Anda di halaman 1dari 16

BAB I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pengenalan pola merupakan bidang di dalam pembelajaran mesin yang bertujuan
untuk mengklasifikasikan objek berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya. Seperti image,
berat, atau parameter-parameter lain yang ditentukan kedalam kategori atau kelas.
Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi yang menggunakan komputer
berkembang dengan pesat. Hampir setiap individu di dunia memerlukan komputer sebagai
alat bantu untuk menyelesaikan masalahnya. Hampir semua sistem analog digantikan
dengan sistem komputerisasi. Keunggulannya adalah sistem komputerisasi lebih mudah
dalam pengontrolan. Dalam hal ini misalnya pengontrolan di dalam mengidentifikasi suatu
objek atau citra. Komputer diusahakan untuk dapat bekerja mendekati proses kerja otak
manusia.
Kemampuan inilah yang dikembangkan dengan menggunakan mesin (komputer).
Dengan pengenalan pola kita mampu mengimplementasikan kemampuan cerdas komputer
agar dapat mendekati proses otak manusia. Dalam makalah ini kami melakuan studi
komparasi berbeda dengan dua contoh pengenalan pola yaitu PENGENALAN POLA
BAHAN

TERKOROSI

MENGGUNAKAN

METODA

PEMBELAJARAN

PERCEPTRON PADA SISTIM JARINGAN SYARAF dengan PENGENALAN HURUF


BERBASIS

JARINGAN

SYARAF

TIRUAN

MENGGUNAKAN

ALGORITMA

PERCEPTRON. Dalam contoh pengenalan pola tersebut kami membahas tentang metode
pengenalan pola yang sama dalam kasus yang berbeda. Metode yang sama dalam dua
contoh tesebut adalah metode sistem jaringan syaraf tiruan dengan menggunakan
algoritma perceptron.
Algoritma Perceptron dalam jaringan syaraf tiruan dikenal sebagai algoritma yang
hanya digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah pola masuk ke suatu kelas atau
tidak. Namun dari sifat tersebut nampaknya perceptron juga mampu digunakan untuk
mengklasifikasikan sebuah pola masuk kekelas mana, dengan cara membandingkan pola
kedalam setiap kelas yang ada. Dengan kemampuan metode jaringan syaraf tiruan kami

ingin mengetahui mengapa metode tersebut dapat diimplementasikan dalam masalah yang
berbeda.
1.2 Rumusan Masalah
Pembahasan dari dua metode pengenalan pola yaitu metode jaringan syaraf
tiruan dengan algoritma perceptron.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari study komparasi adalah Bagaimana metode JST (jaringan
syaraf tiruan) dalam merancang pengenalan pola untuk mengidentifikasi huruf dan
pengenalan pola bahan terkorosi?
1.4 Tujuan
Mengetahui perbedaan dari rancangan pengenalan pola untuk mengidentifikasi
huruf dan pengenalan pola bahan terkorosi.

BAB II
Dasar Teori
2.1 Supervise learning method
Metode klasifikasi dan prediksi dinamakan supervised learning, dengan alasan
ada proses supervisi, yaitu data training disertai dengan label yang menunjukkan kelas
observasi, dan data baru diklasifikasikan berdasarkan training set. Tujuan pada
pembelajaran supervised learning adalah untuk menentukan nilai bobot-bobot koneksi di
dalam jaringan sehingga jaringan dapat melakukan pemetaan (mapping) dari input ke
output sesuai dengan yang diinginkan. Pemetaan ini ditentukan melalui satu set pola contoh
atau data pelatihan (training data set).
2.2 Kecerdasan Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan (JST) (Bahasa Inggris: artificial neural network (ANN),
atau juga disebut simulated neural network (SNN), atau umumnya hanya disebut
neural network (NN)), adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang
dimodelkan berdasarkan jaringan saraf manusia. JST merupakan sistem adaptif yang
dapat merubah strukturnya untuk

memecahkan masalah berdasarkan informasi

eksternal maupun internal yang mengalir melalui jaringan tersebut.


Pemodelan jaringan syaraf merupakan pembelajaran dan penyesuaian suatu
obyek. Metode perceptron adalah metode pembelajaran dengan pengawasan dalam sistim
jaringan syaraf, sehingga jaringan yang dihasilkan harus mempunyai parameter yang
dapat
diatur dengan cara mengubah melalui aturan pembelajaran dengan pengawasan perceptro
untuk aplikasi pengenalan pola digambarkan sebagai unsur matrik antara 0 dan 1. Layer
pertama perceptron menyatakan suatu kumpulan detektor tanda sebagai isyarat input
untuk mengetahui tanda khusus.
2.3 Algoritma Perceptron
Perceptron adalah salah satu algoritma pembelajaran single layer yang
mempelajari suatu procedure dengan melakukan perulangan sampai mendapatkan bobot
neural yang tepat. Algoritma Pembelajaran Perceptron lebih baik dibandingkan dengan
3

algoritma Hebb rule (Fausset, Fundamentals of Neural Networks :Architectures,


Algorithms, and Applications). Perceptron menggunakan fungsi aktivasi biner untuk unit
sensor dan unit asosiasi serta menggunakan +1, 0, -1 aktivasi untuk respon unit.

Gambar arsitektur perceptron :

2.4 Proses Pengolahan Citra


Suatu pola mempunyai suatu tekstur khusus, dengan berbagai variasi dalam
tingkat keabuan atau warna. Rata-rata tingkat keabuan dan simpangan baku dinyatakan
sebagai momen. Rata-rata dihubungkan dengan momen pertama, simpangan baku
tergantung pada momen kedua dan terdapat beberapa ukuran lainnya yang digunakan
untuk menyatakan karakteristik suatu daerah tekstur.
2.5 Prinsipal Komponen Analisis
Prinsipal komponen analisis (PCA) adalah teknik untuk menyederhanakan
kumpulan data dengan mengurangi kumpulan data banyak dimensi menjadi dimensi yang
lebih rendah. Analisis ini adalah suatu transformasi linier orthogonal yang mentransformasi
data ke sistem koordinat baru, sehingga keragaman terbesar dengan suatu proyeksi berada
4

pada koordinat pertama (disebut prinsipal komponen pertama), keragaman terbesar kedua
pada koordinat kedua dan seterusnya. Untuk suatu matriks data dengan nilai tengah nol
(sebaran normal baku).

BAB III
PERANCANGAN SISTEM
2.1 Desain Sistem Pengenalan Benda Terkorosi
2.1.1 Prinsipal Komponen Analisis
Prinsipal
komponen
analisis
(PCA)
adalah teknik
untuk
menyederhanakan kumpulan data dengan mengurangi kumpulan data banyak
dimensi menjadi dimensi yang lebih rendah. Analisis ini adalah suatu transformasi
linier orthogonal yang mentransformasi data ke sistem koordinat baru, sehingga
keragaman terbesar dengan suatu proyeksi berada pada koordinat pertama (disebut
prinsipal komponen pertama), keragaman terbesar kedua pada koordinat kedua dan
seterusnya. Untuk suatu matriks data dengan nilai tengah nol (sebaran normal baku),
Transformasi PCA diberikan sebagai:
Y T = X TW = V
V WT adalah singular value dekomposisi (svd) dari

X T [7]. PCA untuk data matriks X diberikan


sebagai :

Y =WT X = V T (9)
dimana W V T adalah svd dari X. PCA dapt
menggunakan metoda kovaransi atau metoda korelasi.

2.2.2 Kecerdasan Jaringan Syaraf


Berhubungan terhadap satuan output (dalam layer terakhir).
Jika hanya bobot pendahulu pada layer terakhir yang dirubah,
perceptron dalam gambar 3 diperlakukan sebagai perceptron layer
tunggal. Dimulai dengan himpunan bobot terhubung yang acak,
algoritma pembelajaran perceptron layer tunggal diulangi
mengikuti tahapan berikut sampai bobot konvergen:
a. Pilih suatu vektor input x dari kumpulan data pelatihan
b. Jika perceptron memberikan jawaban salah, modifikasi
semua bobot terhubung wi sesuai dengan i i i w = t x , i t : target
output dan : tingkat pembelajaran.
2.2 Desain Pola Huruf
Dalam klasifikasi huruf pada penelitian ini hanya dibatasi menggunakan huruf
kapital dari A, B, C,D,E,J,K. Huruf-huruf yang akan diklasifikasi terlebih
dahulu dibentuk polanya menggunakan matriks berukuran 9x7, yang digambarkan
dengan symbol . (titik) dan # (kres). Sebagai contoh berikut beberapa pola yang
diikutsertakan dalam penelitian ini:

Huruf

Tabel. 1. Pola Huruf dalam matrik 9x7 (Pola Input Satu)


Pola
Huruf
Pola
..##...
#######
...#...
.#....#
...#...
.#.....
..#.#..
.#.#...
..#.#..
.###...
E
.#####.
.#.#...
.#...#.
.#.....
.#...#.
.#....#
###.###
#######
######.
...####
.#....#
.....#.
.#....#
.....#.
.#....#
.....#.
.#####.
.....#.
J
.#....#
.....#.
.#....#
.#...#.
.#....#
.#...#.
######.
..###..
..#####
###..##
.#....#
.#..#..
#......
.#.#...
#......
.##....
#......
.##....
K
#......
.#.#...
#......
.#..#..
.#....#
.#...#.
..####.
###..##
#####..
.#...#.
.#....#
.#....#
.#....#
.#....#
.#....#
.#...#.
#####..

Pola inilah yang akan digunakan sebagai data pelatihan dengan target sesuai dengan
pola yang diinginkan, dengan merubah pola input tersebut menjadi sekumpulan
vector bit 0 dan 1 sebanyak 63 digit dimana 0 menggantikan titik dan 1 menggantikan
tanda #, dan pola output (target) sebanyak 7 bit. Pasangan pola input dan output dari
data-data di atas bisa dilihat dalam tabel 2 berikut:

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tabel 2. Pola Vektor Input dan Vektor Output (Pola Input Satu)
Vektor Input
Vektor Output
Huruf
( 63 bit )
( 7 bit)
0011000 0001000 0001000 0010100 0010100
A
1000000
0111110 0100010 0100010 1110111
1111110 0100001 0100001 0100001 0111110
B
0100000
0100001 0100001 0100001 1111110
0011111 0100001 1000000 1000000 1000000
C
0010000
1000000 1000000 0100001 0011110
1111100 0100010 0100001 0100001 0100001
D
0001000
0100001 0100001 0100010 1111100
1111111 0100001 0100000 0101000 0111000
E
0000100
0101000 0100000 0100001 1111111
0001111 0000010 0000010 0000010 0000010
J
0000010
0000010 0100010 0100010 0011100
1110011 0100100 0101000 0110000 0110000
K
0000001
0101000 0100100 0100010 1110011

2.2.1 Teknik Pembacaan Pola Huruf dengan Binerisasi


Dalam pembuatan program penelitian ini digunakan bahasa
pemgroman
berbasiskan desktop yaitu Delphi 6. Beberapa tahapan proses dalam penelitian
ini adalah:
1. Input pola dalam bentuk matriks sebanyak jumlah pola dan target yang
diinginkan
2. Binerisasi pola input menjadi vector input dengan mengubah . Menjadi 0
dan # menjadi 1.
3.
Melakukan pelatihan dari vector input dan vector output.
4. Pengujian huruf

POLA
HURUF

Binerisasi

VEKTOR
INPUT
DAN
OUTPUT

Pelatihan Data

BOBOT
POLA
Pengujian Pola

Gambar 1. Tahapan Proses

Dalam pembacaan input pola bisa dilakukan secara serempak dan sekaligus
dengan aturan, baris pertama input adalah bilangan bulat yang menyatakan
banyaknya pola yang ingin dilatih (ingat jenis huruf yang digunakan tetap hanya
A,B,C,D,E,J,K) untuk pola pertama menempati baris kedua sampai baris ke
10 yang kemudian baris berikutnya diikuti target dari pola yang diinginkan, untuk pola
kedua menempati baris ke-12 sampai bari ke-18 dan kemudian baris berikutnya diikuti
target dari pola yang diinginkan dan seterusnya sampai pola ke-n, sebagai contoh
berikut aturan input pola yang digunakan sebanyak 2 buah yaitu A, dan B.

2
..##...
...#...
...#...
..#.#..
..#.#..
.#####.
.#...#.
.#...#.
###.###
A......
######.
.#....#
.#....#
.#....#
.#####.
.#....#
.#....#
.#....#
######.
.B.....

Dari pola ini program membaca baris perbaris string yang kemudian
dibinerisasi dengan aturan yang telah dijelaskan sebelumnya kedalam tipe data array
satu dimensi.

BAB IV
Pembahasan
4.2 Pengenalan pola bahan terkorosi
Pengenalan pola terhadap bahan terkorosi dan tidak terkorosi meliputi tiga tiga
tahapan, adapun mikrostruktur dan preparasi contoh bahan terkorosi dan tidak terkorosi
telah dianalisis sebelumnya di laboratorium yang dpat menggunakan berbagai alat
diantaranya mikrogatif, mikroskop optik ataupun SEM. Tahap pertama digunakan proses
pengolahan citra, tahap kedua dilakukan analisis prinsipal komponen dan tahap ketiga
menggunakan kecerdasan jaringan syaraf. Struktur pola dalam bentuk gambar atau foto
dapat dikonversi dengan proses pengolahan citra menjadi bentuk digital. Untuk menentukan
karakteristik dari pola tersebut mengidentifikasi apakah suatu bahan terkorosi atau tidak
terkorosi digunakan kecerdasan jaringa syaraf tiruan. Dianalisis beberapa contoh bahan
terkorosi dan tidak terkorosi hasil preparasi laboratorium serta contoh data dari daftar
pustaka. Pada tahap kedua, matriks data pembelajaran berukuran 8 x 6, akan dimasukkan
untuk tiap neuron secara bersamaan. Diambil enam nilai karakteristik yang terbesar atau
dominan, dengan delapan contoh input yang diberikan, yang terdiri dari enam contoh input
untuk bahan terkorosi dan dua contoh input untuk bahan tidak terkorosi. Data pelatihan
diambil enam contoh input diantaranya berturut-turut satu contoh bahan tidak terkorosi dan
lima contoh bahan terkorosi. Pada simulasi pertama diambil satu contoh input bahan tidak
terkorosi dan lima contoh input bahan terkorosi. Berikutnya pada simulasi kedua diambil
satu contoh input bahan tidak terkorosi, empat contoh input bahan terkorosi, satu contoh
input bahan dengan mikrostruktur tidak seharusnya.
Sedangkan pada simulasi ketiga diberikan 5 contoh bahan terkorosi dan 1 bahan
tidak terkorosi. Secara keseluruhan program dan hasil diberikan pada lampiran B dengan
catatan kode 1 untuk bahan terkorosi dan kode 0 untuk bahan tidak terkorosi atau
mikrostruktur yang tidak seharusnya. Hasil keberhasilan identifikasi diberikan dalam tabel
1 berikut ini, untuk 32 contoh input.
Tabel 1. Hasil Identifikasi Jaringan Syaraf
Contoh

Jumlah

Jumlah

Prosentase

Bahan
Terkorosi

benar
25

salah
0

ketelitian
100%

Tidak
Terkorosi

86%

4.3 Pengenalan Pola Identifikasi Huruf


4.3.1 Arsitektur dan algoritma Pelatihan
Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan yang digunakan adalah perceptron
dengan 63 neuron input dan 7 neuron output dengan arsitektur lapis tunggal
(neuron hidden =0). Seperti terlihat pada gambar 2.
Dari arsitektur tersebut didapat algoritma untuk melakukan pelatihan data

yaitu :

Tentukan nilai
1. Untuk i dari satu sampai 7 ( jumlah jenis
huruf) lakukan langkah 1-9
2. Untuk j 1 sampai 64 lakukan Wij0
3. Selama kondisi =false lakukan langkah
4-9
4. Untuk k 1 sampai N (jumlah data
pelatihan) lakukan langkah 5-8
5. Untuk setiap pola pelatihan si:ti lakukan
6. set aktivasi untuk input Xi = Si
7. Hitung respon unit output,
63

8.
9.

Xkj *Wij , hitung nilai y = f(yin);

W11

X1

W13

W21

X2

W22
W23

Perubahan bobot, Jika y Tki


untuk j 1 sampai dengan n lakukan
Wij(baru)=Wij(lama)+alpha*Tki*Xkj;
Cek kondisi jika tidak terjadi perubahan
bobot kondisi=true else
kembali
kelangkah 3

Y2

W27

Y3

.
.
.

X3

Y1

W12
W17

Y7

X63

Gambar 2. Arsitektur Perceptron

Mulai
Baca N(baris 1)
Init i=0;
Ya
Baca string
Baris Pada Pola

Jadi 1

kar=#
Binerisasi

No
Jadi 0
Ya

Ii+1
i<=N
No
Stop
Gambar 3. Flowchart baca input pola dan binerisasi

4.3.2 Pengujian Huruf


Sama seperti pada pelatihan data, untuk pengujian data kita
menggunakan input pola matriks 9x7 yang terdiri dari karakter titik atau #,
setelah pola diinputkan kemudian pola tersebut dibinerisasi untuk selanjutnya
dilakukan pengujian, bentuk pola input data untuk pengujian hanya bersifat
tunggal seperti berikut:
..##...
...#...
...#...
..#.#..
..#.#..
.#####.
.#...#.
.#...#.
###.###
Huruf A
Sedangkan untuk algoritma lengkapnya adalah sebagai berikut
1. Baca Input
2. Binerisasi input
3. Untuk i 1 sampai 7 lakukan langkah 4 sampai 7
4. yin=bobot[i,64]
5. Untuk j 1 sampai 63 lakukan yin=yin+datauji[j]*bobot[i,j];
6. y[i]=f(yin)
7. jika y[i]=1 berarti pola yang dimasukan merupakan huruf ke-i
8. jika tidak ada satupun y[i] yang bernilai satu maka pola yang diinputkan tidak
bisa diklasifikasikan.

4.3.3 implementasi sistem


Implementasi pembuatan sistem ini didasarkan pada rancangan
sistem yang sudah dibahas sebelumnya dimana sistem ini dibagi menjadi
dua sub sistem yaitu subsistem pelatihan data dan yang kedua subsistem
pengujian data. Dengan menggunakan data yang ada seperti pada bab
Perancangan Sistem sebagai input pelatihan dan input pengujian didapatkan
hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Pengujian dengan Data Pelatihan 7 buah
INPUT
A
B
C
D
E
J
K

TARGET
A
B
C
D
E
J
K

OUTPUT
A atau B
D atau K
C atau D atau K
D
K
J
Tidak Masuk Manapun

Empat (yaitu huruf A,C,D, dan J) dari tujuh pola input pengujian yang juga
merupakan pola input pelatihan menunjukan hasil yang sesuai meskipun pola huruf
tersebut juga diklasifikasikan ke dalam kelas lain, misalnya pola A diklasifikasikan ke
A juga ke B. Sedangkan pola huruf B, dan E diklasifikasikan ke kelas yang
berbeda. Namur untuk pola K justru tidak dapat diklasifikasikan ke kelas manapun.
Kemudian dicoba menggunakan pola input pengujian yang berbeda dengan pola
input pelatihan

[Fausset,

Fundamentals

of Neural Networks

: Architectures,

Algorithms, and Applications, halaman 72, pola input dua dan tiga ] didapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Pengujian dengan input pengujian berbeda
INPUT
A
B
C
D
E
J
K

TARGET
A
B
C
D
E
J
K

OUTPUT POLA INPUT 2 OUTPUT POLA INPUT 3


A
B
D atau K
D atau K
C
C
C atau D
D
C atau K
K
J
J
C atau K
K

Ternyata didapatkan hasil yang lebih akurat (A, C, D, J, dan K pada pola input 2,
serta C,D,J,K pada pola input 3) dalam mengklasifikasian huruf dibandingkan kita
menggunakan pola input pengujian yang sama dengan pola input pelatihan.
Kemudian dicoba menggunakan input pelatihan yang lebih banyak (21 buah)
dengan

pola

huruf yang sama [Fausset, Fundamentals of Neural Networks :

Architectures, Algorithms, and Applications, halaman 72] dan input pengujian yang
sama dengan pengujian sebelumnya didapatkan hasil yang berbeda.
Tabel 5. Hasil Pengujian dengan Data Pelatihan 21 buah
INPUT
A
B
C
D
E
J
K

TARGET
A
B
C
D
E
J
K

OUTPUT POLA 1
A atau B
K
K
B atau K
K
J
-

OUTPUT POLA 2
A
B
K
J
-

OUTPUT POLA 3
B
D atau K
B
B atau K
K
B atau J
K

Ternyata ketika menggunakan pola input satu, pola input dua dan pola input tiga
sebagai data pelatihan sekaligus sebagai data pengujian, hasilnya lebih tidak akurat
dibandingkan dengan pengujian sebelumnya.

BAB V
KESIMPULAN
Metode pengenalan pola dengan algoritma perceptron dapat diimplementasikan pada
pengenalan huruf dan pengenalan bahan korosi.
Dengan menggunakan algoritma perceptron

ternyata

bisa

dilakukan

pengklasifikasian pola huruf. Meskipun dalam pelatihan dengan data yang sedikit, saat
pengujiannya hasil yang didapat menunjukan bahwa beberapa pola tidak sesuai dengan
klasifikasi polanya

tetapi persentasi ketidaksesuaian ini lebih kecil dibadingkan dengan

pengujian data yang memiliki data pelatihan lebih banyak.


Pemodelan untuk membedakan klasfikasi bahan terkorosi dan tidak terkorosi
menggunakan

kecerdasan

jaringan

syaraf

dengan

metode

perceptron.

Dalam

pembelajaran, pelatihan dan simulasi tersebut diatas, diperoleh hasil yang sesuai dan yang
diharapkan. merupakan pembelajaran dan adaptasi suatu obyek yang cukup baik.

DAFTAR PUSTAKA

Duda, R.O., Hart, P.E., Stork, D.G. (2001) Pattern classification (2nd
edition), Wiley
Fausett, Laurene., Fundamentals of Neural Networks : Architectures,
Algorithms, and Applications
Haykin, S. (1994), Neural Networks: A Comprehensive Foundation, NY,
Macmillan
J. Schuermann: Pattern Classification: A Unified View of Statistical and
Neural Approaches, Wiley&Sons, 1996
Jurnal Artificial Neural Network Technology,St. Louis University, 1998.
Richard O. Duda, Peter E. Hart, David G. Stork (2001) Pattern classification
(2nd edition), Wiley, New York
Zurada, J.M. (1992), Introduction To Artificial Neural Systems, Boston: PWS
Publishing Company
Ariyanto, Gunawan, cs,
Hand Gesture
Recognition
Using
Neural Network
for Robotic Arm
Control,
Proceedings
of National Conference on
Computer Science &
Information Technology 2007, page 412,
Faculty of Computer Science, University of
Indonesia, Jakarta.
Fontana, Mars G., Corrosion Engineering, McGraw-Hill International
Editions, 1987.
Fu, LiMin, Neural Networks in Computer
Intelligence, McGraw-Hill, Inc., Singapore,
1994.
Hansel man,
Duane;
Littlefield,
Bruce,
Mastering
MATLAB 5, A Comprehensive Tutorial and Reference, PrenticeHall Inc,
1998.
http://en.wikipedia.org/wiki/Corrosion,
27/04/2007, page 1-8. [6]
http://en.wikipedia.org/wiki/Principal_com ponents_analysis, 23/02/2007,
page1-10.
http://en.wikipedia.org/wiki/Singular
value
decomposition, 23/02/2007, page1-14.
Jang, J.-S. R.; Sun, C.-T.; Mistune, E., Neuro Fuzzy And Soft Computing, A
Computational Approach
to
Learning
and Machine
Intelligence, Prentice-Hall
International Editions, 1997.
Kosko, Bart, Neural Networks and Fuzzy Systems, A Dynamical
Systems Approach to Machine
Intelligence, Prentice-Hall
International Editions, 1992.

Anda mungkin juga menyukai