22kg

Cairan NGT warna coklat

5mg

Gelofusin

R/S:2/5

KU/KESS
Kepala

HR:230x/

menutup

Mata

: TSB/Sopor

Dobutamin

: UUB sudah

80cc/jam

Amikasin

: cekung +/+

2x125mg

Meporenem

11

RR:38x/

Mulut

: kering (+)

Hidung

: NCH (-)

t: 41C

Thorax

: simetris (+)

N:i/t

retraksi (+), nafas

cukup

kussmaul (+)

Sp

cor:/ BJI-II req, m (-), g (-)

98

p:/ SNV+/+, rh+/+, wh-/-,


Abdomen

: cembung,

tegang, BU (+) meningkat


Kulit

: turgor

kulit kembali sangat


lambat
Ekstremitas : akral dingin

2x800mg

Metronidaz
ol 2x500mg

Inj ranitidin
3x0.5g

Inj Ca
gluconas 2x8cc

Inj Kalnex
1A

Inj Vit K 1gr

Usaha PRC,
FFP
Program:/

Cek DR,
Elektrolit

+/+, Spastik
CRT >2/>2
A: obs. Penurunan
kesadaran
ec. Syok Sepsis
Imbalance Elektrolit
Hematemesis
DHF
GEDB
Gagal nafas

(visit dr.dendy)
Th/
Lanjut

22.40 WIB
S: pasien sopor, nafas
HR:176x/
m

spontan (+)
O: Terpasang NGT dan VM

RR:28x/
12

m
t: 40C

Cairan NGT hematemesis


KU/KESS

: TSB/Sopor

N:i/t

Kepala

cukup

menutup

Sp

Mata

: cekung +/+

Mulut

: sianosis -

Hidung

: NCH (-)

Thorax

: simetris (+)

88%
pH:
7.29
pCO2:
45.6
pO2:
207.9
HCO3:
20.6
BE: -5

: UUB sudah

retraksi (+)
cor:/ BJI-II req, m (-), g (-)
p:/ SNV+/+, rh+/+, wh-/-,
Abdomen

: datar, supel,

BU (+) meningkat
Ekstremitas : akral dingin
+/+,
CRT >2/>2
A: Asidosis Respiratoris
Kompensata
Penurunan Kesadaran e.c
Syok septik

23/7/15

01.30 WIB
S: tidak ada respon
O: nadi tidak teraba
A: Cardaic Arrest
P: RJP
01.40 WIB
S: tidak ada respon
O: EKG Asystole
13

Pupil midriasis total (+/+)


A: PWS

Riwayat Penyakit Dahulu:


Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan berak cair
kemudian dirawat di RS selama 12 hari. Riwayat sesak napas,
batuk lama dan alergi disangkal ibu pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Anggota keluarga yang tinggal satu rumah tidak ada yang
menderita keluhan serupa pasien.
Riwayat Persalinan dan Kehamilan:
Pasien seorang anak laki-laki, lahir dari ibu G2P1A0 usia 26
tahun, usia kehamilan 38 minggu. Lahir secara SC ditolong
oleh Sp.OG di rumah sakit. Pasien lahir menangis, aktif, kulit
kemerahan, berat badan lahir 3000 gram, panjang badan
lahir, lingkar kepala, lingkar dada ibu mengaku lupa.
Riwayat Pemeliharaan Prenatal:
Ibu pasien biasa memeriksakan kandungannya secara teratur
di bidan 1 kali setiap bulan sampai usia kehamilan 6 bulan
dan 2 kali setiap bulan dari usia kehamilan 6 bulan sampai 9
bulan. Usia kehamilan 7 bulan, ibu pasien juga memeriksakan
kehamilannya

ke

Sp.OG.

Dari

hasil

USG

oleh

Sp.OG,

didapatkan kesan janin sehat sesuai usia kehamilan. Selama


hamil ibu mengaku mendapat imunisasi TT 2 kali di bidan. Ibu
tidak pernah menderita penyakit selama hamil. Riwayat
perdarahan, trauma dan minum jamu disangkal. Obat
obatan yang diminum hanya yang diberikan oleh bidan
selama kehamilan adalah vitamin dan tablet penambah
darah.

14

Riwayat Pemeliharaan Postnatal:


Kontrol ke Posyandu teratur untuk melakukan imunisasi dan
ibu pasien mengatakan anaknya lengkap menjalani imunisasi
dasar, dan catatan tumbuh kembang anaknya.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan:
Pertumbuhan:
Berat badan lahir 3000 gram, panjang badan saat lahir lupa.
Berat badan dan panjang badan sekarang berturut turut 22
kg dan 110 cm.
Perkembangan:
Dengan

KPSP

bulan

untuk

mengetahui

apakah

perkembangan anak sesuai dengan usianya, atau ada resiko


hambatan perkembangan.
1

Pada posisi bayi telentang, pegang kedua Gerak

Ya

tangannya lalu tarik perlahan-lahan ke kasar


posisi

clucluk.

Dapatkah

Tida
k

bayi

mempertahankan lehernya secara kaku


seperti gambar di sebelah kiri ? Jawab
TIDAK bila kepala bayi jatuh kembali
seperti gambar sebelah kanan.

Pernahkah anda melihat bayi

Gerak

memindahkan mainan atau kue kering

halus

Ya

Tida
k

dari satu tangan ke tangan yang lain?


Benda? Benda panjang seperti sendok

15

atau kerincingan bertangkai tidak ikut


3

dinilai.
Tarik perhatian bayi dengan

Gerak

memperlihatkan selendang, sapu tangan

halus

Ya

Tida
k

atau serbet, kemudian jatuhkan ke lantai.


Apakah bayi mencoba mencarinya?
Misalnya mencari di bawah meja atau di
4

belakang kursi?
Apakah bayi dapat memungut dua benda

Gerak

seperti mainan/kue kering, dan masing-

halus

Ya

Tida
k

masing tangan memegang satu benda


pada saat yang sama? Jawab TIDAK bila
bayi tidak pernah melakukan perbuatan
5

ini.
Jika anda mengangkat bayi melalui

Gerak

ketiaknya ke posisi berdiri, dapatkah ia

kasar

Ya

Tida
k

menyangga sebagian berat badan dengan


kedua kakinya? Jawab YA bila ia mencoba
berdiri dan sebagian berat badan
6

tertumpu pada kedua kakinya.


Dapatkah
bayi
memungut

dengan Gerak

tangannya

seperti halus

kismis,
biskuit,

benda-benda

kecil

kacang?kacangan,
dengan

gerakan

Ya

Tida
k

potongan
miring

atau

menggerapai seperti gambar ?

Tanpa disangga oleh bantal, kursi atau Gerak


dinding,

dapatkah

bayi

duduk

Ya

sendiri kasar

Tida
k

selama 60 detik?

16

Apakah bayi dapat makan kue kering Sosialisasi


sendiri?

Ya

dan

Tida
k

Kemandiri
9

Pada waktu bayi bermain sendiri dan anda

an
Sosialisasi

diam-diam datang berdiri di belakangnya,

dan

apakah ia menengok ke belakang seperti

Kemandiri

mendengar kedatangan anda? Suara

an

Ya

Tida
k

keras tidak ikut dihitung. Jawab YA hanya


jika anda melihat reaksinya terhadap
suara yang perlahan atau bisikan.
10 Letakkan suatu mainan yang

Sosialisasi

dinginkannya di luar jangkauan bayi,

dan

apakah ia mencoba mendapatkannya

Kemandiri

dengan mengulurkan lengan atau

an

Ya

Tida
k

badannya?
Ya = 8; Tidak = 2
Interpretasi : perkembangan anak sesuai tahap perkembangannya (S)
Riwayat Makan dan Minum:
ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 bulan. Kemudian bayi
diberi makanan pendamping ASI berupa susu formula dan
bubur milna sampai dengan usia 8 bulan. Setelah itu ASI stop
namun makanan pendamping masih tetap dan ditambah
sayuran berkuah. Anak sejak lahir sampai saat ini tidak
pernah makan nasi, lauk pauk, maupun roti. Anak hanya
makan kuah sayuran, daging ayam yang dilembekkan, dan
bubur milna.

17

Riwayat Imunisasi:
BCG

: 1 kali (usia 3 bulan), terdapat skar pada

lengan atas kanan


HepB0

: 1 kali (usia 0 bulan)

DPT/HepB1,2,3

: 3 kali (usia 2, 3, 4 bulan)

Polio

: 4 kali (usia 1, 2, 3, 4 bulan)

Campak

: 1 kali (usia 9 bulan)

Riwayat Sosial Ekonomi:


Kedua orang tua pasien bekerja sebagai wiraswasta. Biaya
pengobatan ditanggung BPJS.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 22 Juni 2015 pukul 10.00 WIB di
ruang ICU. Anak laki-laki usia 4 tahun 10 bulan dengan berat
badan 22 kg dan tinggi badan 110cm
Kesan umum :
Sopor, tampak sakit berat. Terpasang ET dan NGT
Tanda-tanda vital
frekuensi nadi : 230 kali/menit
frekuensi napas
: 64 kali/menit
suhu
: 37.8C
Status internus:
Kepala
ubun-ubun besar sudah menutup, normocephalus,
rambut hitam terdistribusi merata, tidak kering, tidak
mudah dicabut
Mata
Mata cekung (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor 3mm, RCL +/+
Hidung
bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga
normoti, discharge (-/-)
Mulut
bibir kering (+), sianosis (-)
18

Leher
pembesaran KGB (-)
Tenggorokan
mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, kripta melebar
(-), detritus (-)
Thorax
a. Paru
o Inspeksi : hemithorax dextra dan sinistra simetris
pada

keadaan

inspirasi

dan

ekspirasi,

retraksi

suprasternal, intercostal dan epigastrial (+), napas

cepat dan dalam (+)


o Palpasi
: stem fremitus tidak dilakukan
o Perkusi
: tidak dilakukan
o Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (+/
+), wheezing (-/-)
b. Jantung
o Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : iktus kordis teraba di MCL ICS IV
o Perkusi : tidak dilakukan
o Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi
: tampak cembung
o Auskultasi : bising usus (+) meningkat
o Palpasi
: tegang, hepar dan lien tidak teraba
membesar
o Perkusi

hipertimpani

di

keempat

kuadran

abdomen, distensi (+)


Genitalia dan anorektal
Anus dan daerah sekitar lecet (-) hiperemis (-)
Kulit
cubitan perut kembali lambat >2s, exanthema (-),
petekie (-)
Ekstremitas
Akral dingin
Akral sianosis
CRT

Superior
+/+
-/>2 detik

Inferior
+/+
-/>2 detik

19

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
20/7

20/7

00.0

09.0

Hemoglobin (g/dl) [N=12-16]

13.7

12.4

11.1

10.5

Hematokrit (%) [N=37-47]

38.0

27.2

Jl. leukosit (/ul) [N=4,8-10,8]

36.4

31.2

2.6

Jl. trombosit (

5.6

98

180

7.18

9.8

175

121

4,21

Pemeriksaan Penunjang

20/7
S

21/7

16.0

12.00

Hematologi

/ul) [N=150-

400]
Jl. eritrosit (/ul) [N=4,2-5,4]
Kimia klinik
GDS

110

133

Natrium (mmol/L) [N=134-

128

126

113

2.5

2.0

1.26

1.04

0.99

neg

IgM+1

neg

147]
Kalium (mmol/L) [N=3,5-5,2]
Kalsium (mmol/L) [N=1,121,32]
Widal
S typhi O
S typhi H
Serologi Dengue
IgM

neg

IgG
Ket:
(-)

neg
: tidak dikerjakan

neg : negatif
Faeces Rutin
Makroskopis

18/6

15/5

12.30

11.00

Coklat

20

Warna
Konsistensi
Bau
Lendir
Darah
Mikroskopis

hijau

cair

lembek

khas
negatif
negatif

khas
positif
negatif

Protein faeces

negatif

positif

Karbohidrat

positif

negatif

Lemak

positif (+1)

positif (+1)

Eritrosit

1-3

1-2

Amoeba

negatif

negatif

Telur Cacing

negatif

negatif

Leukosit

1-3

4-5

Bakteri

negatif

positif (+1)

Jamur

negatif

positif (+1)

Lain-lain

negatif

negatif

Hasil Blood Gas Analysis (21 Juli 2015)


Corrected 41.4c
pH
pCO2
pO2
.= outside ref. range
Measured 37c
pH
pCO2
pO2

7.292
45.6
207.9

7.356
37.6 mmHg
223.9
mmHg

.= outside ref. range


Reference Range
pH
pCO2
pO2

7.350-7.450
32.0-45.0
75.0-100.0

Calculated Data
HCO3 act.
HCO2 std.

20.6 mmol/L
20.8 mmol/L

21

BE (ecf)
BE (B)
ctCO2
Ca++ (7.4)
02 SAT
O2 CT
ctHb (est)
pO2/FIO2
pO2 (A-a) (T)
Po2 (a/A)(T)

-5.0 mmol/L
-4.5 mmol/L
21.7 mmol/L

3.04
163.9 mmHg
0.56

Entered Data
Temp.
ctHb
FIO2

41.4c
10.5 g/dL
60.0%

99.2 %
15.1 ml/dL

Pemeriksaan X Foto Thorax RLD

HASIL:
Tampak kesuraman tipis pada laterobasal hemithorax kanan, PEI:
1.81%
KESAN:
Efusi pleura minimal kanan dengan PEI: 1.81%
IV. PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI

22

Anak laki-laki 4 tahun 10 bulan (58 bulan) dengan berat


badan 22 kg, dan tinggi badan 110 cm.
WAZ = BB median = 22 18.3 = 1.5 (gizi normal)
SD

2.4

HAZ = TB median = 110 108.6 = 0.3 (normal)


SD

4.6

WHZ = BB median = 22 18.7 = 1.9 (normal)


SD

1.7

Kesan : status gizi baik


V. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki umur 4 tahun 10
bulan, berat badan 22kg dan tinggi badan 110cm, dengan
keluhan 3 hari SMRS (sebelum masuk rumah sakit) ibu pasien
mengeluh anaknya mengalami berak cair >5x dalam sehari
sebanyak gelas aqua per kali, berwarna kekuningan,
berampas, tidak nyemprot, tidak berlendir, tidak ada darah.
Berbau busuk namun tidak amis. Saat membersihkan dubur
tidak tampak kemerahan. Awalnya pasien memakan opor dan
lontong, kemudian siangnya pasien mengalami keluhan berak
cair. Pasien juga muntah >2x, sebanyak gelas aqua perkali,
awalnya muntah berisi makanan, setelah itu muntahan berisi
air dan lendir. Ibu mengaku anaknya menjadi lebih lemas dan
mudah haus. Ibu pasien juga mengeluhkan bahwa anaknya
demam tinggi sejak

1hari SMRS. Demam tidak berkurang

meski diberi obat penurun panas.


Keadaan umum :
Tampak sakit berat, terpasang NGT dan ET

23

Kesadaran: Sopor
Tanda vital :

HR (Nadi)

: 230 x/menit, reguler, isi dan tegangan

lemah

RR (Laju Nafas)

Suhu

: 64x/menit, ireguler

: 40oC (axilla)

Dari hasil pemeriksaan fisik :


Mata : mata cekung (+/+)
Mulut : bibir kering (+)
Paru
o Inspeksi : hemithorax dextra dan sinistra simetris pada
keadaan inspirasi dan ekspirasi, retraksi suprasternal,
intercostal dan epigastrial (+), napas cepat dan dalam (+)

o Auskultasi

: suara napas vesikuler (+/+), rhonki (+/

+), wheezing (-/-)


Abdomen
o Inspeksi : tampak cembung
o Auskultasi
: bising usus (+) meningkat
o Palpasi : tegang, hepar dan lien tidak

teraba

membesar, lingkar perut 75 cm


o Perkusi : hipertimpani di keempat kuadran abdomen,
distensi (+)
Kulit : cubitan perut kembali lambat >2s
Ekstremitas
Akral dingin
CRT
Dari

hasil

didapatkan

Superior
+/+
>2 detik

pemeriksaan

penunjang

trombositopeni,

leukopeni,

Inferior
+/+
>2 detik
hasil

lebaoratorium

hiponatremi,

dan

hipokalemi. Serta dalam pemeriksaan foto radiologi thorax RLD


didapatkan PEI 1.81%

24

Pemeriksaan status gizi (Z score) menunjukkan kesan pasien


gizi baik
VI. DIAGNOSA BANDING
1. Gastroenteritis
GE et causa infeksi parenteral
GE et causa infeksi enteral et causa
GE et causa infeksi enteral et causa
GE et causa infeksi enteral et causa
GE et causa infeksi enteral et causa
GE et causa makanan
GE et causa psikis
2. Dehidrasi
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi ringan
Dehidrasi sedang
Dehidrasi berat

virus
bakteri
jamur
parasit

2. Syok

Syok karena perdarahan

Riwayat trauma

Terdapat sumber perdarahan

Dengue Shock Syndrome

KLB atau musim Demam Berdarah Dengue

DSS

Riwayat demam tinggi

Purpura

Syok Kardiogenik

Riwayat penyakit jantung

Peningkatan tekanan vena jugularis dan pembesaran


hati

Syok Septik

Riwayat penyakit yang disertai demam

Anak tampak sakit berat

25

Syok yang berhubungan dengan dehidrasi berat

Riwayat diare yang profus

KLB kolera

VII. DIAGNOSA KERJA


1. Gastroenteritis dengan Dehidrasi Berat
2. DSS
3. Perdarahan lambung
4. Efusi Pleura Dextra
VIII. TERAPI
1. Airway:
Paten jalan nafas menggunakan intubasi
2. Breathing:
Oksigenasi menggunakan ventilator mekanik
3. Circulation:
- Kristaloid 10cc/kgBB dalam 10 menit (*dapat diulang 3x
jika kondisi tidak membaik)
- Diturunkan 7cc/kgBB/jam selama 4 jam
- Diturunkan 5cc/KgBB/jam selama 4 jam
- Infus maintenance 3cc/kgBB/jam

8.1 Non-medikamentosa
Pemasangan kateter urin monitor urine output
Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung dan
monitor perdarahan lambung
8.2 Medikamentosa

Inj Meropenem 2x800mg

26

Inj Dopamin 5-10 gr/kgBB/menit


Inj PCT 3x100mg
PO:
Zincpro Syr 20mg/5ml 1x1Cth selama 10 hari
Diet : Perbanyak minum
IX. PROGRAM
1. pantau KU dan tanda vital, monitor tanda-tanda dehidrasi
dan syok (pengawasan)
2. hitung balans cairan
3. pantau lingkar perut
4. cek darah rutin ulang per 12 jam, cek elektrolit, dan feses
rutin
X. PROGNOSA
Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

Quo ad sanationam

: dubia ad malam

XI. USUL

Pemeriksaan SGOT dan SGPT

Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan creatinin)

Pemeriksaan analisa gas darah dan gula darah sewaktu

Pemeriksaan kultur feses

XII. EDUKASI
1. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang perjalanan
penyakit pasien
2. Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai komplikasi
yang bisa terjadi pada pasien
3. Menerangkan mengenai pola makan dan tipe makanan
yang baik pada anak

27

TINJAUAN PUSTAKA
1. GASTROENTERITIS
1.1 Definisi
Peradangan pada saluran cerna yang dapat disebabkan
oleh virus mauun bakteri.1 dengan gejala nyeri perut, dan
diare. Diare adalah buang air besar yang lebih >3x sehari
dan dengan konsistensi yang lebih encer dari biasanya.2
1.2 Klasifikasi1-2
1.2.1 Berdasarkan lamanya diare

28

1.2.1.1 diare akut


Diare akut adalah buang air besar pada bayi
atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan
atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari 14 hari.
1.2.1.2 diare persisten
diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan
dengan etiologi infeksi.
1.2.1.3 diare kronik
diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan
dengan etiologi non-infeksi.
1.2.2 Berdasarkan etiologi
1.2.2.1 Faktor infeksi
a. Infeksi enteral,

yaitu

infeksi

saluran

pencernaan yang merupakan penyebab utama


diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi:
Infeksi virus
Beberapa
penelitian
epidemiologis
menunjukkan

bahwa

penyebab

utama

(55%) diare akut adalah rotavirus.


Infeksi bakteri
E.coli,
Salmonella,
Shigella,

Vibrio,

Campylobacter, dan sebagainya.


Infeksi protozoa
Entamoeba histolytica, Giardia

lamblia,

dan lainnya.
Infestasi parasit
Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides.
Infeksi jamur
Candida albicans.
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh
lain di luar alat pencernaan, seperti otitis
media

akut,

tonsilofaringitis,

bronkopneumonia, dan sebagainya.


29

1.2.2.2 Faktor malabsorpsi


a. Malabsorpsi karbohidrat
disakarida
(intoleransi

laktosa,

maltosa,

sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,


fruktosa, galaktosa). Pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering adalah intoleransi
laktosa.
b. Malabsorpsi lemak
c. Malabsorpsi protein
1.2.2.3 Faktor makanan
makanan basi, makanan

beracun,

alergi

terhadap makanan.
1.2.2.4 Faktor psikologis
merupakan rasa takut dan cemas. Walaupun
jarang, dapat menimbulkan diare terutama pada
anak yang lebih besar.
1.2.3 Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang
1.2.3.1 Diare tanpa dehidrasi
1.2.3.2 Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
1.2.3.3 Diare dengan dehidrasi berat
1.2.4 Berdasarkan tonisitas plasma
1.2.4.1 Diare dengan dehidrasi hipotonik
yaitu

bila

kadar

natrium

dalam

plasma

<130mEq/l
1.2.4.2 Diare dengan dehidrasi isotonik
yaitu bila kadar natrium dalam plasma 130150mEq/l
1.2.4.3 Diare dengan dehidrasi hipertonik
yaitu

bila

kadar

natrium

dalam

plasma

>150mEq/l
1.3 Patogenesis
1.3.1 Diare sekretorik

30

Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan


elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi absorpsi
natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di sel
epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir
adalah sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan
air dan elektrolit dari tubuh sebagian tinja cair. Hal ini
menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pada diare infeksi
perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada
mukosa usus halus toksin bakteri seperti toksin
Escherichia coli dan Vibrio cholera 01 atau virus
(rotavirus). Pada diare sekretorik, toksin merangsang
c-AMP atau c-GMP untuk mensekresikan secara aktif
air dan elektrolit ke dalam lumen usus sehingga terjadi
diare.
Diare sekresi (secretory diarrhea), disebabkan oleh:
a. Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen
b. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan
oleh

bahan-bahan

kimia,

makanan

(misalnya

keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu


asam),

gangguan

gangguan

saraf,

psikis

(ketakutan,

hawa

dingin,

gugup),

alergi

dan

sebagainya.
c.

Difesiensi

imun

terutama

SIgA

(Secretory

Immunoglobulin A)
1.3.2 Diare osmotik
Kenaikan tekanan osmotik dalam lumen usus akibat
fermentasi makanan yang tidak diserap akan menarik
air sel kedalam lumen usus sehingga terjadi diare.
Diare jenis ini terjadi karena kita menelan makanan
yang sulit diserap, baik karena memang makanan

31

tersebut sulit diserap (magnesium, fosfat, laktulosa,


sorbitol) atau karena terjadi gangguan penyerapan di
usus

(penderita

defisiensi

laktose

yang

menelan

laktosa). Karbohidrat yang tidak diserap di usus ini


akan difermentasi di usus besar, dan kemudian akan
terbentuk asam lemak rantai pendek. Meskipun asam
lemak rantai pendek ini dapat diserap oleh usus, tetapi
jika produksinya berlebihan, akibatnya jumlah yang
diserap kalah banyak

dibandingkan

dihasilkan,

menyebabkan

sehingga

jumlah

yang

peningkatan

osmolaritas di dalam usus. Peningkatan osmolaritas ini


akan menarik air dari dalam dinding usus untuk keluar
ke rongga usus. Akibatnya, terjadi diare cair yang
bersifat asam, dengan osmolaritas yang tinggi tanpa
disertai adanya leukosit di feses.
1.4 Manifestasi klinis
Mula-mula

bayi/anak

menjadi

cengeng,

gelisah,

suhu

badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau


tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin
mengandung darah dan/atau lendir, warna tinja berubah
menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena
seringnya defekasi, anus dan sekitarnya
lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya
asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak
dapat diabsorpsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum
atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air
dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada
bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang
selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering.

32

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih


banyak

daripada

pemasukan

air

(input),

merupakan

penyebab terjadinya kematian pada diare.

1.5 Tatalaksana

33

34

35

36

1.6 Pencegahan
Memberikan ASI
Memperbaiki makanan pendamping ASI
Menggunakan air bersih yang cukup
Mencuci tangan
Menggunakan jamban
Membuang tinja bayi yang benar

2. SYOK SEPTIK
2.1 Definisi
Syok

adalah

suatu

sindrom

klinis

dimana

terdapat

kegagalan dalam pengaturan peredaran darah sehingga terjadi


kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Kegagalan sirkulasi ini biasanya disebabkan oleh kehilangan
cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa jantung ataupun
karena perubahan resistensi vaskuler perifer. 1
Syok

secara

garis

besar

dapat

dibedakan

menjadi

beberapa jenis. Berikut adalah tabel singkat mengenai jenis-jenis


syok :2
Jenis Syok
Hipovole
mik

Penyebab
1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa
muntah, obstruksi usus dan lain-lain

lama,

diare,

Kardiogen 1. Aritmia
ik
Bradikardi / takikardi
37

2. Gangguan fungsi miokard

Infark miokard akut, terutama infark ventrikel


kanan
Penyakit jantung arteriosklerotik
Miokardiopati
3. Gangguan mekanis

Regurgitasi mitral/aorta
Rupture septum interventrikular
Aneurisma ventrikel massif
Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium

Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium


kiri/thrombus

Obstruktif

Tension Pneumothorax
Tamponade jantung
Emboli Paru

Septik

1.Infeksi bakteri gram negative,


Contoh: Eschericia coli,
Enterobacter,
serratia,Proteus,
2. Kokus gram positif,

Klebsiella

pneumonia,

Contoh : Stafilokokus, Enterokokus, dan Streptokokus


Neurogen
ik

Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh


trauma tulang belakang dan spinal syok
(trauma medulla spinalis dengan quadriflegia
atau paraplegia)
Rangsangan
hebat
yang
tidak
menyenangkan,misal nyeri hebat
Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya
penggunaan obat anestesi
Rangsangan parasimpatis pada jantung yang
menyebabkan bradikardi jantung mendadak.
Hal ini terjadi pada orang yang pingan

38

mendadak
akibat gangguan emosional
Anafilaksi
s

Antibiotic
Contoh : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol,
polimixin, ampoterisin B

Biologis
Contoh : Serum, antitoksin, peptide, toksoid
tetanus, dan gamma globulin

Makanan
Contoh : Telur, susu, dan udang/kepiting

Lain-lain
Contoh : Gigitan binatang, anestesi local

Tabel 1. Jenis-jenis Syok

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang


kompleks

dimulai

dengan

rangsangan

endotoksin

atau

eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi


makrofag,
komplemen

sekresi
dan

berbagai
netrofil,

sitokin
sehingga

dan

mediator,

terjadi

aktivasi

disfungsi

dan

kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang


menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan
disfungsi/kegagalan organ multipel.1
Nomenklatur mengenai sepsis telah banyak dilakukan,
salah satu yang paling sering digunakan ialah sepsis merupakan
kelanjutan dari sebuah sindrom respons inflamasi sistemik /
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) atau yang
sering disebut sindrom sepsis ditandai dengan 2 dari gejala
berikut :3
39

a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3C; <35,6C)


b. Tachypneu (resp >20/menit)
c. Tachycardia (pulse >100/menit)
d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e. 10% >cell imature
Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan
ataupun bukti adanya sumber infeksi yang jelas. Sepsis dapat
berlanjut menjadi sepsis berat yaitu sepsis yang disertai dengan
kegagalan organ multipel / Multiple Organ Dysfunction / Multiple
Organ Failure (MODS/MOF). Sepsis berat dengan hipotensi ialah
sepsis dengan tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan
tekanan sistolik >40 mmHg. Perkembangan berikut dari sepsis
ialah berujung pada suatu syok septik. Syok septik adalah subset
dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang
diinduksi oleh sepsis dan menetap kendati telah mendapat
resusitasi cairan, serta disertai dengan hipoperfusi jaringan. 3
Syok
sirkulasi

septik didefinisikan

akut

ditandai

dengan

sebagai keadaan kegagalan


hipotensi

arteri

persisten

meskipun dengan resusitasi cairan yang cukup ataupun adanya


hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh konsentrasi laktat
yang melebihi 4 mg / dL) yang tidak dapat dijelaskan oleh sebabsebab lain.4

Perbedaan Sindroma
Sindroma sepsis
Takipneu, respirasi
>20x/m
Takikardi >90x/m
Hipertermi >38C
Hipotermi <35,6C
Hipoksemia

Sepsis dan Syok Sepsis


Syok Septik
Sindroma sepsis ditambah
dengan
gejala:
Hipotensi 90 mmHg
Tensi menurun sampai 40
mmHg dari baseline dalam

40

Peningkatan laktat
plasma
Oliguria, Urine 0,5
cc/kgBB dalam 1 jam

waktu 1 jam
Tidak membaik dengan
pemberian cairan, serta
penyakit syok hipovolemik,
infark miokard dan emboli
pulmonal sudah
disingkirkan

Tabel 2. Perbedaan Sindrom Sepsis dan Syok Septik4

Gambar 1. Diagram hubungan SIRS, Sepsis dengan Infeksi5

Gambar 2. Kriteria Bones untuk Pengenalan Sepsis Berat5

41

2.2 Epidemiologi
Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena
infeksi bakteri gram negatif di AS yaitu antara 100.000-300.000
kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat menjadi
sekitar 300.000-500.000 kasus pertahun. Syok akibat sepsis
terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus.
Walaupun insiden syok septik ini tak diketahui pasti namun
dalam

beberapa

tahun

terakhir

ini

cukup

tinggi

Hal

ini

disebabkan cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya


sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholisme,
leukemia,

limfoma,

keganasan,

obat

sitotoksis

dan

imunosupresan, nutrisi parenteral dan sonde, infeksi traktus


urinarius

dan

gastrointestinal.

Di

AS

syok

sepsik

adalah

penyebab kematian yang sering di ruang ICU.


Sebuah studi oleh selama 16 melaporkan angka kejadian 2
kasus per 100 penerimaan rumah sakit di AS, dengan distribusi
55% terjadi di ICU, 12% di bagian gawat darurat dan 33% pada
non-ICU.3 .Data yang lebih baru menunjukkan bahwa insiden
tahunan sepsis terjadi sekitar 50-95 per 100.000 kasus. Selain
itu, insiden sepsis tersebut telah tumbuh sebesar 9% setiap
tahunnya4. Bakteri Gram-negatif biasanya menjadi salah satu
etiologi tebanyak dengan proporsi 35 hingga 40% pada kasus
sepsis akan tetapi telah menurun menjadi 25-30% pada 2000. 6
Bakteri Gram-positif menyebabkan 30-50% kasus, dan infeksi
polimikrobial menyumbang sekitar 25%

Sekitar 50% dari pasien sepsis berkembang menjadi syok


septik, dengan angka kematian 45%. 7 Tempat yang paling sering
mengalami infeksi adalah paru-paru, abdomen, dan saluran
kemih. Komplikasi dari syok septik meliputi Acute Respiratory

42

Distress Syndrome / ARDS (18%), Disseminated Intravascular


Coagulation / DIC (38%) dan gagal ginjal(50%). 8 Pria maupun
orang dewasa yang lebih tua menjadi faktor predisposisi
berkembangnya

syok

septik

bila

dibandingkan

dengan

perempuan9
2.3 Etiologi
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi
atau

riketsia.

Respon

sistemik

dapat

disebabkan

oleh

mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya


disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk
reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal.
Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya
meningkat,

antara

lain

karena

berlebihan,

meningkatnya

pemberian

penggunaan

antibiotik

obat

yang

sitotoksik

dan

imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat


invasive seperti kateter intravaskuler, meningkatnya jumlah
penyakit

rentan

infeksi

yang

dapat

hidup

lama,

serta

meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten


terhadap antibiotik.
Infeksi traktus repiratorius merupakan penyebab sepsis
yang tersering diikuti infeksi abdomen dan jaringan lunak. Setiap
sistem

organ

memiliki

patogen

yang

berbeda,

seperti

di

antaranya :10

Infeksi traktur repiratorius bawah yang menyebabkan syok


septik pada sekitar 25% pasien, patogen yang umum
o Streptococcus pneumoniae
o Klebsiella pneumoniae
o Staphylococcus aureus

43

o
o
o
o
o
o

Infeksi traktus urinarius yang menyebabkan syok septik


pada sekitar 25% pasien, patogen yang umum :
o
o
o
o
o
o

S aureus
Staphylococcus epidermidis
Streptococci
Clostridia
Gram-negative bacteria
Anaerobes

Infeksi traktus gastro-intestinal yang menyebabkan syok


septik pada 15% pasien, patogen yang umum :
o
o
o
o
o
o
o

E coli
Proteus species
Klebsiella species
Pseudomonas species
Enterobacter species
Serratia species

Infeksi jaringan lunak yang menyebabkan syok septik pada


sekitar 15% pasien, patogen yang umu :
o
o
o
o
o
o

Escherichia coli
Legionella species
Haemophilus species
Anaerobes
Gram-negative bacteria
Fungi

E coli
Streptococcus faecalis
Bacteroides fragilis
Acinetobacter species
Pseudomonas species
Enterobacter species
Salmonella species

Infeksi saluran reproduktif laki-laki dan perempuan yang


menyebabkan syok septik pada sekitar 10% pasien,
patogen yang umum :

44

o
o
o
o

Neisseria gonorrhoeae
Gram-negative bacteria
Streptococci
Anaerobes

Benda asing yang mengakibatkan infeksi berkontribusi 5%


pada syok septik. S aureus, S epidermidis, adan
fungi/yeasts (eg, Candida species) merupakan patogen
yang umum.

Infeksi lain-lain menyebabkan 5% syok septik. Neiserria


meningitidis merupakan enyebab tersering pada golongan
ini.
2.4 Patofisiologi
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat

menimbulkan sepsis. Pada bakteri gram negatif yang berperan


adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma,
dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang
disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting dalam
metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan
diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein,
kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan
berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan
CD14.

Kompleks

intraseluler

CD14-LPS

melalui

nuklear

menyebabkan
factor

kappaB

transduksi

sinyal

(NFkB),

tyrosin

kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang


menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPSCD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui
toll like receptor-2 (TLR2).1
Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri
berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan
induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis
melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan
komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen
45

berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen presenting


cells

dan

V-chains

dari

reseptor

sel

T,

kemudian

akan

mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi


sitokin proinflamasi yang berlebih.1,11

Gambar 3. Skema Infeksi - Sepsis

Peran Sitokin pada Sepsis


Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan
pejamu terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis
terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih,
yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik,
aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan
sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen,
pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen
radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator
antiinflamasi

seperti

sitokin

antiinflamasi,

reseptor

sitokin

terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai


hormon.1,5

46

Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses


inflamasi, yang terpenting adalah TNF-, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12
sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi.
Pengaruh

TNF-

permeabilitas
regulasi

dan

endotel

IL-1

pada

meningkat,

trombomodulin

endotel
ekspresi

sehingga

menyebabkan
TF,

penurunan

meningkatkan

efek

prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1,


PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2,
pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-, IL-1, IL-6, IL-8 yang
merupakan

mediator

primer

akan

merangsang

pelepasan

mediator sekunder seperti prostaglandin E 2 (PGE2), tromboxan A2


(TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti
bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti
histamin dan serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan
yang berasal dari sistem komplemen.12
Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator
inflamasi, tetapi pada sepsis berat pergeseran ke keadaan
immunosupresi antiinflamasi.13

Peran Komplemen pada Sepsis


Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus,
opsonisasi, aktivasi respons imun dan inflamasi dan pembersihan
kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada sepsis,
aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif,
selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen
yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada
reseptor

di

sel

menimbulkan

respons

inflamasi

berupa:

kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal

47

oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas


kapiler dan ekspresi faktor jaringan.5

Peran NO pada Sepsis


NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam
mengatur tonus vaskular. Pada sepsis, produksi NO oleh sel
endotel

meningkat,

menyebabkan

gangguan

hemodinamik

berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi


inflamasi

karena

dapat

meningkatkan

produksi

sitokin

proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat agregasi


trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan
renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopresor.1,5

Peran Netrofil pada Sepsis


Pada

keadaan

infeksi

terjadi

aktivasi,

migrasi

dan

ekstravasasi netrofil dengan pengaruh mediator kemotaktik.


Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi umumnya
meningkat,
menurun.

walaupun
Walaupun

pada
netrofil

sepsis

berat

penting

jumlahnya

dalam

dapat

mengeradikasi

kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh


netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ.
Terdapat 2 studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat
fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi sepsis tidak efektif,
dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada
pasien dengan sepsis juga tidak efektif .13
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram
negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin
basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan
terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.Selain itu, terjadi

48

peningkatan

permeabilitas

kapiler.

Peningkatan

kapasitas

vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan terjadinya


hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang
terlihatsebagai edema. Pada syok sepsis hipoksia, sel yang
terjadi

tidak

disebabkan

oleh

penurunan

perfusi

jaringan

melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan


oksigen karena toksin kuman Berlanjutnya proses inflamasi yang
maladaptive akan menhyebabkan gangguan fungsi berbagai
organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple
(MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan (injury) pada
tingkat seluler (termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke
organ/jaringan sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan
mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang ikut berperan adalah
terdapatnya
depressant

faktor

humoral

substance),

dalam

malnutrisi

sirkulasi

kalori-protein,

(myocardial
translokasi

toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari


terapi yang diberikan.5

49

Gambar 4. Skema Syok Septik akibat Infeksi Kuman Gram Negatif

50

Gambar 5. Skema Gangguan Hemodinamik pada Pasien Sepsis 5

2.5 Diagnosa
Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran
klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah,
ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan
penurunan tekanan darah). Gejala syok sepsis yang mengalami
hipovolemia
(takikardia,

sukar

dibedakan

vasokonstriksi

dengan

perifer,

syok

produksi

hipovolemia
urin

<

0,5

cc/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya


tekanan nadi / pulse pressure). Pasien-pasien sepsis dengan
volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai
gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal,
dan tekanan nadi yang melebar.

51

Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal


adalah hipovolemia, baik relatif (oleh karena venus pooling)
maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian ini
mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah,
sehingga apabila volume intravaskule adekuat, curah jantung
akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi otot
jantung

melemah,

mengakibatkan

fungsi

jantung

intrinsik

(sistolik dan diastolik) terganggu.


Meskipun

curah

jantung

meningkat

(terlebih

karena

takikardia daripada peningkatan volume sekuncup), tetapi aliran


darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada sepsis
berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi
dan

meningkatnya

aliran

darah),

pada

stadium

lanjut

kenyataannya lebih mirip status hipodinamik (vasokonstriksi dan


aliran darah berkurang).
Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik
adalah gangguan ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan
karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga kemampuan
untuk

meningkatkan

akibatnya

VO2

ekstraksi

(pengambilan

oksigen
oksigen

perifer
dari

terganggu,

mikrosirkulasi)

berkurang. Kerusakan ini pada syok septik dipercaya sebagai


penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.
Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah
terjadinya

hiperlaktataemia,

mungkin

hal

ini

karena

terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena

dys-oxia

jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen)

52

Tabel 3. Korelasi Gejala Klinis Syok dengan Mekanisme dalam Tubuh

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap


kompensasi, dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh
tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).2

Fase I : kompensasi
Pada

fase ini fungsi-fungsi organ

vital masih dapat

dipertahankan melalui mekanisme kompensasi tubuh dengan


meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi
sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ
perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak.
Tekanan darah diastolik tetap normal sedangkan tekanan darah
sistolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik
(tekanan nadi menyempit).
Untuk

mencukupi

mengkompensasi

secara

curah

jantung

temporer

dengan

maka

jantung

meningkatkan

frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi


vasopressin dan renin angiotensin aldosteron yang akan
53

mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air dalam


sirkulasi.
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh
gelisah, kulit pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary
refilling) yang melambat > 2 detik.

Fase II : Dekompensasi.
Pada

fase

ini

mekanisme

kompensasi

mulai

gagal

mempertahankan curah jantung yang adekuat dan sistem


sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang
buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga
metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak efisien.
Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan
asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan
bertambah berat dengan terbentuknya asam karbonat intra
selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.
Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan
respons terhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan
menyebabkan

terganggunya

mekanisme

energi

dependent

pompa Na/K ditingkat selular, akibatnya integritas membran sel


terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria akan memburuk yang
dapat berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya aliran darah
dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat
memperburuk
tombosit

dan

keadaan

syok

pembentukan

dengan
trombos

timbulnya

agregasi

disertai

tendensi

perdarahan.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara
lain histamin, serotonin, sitokin (terutama TNF=tumor necrosis

54

factor

dan

interleukin

1),

xanthin,

oxydase

yang

dapat

membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor).


Pelepasan mediator oleh makrofag merupakan adaptasi normal
pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok yang
berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi
vasodilatasi

arteriol

dan

peningkatan

permeabilitas

kapiler

dengan akibat volume intravaskular yang kembali kejantung


(venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi
miokard.
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang
bertambah, tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk
(kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah lama),
oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam)
dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).

Fase III : Irreversible


Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan
syok terus berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel
dan disfungsi sistem multi organ lainnya. Cadangan fosfat
berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar,
sintesa ATP yang baru hanya 2% / jam dengan demikian tubuh
akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun system
sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa
tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan
kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda
kegagalan sistem organ lain.

55

Tabel 4. Kriteria Diagnosis / Tanda dan Temuan dalam Sepsis

Syok septik yang berat dapat berkemabang menjadi suatu


sindrom gangguan / penurunan fungsi organ multipel akibatnya
hipoperfusi generalisata. Berikut adalah tanda-tanda kelainan
sistemik pada Multiple Organ Failure
DIC

Multiple Organ Failure


FDP 1:40 atau D-dimers 2,0
dengan rendahnya
platelet
Memanjangnya waktu:
- protrombin
- partial thromboplastin

56

- Perdarahan

Respirotary Distress.Syndrome

Hipoksemia

Acute Renal Failure

Kreatinin > 2,0 ug/dl


Na. Urin 40 mmol/L
Kelainan prerenal sudah
disingkirkan

Hepatobilier disfunction
Bil.>34 umol/L (2,0 mg/dL)
Harga alk. Fosfatase, SGOT, SGPt
dua kali harga normal
Central Nervous System Disf..
GCS < 15
Tabel 5. Tanda Multiple Organ Failure
2.6 Penatalaksanaan
Pasien
menggunakan

sepsis

wajib
metode

dinilai

dan

dievaluasi

dengan

Airway,

ABCDE

Breathing,Circulation,Disability, Exposure ). Metode ABCDE :5


A = Airway assessment, maintenance and oxygen
B = Breathing and ventilation assessment
C = Circulation assessment, intravenous (IV) access and fluids
D = Disability: assess the neurological status and check the blood
glucose
E = Exposure and environmental control
Penatalaksaan awal pasien-pasien yang dicurigai dengan
sepsis ialah resusitasi cairan yang mencakup 3 proses, yaitu:

Memaksimalkan penyebaran oksigen dan perfusi jaringan


Monitoring seksama dari tanda-tanda vital dan fungsi organ
sebagai pedoman resusitasi lanjutan

57

Menyiapkan strategi untuk menyingkirkan sumber infeksi


Proses ini ditujukan untuk menghentikan ( atau setidaknya

memperlambat ) onset dari sindrom disfungsi organ multipel /


multi

organ

dikonfirmasi,

dysfunction
beberapa

syndrome.

langkah

Saat

berikut

sepsis

sudah

sebaiknya

sudah

dilakukan seperti oksigen aliran tinggi, cannule, terapi cairan,


monitoring jumlah urin.
Berikut adalah langkah-langkah yang seharusnya dilakukan
:5
1. Penilaian ABCDE, dapat mencakup :
Penilaian klinis
Airway support
Oksigen aliran tinggi
Cannule
Terapi cairan
Monitoring jumlah urine
Penilaian kadar gula darah
Regulasi temperatur
2. Pengecekan ulang untuk memastikan hal berikut
telah dilakukan :
Terapi oksigen aliran tinggi
Cannule
Terapi cairan bila ada gangguan sirkulasi
Monitor jumlah urin
3. Melakukan penegakan diagnostik sepsis yang
spesifik, dapat mencakup :
Kultur ( darah, dll )
Pengukuran kadar laktat
Pengukuran Hemoglobin dan tes lain
Pencitraan untuk mengidentifikasi sumber
infeksi
4. Terapi lengkap untuk sepsis:
Antibiotik spektrum luas secara intravena
Drainase atau bedah bila memungkinkan

58

Penatalaksanaan awal ini dapat disingkat menjadi Sepsis Six


yakni :5

Oksigen aliran tinggi


Sepsis secara dramatis akan meningkatkan kecepatan
metabolik tubuhsehingga kebutuhan akan oksigen akan
meningkat. Untuk itu digunakan non-rebreathe face mask
dengan aliran oksigen tinggi. Saturasi oksigen ditargetkan
di sekitar >= 94% kecuali jika pasien memiliki riwayat
hipoksemia kronis. Non-rebreathe face mask biasanya tidak
cocok untuk pemakaian jangka panjang, namun sangat
penting dalam fase resusitasi akut untuk memaksimalkan

jumlah oksigen yang masuk.


Kultur darah ( dan yang lainnya ).
Kultur darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian
antibiotik

intravena.

Kultur

darah

diambil

secara

percutaneous dan sebelum meletakkan akses IV yang baru.


Kultur darah tidak mempengaruhi pilihan terapi antibiotik
speksturm luas pada fase awal tetapi berpengaruh pada

pemilihan antibiotik ketika patogen telah diidentifikasi.


Antibiotik spektrum luas secara intravena
Pemilihan antibiotik spektrum luas yang tepat akan
mengikuti langkah-langkah berikut :
o Riwayat alergi yang dimiliki oleh pasien.
o Kondisi klinis pasien dan kemungkinan sumber infeksi
o Peraturan mengenai administrasi antibiotik.
Uji terapi cairan intravena.
Bila pasien sepsis mengalami hipotensi atau bila pasien
menunjukkan tanda-tanda insufisiensi sirkulasi, uji terapi
cairan dengan 10ml/kg koloid ataupun 20ml/kg kristaloid
sebaiknya dilakukan dalam bolus yang telah dibagi. Dapat
diulang dua kali, hingga bolus total tiga kali. Bila pasien
masih mengalami hipotensi, sebaiknya dipasang Central

59

Venous

Catheter

yang

sekaligus

dapat

memonitor

administrasi vasopressor dan inotropik bila dibutuhkan.


Pengukuran hemoglobin dan laktat
Laktat dapat diukur dari sampel vena menggunakan jarum
Arterial Blood Gas. Akumulasi laktat menandakan respirasi
anaerob yang sedang berlangsung. Penelitian terbaru
menyebukan

Procalcitonin

sebagai

alternatif

penanda

kaskade hipoperfusi lanjut.


Monitor jumlah urin
Pada kondisi normal, sistem autoregulasi tubuh akan
menjamin aliran cukup ke ginjal dalam jumlah normal
meski adanya perubahan tekanan darah. Pada sepsis,
fungsi

ini

terganggu

sehingga

ketika

tekanan

darah

menurun, aliran darah ke ginjal juga menurun sehingga


jumlah urin juga akan menurun. Urinary kateter dapat
mengukur jumlah produksi urin dari ginjal, sehingga
membantu mengestimasi aliran darah ginjal. Hal ini
membantu dalam menilai perfusi ginjal dan sebagai
prediktor

dari gagal ginjal. Pasien harus ditargetkan

mencapai produksi urin normal. Dikatakan oliguria bila


produksi urin <0.5ml/kg/jam selama 2 jam berturut-turut.
Oliguria persisten menjadi tanda awal dari gagal ginjal.
Anuria mengindikasikan bahwa ginjal telah sepenuhnya
mengalamai

kegagalan,

namun

seringkali

akibat

terbloknya aliran urin di kateter


Target yang ingin dicapai pada resusitasi awal :

MAP > 65mmHg


Capillary Refill Time membaik
Akral menjadi lebih hangat
Produksi urin >0.5ml/kg/jam
Status mental yang membaik.
Menurunnya kadar laktat

60

Early Goal Directed Therapy


Merupakan langkah awal dalam 6 jam pertama yang dilakukan
untuk meningkatkan survival pada pasien sepsis

Perbaikan hemodinamik.
Banyak pasien syok septik yang mengalami penurunan
volume intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan
cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Cairan koloid dan
kristaloid tak diberikan. Jika disertai anemia berat perlu transfusi
darah dan CVP dipelihara antara 10-12 mmHg.
Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L1,5 L dalam waktu 1-2 jam. Tujuan resusitasi pasien dengan

61

sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam


pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5
ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam
resusitasi,

saturasi

oksigen

tidak

mencapai

70%

dengan

resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan


transfusi PRC

untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau

pemberian dobutamin (dosis 5-10 g/kg/menit sampai maksimal


20 g/kg/menit).

14

Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan,


yaitu MAP 60mmHg atau tekanan sistolik 90-110 mmHg. Dosis
awal

adalah

2-5

mg/Kg

BB/menit.

Bila

dosis

ini

gagal

meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di tingkatkan


sampai 20 g/ KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis dopamine
dikembalikan pada 2-5 mg/Kg BB/menit, tetapi di kombinasi
dengan

levarterenol

(norepinefrin).

Bila

kombinasi

kedua

vasokonstriktor masih gagal, berarti prognosisnya buruk sekali.


Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor lain (fenilefrin atau
epinefrin).14

Pemakaian Antibiotik
Setelah

diagnose

sepsis

ditegakkan,

antibiotik

harus

segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur


darah, cairan tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu
menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan
dari mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan
terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif.

Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam


pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil.

62

Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas
melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke
tempat yang diduga sumber sepsis.14 Oleh karena pada sepsis
umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik
yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem
memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi
proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin,
misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ. 1 Pemberian
antibiotik kombinasi juga dapat dilakukan dengan indikasi :

Sebagai

diketahui
Pasien yang

dengan netropeni
Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang
sangat

terapi

pertama
dapat

pathogen

sebelum

imunosupresan,

(pseudomonas

hasil

kultur

khususnya

aureginosa,

enterokokus)

Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam


berdasarkan

data

mikrobiologi

dan

klinis.

Sekali

patogen

penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi


lebih baik daripada monoterapi.14

63

Tabel 6. Pemilihan Antibiotik pada Beberapa Kasus Infeksi5

Terapi Suportif

Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila
disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja
ventilasi

yang

berat,

ventilasi

mekanik

segera

dilakukan.
Terapi cairan

64

Hipovolemia

harus

segera

diatasi

dengan

cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat)


o

maupun koloid.1,14
Pada keadaan albumin

rendah

(<2

g/dL)

disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan


onkotik
o

plasma,

diberikan.
Transfusi PRC

koreksi

albumin

diperlukan

pada

perlu

keadaan

perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah


pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia
miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang
akan dicapai pada sepsis masih kontroversi

antara 8-10 g/dL.


Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik
teratasi dengan pemberian cairan adekuat, akan
tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan
mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk
mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik
90mmHg.

Dapat

dipakai

>8g/kg.menit,norepinefrin

dopamin

0.03-1.5g/kg.menit,

phenylepherine 0.5-8g/kg/menit atau epinefrin 0.10.5g/kg/menit.


dobutamine

2-28

g/kg/menit,

epinefrin

fosfodiesterase

Inotropik

dapat

g/kg/menit,
0.1-0.5

inhibitor

digunakan:

dopamine

3-8

g/kg/menit

atau

(amrinone

dan

milrinone).1,5,15
Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2
atau serum bikarbonat <9 mEq/L dengan disertai

upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.1,15


Disfungsi renal

65

Akibat

gangguan

perfusi

hipovolemik/hipotensi,

organ.

segera

Bila

pasien

diperbaiki

dengan

pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik


bila

diperlukan.

Dopamin

dosis

renal

(1-3

g/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi


gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara
evidence
pengganti

based
gagal

belum
ginjal

terbukti.
akut

Sebagai
dapat

terapi

dilakukan

hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1,5,15


Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan
produksi (glikolisis, glukoneogenesis), ambilan dan
oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan
penumpukan

laktat

dan

kecenderungan

hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain itu


terjadi

lipolisis,

hipertrigliseridemia

dan

proses

katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi:


kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan

mineral perlu diberikan sedini mungkin.1,5


Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan
terdapat penurunan mortalitas sebesar 10.6-20.2%
pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk
mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL
dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru
diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun
apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat
diaplikasikan

dalam

praktek

ICU,

masih

perlu

dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.1,5


Gangguan koagulasi
Proses
inflamasi
pada
sepsis
menyebabkan
terjadinya gangguan koagulasi dan DIC (konsumsi

66

faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus


di sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi
penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses
fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di
sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi
antikoagulan,

berupa

heparin,

antitrombin

dan

substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat


diberikan,

tetapi

tidak

terbukti

menurunkan

mortalitas.
Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal.
Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari
selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan
kontrol.

Keadaan

tanpa

syok,

kortikosteroid

sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.14

Modifikasi Respons Inflamasi


Anti

endotoksin

analog

(imunoglobulin

lipopolisakarida);

poliklonal

antimediator

dan

monoklonal,

spesifik

(anti-TNF,

antikoagulan-antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF; metabolit


asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin, antioksidan (Nasetilsistein,

selenium),

inhibitor

sintesis

NO

(L-NMMA);

imunostimulator (imunoglobulin, IFN-, G-CSF, imunonutrisi);


nonspesifik

(kortikosteroid,

pentoksifilin,

dan

hemofiltrasi).

Endogenous activated protein C memainkan peranan penting


dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis. Drotrecogin
alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan
dari human activated protein C yang diindikasikan untuk
menurunkan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat dengan
risiko kematian yang tinggi.15
67

2.7 Prognosis
Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik
menurun dan sekarang rata-rata 40% (kisaran 10 to 90%,
tergantung pada karakteristik pasien). Hasil yang buruk sering
mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal (misalnya, dalam
waktu 6 jam dari diagnosa dicurigai). Setelah laktat asidosis
berat

dengan

mapan,

asidosis

terutama

metabolik

dalam

decompensated

hubungannya

dengan

menjadi

kegagalan

multiorgan, syok septik cenderung ireversibel dan fatal.

3. SEPSIS
3.1 Definisi dan Epidemiologi
Sepsis adalah sindrom

respons

inflamasi

sistemik

(Systemic Inflammatory Respons Syndrome SIRS) yang


terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, jamur ataupun
parasit. Angka kejadian/insidensi sepsis di negara yang
sedang berkembang masih cukup tinggi (1.8-18 / 1000)
dibanding
kelahiran).

dengan
Secara

negara

maju

Nasional

(1-5

pasien

kejadian/insidensi

1000
sepsis

neonatal belum ada. Pada bayi laki-laki resiko sepsis 2 kali


lebih besar dari bayi perempuan.
3.2 Etiologi
Infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis, tetapi
infeksi virus tetap perlu dipertimbangkan. Pola kuman
penyebab sepsis tidak selalu sama antara satu Rumah sakit
dengan Rumah sakit yang lain. Pola kuman juga selalu
berubah dari waktu ke waktu. Hampir sebagian besar
kuman penyebab di negara berkembang adalah kuman
Gram negatif berupa kuman enterik seperti Enterobacter
sp, Klebsiella sp, dan Coli sp.
3.3 Diagnosis

68

Kriteria diagnosis berdasarkan Surviving Sepsis Campaign


2012 yaitu respons inflamasi sistemik pada keadaan atau
akibat infeksi, berupa kumpulan manifestasi klinis yang
ditandai dengan minimal 2 dari 4 kriteria berikut, salah
satunya harus berupa suhu tubuh atau jumlah leukosit
yang abnormal:
a. suhu tubuh >38 C atau < 36 C
b. takikardi, yaitu frekuensi denyut jantung >2SD menurut
usia tanpa adanya rangsang eksternal, obat-obatan,
atau rangsang nyeri; atau peningkatan frekuensi denyut
jantung menetap lebih dari 0,5 jam-4 jam yang tidak
dapat dijelaskan
c. rerata frekuensi pernapasan >2SD di atas normal
berdasarkan usia atau penggunaan ventilasi mekanik
pada proses akut yang tidak berhubungan dengan
penyakit

neuromuskuler

atau

pada

pasien

yang

mendapatkan anestesi umum


d. jumlah leukosit meningkat atau menurun berdasarkan
usia atau jumlah sel neutrofil imatur >10%
Nilai normal sesuai usia
Frekuen
Usia

Takikardi
(x/menit)

si napas
(x/menit

Hitung jenis
lekosit
(x

Tekanan
darah sistolik
(mmHg)

Bayi
baru
lahir
Neonatus
Bayi

>180

>50

>180

>40

>180

>34

>34
>19,5 atau
<5
>17,5 atau
<5

<65

<75
<100

Pemeriksaan penunjang:

69

Tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat


dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti
pasien sepsis.
Gold standard : Biakan darah
Kelemahan:
1. Hasil pemeriksaan membutuhkan waktu minimal 3-5
hari
2. Hasil biakan dipengaruhi oleh pemberian antibiotik
sebelumnya
3. Kemungkinan kontaminasi kuman nosokomial
4. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan tergantung
dari jumlah bahan pemeriksaan
- Sampel darah 1 ml => sensitivitas dan spesifisitas
berkurang sekitar 30-40%
- Sampel darah 3 ml => sensitivitas dan spesifisitas
meningkat sampai 70-80%
Pemeriksaan hematologi
1) Leukosit: lekositosis (>20.000) atau lekopenia
(<5.000)
2) Rasio antara neutrofil imatur dan neutrofil total
[rasio I/T] > 0,2;

sensitivitas 60-90% (dapat

ditemukan pada 60% pasien)


3) Trombositopenia (dapat ditemukan pada 10-60%
pasien)
4) C-reactive protein (CRP), yaitu protein yang timbul
pada fase akut kerusakan jaringan. Merupakan
pemeriksaan yang tidak spesifik. Nilai normal
<0,5 mg/dl. Peningkatan CRP secara serial setiap
12 jam merupakan hal yang sangat sensitif, 97100%

bayi

dengan

sepsis

menunjukkan

peningkatan CRP
5) Laju Endap Darah (LED)
LED dan CRP dapat bermanfaat jika disertai
dengan pemeriksaan hitung jenis lekosit. Nilai
normal:pada dua minggu pertama kehidupan,
70

nilai normal dihitung sebagai usia bayi dalam hari


tambah 3 [Usia (dalam hari) + 3]. Setelah usia 2
minggu, nilainya adalah 10-20 ml/jam.
3.4 Terapi
Manajemen awal:
Paediatric Sepsis 6 be performed within 1 hour
GET 3
GIVE 3
1. Pemasangan akses IV
1. Pemberian oksigen aliran
untuk

mengambil tinggi

sampel darah
Biakan darah
gula darah (terapi jika
gula darah rendah)
Analisa Gas Darah
(+hitung

darah

lengkap, CRP sebagai


data awal)
2. Pengukuran urine
output
Pertahankan urine
output 1mg/kgBB/jam

2. Pemasangan akses IV
untuk mengembalikan
volume sirkulasi
titrasi cairan isotonik
10ml/kgBB selama 5-10
menit (ulangi 2 kali jika
diperlukan)
waspada kelebihan
cairan
pertimbangkan
pemberian adrenalin
(0,3mg/kg dalam 50 ml
D5%) atau dopamin jika
parameter fisiologi tidak
kembali normal setelah
pemberian 40ml/kgBB

71

cairan isotonis
3. Pemberian antibiotik

3. Memberi pelaporan
keadaan pasien ke DPJP

empiris spektrum luas


secara IV dalam kurun
waktu 1 jam

Pemberian antibiotika secara empiris dalam kurun waktu


satu jam setelah diagnosis sepsis ditegakkan dengan
memperhatikan

pola

kuman

penyebab

yang

sering

ditemukan di rumah sakit. Kultur darah sebelum pemberian


antibiotik, namun tidak boleh sampai menunda pemberian
antibiotik. Segera setelah didapatkan hasil kultur darah,
jenis antibiotika yang dipakai disesuaikan dengan kuman
penyebab dan pola resistensinya. Pemberian antibiotik
tanpa kultur disesuaikan dengan pola kuman yang sejenis
dan sensitif dengan rumah sakit terdekat.
Terapi empirik pada sepsis
Dosis
Durasi
Pengobatan
Ampisulbactam 150
pada sepsis yang didiagnosis secara klinis,
10-14 hari
mg/kg/dosis
Situasi khusus:
a) tidak ada
a) pertimbangkan pemberian
perbaikan

meropenem, amiksin, aztreonam,

klinis/terjadi

cefoperazone-sulbactam

perburukan
walaupun telah
diberikan antibiotik
empiris lini

b) tergantung dari organisme yang


diduga/menyebabkan wabah

pertama
b) wabah infeksi yang
terjadi secara tiba72

tiba
Catatan: berikan semua obat melalui IV

4. Dengue Haemorrhagic Fever


Pendahuluan
Penyakit

Dengue

Haemoragic

Fever

(DHF)

atau

Demam

Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit
akibat

infeksi

dengan

virus

dengue

pada

manusia.

Sedangkan

manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa Dengue Fever
(DF) dan Dengue Haemoragic Fever (DHF). DHF merupakan penyakit
demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan
bertendensi mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian.

Etiologi
Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang
berukuran kecil sekali, yaitu 35-45 nm. Virus dengue serotipe 1,2,3,4
ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan
vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak memberi perlindungan terhadap serotipe lain.

Patofisiologi
Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup dalam sel hidup
sehingga

harus

bersaing

dengan

sel

manusia

terutama

dalam

kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya


tahan tubuh manusia.
Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem
komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan

73

peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari


ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular; (2) agregasi trombosit
menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan mengakibatkan kelainan
fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang; (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan
merangsang/ mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor diatas
menyebabkan (1) peningkatan permeabilitas kapiler; (2) kelainan
hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan
koagulopati.
Dari sudut patofisiologi, infeksi virus dengue bergerak sesuai alur
berikut :

74

Gambar 1. Patofisiologi Infeksi Dengue

Manifestasi Klinik
Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang
bervariasi mulai dari asimptomatik, penyakit paling ringan (mild
undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue haemoragic
fever, sampai dengue shock syndrom. Walaupun secara epidemiologis

75

infeksi ringan lebih banyak, tetapi pada awal penyakit hampir tidak
mungkin membedakan infeksi ringan atau berat.

Gambar 2.. Manifestasi infeksi virus dengue

Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus
memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus
kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih 4
hari, dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh
manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus akan memasuki
sirkulasi darah (viraemia), dan pada saat ini manusia yang terinfeksi
akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam
tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh
terhadap virus ini antara manusia yang satu dengan manusia yang lain
dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan
perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit. Pada
prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus
dengue adalah sebagai berikut :
Bentuk reaksi pertama

76

Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk


netralisasi virus pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam
(rash).
Bentuk reaksi kedua
Terjadi gangguan

fungsi pembekuan darah

sebagai

akibat dari

penurunan jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang


menimbulkan manifestasi perdarahan.
Bentuk reaksi ketiga
Terjadi

kebocoran

pada

pembuluh

darah

yang

mengakibatkan

keluarnya komponen plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh


darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan rongga
selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh manusia hanya
memberi reaksi bentuk 1 dan 2 saja maka orang tersebut akan
menderita demam dengue, sedangkan apabila ketiga bentuk reaksi
terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah
dengue.

Dengue Fever
Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala
klinik berupa demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan.
Demam

yang

terjadi

pada

infeksi

virus

dengue

ini

timbulnya

mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 C) dan dapat disertai


dengan menggigil. Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik
sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada saat melepas
putranya berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada
saat pulang putranya sudah mengeluh panas dan ternyata panasnya
langsung tinggi. Pada saat anak mulai panas ini biasanya sudah tidak

77

mau bermain. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima hari. Pada
saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak
(lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak
agak loyo. Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu
demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di
tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat
penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai punggung unta).
Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera
disusul dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada
umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri
punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila
digerakkan. Karena adanya gejala nyeri ini, di kalangan masyarakat
awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya penderita gejalagejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul
pada saat awal panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan
pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat timbul pada hari
ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada
penyakit campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada
daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti
kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah panas
turun atau setelah hari ke-5.
Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DHF selalu
disertai dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini
tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita, bahkan pada
sebagian besar penderita tanda perdarahan ini muncul setelah
dilakukan tes tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang
dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan
kecil-kecil

di

kulit (petechiae),

perdarahan

agak

besar

di

kulit

(echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang


dapat terjadi perdarahan yang masif yang dapat berakhir pada
kematian.

78

Berkaitan

dengan

tanda

perdarahan

ini,

pada

anak-anak

tertentu diketahui oleh orangtua mereka bahwa apabila anaknya


menderita

panas

selalu

disertai

dengan

perdarahan

hidung

(epistaksis). Dalam istilah medis dikenal sebagai habitual epistaksis,


sebagai akibat kelainan yang bersifat sementara dari gangguan
berbagai infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Pada keadaan lain
ada penderita anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian
minum obat-obat panas tertentu akan disusul dengan terjadinya
perdarahan hidung. Untuk penderita dengan kondisi seperti ini,
pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut sebaiknya dihindari.

Dengue Haemoragic Fever


Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue
sebagai manifestasi gejala klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh
manusia atas keberadaan virus dengue juga didapatkan pada DHF.
Yang

membedakan

DHF

dengan

dengue

fever

adalah

adanya

manifestasi gejala klinis sebagai akibat adanya bentuk reaksi 3 pada


tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu berupa keluarnya plasma
(cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam
rongga perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak
segera

ditanggulangi

dapat

mempengaruhi

manifestasi

gejala

perdarahan menjadi sangat masif. Yang dalam praktik kedokteran


sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan transfusi
darah dalam jumlah yang tidak terbayangkan.
Yang penting bagi masyarakat awam adalah dapat mengetahui
atau mendeteksi kapan seorang penderita DHF mulai mengalami
keluarnya plasma darah dari dalam pembuluh darah. Keluarnya plasma
darah ini apabila ada biasanya terjadi pada hari sakit ke-3 sampai
dengan hari ke-6. Biasanya didahului oleh penurunan panas badan
penderita, yang sering kali terjadi secara mendadak (lysis) dan diikuti
oleh keadaan anak yang tampak loyo, dan pada perabaan akan

79

didapatkan ujung-ujung tangan/kaki dingin serta nadi yang kecil dan


cepat. Banyak ditemui kasus dengan kondisi demikian, tampak suhu
tubuh penderita dirasakan normal mengira kalau putranya sembuh dari
sakit.

Kondisi

tersebut

mengakibatkan

orangtua

tidak

segera

membawa putra mereka ke fasilitas kesehatan terdekat. Pada keadaan


ini penderita sudah dalam keadaan terlambat sehingga kurang optimal
untuk diselamatkan dari penyakitnya.

Sindrom syok dengue(SSD/DSS)


Sindrom syok dengue adalah demam berdarah dengue dengan
manifestasi kegagalan sirkulasi berupa nadi lemah, lembut atau tak
teraba, tekanan nadi 20 mmHg, hipotensi (sesuai umur), kulit dingin
dan lembab, pasien tampak gelisah. Dengan kata lain demam berdarah
dengue yang telah memasuki keadaan syok (sesuai DBD derajat III dan
IV menurut WHO)(Dorland Medical Dictionary, 2005)

Pemeriksaan Penunjang
1. Lab darah rutin
Lekosit: dapat normal tapi biasanya lekopeni dengan dominasi
sel neutrofil, pada akhir fase demam, terjadi lekopeni dan
neutropeni serta limfositosis relatif (peningkatan sel limfosit
atipikal atau limfosit plasma biru>15% dapat dijumpai pada hari
ketiga, sebelum suhu tubuh turun atau sebelum syok terjadi)
Trombosit

80

Trombositopeni

<100.000/mm3

atau

kurang

dari

1-2

trombosit/lapangan pandangan besar. Biasa ditemukan antara


hari sakit ketiga-ketujuh. Biasanya terjadi sebelum peningkatan
hematokrit dan sebelum suhu turun.
Hemokonsentrasi dengan tanda:
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai
umur, jenis kelamin
- penurunan hematokrit 20% setelah mendapat pengobatan
cairan
- Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau
proteinemia
Pemeriksaan laboratoris lain:
- Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara
- Eritrosit pada tinja hamper selalu ditemukan
- Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagulasi
dan fibrinolitik, yaitu fibrinogen, protrombin, factor VII, factor
XII dan antitrombin III
- Pada kasus berat ada disfungsi hati, penurunan kelompok
vitamin K-dependent, protrombin seperti factor V, VII, IX dan X,
fibrinogen mungkin subnormal
- Waktu perdarahan memanjang (PT dan PTT memanjang)
-

penurunan

-antiplasmin

(-antiplasmin

inhibitor)

jarang

ditemukan
- Serum komplemen menurun, hipoproteinemia, kadang-kadang
hipokloremia
- Hiponatremia

81

- Serum aspartat aminotransferase sedikit meningkat


-Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen
pada syok berkepanjangan
2. Radiologis
Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura terutama pada
hemitoraks kanan, tetapi bila terjadi pembesaran plasma hebat,
foto roentgen dada sebaiknya dilakukan lateral dekubitus kanan.
Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan USG
3. Diagnosis serologi
1. Hemaglutination Inhibition Test (HI test)
Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan
tipe virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan >48 tahun,
maka cocok untuk uji seroepidemiologi. Untuk diagnosis
pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau
titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen
dianggap diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(presumtif +)
2. Complement Fixation test
Antibodinya hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja. Cara
pemeriksaannya ruwet dan membutuhkan tenaga pemeriksa
berpengalaman.
3. Neutralization Test
Paling spesifik dan paling sensitif untuk virus dengue,
berdasarkan reduksi

dari

plaque yang terjadi, dideteksi

bersamaaan dengan antibodi HI tapi lebih cepat dari antibodi


komplemen, bertahan >48 tahun tapi lama dan ruwet
4. IgM dan IgG Elisa Mac Elisa (IgM captured Elisa)

82

Akhir-akhir ini sering dipakai. IgM muncul pada perjalanan


penyakit hari 4-5 yang kemudian diikuti dengan IgG. Dengan
mendeteksi

IgM

pada

serum

pasien,

dapat

ditentukan

diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5 dan <6 minggu) bila
masih negatif, harus diulang, apabila pada hari sakit ke-6
masih tetap (-), msks dilaporkan sebagai (-). IgM hanya dapat
bertahan dalam darah 2-3 bulan setelah infeksi sehingga tidak
boleh dijadikan satu-satunya uji diagnostik pengelolaan kasus.
Sensitivitasnya sedikit di bawah uji HI, spesifitas sama dengan
uji HI dan hanya memerlukan 1 serum akut saja. Saat ini sudah
beredar uji Elisa yang sebanding dengan uji HI hanya lebih
spesifik (IgM/IgG dengue blot, dengue rapid, dll). Pada infeksi
sekunder, IgG lebih banyak didapatkan.
4. Isolasi virus
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCMK2) dan
nyamuk A albopictus
c.

Inokulasi

pada

nyamuk

dewasa

secara

intratorasik/intraserebral pada larva


5. Identifikasi virus
Dengan Fluorescence antibody technique test secata langsung
atau tidak langsung. Untuk identifikasi dipakai yang indirek
dengan antibodi monoklonal
6. Cara Diagnostik Lain
Dengan PCR/RTPCR (reverse transcriptase polymerase chain
reaction).

Cara ini sangat sensitif, spesifik terhadap serotipe

tertentu, hasil cepat didapat, dapat diulang dengan mudah,


dapat mendeteksi specimen dari darah, jaringan tubuh, manusia
dan nyamuk.

83

Diagnosis
Dasar diagnosis DHF (WHO, 1997):
Klinis
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7
hari.
2. Manifesatasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung
positif dan bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi), hematemesis atau melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok yang ditandai oleh nadi yang lemah, cepat disertai tekana
nadi yang menurun (menjadi 20 mmHg atau menurun), tekanan
darah yang menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80
mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan
lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien jadi
gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
Laboratorium
Trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit
lebih 20% dari normal).

Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup


untuk menegakkan diagnosis kerja DHF.

Indikator Fase Syok

: Hari sakit ke 4-5

Suhu turun
Nadi cepat tanpa demam
Tekanan nadi turun/ hipotensi
Leukopenia < 5.000/ul

84

Derajat (WHO,1997) :
I.

Demam dengan uji bendung positif.

II.

Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan

lain.
III.

Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun

(<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit

yang dingin, lembab, dan pasien jadi gelisah.


IV.

Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah

tidak dapat diukur.

Diagnosis Banding
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri,
virus atau protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis,
demam

cikungunya

leptospirosis,

dan

malaria.

Adanya

trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan


DHF dari

penyakit

lain.

Diagnosis

banding

lain

adalah

sepsis,

meningitis meningokok, Idiophatic Trombositopenic Purpura (ITP),


leukemia, dan anemia aplastik.
Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya selruh
keluarga terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih
pendek,

suhu

lebih

tingi,

hampir

selalu

diikuti

dengan

ruam

makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri


sendi. Proporsi uji bendung positif, petekie, epistaksis hampir sama
dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan
syok.
Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DHF dengan
demam yang cepat menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi,

85

sedangkan pada fase penyembuhan jumlah trombosit pada DHF lebih


cepat kembali.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia dan anemia
aplastik. Pada leukemia, demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat
teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia aplastik anak sangat
anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.

Penatalaksanaan
Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pasien DF dapat berobat jalan sedangkan
pasien DHF dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DHF
dengan komplikasi diperlukan perawatn intensif. Fase kritis umumnya
terjadi pada hari sakit ketiga.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam
tinggi, anoreksia dan muntah. Pasien perlu diberi banyak minum, 50
ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup,
susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi,
beri

cairan

rumatan

80-100ml/kgBB

dalam

24

jam

berikutnya.

Hiperpireksia diatasi dengan antipiretik dan bila perlu surface cooling


dengan kompres es. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi
demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.
Pemberian cairan intravena pada pasien DHF tanpa renjatan
dilakukan bila pasien terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin
diberi

makanan

peroral

atau

didapatkan

bertendensi terus meningkat (> 40

nilai

hematokrit

yang

vol%). Jumlah cairan yang

diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit,


dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila
terdapat asidosis, 1/4 dari jumlah larutan total dikeluarkan dan diganti
dengan larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4

86

bagian berisi larutan NaCl 0.9% + glukosa ditambah 1/4 natrium


bikarbonat).

87

88

Prinsip terapi DHF/DSS


Pengobatan

bersifat

suportif,

mengatasi

peningkatan

permeabilitas kapiler dan perdarahan. Keberhasilan tatalaksana DHF

89

terletak keberhasilan mendeteksi dini fase kritis yaitu pada fase


defervescence
perembesan

(biasanya
plasma).

pada
Pada

hari
DD

sakit
saat

3-5
ini

di

mana

terjadi

merupakan

tanda

penyembuhan sementara pada DHF merupakan saat kritis karena


dapat merupakan awal fase syok. Penggantian volume plasma dengan
cairan kristaloid isotonik.

90

91

Terapinya bersifat simtomatik dan suportif sesuai bagan di atas


dengan urutan sbb:
1. Penimbangan Berat badan
Perkiraan Berat badan normal dapat dihitung dengan rumus
Untuk anak umur 3-12 bulan: BB (kg)= 2x umur (tahun) +4
2. Tunjangan hidup dasar (Pemberian Oksigen) dan akses
vena
Pada semua pasien syok harus diberikan oksigen 2l/menit
(disarankan

masker

dengan

saturasi

95-100%

dan

kadar

hemoglobin cukup. Akses vena untuk darah


3. Kateter urin
Urin ditampung untuk urinanalisa dan jumlah diuresis urine
(normal: 2-3 ml/kgBB/jam). Oliguria sering muncul sebelum
penurunan tekanan darah dan nadi
4. Pemasangan pipa oro/nasogastrik
untuk dekompresi, memantau pendarahan saluran cerna dan
bilasan lambung.
5. Resusitasi Cairan
- Jenis cairan (rekomendasi WHO)
Kristaloid (efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan,
tidak mahal, tidak alergik, namun hanya bolus yang tetap di
intravascular )

Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan


ringer laktat (D5/RL)

Larutan ringer asetat(RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan


ringer asetat (D5/RA)

92

Larutan NaCl 0,9%(garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam


larutan garam faali (D5/GF)

Koloid (berada lebih lama di ruang intravascular, mampu


mempertahankan tekanan onkotik, mahal dapat menyebabkan
hipersensitivitas, lebih cepat meningkatkan kadar hematokrit
daripada kristaloid (ringer laktat) dan komplikasi lain

albumin 5%

Dekstran 40
gelatin

hetastarch

Plasma

Darah, fresh frozen plasma, dan komponen darah diberikan untuk


mempertahankan
memberikan
Produk

faktor

darah

Hb,

menaikkan

pembekuan

perlu

daya

atau

dihangatkan

angkut

mengoreksi

sebelum

oksigen,

koagulopati.

diberikan.

Risiko

penggunaan darah dalam jumlah besar adalah infeksi blood-borne,


hipotermia, hipokalsemia. Cairan yang mengandung glukosa jarang
diberikan bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis
osmotik dan memperburuk cedera serebral iskemik
Cairan intravena diperlukan saat (1) terjadinya syok (terapi yang
utama)

(2)

nilai

hematokrit

cenderung

meningkat

pada

pemeriksaan berkala (3) anak terus menerus muntah, tidak mau


minum, demam tinggi sehingga tak mungkin diberikan minum per
oral, ditakutkan terjadi dehidrasi sehingga mempercepat syok.
Jumlah

cairan

tergantung

derajat

dehidrasi

dan

kehilangan

elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan yang


berisi 0,167 mol/liter biknat. Bila hemokonsentrasi 20% atau lebih
maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan
plasma, volume dan komposisi cairan yang diperlukan sama dengan
cairan untuk dehidrasi pada diare ringan dan sedang yaitu cairan
rumatan ditambah defisit 6% (5%-8%)

93

Tabel 1.Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit


5%-8%)
Berat waktu masuk(kg)

Jumlah cairan (ml/kg BB per


hari)

<7

220

7-11

165

12-18

132

>18

88

Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan


Berat badan (kg)

Jumlah cairan (ml)

10

100 per kg BB

10-20

1000+50x kg BB(di atas 10 kg)

>20

1500+20xkg BB(diatas 20 kg)

- Pemberian cairan oral, jenis minuman yang dianjurkan adalah jus


buah, teh manis, sirup, susu, serta oralit. Pasien diberi minum 50
ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi
teratasi anak diberi cairan rumatan 80-100 ml.kg BB dalam 24 jan
berikutnya. Bayi yang masih minum ASI tetap harus minum ASI di
samping larutan oralit. Rasa haus dan dehidrasi dapat timbul
sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.
6. Kadar Hematokrit untuk memantau Penggantian Volume
Plasma
- Bila tanda vital membaik dan Hematokrit turun: tetesan
diturunkan menjadi 10

ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan

tergantung kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam


-

Cairan intravena dapat dihentikan bila Ht telah turun sekitar


40%, jumlah urin 2 ml/kgBB/jam atau lebih.

94

Fase reabsorpsi plasma dari ekstravaskular ditandai dengan


penurunan kadar Ht setelah pemberian cairan rumatan,
tekanan darah normal, nadi kuat, diuresis cukup, tanda vital
baik. Pada fase ini penurunan Ht merupakan tanda hemodilusi

7. Rawat di PICU
Untuk memantau dan mengantisipasi perubahan sirkulasi
metabolic dengan intensif
8. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Dilakukan pemeriksaan analisis gas darah dan elektrolit. Apabila
asidosis tidak

dikoreksi, memacu terjadinya DIC. Koreksi

dilakukan dengan memberikan natrium bikarbonat dengan dosis:


IV lambat (1) <5kg: BE(base excess) x kgBB/4 (2)anak-anak: BEx
kgBB/6 (3)dewasa: BE x kgBB/10. Dosis ini mengoreksi defisit
basa.
Sodium bikarbonat hanya diberikan pada henti jantung lama dan
keadaan hemodinamik tidak stabil yang menyebabkan asidosis
berat dan hiperkalemia. Pada bayi premature dan <3bulan
digunakan cairan sodium bikarbonat 4,2% (0,5mEq/ml). bila
pemeriksaan analisa gas darah tidak dapat dilakukan diberikan
sodium bikarbonat 0,5 mEq/kgBB tiap 10 menit infuse pelan 1-2
menit
Infus obat-obatan untuk resusitasi dipersiapkan dengan dekstrosa 5%,
garam fisiologik atau Ringer laktat menurut rule of 6 yaitu 6 mg obat x
BB (kg) dilarutkan dalam 100 ml bila diinfuskan dengan kecepatan 1
ml/jam=1.0 g/kgBB/menit.

9. Epinefrin
Bolus epinefrin diberikan pada henti jantung, bradikardi, hipotensi
yang non responsif terhadap resusitasi jantung paru dan cairan.
Dosis bolus epinefrin IV dan IO inisial adalah 0,01 mg/kgBB (0,1
ml/kgBB epinefrin 1:10000). Bila perlu dosis IV dan IO dinaikkan

95

menjadi 0,1-0,2 mg/kgBB (0,1-0,2 ml epinefrin 1:1000), yang


diulang tiap 3-5 menit.

Dosis infus epinefrin adalah 0,1-1,0

g/kgBB/menit. Untuk mencegah ekstravasasi, infuse epinefrin


diberikan melalui kateter vena atau kateter vena sentralis.
Epinefrin tidak aktif pada cairan alkali. Tersedia dalam vial 1
mg/ml. larutan epinefrin 1:10.000 disiapkan untuk IV dan IO dosis
rendah, larutan epinefrin 1:1000 disiapkan untuk IO dan IV dosis
tinggi dan endotrakeal.
10. Atropin
Curah jantung anak adalah rate dependent, karena itu
bradikardia simtomatik (<60 kali/menit) akibat perfusi buruk,
hipotensi dan hipoksemia harus diobati dengan resusitasi jantung
paru, pemberian epinefrin atau atropin. Atropin adalah obat
parasimpatolitik yang mempercepat sinus atau pacemaker atrial
dan konduksi atrioventrikular. Digunakan juga untuk mencegah
bradikarsi

karena

refleks

vagal

pada

intubasi

endotrakeal.

Dosisnya 0,02 mg/kgBB dengan dosis minimal 0,1 mg, dosis


atropin tunggal maksimal adalah 0,5-1mg/x yang dapat diulang
tiap 5 menit dengan total maksimal 1 mg untuk anak dan 2 mg
untuk remaja. Atropin tersedia dalam kemasan 0,4 mg/ml dapat
diberikan IV/IO
11. Glukosa
Hanya diberikan bila terdapat hipooglikemia dan pasien tak
memberi respons terhadap tindakan resusitasi standar. Glukosa
diberikan dengan dosis 0,5-1,0 g/kg secara IV atau IO. Bolus D 10W
5-10 ml/kgbb atau D5W atau D5 NaCl 0,9% atau RL 10-20
ml/kgBB, dapat diberikan dalam 20 menit. Konsentrasi maksimum
glukosa neonatus adalah 12,5% ( secara IV)
12. Kalsium Klorida

96

Untuk

pengobatan

hipokalsemia,

hiperkalemia

dan

hipermagnesemia. Kandungan kalsium pada kalsium glukonat


10% adalah 9 mg/ml dan pada kalsium klorida 10% adalah 27,2
mg/ml. dosis kalsium klorida 10% adalah 0,2-0,5 ml/kgBB atau 5-7
mg/kgbb elemen kalsium sama dengan 20-25 mg/kgbb garam
kalsium yang diberikan secara infus dengan pelan (100 mg/menit)
untuk mencegah bradikardi dan asistole. Dosis ini dapat diulangi 1
kali lagi sesudah 10 menit. Dosis selanjutnya hanya dilakukan bila
dilakukan pengukuran kadar kalsium. Kalsium tidak dicamput
dengan sodium bikarbonat karena terjadi pengendapan.
13. Dopamin
Dopamin diberikan untuk mengobati hipotensi atau perfusi perifer
buruk pada anak dengan volume intravaskular cukup dan irama
jantung stabil. Dopamin disiapkan menurut Rule of six (6xBB) mg
dopamin dalam cairan 100 ml, bila diinfuskan dengan kecepatan 1
ml/jam akan memberikan dopamin 1 g/kgbb/menit. Diberikan
infus kontinu dengan bantuan pompa infus melalui kateter vena
yang besar atau kateter vena sentralis. Ekstravasasi dopamin
dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Dimulai
dari

10

ml/jam

atau

10g/kgbb/

menit

yang

selanjutnya

disesuaikan dengan penilaian diuresis, perfusi sistemik dan


tekanan darah. Pada dosis rendah (2-5g/kgbb/menit), efek
langsung dopamin pada reseptor adrenergic jantung sedikit
namun

pada

vascular

bed

dopamin

merangsang

reseptor

dopaminergik dengan efek vasodilatasi yang meningkatkan aliran


darah renal, splanknik, koroner dan serebral. Pada dosis tinggi
(>5g/kgbb/menit) dopamin memberi efek melalui pelepasan
norepinefrin saraf simpatis jantung pada reseptor adrenergic
jantung dan efek adrenergic. Infus dopamin 5-10g/kgbb/menit
meningkatkan kontraktilitas jantung tanpa efek pada tekanan
darah dan denyut jantung. Infus dopamin10-20g/kgbb/menit
terjadi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah namun

97

timbul masalah takikardia. Infus dopamin >20g/kgbb/menit


menyebabkan vasokonstriksi perifer hebat dan iskemia tanpa
tambahan efek inotropik.
14. Dobutamin
Diberikan

pada

pengobatan

hipoperfusi

yang

berhubungan

dengan peninggian resistensi vaskular sistemik. Paling efektif


untuk mengobati gagal jantung kongestif atau syok kardiogenik,
dobutamin kurang efektif dibandingkan epinefrin pada syok septik
dan hipotensi karena memperburuk vasodilatasi sistemik yang
sudah terjadi. Dobutamin diberikan secara infus kontinu melalui
kateter vena dengan bantuan pompa infus. Dobutamin tersedia
dalam vial 25 mg dan 12,5 mg/ml. Infus dobutamin disiapkan
sesuai Rule of six. Infus dimulai dengan 5-10g/kgbb/menit (5-10
ml/jam). Kecepatan infus tergantung tekanan darah dan perfusi
pasien.
15. Sedatif
Bila pasien gelisah (biasa karena gangguan perfusi jaringan) dapat
diberikan Kloral Hidrat per oral atau per rectal dengan dosis 12,5-50
mg/kgBB (tidak lebih dari 1 gram). Diusahakan tidak memberi obat
yang hepatotoksik. Gelisah akan hilang segera setelah pemberian
cairan adekuat.
16. Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross matching harus dilakukan
pada pasien syok.

Untuk pasien DIC dengan pendarahan masif

dapat diberikan plasma segar dan suspensi trombosit. Untuk


menentukan prognosis, berat perdarahan dan deteksi terjadinya
DIC perlu dilakukan pemeriksaan PT, PTT dan FDP
17. Kelainan ginjal

98

Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam sedangkan


cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya
dapat diberikan furoseemid 1 mg/kgBB, perlu dipasang CVP untuk
pedoman

pemberian

cairan

selanjutnya.

Tetap

dilakukan

pemantauan diuresis, kadar ureum dan kreatinin.


18.Pemantauan
- Tanda-tanda vital dicatat tiap 15-30 atau lebih sering sampai
syok dapat teratasi
- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan
pasien stabil
- Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai
jenis cairan,
jumlah dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang
diberikan sudah cukup
- Jumlah dan frekuensi diuresis harus dicatat. Kadar elektrolit harus
dipantau.
19- Kortikostroid tidak memperpendek masa sakit atau memperbaiki
prognosis pada anak yang mendapat terapi suportif
- Hipervolemia selama masa reabsorpsi dapat berbahaya. Ditandai
dengan penurunan hematokrit dan tekanan nadi yang besar/lebar.
Dapat diberikan diuretic dan digitalis
20. Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan bila:
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipieretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan

99

- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit >50000/ul
- Tidak dijumpai distress pernafasan akibat asites atau efusi
pleura

Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor
dianggap

cara

yang

paling

memadai

saat

ini.

Ada

cara

pemberantasan vektor :
1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam
berdarah adalah malathion

untuk

membunuh

nyamuk

(adultsida) dan temephos (abate) untuk membunuh

dewasa

jentik

(larvasida).
2. Tanpa insektisida

Menguras

bak

mandi,

tempayan,

dan

tempat

penampungan air minimal sekali seminggu.

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas


dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau


lotion.

Prognosis
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya
pada DHF/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang
dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa

100

prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan daripada


anak-anak.
Dari penelitian tahun 1993, dijumpai keadaan penyakit yang terbukti
bersama-sama muncul dengan DHF yaitu demam tifoid,
bronkopneumonia, dan anemia.

101

DAFTAR PUSTAKA
1.

Juffrie M, Soenarto SS, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani


NS. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi jilid 1. Jakarta:

2.

Badan Penerbit IDAI; 2011.


WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit:
pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di

3.

kabupaten/kota. Jakarta: WHO Indonesia; 2008.


Dadiyanto DW, Muryawan MH, Soetadji. Buku ajar ilmu
kesehatan anak. Semarang: Badan Penerbit

Universitas

4.

Diponegoro; 2011.
IDI. Panduan praktis klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan

5.
6.

kesehatan primer: edisi revisi tahun 2014. 2014.


Staf pengajar FKUI. Buku Kuliah IKA. Jakarta: BPFKUI; 1985.
WHO. The treatment of diarrhea: a manual for physicians and

7.

other senior health workers. 2005.


Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal
SM, et al. Surviving Sepsis Campaign. International guidelines
for management of severe sepsis and sepsis shock: 2012.
Society of Critical Care Medicine and The European Society of
Intensive Care Medicine 2013 [Internet]. 2013 Feb [cited 2015

8.

April 28]; 41(2): 565, 613-35.


National
Clinical
Effectiveness

9.

management: national clinical guideline no.6. 2014.


Stony Brook Medicine. Severe sepsis/septic shock recognition

Committee.

Sepsis

and treatment protocols. 2013.


10. Adapted from American Academy of Pediatrics. Group B
Streptococcal Infections. In: Red Book: 2009 Report of the
Committee on Infectious Diseases, 28th ed, Pickering, LK (Ed),
American Academy of Pediatrics, Elk Grove Village, IL 2009. p.
628.
11. Pudjiadi AH, Malisie RF, Somasetia DH. Sepsis dan surviving
sepsis campaign 2012. Dalam: Pudjiadi AH, Malisie RF,

102

Somasetia DH, editor. Lokakarya gawat darurat pediatri:


tatalaksana sepsis berat dan syok septik pada anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2014. p.3-18.
12. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, 1996 hal.1028 1043
13. Pediatrics in Review Vol. 18, 1997, No. 2, hal. 50 58.
14. Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of
Health. Volume 4, Nomor 1.
15. Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1.
Jakarta : EGC.
16. Astya Palupi, dkk. 2009. Status Gizi dan Hubungannya
dengan Kejadian Diare pada Anak Diare Akut di Ruang Rawat
Inap RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dalam Jurnal Gizi Klinik
Indonesia Volume 6, No.1 (hal 1-7).
17. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1999). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I, Edisi 3, FKUI, Jakarta, hal 425-426.

18. Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia

(2004).

Demam

Berdarah Dengue, Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan


Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD,
FKUI, Jakarta.

19. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2000). Kapita Selekta


Kedokteran Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta, hal 419 -427.

103

Anda mungkin juga menyukai