MANAJEMEN KINERJA
DOSEN PENGAMPU :
MAULIDYAH AMALINA RIZQI
KELOMPOK 7
1. AQONIA LIDITAS FIRDAUSI
2. ROSITA MUAZATI
(13311073)
(133110)
1.1.
berkaitan dengan manajemen kinerja, yaitu korporat (corporate level), satuan unit bisnis
(business unit level), manajemen operasi (operational management level), dan bagian operasi
sehari-hari (shopfloor level). Diantara level tersebut, harus terdapat keterkaitan antar variabel
kinerjanya, yang saling mendukung keunggulan perusahaan untuk berkompetisi. Keterkaitan
variabel kinerja tersebut seringkali melibatkan lintas sector departemen dimana otoritas atau
levelnya tidak harus memiliki hubungan secara vertical. Pada gambar 1.1, diperlihatkan
keterkaitan antar variabel kinerja dalam suatu perusahaan komponen okomotif di Negara
bagian Victoria, Australia (Wibisono, 1999).
Dari gambar tersebut terlihat bahwa dengan memiliki data keterkaitan variabel kinerja,
akan memudahkan proses perbaikan yang harus dilakukan terhadap varabel kinerja yang
tidak mencapai standar yang dipersyaratkan. Sebagai contoh, kualitas produk di perusahaan
komponen otomotif di atas dipengaruhi oleh produk cacat, pengerjaan ulang, kualitas bahan
baku, material terbuang. Sedangkan produk cacat dipengaruhi oleh kendala karyawan, tingkat
keluar masuk karyawan, serta pelatihan dan teknologi yang diterapkan. Oleh karena itu,
untuk meningkatkan kualitas produk , persahaan harus meletakkan prioritas perbaikan pada
empat faktor dalam sumber daya tersebut.
Keterkaitan varriabel kinerja ini disadari merupakan hal yang sangat penting dalam
manajemen kinerja, namun belum banyak perusahaan (terutama di Indonesia) yang
mengeksploitasi keterkaitan tersebut secara ilmiah dengan menggunanakan metode ilmiah
yang ada. Banyak perusahaan tidak memiliki sistem database yang terpelihara dan jika
memiliki data pengukuran variabel kinerja tersebut, jarang yang dieksplorasi lebih jauh
sehingga mendapatkan keterkaitan yang valid antar variabel kinerja itu. Beberapa metode
yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi keterkaitan variabel kinerja ini, antara lain
analisis faktor, analisis korelasi, penggunaan diagram tulang ikan, dan penggunaan Analitic
Hierarchy Process.
ANALISIS FAKTOR
Dalam menganalisis kinerja organisasi atau perusahaan, seringkali kita mencari faktor-
faktor apa saja yang menjadi penyebab suatu masalah. Misalnya, perusahaan otomotif ingin
mengetahui apa saja yang menyebabkan konsumen lebih memilih mobil van dibandingkan
dengan mobil sedan. Pengamatan semacam ini tidak jarang meliputi sejumlah variabel atau
faktor penyebab yang banyak dan beragam. Hal ini tentu saja akan menyulitkan dalam
menganalisis dan menarik kesimpulan tentang data tersebut. Agar lebih mudah, faktor-faktor
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dimensi yang lebih kecil. Misalnya, faktor-faktor
yang menyebabkan konsumen memilih mobil van dibandingkan dengan mobil sedan adalah :
1. Ruangan yang lebih luas
2. Bagasi yang mempunyai kapasitas
lebih besar
3. Harga yang lebih murah
8.
4.
5.
6.
7.
amatan
dengan
meyatukan
faktor
atau
dimensi
yang
saling
berhubungan/memiliki korelasi dalam suatu struktur data yang baru, yang mempunyai set
faktor yang lebih kecil. Fungsi dari analisis faktor adalah sebagai berikut :
1. Menetukan himpunan dari dimensi yang tidak mudah diamati dalam himpunan variabel
(R factor analysis).
2. Mengelompokkan orang-orang (misalnya, responden kuis0 ke dalam kelompok-kelompok
yang berbeda di dalam populasi (Q factor analysis).
3. Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan digunakan dalam analisi lanjutan (regresi,
korelasi, atau diskriminan).
4. Membentuk himpunan dari variabel (dengan jumlah yang lebih sedikit) untuk
menggantikan (sebagian/seluruh) himpunan variabel awal.
5. Menganilisis suatu fenomena dengan data yang sangat besar.
6. Menguaraikan/menjabarkan suatu kaitan yang kompleks di antara fenomena ke dalam
fungsi kesatua-kesatuan atau ke dalam bagian-bagiannya, dan dapat mengidentifikasikan
pengaruh dari luar (independen).
13.
14. Penggunaan metode analisis faktor dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Penyelidikan Untuk Penemuan (Exploratory). Analisis faktor digunakan untuk
menyelidiki dan mendetksi suatu pola dari variabel-variabel yang ada, dengan tujuan
untuk menemukan suatu konsep baru dan kemungkinan pengurangan data dari data dasar.
2. Penegasan Suatu Hipotesis (Confirmatory Uses). Analisis faktor digunakan untuk
menguji suatu hipotesis mengenai struktur dan variabel-variabel baru yang berkaitan
dengan sejumlah faktor yang signifikan dan faktor loading yang diharapkan.
Perbedaan kedua macam teknik tersebut terutama teletak pada jumlah variansi
yang dianalisis, apakah variansi total atau hanya common variance (variansi dapat dibagi
menjadi common variance dan unique variance). Common variance adalah variansi suatu
variabel yang merupakan variansi bersama dengan variabel lain, sedangkan unique variance
adalah variansi suatu variabel yang digunakan oleh variabel itu sendiri. Analisis faktor juga
dapat digunakan untuk melakukan validasi. Metode ini berguna untuk mengukur korelasi
antar variabel-variabel manifes yang akan membentuk variabel laten. Dari semua variabel
manifes yang diolah, beberapa diantaranya akan diagregasikan ke dalam sejumlah variabel
laten yang lebih sedikit. Variabel manifes diwakili oleh satu item pertanyaan dalam kuisioner.
Hubungan antara variabel laten, manifes, dan item-item pertanyaan dalam kuisioner
ditunjukkan dalam bagan berikut ini :
19.
20. Gambar 1.2 Hubungan Antara Variabel Laten, Manifes, dan Item Pertanyaan
21.
proses agregasi. Setiap variabel manifes diwakili oleh satu item pertanyaan dalam kuisioner.
Jadi, terdapat hubungan korespondensi satu-satu antara satu item pertanyaan dengan satu
variabel manifes tertentu, untuk setiap item yang terdapat dalam kuisioner. Hubungan antara
variabel manifes dengan variabel laten ditunjukkan oleh bobot faktor (factor loading). Untuk
mengelompokkan variabel manifes menjadi variabel laten, setiap variabel manifes harus
dihitung korelasinya dengan variabel manifes lain. Bobot faktor akan menunjukkan korelasi
antara suatu variabel manifes dengan variabel manifes lain dalam variabel laten yang
terbentuk.
22.
24.
25. Gambar 1.3 Esensi dari Analisis Faktor
26.
27.
Pada gambar tersebut terdapat 9 variabel yang saling berkorelasi antara satu
dengan yang lainnya. Analisis faktor mengagregasikan variabel manifes tadi ke dalam tiga
faktor berdasarkan keterkaitan antar variabel. Demikian sehingga faktor 1 dibentuk oleh
variabel manifes X1,X3,X4, DAN X6; faktor 2 oleh X2, X7; dan faktor 3 oleh X5, X8, X9.
Variabel laten yang satu dengan yang lainnya memiliki variabel bebas linier orthogonal,
artinya tidak ada korelasi antar variabel-variabel laten tersebut. Variabel laten yang terbentuk
tidak dapat enjelaskan semua variansi yang ada dalam variabel-variabel manifes
pembentuknya. Ada bagian unik yang merupakan karakteristik masing-masing variabel
manifes. Sisa variansi yang tidak terjelaskan oleh variabel laten ini digambarkan sebagai
error atau kesalahan. Terdapat dua model analisis untuk analisis faktor, yaitu model analisis
faktor eksploratori (exploratory factor analysis model) dan model analisis faktor konfirmatori
(confirmatory factor analysis model). Gambaran untuk kedua model itu dapat dilihat dalam
diagram berikut:
28.
29.
30. Gambar 1.4 Model Analisis Faktor Eksploratori
31.
32.
33. Gambar 1.5 Model Analisis Faktor Konfirmatori
34.
35.
e.
b.
c.
d. Untuk
model
analisis
faktor
konfirmatori
f.
g.
diekstrasi, teknik tersebut dinamakan eksploratori. Sedangkan konfirmatori ialah bila seorang
analis menggunakan analisis faktor untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan
pengelompokan jumlah variabel atau jumlah faktor.
h.
1.2.2. Dasar Matematis Analisis Faktor
i.
Pengertian statistic mengenai analisis faktor pada dasarnya melibatkan suatu proses
populasi data dan pengukuran atas sampel- sampel atau objek penelitian yang dinamakan
variabel. Misalkan, dalam pemilihan suatu variabel Xi (i = 1, 2, 3,, n) yang masingmasing mempunyai mean ui (i = 1, 2, 3,, n), koefesien dari korelasi antara variabel X i
dan Xj-nya dapat didefinisikan sebagaimana berikut ini :
j.
k. Di mana :
l.
m.
n.
o.
p. Atau :
q.
r.
s. Di mana
t.
u.
1.2.3. Model Matematis Analisis Faktor
v.
Prinsip kerja analisis faktor adalah n dari variabel yan diamati, terdapat beberapa
variabel yang mempunyai korelasi, di mana variabel-variabel tersebut memiliki
faktor
faktor
unik (unique factor0 yang membedakan tiap variabel. Faktor umum dilambangkan
dengan F1 , F2, F3, F4, FP dan faktor unik u1, u2, u3, u4, ., um. model matematis dasar dari
analisis faktor yang digunakan untuk setiap variabel independen Xi adalah :
w.
x. Di mana :
y.
z.
aa. Koefesien Aij (loading Aij) menyatakan besarnya konstribusi variabel Xi pada satu
faktor kesamaan Fj dan memegang peranan dalam mengambil suatu kesimpulan mengenai
seberapa jauh pengaruh variabel Xi terhadap faktor kesamaan Fj . koefisien faktor unik Bi
berfungsi untuk membantu satuan fsktor unik agar dapat dipilih sesederhana mungkin. Faktor
kesamaan dapat pula menyatakan korelasi antar variabel, sedangkan faktor unik menerangkan
sisa variansi dari faktor kesamaan atau menunjukkan kegagalan faktor kesamaan dalam
menjelaskan variansi total variael.
ab.
1.2.4. Langkah-Langkah Analisis Faktor
ac. Tahap 1 (Penentuan Variabel)
a. Variable yang dipilih : variable yang relevan dengan penelitian yang dilakukan
b. Banyaknya variable : sesuai dengan jumlah variable yang relevan
c. Cara pengukuran variabel :
Data mentah diasumsikan sebagai hasil pengukuran matriks
Dapat digunakan variable dummy (0-1)
d. Ukuran/jumlah sampel :
Sampel berukuran lebih dari 50 observasi, atau hendaknya lebih dari 100 observasi
Aturan umum : jumlah observasi 4-5 kali jumlah variable
ad.
ae. Matriks data mentah dapat diperoleh dari data asli yang berasal dari kuisioner, yaitu
apabila data-data yang akan dianalisis merupakan hasil dari kuisioner. Matriks ini berukuran
p x q (p baris dari kolom q); p= banyaknya responden yang mengisi kuisioner, q=banyaknya
variable manifest/banyaknya item pertanyaan kuisioner. Tiap jawaban responden diberi skala
nilai, biasanya dengan skala likert, sehingga dapat disusun dalam suatu bentuk matrik.
af.
ag. Tahap 2 (Matriks Korelasi)
ah. Matrik korelasi merupakan matriks yang memuat koefisien korelasi dari semua
pasangan variable yang terdapat dalam penelitian. Jadi, matriks ini digunakan untuk
mendapatkan nilai kedekatan hubungan antar variable manifest. Nilai kedekatan ini dapat
digunakan untuk melakukan beberapa pengujian guna melihat kesesuaian nilai korelasi yang
diperoleh dari analisis factor. Analisis factor yang baik memiliki nilai korelasi yang tinggi
(rata-rata lebih besar dari 0,3). Dalam hal ini, determinan matriks yang mendekati nol
menunjukkan nilia korelasi yang tinggi. Selanjutnya, perlu diuji apakah matriks korelasi ini
merupakan matriks identitas atau bukan, karena matriks identitas tidak dapat digunakan untuk
analisis berikut. Metode yang biasa dilakukan adalah metode Barlet Test of Sphericity.
Kemudian perlu ditantukan nilai koefisien dari korelasi parsia, yaitu estimasi antar faktor
unik dan nilainya harus mendekati nol untuk memenuhi asumsi analisis faktor. Untuk
menguji kesesuaian penggunaan analisis factor, digunakan metode Kaiser-Meyer-okin
(KMO). KMO merupakan indeks pembanding besarnya koefisien korelasi observasi dengan
besarnya koefisien korelasi parsial. Jika nilai kuadrat koefisien korelasi parsial dari semua
pasangan variabel ebih kecil daripada jumlah kuadrat koefisien korelasi, harga KMO
mendekati satu, yang menunjukkan kesesuaian penggunaan analisis faktor. Menurut Kaiser
(1974) :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
digunakan pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA). Harga MSA yang rendah
merupakan pertimbangan untuk membuang variabel tersebut pada tahap analisis selanjutnya.
Sering kali, karena jumlah data yang banyak, perhitungan KMO dan MSA hanya
dimungkinkan dengan bantuan komputer.
ak.
al. Tahap 3 (Ekstraksi Faktor)
am.
a. Orthogonal factor, ekstraksi factor dengan cara merotasikan seumbu faktor sehingga
kedudukannya saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan melakukan rotasi ini,
setiap faktor akan independen terhadap faktor lain, karena sumbunya saling tegak lurus.
Orthogonal factor solution digunakan apabila analisis bertujuan untuk mereduksi jumlah
variabel tanpa memertimbangkan seberapa berartinya faktor yang diekstraksi.
b. Oblique factor, ekstraksi faktor dilakukan dengan merotasikan sumbu faktor sehingga
kedudukannya saling membentuk sudut dengan besar sudut tertentu. Dengan rotasi ini,
korelasi antarfaktor masih diperhitungkan, karena sumbu factor tidak saling tegak lurus
satu dengan lainnya. Oblique factor solution digunakan untuk memperoleh sejumlah
faktor yang secara teoritis cukup berarti.
an.
ao. Ekstraksi faktor digunakan untuk menentukan jenis-jenis faktor yang akan dipakai.
Estimasi faktor dapat menggunakan metode principal component analysis (selain itu, terdapat
metode common factor analysis). Dengan metode ini, akan terbentuk kombinasi linier dari
variabel-variabel observasi. Daam analisis faktor, variansi tota (communality) terbentuk dari :
1. Common (variansi umum), menunjukkan variansi bersama antara tiap variabel
penelitian.
2. Spesific (variansi unik), menunjukkan variansi variabel yang spesifik.
3. Error, akibat ketidakandalan dalam proses pengambilan data
ap. Tahap 4 (Matriks Factor Sebelum Dirotasi)
aq. Matriks Faktor :
ar.
as.
at. Tiap entri daam matriks tersebut menyatakan bobot variabel pada masing-masing
faktor. Jumah baris (n) selalu lebih besar dari kolom (m) karena jumlah faktor
yang
diekstraksi selalu lebih kecil dari jumlah variabel awal. Matriks factor sebelum dirotasi
digunakan utntuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan pengelompokan variabel ke
dalam sejumlah faktor yang telah diekstraksi. Matriks ini merangkum informasi mengenai
bobot variabel pada setiap faktor. Informasi yang terkandung di dalam matriks ini belum
dapat digunakan untuk menginterpretasikan dengan jelas mengenai pengelompokkan variabel
daam setiap faktor karena bobot masing-masing variabel pada setia faktor tidak jauh berbeda.
Agar dapat diperoleh bobot variabel yang mudah untuk diinterpretasikan, matriks faktor ini
harus dirotasikan.
au.
av. Tahap 5 (Matriks Factor Setelah Dirotasi)
aw.
a. Metode quartimax, bertujuan untuk merotasi faktor awal hasil ekstraksi, sehingga
akhirnya diperoleh hasil rotasi, di mana setiap variabe member bobot yang tinggi di satu
faktor dan sekecil mungkin di faktor lain.
b. Metode varimax, bertujuan untuk merotasi faktor awa hasil ekstraksi, sehingga pada
akhirnya diperoleh hasil rotasi, di mana dalam satu kolom, nilai yang ada sebanyak
mungkin mendekati nol. Hal ini berarti di dalam setiap faktor tercakup sedikit mungkin
variabel.
c. Metode equimax, bertujuan untuk mengkombinasikan metode quartimax dan varimax.
ax.
ay. Kelanjutan dari rotasi faktor adalah tahap interpretasi faktor berdasarkan bobot
masing-masing variabel dalam setiap faktor. Tahapan interpretasi :
1. Dimulai variabel pada urutan pertama. Interpretasi dimulai dengan bergerak dari faktor
paling kiri ke faktor paling kanan pada setiap baris guna mencari bilangan yang nilai
mutlaknya paling besar dalam setiap baris tersebut.
2. Bilangan yang paling besar menunjukkan dalam faktor mana setiap variabel termasuk.
Dengan demikian, dapat diketahui variabel-variabel mana yang masuk daam suatu faktor.
3. Poin 1 dan 2 dilakukan beruang kali, sehingga semua variable telah mencakup dalam
faktor-faktor hasil ekstraksi.
4. Bila ada variable yang belum termasuk dalam saah satu factor (karena bobotnya kurang
dari keberartian) terdapat dua pilihan yang bias dilakukan :
a. Mengenterpretasikan solusi apa adanya tanpa mengikutkan variabel yang bobotnya
tidak signifikan.
b. Mengevaluasi variable yang yang tidak memiliki bobotnya signifikan tersebut. Tujuan
dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui relevansi variabel dalam penelitian yang
dilakukan.
az.
ba. Dari hasil pembobotan faktor awal, biasanya akan diperoleh bahwa konstribusi faktor
pada variabel kesamaan pertama sangat besar. Dalam hal ini, matriks faktor awal (yang
belum dirotasi) akan menunjukkan bahwa pola pembobotan pertama menggambarkan pola
terbesar mengenai hubungan dengan data dan seterusnya., dimana pola-pola ini tidak saling
berkorelasi satu sama lain. Matriks faktor seperti ini akan sulit untuk di interpretasikan,
karena berdasrkan teori, jumlah variansi yang terbesar pada faktor pertama dapat diartikan
bahwa semua distribusi variabel dibebankan pada faktor pertama saja, sementara faktor lain
bersifat bipolar (beberapa variabel berbobot positif dan beberapa lainnya negatif).
bb. Oleh karena itu, biasanya matriks faktor yang belum dirotasi hanya merupakan
perantara untuk mendapatkan solusi akhir yang diinginkan. Solusi yang lebih diinginkan akan
diperoleh apabila matriks faktor tersebut dirotasikan dulu sedemikian rupa sehingga akan
dihasilkan suatu struktur pembobotan factor yang lebih sederhana, yang lebih mudah
diidentifikasikan dan diinterpretasikan. Metode rotasi yang paling sering digunakan adalah
rotasi varimax. Tujuan rotasi varimax ini adalah untuk mencari harga maksimum dari
konstribusi variabel manifes pada salah satu variabel laten, sehingga memudahkan
interpretasi variabel laten tersebut. Jadi, rotasi varimax sebaiknya dilakukan jika pada proses
pembobotan faktor masih terdapat variabel manifes yang menyebar di antara lebih dari satu
faktor, atau jika sebagian bobot faktor dari variabel memiliki niai di bawah nilai terkecil yang
telah ditetapkan.
bc.
memang merupakan hubungan yang terpola atau sering disebut sebagai hubungan join
behavior antara variabel-variabel tersebut. Dua variabel dikatakan berkorelasi apbila
perubahan pada variabel yang satu akan berpengaruh pada variabel yang lain secara
beraturan, dengan arah yang sama atau berlawanan. Arah hubungan antara dua variabel dapat
dibedakan menjadi :
kanker
dengan
cara
menurunkan
jumlah
perokok,
membatasi
area
telah
detail
pada
kategori/subkategori.
tiap
Jika
berulang
pada
penyebab
paling umum
8. Untuk masing-masing
yang
item
yang
paling
consensus dalam daftar menurut prioritas, di mana prioritas pertama adalah penyebab
paling mungkin
bn. Contoh lain dari diagram tulang ikan yang digunakan sebagai proses pemecahan
masalah di perusahaan Rank Xerox dapat dilihat pada gambar 1.6.
bo.
1.5.
Analytical Hierarchy Process (AHP). Analytical Hierarchy Process adalah alat bantu
pengambilan keputusan yang sederhana, untuk menangani masalah yang kompleks., tidak
terstruktur, bahkan multiatribut. Metode ini dikembangkan olaeh Saaty (1980). Aplikasi dari
AHP telah diberlakukan di bebagai wilayah, seperti resolusi konflik, transportasi, kesehatan,
dan manufaktur. Kekuatan metode AHP terletak pada kemampuan meniru pendapat manusia
tentang aturan yang penting dalam faktor yang berbeda untuk mewujudkan tujuan atau hasil,
serta untuk membantu menstrukturkan masalah yang komplek dan multiatribut. Penyusunan
AHP terdiri dari tiga langkah dasar yaitu :
1. Disain hierarki
bq. Yang dilakukan AHP pertama kali adalah memecah persoalan yang kompleks dan
multi criteria menjadi hierarki. Proses dekomposisi, menyusun masalah berdasrkan
komponen utama. Hierarki paling atas, menunjuk pada fokus, terdiri dari satu elemen, yang
menjadi tujuan yang menyeluruh. Elemen yang mempengaruhi keputusan disebut sebagai
atribut atau kreteria, yang menunjukkan tingkat hierarki yang lebih bawah, yang
mungkin memiliki beberapa elemen. Atribut merupakan mutually exclusive dan
prioritasnya tidak bergantung pada elemen di bawahnya. Tingkatan paling bawah dari
hierarki disebut sebagai alternative. Ini merupakan pilihan keputusan yang biasa diambil,
seperti gambar di bawah ini
2. Memprioritaskan prosedur
br. Setelah maslah berhasil dipecahkan menjadi struktur hierarki, dipilih prioritas prosedur
untuk memperoleh nilai keberartian relative dari masing-masing elemen tiap level.
Penilaian berpasangan dimulai dari level kedua (level pertama atribut) dan diakhiri pada
level paling bawah (alternatif). Pada tiap level, masing-masing elemen dibandingkan
berpasangan satu dengan lainnya untuk mendapatkan nilai tingkat keberartian, berdasrkan
elemen yang berada langsung di atasnya. Pembuat keputusan harus mengekspresikan
normalisasi dan menemukan bobot prioritas pada tiap matriks. AHP menentukan berapa besar
konsistensi perbandingan berpasangan tersebut dengan rasio konsistensi (CR/Consistency
Ratio) pada tiap matriks. Jika CR lebih besar dari 0,10, artinya terdapat 10% peluang bahwa
masing-masing elemen tidak dibandingkan dengan layak. Dalam kasus ini, pembuat
keputusan harus mengkaji ulang proses perbandingan yang telah dilakukan. Selanjutnya,
dilakukan perhitungan matematis untuk mendapatkan nilai konsistensi yang lebih kecil dari
0,10. Berikutnya,dilakukan perhitungan untuk semua level dan matriks perbandingan, sampai
pada level alternatif meski proses matematis AHP cukup rumit, hal ini dapat dilakukan
dengan mudah menggunakan alat bantu software Expert Choice yang lebih mudah dan
akurat. ( Turban, 1993; Partovi and Hopton, 1994).