Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Dengan meningkatnya pertumbuhan populasi lanjut usia berbagai populasi permasalahan akan

banyak dijumpai di peraktek klinis. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan harus peduli terhadap
lansia dan diperkirakan jumlah populasi lamsia diindonesia akan bertambah banyak dan pada tahun
2007 diperkirakan berkisar 18 juta orang, pada tahun 2015 bertambah lagi sehingga jumlahnya akan
sama dengan jumlah balita, pada tahun 2020 diproyeksikan jumlah populasi lansia akan melebihi
jumlah balita.
Dalam berkomunikasi dengan lansia harus diperhatikan factor fisik, psikologi keterampilan
komunikasi yang tepat, komunikasi dengan lansia dibutuhkan keterampilan, dikarenakan lansia
mengalami berbagai penurunan diantaranya adalah mengalami penurunan fungsi pendengaran.
1.2
Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
Mahasiswa Perawan dapat menerapkan dan memahami tentang aplikasi komunikasi pada
1.2.2

lansia dan orang yang lebih tua


Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi dengan lansia
b. Mahasiswa mampu memahami prinsip etika dalam pelayanan kesehatan pada lansia
c. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui tentang landasan hukum di Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Lanjut Usia (Lansia)


Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai

dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia
dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian
mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap
fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto
dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).
Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut
penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo
dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga
kelompok yakni : Kelompok lansia dini (55 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki
lansia, kelompok lansia (65 tahun ke atas), Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih
dari 70 tahun.
Menurut WHO mengklasifikasikan lansia adalah usia usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun,
lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun, dan lansia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (psikolog dari Universitas Indonesia) mengatakan bahwa lansia
merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1.
2.
3.
4.
2.2

Fase iuventus (25-40 tahun)


Fase verilitas (40-50 tahun)
Fase prasenium (55-65 tahun)
Fase senium (65 tahun hingga tutup usia)

Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia


Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan komunikasi

pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang terkait usia dan penurunan memori. Orang
ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien lanjut usia seringkali ditemani oleh anggota
keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada perawatan pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan. Ada
banyak faktor lain yang mempengaruhi efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut
usia sering hadir dengan masalah yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu
untuk menyelesaikannya. Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien kemungkinan
mengalami satu penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang kemungkinan memiliki paling
tidak 4 penyakit kronis (Vieder et al., 2002). Faktor lain adalah bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih
sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter (Haug & Ory, 1987;Greene et
al.,1989). Masalah usia atau dikenal dengan istilah ageism juga merupakan hal yang lazim dijumpai pada
perawatan kesehatan dan secara tidak sengaja berperan terhadap buruknya komunikasi dengan pasien
lanjut usia (Ory et al., 2003).
2.3

Sekilas Komunikasi
A. Kegunaan Komunikasi

Komunikasi berguna untuk pertukaran informasi dan untuk membina hubungan dengan orang
lain, atau dengan kata lain komunikasi merupakan aspek dasar pada hubungan antar manusia dan
merupakan sarana untuk berhubungan dengan orang lain. Pada pasien lanjut usia berbagai bentuk dari
penyakit dan ketidakmampuan dapat berpengaruh terhadap proses komunikasi dan perawatan
kesehatannya, sehingga diperlukan cukup perhatian dan sikap yang baik untuk proses komunikasi tersebut
Sering kali terjadi bahwa baik pihak keluarga maupun medis melupakan atau tidak memperhatikan
berbagai hambatan yang ada untuk tercapainya komunikasi yang efektif pada pasien lanjut usia yang
akhirnya dapat mengakibatkan interpretasi yang keliru terhadap pesan yang disampaikan maupun yang
diterima oleh mereka (Smith & Buckwalter, 1993).
B. Komponen pada peroses komunikasi
1. Pembicara : Orang yang menyampaikan pesan.
2. Pendengar : Orang yang menerima pesan.
3. Pesan verbal : Kata kata yang secara aktual diucapkan atau disampaikan.
4. Pesan nonverbal: Kesan yang ditangkap saat kata kata tersebut diucapkan termasuk ekspresi
wajah, tekanan suara, postur dan sikap tubuh dan pilihan kosa kata yang digunakan
5. Umpan Balik : Respon berupa tanggapan baik verbal maupun non verbal.
6. Konteks : Fisik dan lingkungan sosial atau pengaturan dalam pesan yang dikirim.
7. Persepsi : Kemampuan untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi indrawi
menjadi dimengerti dan bermakna
8. Evaluasi : Kemampuan untuk menganalisa informasi yang diterima, berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan masa lalu.
9. Transmisi : Ekspresi yang sebenarnya dari informasi dari pengirim kepada penerima
(pesan lisan dan pesan nonverbal) (Smith & Buckwalter, 1993).

2.4

Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia


A. Menunjukkan Hormat dan Keprihatinan
Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat kepada pasien dan memahami

serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok manusia yang unik. Untuk menunjukkan rasa hormat,
anda harus menghadapi pasien secara formal dan menyapa dengan opa atau oma, kecuali pasien
sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil dengan nama pertamanya, dan hindarkan
menggunakan istilah yang merendahkan seperti manisku, sayangku, cintaku. Berkomunikasi yang
saling bertatap mata dengan duduk di kursi dan langsung menatap pasien. Dengan melakukan hal ini,
anda menunjukkan perhatian sejati dan aktif mendengarkan, serta membantu pasien untuk mendengar dan
memahami anda secara lebih baik. Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan
menyampaikan rasa turut prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).
B. Memastikan bahwa Pasien Didengar dan Dipahami
Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi
efektif antara pasien lanjut usia dan dokter (Adelman et al., 2000 ; Ory et al., 2003). Membiarkan pasien
lanjut usia untuk berbicara beberapa menit tentang masalahnya tanpa interupsi akan memberikan lebih
3

banyak informasi daripada riwayat pendukung yang terstruktur cepat. Merasa sedang diburu-buru akan
menyebabkan mereka merasa bahwa mereka sedang Tidak didengarkan atau dipahami (Adelman et al.,
2000). Penelitian menunjukkan bahwa pasien lanjut usia dan pasien sering tidak sepaham tentang tujuan
dan masalah medis yang dihadapi. Komunikasi yang buruk dapat mengganggu pertukaran informasi serta
menurunkan kepuasan pasien (Greene et al., 1989).
Pada umumnya, anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak, menggunakan bahasa dan
kalimat yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan
menunggu untuk ditanya, khususnya penting untuk sering merangkum dan memancing pertanyaan
(Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006).

Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan Pasien Lanjut Usia
Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena pasien
pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang kompleks.
Menghindarkan jargon medis.
Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
Menggunakan diagram, model, dan gambar.
Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih siap dari
segi waktu dan secara klinis cenderung kurang sibuk.

C. Menghindari Ageism
Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia
adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang pertama disampaikan oleh Robert Butler,
direktur pertama the National Institute on Aging, adalah systematic stereotyping dan diskriminasi
terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler, 1969). Ageism adalah hal yang lazim pada
perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan dalam tindakan seperti meremehkan masalah medis,
menggunakan bahasa yang bersifat merendahkan, hanya memberikan sedikit edukasi tentang regimen
preventif, menawarkan sedikit pengobatan untukmasalah kesehatan mental, menggunakan panggilan yang
bernada menghina, menghabiskan lebih sedikit masalah psikososial, dan membuat stereotype orang tua
(Ory et al., 2003).
Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai satu pribadi dengan
riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda untuk menemui setiap pasien
lanjut usia sebagai individu yang unik dengan pengalaman seumur hidup yang berharga bukan orang tua
yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga penting untuk tidak mengasumsikan bahwa semua
pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja dijumpai orang berjiwa muda dengan usia 85 tahun serta
orang berjiwa tua dengan usia 60 tahun. Setiap pasien dan setiap masalah harus diperlakukan dengan
unik.

D. Mengenal Kultur dan Budaya


Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian mengaplikasikannya dalam
komunikasi perawat-pasien lanjut usia juga merupakan hal penting dalam mempengaruhi persepsi pasien
terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan perawat.
4

2.5

Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia


A. Strategi Umum
1.Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan menurunkan
kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya penglihatan dan pendengaran)
2.Memanggil pasien dengan sebutan opa atau oma dan menghindarkan sebutan manis,
sayang, atau cintaku
3. Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem dan
ekspresi yang menyenangkan.
4. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
5. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menit untuk
mengekspresikan masalahnya jika mampu
6. Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
7. Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
8. Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
9. Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.

B. Gangguan Kognitif Pasien


1. Jangan mengabaikan pasien.
2. Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan jawaban ya atau
tidak dan bahasa tubuh sederhana.
3. Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.

C. Pertemuan dengan Keterlibatan Pihak Ketiga.


1. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi dalam bentuk segitiga.
2. Pada mulanya berikan pertanyaan kepada pasien, kemudian mintalah masukan dari
pendamping pasien.
3. Mintalah pasien dan pendamping pasien untuk mengulang kembali setiap instruksi yang
penting.

2.6

Pendekatan untuk Berkomunikasi


Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang, tataplah

pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata. Meminimalkan kebisingan,
dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal. Berteriak akan menghambat komunikasi,
mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien untuk memahami kata-kata anda. Jika suara
anda melengking, meredam lengkingan ketika anda berbicara dapat membantu pasien untuk mendengar
anda dengan lebih baik. Ketika memberikan instruksi untuk medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan
untuk bertanya kepada pasien apakah dia mengerti. Orang dengan gangguan pendengaran mungkin akan
menjawab ya tanpa menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun atau salah memahami beberapa
informasi. Pendekatan yang lebih baik untuk mengecek pemahaman pasien adalah dengan meminta
pasien untuk mengulang instruksi (Adelman et al., 2000). Akhirnya, karena pendengaran memburuk
5

dikemudian hari, appointment yang lebih awal umumnya lebih baik (Veras & Mattos, 2007). Jika tersedia,
pengeras suara (alat portable yang memperkuat suara dan memancarkannya ke headphones yang dipakai
oleh pasien) diketahui sangat memudahkan komunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan
pendengaran (Fook & Morgan, 2000).
Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan klinik dapat
diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna kontras untuk membuat
objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai klinik), dan menggunakan huruf yang
besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan dengan tulisan harus dicetak paling tidak
dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna. Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber
cahaya, pencahayaan untuk latar belakang dan lampu tertutup (Roter, 2000).
Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan potensial yaitu gangguan
penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang-kadang akan meletakkan obatnya dalam satu
wadah dan tergantung pada satu warna untuk mengenalinya. Ini dapat menjadi masalah keamanan, karena
banyak obat yang berwarna putih, biru muda, hijau muda, yang akan terlihat berwarna abu-abu oleh mata
yang telah menua. Warna merah, oranye, dan kuning paling baik dilihat dan dapat digabungkan kedalam
perawatan. Pada contoh lain, pasien yang mengalami kesulitan memastikan dosis insulin dapat
diinstruksikan untuk ditempatkan pada warna merah diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk
melihat jarum dan vial. Kertas kontak berwarna merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk berjalan,
tongkat atau tabung oksigen untuk membantu pasien lanjut usia untuk mengambilnya (Adelman et al.,
2000).

2.7

Hambatan Komunikasi
a. Gangguan neurology sering menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat juga
karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
b. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat dan
respon pada prtanyaan seseorang.
c. Perawat sering memanggil nenek, sayang dan lain-lain. Hal tersebut sering membuat
tersingung harga dirinya, dianjurkan memanggil dengan bapak atau ibu.
d. Gangguan penglihatan sehingga sulit untuk menginterpretasikan pesan-pesan non-verbal.
e. Perbedaan budaya bisa jadi penghambat terjadinya komunikasi, dan sulit menjalin hubungan
saling percaya.
f. Berprilaku yang menghakimi (prejudice) missal orang sudah tua tidak bias mikir lagi, jadi
tidak perlu diberi informasi yang tidak diperlukan.
g. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : rebut/berisik, terlalu banyak
informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak yang bicara, dan berbeda bahasa.

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Komunikasi dengan lansia tidaklah begitu sulit tetapi dibutuhkan tekni-teknik tersendiri untuk

melakukan komunikasi pada lansia banyak Teknik komunikasi baik yang akan memperbaiki

hasil pasien lanjut usia dan pengasuhnya. Bukti mengindikasikan bahwa hasil perawatan
kesehatan untuk orang tua tidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi
juga tergantung pada hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif
antara perawat dan pasien lansia.
3.2

Saran
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada lansia agar pemeriksaan pasien

lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
sangat banyak sekali kesahalan. besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik
dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

Daftar Pustaka
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?
term=Communication+between+older+patients+and+their+physicians.
. Nugroho, Wahjudi (2006). Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai