Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

Oleh :
Krisna Tri Haryono
G4D014060

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2015

A. Latar Belakang
Otak merupakan salah satu organ terpenting dari tubuh. Hampir semua bagian
tubuh kita diatur dan dikendalikan oleh otak, mulai dari melihat, mendengar, berbicara,
kemampuan berpikir, bergerak, mempertahankan keseimbangan, sampai emosi. Seperti
halnya organ tubuh yang lain, otak juga dapat mengalami gangguan. Salah satu gangguan
yang sering terjadi adalah stroke. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2005). Stroke masih
menjadi masalah medis yang menyebabkan kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa
dan nomor 3 di Amerika. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami kelemahan yang
memerlukan perawatan (Batticaca, 2008). Karena begitu banyaknya kasus stroke yang
terjadi pada penduduk dunia, maka perlu untuk mengetahui lebih lanjut mengenai stroke.
Tujuan dari laporan pendahuluan ini adalah untuk mengetahui pengertian stroke, tanda
dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, serta penatalaksanaan dari stroke.
B. Pengertian
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul akibat terjadi adanya gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak, sehingga
seseorang dapat menderita kelumpuhan atau bahkan kematian. Sroke dapat dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Stroke hemoragik
adalah stroke yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah pada otak. Sedangkan stroke
non hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat berkurangknya suplai darah, oksigen,
dan nutrisi ke otak akibat adanya sumbatan pada pembuluh darah (Batticaca, 2008).
C. Klasifikasi Stroke Hemoragik
Menurut Smeltzer & Bare (2005), stroke hemoragik dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis menurut tempat terjadinya perdarahan. Klasifikasi tersebut antara
lain adalah :
1. Perdarahan Sub Dural (PSD)
Perdarahan subdural terjadi diantara duramater dan araknoid. Perdarahan dapat terjadi
akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di
permukaan otak dan sinus venosus di dalam dura mater atau karena robeknya
araknoid.
2. Perdarahan Sub Arakhnoid (PSA)

Perdarahan Subaraknoid (PSA) adalah keadaan akut dimana terdapatnya/masuknya


darah ke dalam ruangan subaraknoid, atau perdarahan yang terjadi di pembuluh darah
di luar otak, tetapi masih di daerah kepala seperti di selaput otak atau bagian bawah
otak.6 PSA menduduki 7-15% dari seluruh kasus Gangguan Peredaran Darah Otak
(GPDO). PSA paling banyak disebabkan oleh pecahnya aneurisma (50%).
3. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh
darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma, dimana 70% kasus
PIS terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior (batang otak dan
serebelum) dan 10% di hemisfer (di luar kapsula interna). PIS terutama disebabkan
oleh hipertensi (50-68%).
D. Etiologi
Secara umum, penyebab terjadinya stroke menurut Smeltzer & Bare (2005),
antara lain adalah:
1. Trombosis serebrdal (adanya bekuan pada pembuluh darah otak atau leher).
2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain).
3. Iskemia serebral (penurunan aliran darah ke otak).
4. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak).
E. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya stroke menurut Smeltzer &
Bare (2005) antara lain adalah : (1) usia; (2) hipertensi; (3) riwayat penyakit
kardiovaskular; (4) kolesterol darah tinggi; (5) obesitas; (6) peningkatan hematokrit
meningkatkan risiko infark serebri; (7) diabetes; (8) merokok; (9) penyalahgunaan obat
(khususnya kokain); (10) konsumsi alkohol; (11) herediter.
F. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari stroke secara umum antara lain adalah kehilangan motorik
(hemiparese/hemiplegi), kehilangan komunikasi (disartria, disfasia, apraksia), afasia,
gangguan persepsi (penurunan lapang pandang, diplopia), kerusakan fungsi kognitif dan
efek psikologis, serta disfungsi kandung kemih (Smeltzer & Bare, 2005). Sedangkan
tanda dan gejala yang muncul pada stroke hemoragik menurut Batticaca (2008), antara
lain adalah :
1. Perdarahan sub dural

Gejala-gejala perdarahan sub dural adalah nyeri kepala progresif, ketajaman


penglihatan mundur akibat papil edema yang terjadi, dan tanda-tanda defisiensi
neorologik daerah otak yang tertekan.
2. Perdarahan intraserebral
a. Nyeri kepala
b. Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau marah
c. Mual atau muntah pada permulaan serangan
d. Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan
e. Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang dari
jam-2 jam, <2% terjadi setelah 2 jam-19 hari)
3. Perdarahan sub arachnoid
a. Nyeri kepala hebat dan mendadak
b. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi
c. Ada gejala atau tanda meningeal
d. Pepiledema terjadi bila perdarahan sub arachnoid karena pecahnya aneurisma pada
areteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.
G. Patofisiologi
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan
iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat <10-15 menit dapat
menyebabkan defisit sementara dan bukan deficit permanen. Sedangkan iskemik yang
terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan
mengakibatkan infark pada otak.
Setiap deficit fokal permanen akan bergntung pada daerah otak mana yang
terkena. Pembuluh darah yang paling serng mengalami inskemik adalah arteri serebri
tengah dan arteri karotis interna. Deficit fokal permanen dapat tidak diketahui jika klien
pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena thrombus atau emboli,
maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringa otak. Kekurangan oksigen
dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan
kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan
nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah pada otak akan menimbulkan gangguan pada
subarachnoid atau ke adalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya
penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri
serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan
setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.

Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan thrombus oleh fibrin trombosit


dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Rupture ulangan
merupakan risiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.
Rupture ulangan menyebabkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu,
menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat menimulkan
gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan cairan serenrospinal (CSS),
dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi
ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obsttruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan
tekanan intracranial (TIK) yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan
TIKyang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum. Disamping itu,
terjadi bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernapasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat
mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas
mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri
atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan
dan menyebabkan konstriksi arteri ota. Vasospasme merupakan komplikasi yang
mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark
(Batticaca, 2008).

H. Pathway

Sumber : Muttaqin (2008)

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Batticaca (2008) yaitu:
1. Angiografi serebral
Untuk membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, misalnya karena
pertahanan atau sumbatan arteri.
2. CT scan
Untuk mengetahui adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral,
dan tekanan intracranial (TIK).
3. MRI
Untuk menunjukkan daerah infark, perdarahan, dan malformasi arteriovena (MAV).
4. Ultrasonografi Doppler (USG doppler)
Untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis (aliran
darah atau timbulnya plak) ) dan arteriosclerosis.
5. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah
lesi yang spedifik.
6. Pemeriksaan laboratorium
J. Pengkajian
1. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya serangan, gejala yang timbul)
2. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, jantung, DM, disritmia, ginjal, pernah
3.
4.
5.
6.

mengalami trauma kepala).


Riwayat penyakit keluarga (hipertensi, DM, jantung)
Aktivitas (perubahan pergerakan, hemiparesis/hemiplegi)
Sirkulasi
Makanan/cairan (nafsu makan, mual, muntah, hilang sensasi pengecapan pada lidah,

obesitas sebagai faktor risiko).


7. Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan berkurang atau
ganda, afasia, reaksi pupil tidak sama).
8. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah laku yang tidak
stabil, gelisah)
9. Pemeriksaan GCS
10. Tanda vital
11. Perubahan fungsi sensorik, motorik, kesulitan bernapas, afasia
K. Diagnosa
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial
b. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular
c. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral
d. Defisit perawatan diri b.d paralisis, hemiparesis, quadriplegia
e. Kurangnya pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai pencegahan, perawatan,
dan pengobatan stroke
f. Risiko cedera b.d paralisis
g. Risiko kerusakan integritas kulit b.d paralisis, hemiparesis/hemiplegi, penurunan
mobilitas

h. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d


ketidakmampuan menelan
i. Perubahan proses berpikir b.d kerusakan otak, konfusi, ketidakmampuan untuk
mengikuti instruksi
j. Perubahan proses keluarga b.d penyakit berat dan beban pemberian keperawatan
L. Intervensi Keperawatan
Menurut Smelzer & Bare (2005), intervensi keperawatan yang dilakukan pada
pasien dengan stroke antara lain adalah :
1. Memonitor tanda-tada vital
2. Memonitor kesadaran dan GCS
3. Memonitor tekanan intrakranial
4. Memperbaiki mobilitas dan mencegah deformitas (melakukan dan mengajarkan
ROM, mengubah posisi)
5. Membantu mencapai kemampuan perawatan diri
6. Membantu dalam pengontrolan kandung kemih
7. Memperbaiki proses berpikir (membentuk program latihan untuk melatih kemampuan
persepsi-kognitif,

kesan

penglihatan,

orientasi

mengembalikan kemampuan dalam mengingat)


memperbaiki kemampuan berbicara

8. Membantu

realitas

dan

(membantu

latihan

untuk

mengkondisikan

lingkungan yang kondusif untuk berkomunikasi, memberikan dukungan moral,


mengajak berbicara dengan gaya bicara lambat dan mempertahankan bahasa)
9. Mempertahankan integritas kulit (membantu dalam mengubah posisi pada tempat

tidur)
10. Menurunkan kecemasan dan memberikan pendidikan kesehatan mengenai stroke
11. Meningkatkan koping keluarga melalui penyuluhan kesehatan
M. Pencegahan Stroke
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya
stroke adalah :
1. Menghindari merokok, minum kopi, dan alkohol
2. Mencegah obesitas dengan mempertahankan berat badan yang ideal
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi
4. Batasi makan makanan yang berkolesterol dan banyak mengandung lemak
5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang
6. Olahraga teratur
N. Penatalaksanaan medis
1. Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan untuk mengatasi dan menghentikan perdarahan
yang terjadi pada otak.
2. Tindakan konservaif

a. Pencegahan peningkata tekanan intrakranial lebih lanjut dengan upaya untuk


mengendalikan hipertensi dan pengobatan kejang.
b. Pengendalian peningkatan intrakranial dengan

pemberian

diuretik

dan

kortikosteroid.
c. Pemberian antikoagulan untuk mencegah terjadinya dan memberatnya thrombosis
atau embolisme dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
O. Penanganan dan Perawatan Stroke di Rumah
1. Berobat secara teratur ke dokter
2. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk
dokter
3. Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh
4.
5.
6.
7.
8.

yang lemah atau lumpuh


Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah
Bantu kebutuhan klien
Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik
Periksa tekanan darah secara teratur
Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke

Daftar Pustaka
Batticaca, Fransisca. B. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai