Yusuf
Yusuf
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. bahwa penulis telah menyelesaikan tugas
Pendididkan Agama Islam dengan membahas Terjadinya Pembaharuan Islam dan Ilmuanilmuan muslim di dunia
, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penilis menyadari bahwa kelancaran
dalam penyusunan tugas PAI ini tidak lain berkat bantuan, dorongan orang tua. Sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapakan terima
kasih kepada Bapak Guru bidang Study pelajaran Agama Islam yang telah memberikan tugas,
petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
Semoga tugas pai ini dapat bermamfaat khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapakn dapat tercapai Amin
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setelah islam mengalami kekalahan dalam perang salib, banyak yang terjadi
kemunduran pada umat islam. Perubahan besar pun terjadi pada Barat dari segala aspek,
mulai dari ilmu pengetahuan hingga sistem kemiliteran. Barat dan islam menjadi dua sisi
yang berlawanan karena masing-masing memiliki dua perbedaan mencolok. Barat
mengambil komponen-komponen penting dalam islam, tanpa meninggalkan sisa sedikitpun.
Terbukti dengan pembakaran perpustakaan-perpustakaan islam dan perampasan buku-buku
ilmu pengetahuan, hingga akhirnya islam memasuki era kegelapan. Umat muslim sedikit
demi sedikit tersingkirkan dari pergerakan zaman, sampai pada akhirnya umat
muslim;sebagian dari mereka namun tidak semua, merasa bahwa hal yang terjadi pada islam
ini berupa kemunduran dan masa kegelapan haruslah diakhiri.
Umat islam pun melakukan semacam Renaisance. Tapi bagi umat islam, tidak hanya
ilmu yang dikedepankan, namun juga dari segi keagamaan yang tentunya orang Barat tidak
punya. Perlahan-lahan umat islam mulai meneliti faktor-faktor kemunduran dan komponen
apa saja yang harus diperbaiki untuk kembali pada masa yang cerah. Satu persatu muncul
tokoh-tokoh berpendidikan dari umat islam.Masing-masing dari mereka melakukan remedi
atau perbaikan pada hampir seluruh komponen yang dapat membantu kembalinya kejayaan
umat islam. Seperti membentuk organisasi yang berlandaskan keislaman untuk memperjelas
tujuan umat muslim dalam berjuang melawan Barat dan racun-racunnya.Hingga pada masa
kini dampak dari pergerakan mereka masih tercermin dalam organisasi-organisasi islam yang
bergerak untuk membela islam dan membangun generasi islam. Namun pembahasan pada
makalah ini lebih pada ide-ide dan pembaharuan yang dilakukan pada pembaharu tersebut,
juga apa sumbangan nyata yang mereka berikan dan dapat kami manfaatkan hingga sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang terjadinya pembaharuan islam ?
2. Siapa saja tokoh pembaharuan islam ?
3. Siapa saja tokoh Ilmuan-ilmuan muslim di dunia?
BAB II
PEMBAHASAN
- Paham tauhid yang dianut kaum muslimim yang bercampur dengan kebiasaan yang
dipengaruhi oleh kelompok-kelompok, pemujaan terhadap orang-orang suci dan hal lain yang
membawa kepada kekufuran.
- Sifat jumud membuat umat islam berhenti berpikir dan berusaha. Umat islam maju
dikarenakan pada saat itu mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu selama
umat islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir untuk berijtihad maka mereka tidak
mungkin mengalami kemajuan. Untuk itu perlu diadakan pembaharuan yang berusaha
memberantas kejumudan.
- Umat islam selalu berpecah belah, mereka tidak akan mengalami kemajuan apabila tidak
adanya persatuan dan kesatuan yang diikat oleh tali ajaran islam. Karena itulah, bangkit suatu
gerakan pembaharuan.
- Hasil dari kontak yang terjadi antara dunia islam dan barat. Dengan adanya kontak ini
mereka sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan barat. Terutama
sekali saat terjadinya peperangan antara kerajaan ustmani dengan kerajaan eropa, yang
biasanya tentara kerajaan utsmani selalu menang dalam peperangan dan pada akhirnya
mengalami kekalahan ditangan barat. Hal ini membuat pembesar-pembesar utsmani
menyelidiki rahasia kekuatan militer eropa yang baru muncul. Ternyata rahasianya adalah
kekuatan militer modern yang dimiliki eropa sehingga pembaharuan juga dipusatkan pada
bidang militer.[1]
Pembahuran dalam islam berbeda dengan renainsans Barat. Kalau renainsans Barat
muncul dengan menyingkirkan agama, maka pembaharuan islam sebaliknya, yaitu untuk
memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran agama islam. Islam bukan hanya mengajak maju ke
depan untuk melawan segala kebodohan dan kemajuan islam itu sendiri.
B. Tokoh-tokoh pembaharuan Islam
Berawal dari kemunduran yang di alami oleh umat islam dan Barat semakin
menunjukan Eksistensinya sebagai pusat peradaban. Akhirnya munculah banyak pemikirpemikir islam yang tersadar bahwa keadaan umat islam saat itu sangat terbelakang. Maka
mereka melakukan suatu gerakan yang menghasilkan gagasan untuk membangkitkan umat
islam dari ketepurukan itu. Dan sangat banyak tokoh-tokoh yang memberikan jasa nya. Di
makalah ini kita hanya memaparkan beberapa tokoh yang paling berpengaruh bagi islam.
memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu
Tuhan".
Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal-usul dan
kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya terkeliru dengan mereka kerana
mereka mendakwa mazhab mereka menuruti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, alHanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah sebuah mazhab dalam Ahl al-Sunnah
wa al-Jama'ah. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah
seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan abangnya adalah seorang qadhi (mufti
besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang
bersangkutan dengan agama.
Dia menempuh berbagai macam cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai
dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau
juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau
berdakwah dengan besi (pedang).
Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya,
salah satunya adalah Dahham bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para
ulama dan penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke seluruh
penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan
tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga
bahaya bidah, khurafat dan takhayul.
Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan
luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di
antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di
luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh
dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afganistan,Afrika Utara, Maghribi, Mesir,
Syria, Iraq dan lain-lain lagi.
Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih
di Dariyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan
berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab.
Muhammad bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29
Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun.[2]
2. Muhammad Abduh
Sang Modernis yang Tradisional
Akhir abad ke-18 dunia islam terbantai oleh penjajah. Mesir, Pakistan, Sudan dan
Bangladesh, Malaysia dan Brunei Darussalam diduduki Inggris. Aljazair, Tunisai dan Maroko
dijajah perancis. Italia mendapatkan Libya. Indonesia oleh Belanda. Pada saat itu juga
kekhalifaan yang menjadi kebesaran islam yang ada di Turki yaitu kahlifah Utsmani dalam
keadaan sakit. Dan Muatfa Kamal Attaturk mengganti sistem pemerintahan kesultanan
menjadi republik sekuler untuk menyelamatkan Turki. Sejak inilah dunia islam mengalami
kemunduran.
Sebenarnya kemunduran islam sudah terjadi 6 abad sebelumnya. Yaitu pada
pemerintahan Andalusia dan kekhalifahan Bani Abbasiyah oleh tentara Mongol, selama itulah
pemikiran islam berhenti. Dan pada abad ke 19 kondisi mencair dengan muculnya pelopor
yang mengelaborasikan antara agama yang di sesuaikan pemahaman masyarakat. Sejarah
mencatat, peranan Muhammad Abduh tidak hanya membangkitakan gerakan revolusioner
melalui pemikiranya akan tetapi sebagai pencetus muncul paham islam kiri dan islam
kanan melalui murid-muridnya. Gerakan revolusionernya membuat takut pemerintahan
kolonial. Munculnya gerakan perlawanan umat islam terhadap Eropa juga salah satu
pemikiran Abduh.
Abduh, nama lengkapnya Muhammad Abduh bin Hassan Khair Ullah, lahir di desa
Mahalat Nashr, provinsi Gharbiyah, Mesir pada 1265 H. Dia menganal agama dari orang
tuanya. Dia sudah dapat menghafal seluryh isi al-Quran dari kecil. Dan dia melanjutkan
pendidikan formalnya di Thanta, dis ebuah lembaga pendidikan Masjid Al-Ahmad, milik AlAzhar.
Gurunya, Syaikh Darwisi membimbingnya dan mengantarkannya dalam kehidupan
sufi. Tahun 1871 Abduh bertemu dengan Jmaludin Al-Afghani. Pada jamaludi Al-Afghani dia
belajar filsafat, ilmu kalam, ilmu pasti, ilmu pengetahuan lain yang juga didapatkan di alAzhar metode diskusi yang diterapakan Jamaludin menarik minat Abduh.
Dalam karirnya ia pernah menjadi dosen di Al-Azhar, Dar Al-Ulum dan perguruan
bahasa Khedevi. Ia pernah menjadi mufti Mesir dan menjabat sebagai Hakim agung. Di
jurnalistik ia adalah penulis produktif dari sebuahkoran dan dia menjadi pimpinan redaksi,
yaitu koran Waqai Al-Misriyah yang membahas persoalan politik, sosial, agama dan negara.
Dia meninggal pada tahun 1905.
Gagasan Pembaharuan
Kontribusi pembaharuan pemikiran abduh paling menonjol dan menjadi fokus
gerakanya meliputi dua bidang yaitu teologi dan hukum, dua aspek ini yang dianggapnya
vital yang telah di lupakan oleh umat islam sehingga benih kemunduran di setiap kehidupan
tidak dapat dihindari.
Pemikiran teologi Abduh didasari oleh tiga hal yaitu; kebebasn manusia dalam
memilih perbuatan, kepercayaan yang kuat terhadapsunnah allah dan fungsi akal yang sangat
dominan dalam menggunakan kebebasan. Pandangan Abduh tentang perbuatan manusia
bertolak dari satu deduksi, bahwa manusia adalah mahluk yang bebas dalam memilih
perbuatanya, akan tetapi kebebasan tersebut bukanlah kebebasan tanpa batas.
Abduh memandang akal berperan penting dalam mencapai pengetahuan yang hakiki
tentang iman, bahkan menurut Abduh akal memilik kekuatan yang sangat tinggi. Berkat akal,
orang dapat mengetahui adanya tuhan dan sifat-sifat nya, adanya hidup di akhirat ,
kewajjiban terhadap tuhan, kebaikan dan kejahatan, serta mengetahui kewajiban membuat
hukum-hukum. Tapi bukan berarti manusia tidak membutuhkan wahyu. Wahyu tetap
dibutuhkan, sebab wahyu sesungguhnya memiliki dua fungsi utama, yakni menolong akal
untuk mengetahui secara rinci kehidupan akhirat dan menguatkan akal dalam mendidik
manusia untuk hidup damai dalam lingkungan sosialdengan itu maka para mukmin baru
dapat mengenali tuhan dengan baik yang tercermin oleh tindakan baik manusia.
Dalam aspek hukum, pemikiran Abduh tercermin dalam 3prinsip, yaitu: al-Quran
sebagai sumber syariat , memerangi taklid dan berpegang kuat pada akal dalam memahami
ayat Al-Quran.dia membagi syariat menjadi 2: yang pasti (qathi) dan yang tidak pasti
(zhani). Hukum syariat yang pertama wajib mengetahui dan mengamalkan tanpa interpertasi
karena dia jelas dalam al-Quran dan al-Hadits. Yang kedua dengan tunjukan nash dan ijma
yang tidak pasti.
Jenis hukum kedua hukum inilah yang mejadi lapangan ijtihad dan mujtahid. Dalam
komteks ini, ijtihad Abduh tampak begitu jelas. Bebeda pendapat, menurutnya wajar dan
merupakan tabiat manusia. Keseragaman berpikir dalam semua hal adalah sesuatu yang tidak
mungkin di wujudkan. Akan membawa perpecahan jika semua perbedaan pendapat di jadikan
sebagai hukum. Maka dari itu kita harus kembali pada sumber aslinya, yaitu al-Quran dan as-
Sunnah. Bagi yang berilmu pengetahuan wajib berijtihad, sedangkan bagi awam wajib
bertanya pada orang yang ahli dalam agama.
Dia menyarankan agar para ahli fiqih membentuk tim yang bekerja untuk
mengadakan penelitian tentang pendapat yang terkuat di antara di antara pendapat-pendapat
yang ada. Kemudian keputusan itu yang di jadika pegangan umat islam. Tim ahli fiqih itu
juga bertugas mengadaka reinterpretasi terhadap hasil ijtihad ulam amupun mazhab masa
lalu, jadi, menurutnya, bermazhab mencontoh metode ber-instinbath hukum.
Peran dan kiprah Abduh mengangkat citra islam dan kualitas umatnya tidak kecil.
Dialah seorang mujahid dan mujadid sekaligus pada masanya. Bukan saja mengalami
tentangan internal dan eksternal. Berkat upayanya, meski begitu maksimal, modernisme
pemikiran sudah kelihatan. Dalam amatan cendikiawan muslim indonesia Dr. Nurcholis
Majid (islam kemoderenan dan keindonesiaan mizan: 1987), modernisme Abduh, antara
lain, tercermin dalam sikapnya yang apresiatif terhadap filsafat yang di perolah dari gurunya
yaitu Jamaludin al-Afghani, seorang penganjur gigi Pan-Islamisme dan orator politik yang
memukau.
Di Indonesia, pemikiran Abduh banyak mempengaruhi pelajaran dan patron ormas
lainnya. Di antara warisan nya adalah Risalah Al-Tauhid sedangkan Tafsir Al-Manar
merupakan kumpulan pidato-pidatonya, pikiran-pikiran, dan ceramah-ceramhanya yan di
tulis oleh muridnya, Syaikh Muhammad Rasyid Ridha.
Kiri dan kanan Islam
Tidak berlebihan jika Abduh dikatakan sebagai seorang figur yang modernis yang
menggerakan kebangkitan umat islam. Karena modernis , Abduh tetap di terima di kalangan
Al-Azhar , terbukti ia tetap menjadi mufti agung Mesir. Dalam hal ini, Abduh sangat pandai
bagaimana bersikap sebagai orang alim dan sekaligus menjadi intelektual modernis. Selama
menjadi mufti, ia mengeluarkan fatwa yang berkaitan dengan persoalan-persoalan modernis.
Tiga fatwa nya yang terkenal dan masih kontroversial yaitu bunga bank, pakaian tradisional
dan tentang daging hasil sembelih non-muslim.
Karena sikapnya yang dua wajah itu ia diterima oleh kalangan tradsional dan
modernis, dengan sama kuatnya. Dalam satu sisi, ia selalu dilihat sebagai seorang tokoh alim,
mujtahid dan penganjur doktrin orisinalitas Islam. Pada sisi lain, Abduh juga dianggap
sebagai reformis yang toleran, liberal dan kaya akan gagasan-gagasan modern. Tidak heran
kalau murid-murid Abduh kemudian terpecah menjadi dua kelompok besar yang oleh Hasan
Hanafi, pemikir Mesir kontemporer, dianalogikan seperti murid-muridnya Hegel dalam
tradisi filsafat Barat.
Sama seperti yang Hegel lahirkan yaitu dikotomi kanan dan kiri, menurut Hasan
Hanafi, murid-murid Abduh juga dapat dikategorikan seperti kelompok kanan yang
cenderung mengembangkan pemikiran-pemikiran keagamaan, dan kelompok kiri Abduh
yang lebih cenderung mengembangkan gagasan modernnya. Di antara murid-murid Abduh
yang memiliki kecenderungan kanan adalah Muhammad Rasyid Ridha (w.)(1935) dan
Shakib Arselan (w.)(1946), Sayyid Qutb dan Hasal al-Banna. Sementara Qasim Amin (w.)
(1908), Thaha Husein, Ali Abduraziq, Hasan Hanafi di anggap sebagai murid-murid Abduh
beraliran kiri. Kecenderungan kanan dan kiri dalam aliran mazhab Abduh ini dalam
perkembangsn selanjutnya mengalami radikalisasi yang cukup signifikan. Baik yang kiri
dan kanan sama-sama menganggap dirinya sebagai penerus Abduh yang paling benar.[3]
BENTUK PEMIKIRANNYA
Pada dasarnya, pemikiran-pemikiran pembaruan yang diajukan Rasyid Ridha, tidaklah
banyak berbeda dengan ide-ide yang disampaikan oleh Afghani dan Muhammad Abduh. Ia
juga berpendapat bahwasanya umat Islam mundur karena tidak lagi menganut ajaran-ajaran
Islam yang sebenarnya. Perbuatan-perbuatan mereka telah menyeleweng dari ajaran-ajaran
islam yang sebenarnya.
Sebenarnya, ia telah mulai menjalankan ide-ide pembaruannya semenjak ia masih
berada di Suria, tetapi usaha-usahanya tersebut mendapat tantangan dari pihak kerajaan
Usmani. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk hijrah ke Mesir, dekat dengan gurunya,
Muhammad Abduh.
Beberapa bulan kemudian, ia mulai menerbitkan majalah yang cukup ternama, yaitu alManar. Di dalam nomor pertama dijelaskan bahwa tujuan al-Manar adalah sama dengan
tujuan al-Urwah al-Wutsqa, yaitu antara lain adalah mengadakan pembaruan dalam bidang
agama, sosial dan ekonomi, memberantas takhayul dan bidah-bidah yang masuk ke dalam
tubuh Islam, menghilangkan faham fatalisme yang terdapat dalam kalangan umat Islam serta
faham-faham salah yang dibawa tarekat-tarekat tasawuf, serta meningkatkan mutu
pendidikan dan membela umat Islam dari permainan-permainan politik negara-negara Barat.
Sebagai tokoh pembaruan yang masih condong pada ajaran-ajaran ibnu Taimiyah dan
sekaligus sebagai penyokong aliran Wahabi, ajarannya berpaham salaf yang bertujuan
mengembalikan ajaran Islam kepada al-Quran dan hadits.
Secara umum, pandangan Islam yang dipegang oleh Rasyid ridha, adalah seperti yang
disebarluaskan oleh Afghani dan Muhammad Abduh. Pandangan ini dimulai dari pertanyaan
tentang mengapa dunia Islam mengalami ketertinggalan dalam semua aspek peradaban. Dan,
jawaban mendasar mengenai hal tersebut adalah ajaran-ajaran dan perintah-perintah Islam
yang pada dasarnya serba mencakup, sehingga jika dipahami dengan benar dan dipatuhi
sepenuhnya, ia akan membawa pada kesuksesan dunia dan akhirat kelak.
Umat Islam adalah jantung dari peradaban dunia selama ia benar-benar Islami.
Penyebab ketertinggalan ini adalah dikarenakan muslim telah kehilangan kebenaran sejati
agamanya. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya penguasa-penguasa politik yang buruk.
Menurut Rasyid Ridha, kejayaan Islam masa lalu dapat tercipta kembali, apabila orangorang muslim bersedia kembali pada al-Quran dan perintah-perintah moral yang terkandung
di dalamnya. Sedangkan keterampilan teknis secara potensial adalah universal, dan
penguasaan atasnya tergantung pada kebiasaan-kebiasaan moral dan prinsip-prinsip
intelektual tertentu. Jika orang-orang muslim memilikinya, mereka akan dengan mudah dapat
meraih keterampilan teknis, dan kebiasaan-kebiasaan serta prinsip-prinsip semacam itu
sesungguhnya telah terkandung di dalam Islam.
Meskipun pada dasrnya ide-ide dan pemikiran yang dihasilkan oleh Rasyid Ridha
memiliki banyak kesamaan dengan ide-ide dan pemikiran sang Guru, Muhammad Abduh,
namun, diantara keduanya juga terdapat perbedaan. Salah satunya adalah, Muhammad
Abduh, bersifat lebih liberal dibandingkan Rasyid Ridha. Abduh tidak mau terikat pada salah
satu aliran atau mazhab yang ada dalam Islam, ia melepaskan diri dari aliran dan mazhab
yang pernah dianutnya, alasannya adalah karena ia ingin bebas dalam menelurkan ide-ide dan
pemikirannya. Pindah dari satu aliran ke aliran lain bukanlah kebebasan, melainkan terikat
pada ikatan-ikatan baru. Berbeda dengan Rasyid ridha, ia masih memegang mazhab dan
masih terikat pada pendapat-pendapat Ibn Hambal dan Ibn Taimiyah. Ia juga sangat
mendukung gerakan yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abdul Wahab, karena ia semazhab
dengannya.
Selain itu, perbedaan antara keduanya juga terlihat dari cara mereka menafsirkan ayatayat al-Quran. Bagi Abduh, ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mempunyai Wajah, Tangan,
Kursi, dan lain sebagainya, harus diberi interpretasi, dalam arti harus dimengerti makna yang
tersirat di dalammnya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan Kursi Tuhan adalah
Pengetahuan Tuhan, dan yang dimaksud dengan Tahta Tuhan adalah Kekuasaan-Nya. Bagi
Rasyid Ridha, kelihatanya, Tahta Tuhan masih mengandung arti sebagai tahta, meskipun
Tahta Tuhan tidaklah sama dengan tahta pada manusia.
Perbedaan-perbedaan tersebut, juga terlihat dalam karya mereka, yaitu tafsir alManar, misalnya ketika Rasyid Ridha memberikan komentar terhadap uraian Abduh dalam
menyoal permasalahan mengenai balasan di akhirat yang disebutkan dalam ayat ke-25 surat
al-Baqarah. Muhammad Abduh menekankan terhadap makna filosofis. Tafsiran iu
mengandung arti bahwa balasan yang akan diterima bersifat rohani. Rasyid Ridha dalam
komentarnya lebih menekankan balasan dalam bentuk jasmani, dan bukan dalam bentuk
rohani.
Ide-ide pembaruan Rasyid Ridha meliputi berbagai bidang, diantaranya adalah bidang
agama, bidang pendidikan, dan bidang politik, yang secara sedikit lebih terperincinya, akan
dibahas pada kalimat demi kalimat berikutnya.
Bidang Agama
Setelah banyak berguru kepada Muhammad Abduh, Rasyid Ridla berpendapat bahwa
madzhab dalam pengertian Muhammad Abduh adalah lebih ditekankan pada cara
pengambilan hukum dari nash yang ditempuh oleh seorang mujtahid tertentu. Jadi bukan
dalam artian mengikuti dan tunduk pada hasil mujtahid tertentu, tetapi bermadzhab adalah
dengan mengikuti cara-cara atau metode yang mereka tempuh dalam beristinbath hukum .
Dengan demikian bermadzhab bukan bagi mereka yang awam, seperti umum dipahami, tetapi
bagi mereka yang berijtihad dalam lingkungan madzhab tertentu. Mereka ini dalam istilah
Ushul Fiqh adalah Mujtahid Bil-Madzhab.
Maka fanatisme madzhab yang biasanya terjadi di kalangan awam dapat dihindari dan
sikap taklid bisa diatasi. Akan tetapi, menurut Abduh, yang terjadi di masyarakat adalah
sebaliknya. Generasi sesudah mujtahid mengikuti hasil ijtihad yang mereka dapatkan, bukan
mengambil cara yang ditempuh oleh para imam. Akibatnya, terjadinya perselisihan pendapat
yang membawa perpecahan di kalangan muslimin sendiri. Fanatisme madzhab pun mucul
dan taklid tidak bisa dihindarkan.
Rasyid ridha berpendapat bahwa faktor utama yang menyebabkan umat islam lemah,
adalah karena tidak lagi mengamalkan ajaran islam yang sebenarnya. Menurutnya, Islam
telah banyak diselimuti oleh faktor bidah yang menghambat perkembangan dan kemajuan
umat, diantara bidah-bidah yang dimaksudkan itu ialah pendapat bahwa dalam Islam
terdapat ajaran kekuatan batin yang membuat pemiliknya dapat memperoleh segala yang
dikehendakinya, dan sekaligus juga memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Selain
itu, bidah lain yang juga mendapat tantangan keras dari Rasyid Ridha, ialah ajaran syekhsyekh tarekat tentang tidak pentingnya kehidupan duniawi, tawakkal yang berlebihan, serta
kepatuhan yang berlebihan terhadap syekh dan wali.
Ia berpendapat bahwa salah satu penyebab mundurnya umat Islam lainnya adalah
paham fatalisme, karena paham tersebut menyebabkan manusia tidak memiliki etos kerja dan
cenderung tidak mau berpacu atau pasrah dengan keadaan. Menurutnya, salah satu penyebab
kemajuan Eropa adalah paham dinamika. Dalam pandangannya, sifat dinamis tersebut pada
dasarnya telah dimiliki oleh Islam, karena itu Islam harus bersikap aktif dan memberikan
penghargaan terhadap akal. Dinamika dan sifat aktif itu terkandung dalam kata jihad,
jihad dalan arti berusaha keras, dan bersedia berkorban untuk mencapai tujuan perjuangan.
Faham jihad serupa inilah yan menyebabkan umat islam di zaman klasik dapat menguasai
dunia.
Rasyid Ridha, sebagaimana Muhammad Abduh, menghargai akal manusia. Meskipun,
penghargaannya terhadap akal tidak setinggi penghargaan yang diberikan oleh Muhammad
Abduh. Baginya, akal dapat dipakai dalam hal yang berkenaan dengan hidup bermasyarakat,
dan tidak terhadap hal-hal yang berkenaan dengan ibadah. Ijtihad tidaklah diperelukan dalam
persoalan ibadah. Ijtihad hanya diperlukan dalam menghadapi persoalan-persoalan
bermasyarakat. Ijtihad juga tidak diperlukan terhadap ayat dan hadits yang mengandung arti
tegas, namun hanya terhadap ayat dan hadits yang tidak mengandung arti tegas, serta
terhadap persoalan-persoalan yang tidak disebutkan dalam al-Quran dan hadits. Disinilah
letak dinamika Islam dalam pandangan Rasyid Ridha.
Umat islam harus menggali kembali teks al-Quran tanpa harus terikat pada pendapat
para ulama terdahulu, sebab, akal dapat memberikan interpretasi atau pemahaman ulang
terhadap teks-teks al-quran dan hadist yang tidak mengandung arti tegas, atau
bersifat dhanny, apalagi persoalan-persoalan yang tidak terkandung dalam al-quran dan
hadits.
Untuk mengatasi sikap fanatik terhadap pendapat para ulama terdahulu, Rasyid Ridha
menganjurkan terhadap adanya toleransi bermazhab. Yang perlu dipertahankan dalam
kesamaan faham umat, menurutnya hanyalah mengenai hal-hal mendasar saja (misalnya
mengenai masalah ke-Tuhan-an), sedangkan dalam hal perincian dan bukan dalam hal yang
mendasar, diberikan kemerdekaan bagi tiap orang untuk menjalankan mana yang
disetujuinya.
Rasyid Ridha melihat perlunya diadakan penafsiran modern terhadap al-Quran, yaitu
penafsiran yang sesuai dengan ide-ide yang dicetuskan oleh gurunya. Ketika Muhammad
Abduh memberikan kuliah mengenai tafsir al-Quran di al-azhar, ia menuliskan keteranganketerangan yang diberikan oleh gurunya tersebut, dan kemudian disusun dalam bentuk
karangan teratur dan diperiksa kembali oleh Abduh, selanjutnya, karangan itu ia siarkan
dalam al-Manar. Yang dikemudian hari, menjadi titik awal tersusunnya tafsir al-Manar.
Namun, Muhammad Abduh hanya sempat menyelesaikan penafsiran hingga ayat ke-125 dari
surat an-Nisa (jilid III dari tafsir al-Manar), dan selanjutnya, diteruskan oleh Rasyid Ridha
sesuai dengan jiwa dan ide yang dicetuskan oleh sang guru.
Menurut Rasyid Ridha, umat harus dibawa kembali kepada ajaran islam yang
sebenarnya, murni dari segala bidah yang ada. Dan dalam pemahamannya, Islam yang murni
itu sangatlah sederhana, sederhana dalam ibadah, juga dalam muamalahnya. Ibadah terlihat
berat dan ruwet karena ke dalam hal-hal yang wajib dalam ibadah tersebut, telah ditambahkan
hal-hal yang bukan wajib, tetapi sebenarnya hanya sunnah. Sedangkan, mengenai hal-hal
yang sunnah ini, terdapat perbedaan faham, dan timbullah kekacauan.
Dalam soal muamalah, dasar-dasar seperti keadilan, persamaan, serta
pemerintahan, perincian dan pelaksanaannya, umatlah yang menentukan. Sedangkan, hukumhukum fiqh mengenai hidup kemasyarakatan, didasarkan kepada al-Quran dan Hadits,
namun demikian ayat-ayat al-Quran dan hadits tidak boleh dianggap absolut dan seakan
tidak dapat dirubah. Hukum-hukum itu timbul sesuai dengan suasan tempat dan zaman ia
timbul.
Bidang Pendidikan
Menurut Rasyid Ridha, membangun sarana pendidikan adalah lebih baik dibandingkan
membangun masjid. Menurutnya, masjid tidak besar nilainya apabila mereka yang shalat di
dalamnya hanyalah orang-orang bodoh. Akan tetapi dengan membangun sarana dan
prasarana pendidikan, akan dapat menghapuskan kebodohan. Dengan begitu, pekerjaan
duniawi dan ukhrawi akan menjadi baik dan teratasi.
Ia juga mengadakan berubahan kurikulum dengan melakukan penambahan materimateri seperti Teologi, Pendidikan Moral, Sosiologi, Ilmu Bumi, Sejarah, Ekonomi, Ilmu
Hitung, Ilmu Kesehatan, Bahasa-Bahasa Asing dan Ilmu Mengatur Rumah Tangga
(kesejahteraan keluarga) yaitu di samping ilmu-ilmu seperti Fiqh, Tafsir, Hadits, dan lainlainnya yang biasa diberikan di madrasah-madrasah tradisional.
Pada tahun 1909, ia menerima banyak keluhan mengenai aktivitas missi Kristen di
negara-negara Islam, dan untuk menandingi aktivitas tersebut, ia melihat perlunya diadakan
dan dibangun sebuah sekolah missi Islam. Akhirnya, pada tahun 1912, ia berhasil mendirikan
sekolah yang dimaksud, dengan nama al-Dawah wa al-Irsyad. Namun sayangnya, sekolah
missi tersebut tidaklah berumur panjang, karena terpaksa harus ditutup pada tahun 1914,
yaitu ketika pecahnya perang dunia I.
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, berpandangan bahwasanya untuk mengarahkan
dan membawa umat Islam pada kemajuan, kuncinya terletak pada upaya memperbarui
pendidikan dengan segenap komponen yang ada di dalamya. Serta, diarahkan kepada upaya
melahirkan manusia yang memiliki keunggulan dalam bidang ilmu agama dan umum.[4]
menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga
menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi
pendorong
lahirnya
Muhammadiyah
ialah
antara
lain:
Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga
menyebabkan merajalelanya syirik, bidah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam
tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam
tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya
ukhuwah
Islamiyah
serta
ketiadaan
suatu
organisasi
yang
kuat;
Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kaderkader
Islam,
karena
tidak
lagi
dapat
memenuhi
tuntutan
zaman;
Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta
berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;
dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam,
serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin
menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat. Karena itu, jika disimpulkan, bahwa
berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut:
(1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam.
Cntohnya: mengadakan pesta minuman keras, main judi, panco apabila ad raja2 yg
meninggal di istana. Lalu memotong kerbau.
(2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern
(3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan
(4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar.[6]
C.Gagasan Pemikiran KH. Ahmad Dahlan Pembaruan & Pemurnian Islam.
Formalitas beragama adalah fokus utama yang ingin didekonstruksi oleh Kyai
Dahlan. Ide pembaharuannya menyangkut akidah dan syariat, misalnya tentang upacara ritual
kematian, upacara perkawinan, kehamilan, sunatan, berziarah ke kuburan keramat,
memberikan sesajen kepada hal yang dianggap keramat dan sebagainya. Menurut Kyai
Dahlan, hal-hal tersebut bertentangan dengan Islam dan dapat menimbulkan perbuatan syirik
dan musyrik. Kyai Dahlan juga berupaya menegakkan ajaran Islam sesuai dengan Al-Quran
dan Hadist, berusaha mengedepankan ijtihad jika ada hal yang tidak dapat dalam Al-Quran
maupun Hadist serta berusaha menghilangkan taqlid (pendapat ulama terdahulu tanpa ada
dasarnya) dalam fiqih dan menegakkan amar maruf nahi munkar.
Rupannya dengan masuknya Ahmad Dahlan pada semua organisasi tersebut di atas
dakwahnya semakin meluas dan mendapat respon positif dan di dukung oleh kalangan
modernis dan perkotaan. Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak,
yang akhirnya pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan
bagi pikirannya yaitu Muhammadiyah
Pembaharuan Lewat Pendidikan
Tak kalah penting dalam pembicaraan kita tentang Kyai Dahlan adalah semangatnya
sebagai seorang pendidik. Beliau begitu intens mengkritik dualisme pendidikan pada
masanya. Pandangan muslim tradisional terhadap pendidikan terlalu menitikberatkan pada
aspek spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat dari lembaga pendidikannya yaitu
pesantren. Pesantren lebih mengembangkan ilmu agama dibanding ilmu pengetahuan
sehingga menyebabkan kemunduran pada dunia Islam karena umat Islam hanya memikirkan
masalah akhirat dan menimbulkan sikap pasrah.
Begitu pun dengan sistem pendidikan kolonial. Dilihat dari metode pengajaran dan
alat-alat pendidikannya, memang terbilang banyak sekali manfaat dan kemajuan yang bisa
diraih siswa dari pendidikan kolonial ini. hanya saja, dalam sekolah kolonial tidak terdapat
pelajaran tentang agama, khususnya Islam. Hal ini menyebabkan siswa cakap secara
intelektual namun lemah karakter dan moralitasnya. Karena itulah Kyai Dahlan memandang
penting persoalan sinergi antara ilmu umum dan agama. Karena itulah institusi pendidikan
Muhammadiyah tidak memberlakukan pemisahan antara ilmu umum dan agama.
Sekolah Muhammadiyah yang pertama telah berdiri satu tahun sebelum
Muhammadiyah sebagai organisasi berdiri. Pada tahun 1911 Kyai Dahlan mendirikan sebuah
madrasah di rumahnya yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kaum muslim terhadap
pendidikan agama dan pada saat yang sama memberikan mata pelajaran umum. Di sekolah
itu, pendidikan agama diberikan oleh Kyai Dahlan sendiri dan pelajaran umum diajarkan oleh
seorang anggota Budi Utomo yang juga guru di sekolah pemerintah.
Ketika sekolah ini dibuka hanya ada 9 murid yang mendaftar. Hal itu membuktikan
bahwa umat Islam belum memandang pentingnya ilmu pengetahuan umum dan agama.
Respon tersebut tidak mematahkan semangat Kyai Dahlan. Ia tidak segan-segan mendatangi
anak-anak sampai ke rumahnya untuk mengajak mereka masuk sekolah. Kyai Dahlan juga
memberikan perhatian khusus pada pendidikan anak-anak perempuan. Karena bila anak lakilaki maju, anak perempuan terbelakang maka terjadi kepincangan. Pada tahun 1918 didirikan
sekolah Aisyiyah. Suatu pertanda bahwa pemikiran emansipasi pendidikan juga menjadi
perhatian Kyai Dahlan.
Sinergi antara ilmu umum dan agama juga merupakan tanda bahwa Kyai Dahlan
sangat menyadari pentingnya pembangunan kepribadian sebagai salah satu tujuan
pendidikan. Entah disadari atau tidak, upaya Kyai Dahlan menyinergikan antara ilmu umum
dan agama ini merupakan sebuah antitesis terhadap Prof. Snouck Hurgronje. Inilah sebab
mengapa pemikiran Kyai Dahlan di bidang pendidikan merupakan sebuah terobosan yang
membawa dampak besar bagi umat. Lebih jauh kedepan, dapat kita lihat hasilnya dengan
munculnya kader-kader Muhammadiyah yang turut mewarnai dunia politik dengan membawa
identitas ke-Islamannya.[7]
Hasbi adalah salah seorang tokoh yang menyerukan pembaharuan di Indonesia. Dan ia
termasuk salah seorang tokoh yang pernah mengusulkan perlunya menyusun fiqih baru ala
Indonesia. Ia menulis sekitar 72 judul buku dan tidak kurang dari 50 artikel dibidang tafsir,
hadits, fiqih, dan pedoman ibadah umum.[8]
Karya
logaritma diambil dari kata Algorismi, Latinisasi dari nama beliau. Nama beliau juga di serap
dalam bahasa Spanyol Guarismo dan dalam bahasa Portugis, Algarismo yang berarti digit.
Biografi
Sedikit yang dapat diketahui dari hidup beliau, bahkan lokasi tempat lahirnya sekalipun.
Nama beliau mungkin berasal dari Khwarizm (Khiva) yang berada di Provinsi Khurasan pada
masa kekuasaan Bani Abbasiyah (sekarang Xorazm, salah satu provinsi Uzbekistan). Gelar
beliau adalah Ab Abdu llh atau Ab Jafar.
Sejarawan al-Tabari menamakan beliau Muhammad bin Musa al-Khwrizm al-Majousi alKatarbali. Sebutan al-Qutrubbulli mengindikasikan beliau berasal dari Qutrubbull, kota kecil
dekat Baghdad.
Dalam Kitb al-Fihrist Ibnu al-Nadim, kita temukan sejarah singkat beliau, bersama dengan
karya-karya tulis beliau. Al-Khawarizmi menekuni hampir seluruh pekerjaannya antara 813833. setelah Islam masuk ke Persia, Baghdad menjadi pusat ilmu dan perdagangan, dan
banyak pedagang dan ilmuwan dari Cina dan India berkelana ke kota ini, yang juga dilakukan
beliau. Dia bekerja di Baghdad pada Sekolah Kehormatan yang didirikan oleh Khalifah Bani
Abbasiyah Al-Ma'mun, tempat ia belajar ilmu alam dan matematika, termasuk mempelajari
terjemahan manuskrip Sanskerta dan Yunani.
Karya
Karya terbesar beliau dalam matematika, astronomi, astrologi, geografi, kartografi, sebagai
fondasi dan kemudian lebih inovatif dalam aljabar, trigonometri, dan pada bidang lain yang
beliau tekuni. Pendekatan logika dan sistematis beliau dalam penyelesaian linear dan notasi
kuadrat memberikan keakuratan dalam disiplin aljabar, nama yang diambil dari nama salah
satu buku beliau pada tahun 830 M, al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa'l-muqabala
atau: "Buku Rangkuman untuk Kalkulasi dengan Melengkapakan dan Menyeimbangkan,
buku pertama beliau yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12.
Pada buku beliau, Kalkulasi dengan angka Hindu, yang ditulis tahun 825, memprinsipkan
kemampuan difusi angka India ke dalam perangkaan timur tengah dan kemudian Eropa.
Buku beliau diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Algoritmi de numero Indorum,
menunjukkan kata algoritmi menjadi bahasa Latin.
Beberapa kontribusi beliau berdasar pada Astronomi Persia dan Babilonia, angka India, dan
sumber-sumber Yunani.
Sistemasi dan koreksi beliau terhadap data Ptolemeus pada geografi adalah sebuah
penghargaan untuk Afrika dan Timur Tengah. Buku besar beliau yang lain, Kitab surat al-ard
("Pemandangan Bumi";diterjemahkan oleh Geography), yang memperlihatkan koordinat dan
lokasi dasar yang diketahui dunia, dengan berani mengevaluasi nilai panjang dari Laut
Mediterania dan lokasi kota-kota di Asia dan Afrika yang sebelumnya diberikan oleh
Ptolemeus.
Ia kemudian mengepalai konstruksi peta dunia untuk Khalifah Al-Mamun dan berpartisipasi
dalam proyek menentukan tata letak di Bumi, bersama dengan 70 ahli geografi lain untuk
membuat peta yang kemudian disebut ketahuilah dunia. Ketika hasil kerjanya disalin dan
ditransfer ke Eropa dan Bahasa Latin, menimbulkan dampak yang hebat pada kemajuan
matematika dasar di Eropa. Ia juga menulis tentang astrolab dan sundial.
Kitab I - Aljabar
Al-Kitb al-mukhtas a r f h isb al-jabr wa-l-muqbala (Kitab yang Merangkum Perhitungan
Pelengkapan dan Penyeimbangan) adalah buku matematika yang ditulis pada tahun 830.
Kitab ini merangkum definisi aljabar. Terjemahan ke dalam bahasa Latin dikenal sebagai
Liber algebrae et almucabala oleh Robert dari Chester (Segovia, 1145) dan juga oleh
Gerardus dari Cremona.
Beberapa manuskrip Arab di Berlin, Istanbul, Tashkent, Kairo dan Paris berisi pendekatan
material yang berkemungkinan berasal dari al-Khawarizm. Manuskrip di Istanbul berisi
tentang sundial, yang disebut dalam Fihirst. Karya lain, seperti determinasi arah Mekkah
adalah salah satu astronomi sferik.
Dua karya berisi tentang pagi (Marifat saat al-mashriq f kull balad) dan determinasi azimut
dari tinggi (Marifat al-samt min qibal al-irtif).
Beliau juga menulis 2 buku tentang penggunaan dan perakitan astrolab. Ibnu al-Nadim dalam
Kitab al-Fihrist (sebuah indeks dari bahasa Arab) juga menyebutkan Kitb ar-Ruma(t)
(buku sundial) dan Kitab al-Tarikh (buku sejarah) tapi 2 yang terakhir disebut telah hilang.
7. UMAR KHAYYAM
'Umar Khayym (18 Mei 1048 - 4 Desember 1131), dilahirkan di Nishapur, Iran. Nama
aslinya adalah Ghiytsuddin Abulfatah 'Umar bin Ibrahim Khayymi Nisybri . Khayym
berarti "pembuat tenda" dalam bahasa Persia.
Sang Matematikawan
Pada masa hidupnya, ia terkenal sebagai seorang matematikawan dan astronom yang
memperhitungkan bagaimana mengoreksi kalender Persia. Pada 15 Maret 1079, Sultan
Jalaluddin Maliksyah Saljuqi (1072-1092) memberlakukan kalender yang telah diperbaiki
Umar, seperti yang dilakukan oleh Julius Caesar di Eropa pada tahun 46 SM dengan koreksi
terhadap Sosigenes, dan yang dilakukan oleh Paus Gregorius XIII pada Februari 1552 dengan
kalender yang telah diperbaiki Aloysius Lilius (meskipun Britania Raya baru beralih dari
Kalender Julian kepada kalender Gregorian pada 1751, dan Rusia baru melakukannya pada
1918).
Dia pun terkenal karena menemukan metode memecahkan persamaan kubik dengan
memotong sebuah parabola dengan sebuah lingkaran.
Sang astronom
Pada 1073, Malik-Syah, penguasa Isfahan, mengundang Khayym untuk membangun dan
bekerja pada sebuah observatorium, bersama-sama dengan sejumlah ilmuwan terkemuka
lainnya. Akhirnya, Khayym dengan sangat akurat (mengoreksi hingga enam desimal di
belakang koma) mengukur panjang satu tahun sebagai 365,24219858156 hari.
Ia terkenal di dunia Persia dan Islam karena observasi astronominya. Ia pernah membuat
sebuah peta bintang (yang kini lenyap) di angkasa.
Umar Khayym dan Islam
Filsafat Umar Khayym agak berbeda dengan dogma-dogma umum Islam. Tidak jelas apakah
ia percaya akan kehadiran Allah atau tidak, namun ia menolak pemahaman bahwa setiap
kejadian dan fenomena adalah akibat dari campur tangan ilahi. Ia pun tidak percaya akan
Hari Kiamat atau ganjaran serta hukuman setelah kematian. Sebaliknya, ia mendukung
pandangan bahwa hukum-hukum alam menjelaskan semua fenomena dari kehidupan yang
teramati. Para pejabat keagamaan berulang kali meminta dia menjelaskan pandanganpandangannya yang berbeda tentang Islam. Khayym akhirnya naik haji ke Mekkah untuk
membuktikan bahwa ia adalah seorang muslim.
Omar Khayyam, Sang Skeptik
Dan, sementara Ayam Jantan berkokok, mereka yang berdiri di muka / Rumah Minum
berseru - "Bukalah Pintu! / Engkau tahu betapa sedikit waktu yang kami punyai untuk
singgah, / Dan bila kami pergi, mungkin kami takkan kembali lagi."
Demikian pula bagi mereka yang bersiap-siap untuk HARI INI, / Dan meyangka setelah
ESOK menatap, / Seorang muazzin berseru dari MenaraKegelapan / "Hai orang bodoh!
ganjaranmu bukan di Sini ataupun di Sana!"
Mengapa, semua orang Suci dan orang Bijak yang mendiskusikan / Tentang Dua Dunia
dengan begitu cerdas, disodorkannya / Seperti Nabi-nabi bodoh; Kata-kata mereka untuk
Dicemoohkan / Ditaburkan, dan mulut mereka tersumbat dengan Debu.
Oh, datanglah dengan Khayyam yang tua, dan tinggalkanlah Yang Bijak / Untuk berbicara;
satu hal yang pasti, bahwa Kehidupan berjalan cepat; / Satu hal yang pasti, dan Sisanya
adalah Dusta; / Bunga yang pernah sekali mekar, mati untuk selama-lamanya.
Diriku ketika masih muda begitu bergariah mengunjungi / Kaum Cerdik pandai dan Orang
Suci, dan mendengarkan Perdebatan besar / Tentang ini dan tentang: namun terlebih lagi /
Keluar dari Pintu yang sama seperti ketika kumasuk.
Dengan Benih Hikmat aku menabur, / Dan dengan tanganku sendiri mengusahakannya agar
bertumbuh; / Dan cuma inilah Panen yang kupetik - / "Aku datang bagai Air, dan bagaikan
Bayu aku pergi."
Ke dalam Jagad ini, dan tanpa mengetahui, / Entah ke mana, seperti Air yang mengalir begitu
saja: / Dan dari padanya, seperti Sang Bayu yang meniup di Padang, / Aku tak tahu ke mana,
bertiup sesukanya.
Jari yang Bergerak menulis; dan, setelah menulis, / Bergerak terus: bukan Kesalehanmu
ataupun Kecerdikanmu / Yang akan memanggilnya kembali untuk membatalkan setengah
Garis, / Tidak juga Air matamu menghapuskan sepatah Kata daripadanya.
Dan Cawan terbalik yang kita sebut Langit, / Yang di bawahnya kita merangkak hidup dan
mati, / Janganlah mengangkat tanganmu kepadanya meminta tolong - karena Ia / Bergelung
tanpa daya seperti Engkau dan Aku.
Omar Khayym, Penulis dan Penyair
Omar Khayym kini terkenal bukan hanya keberhasilan ilmiahnya, tetapi karena karya-karya
sastranya. Ia diyakini telah menulis sekitar seribu puisi 400 baris. Di dunia berbahasa Inggris,
ia paling dikenal karena The Rubiyt of Omar Khayym dalam terjemahan bahasa Inggris
oleh Edward Fitzgerald (1809-1883).
Orang lain juga telah menerbitkan terjemahan-terjemahan sebagian dari rubiytnya (rubiyt
berarti "kuatrain"), tetapi terjemahan Fitzgeraldlah yang paling terkenal. Ada banyak pula
terjemahan karya ini dalam bahasa-bahasa lain.
Abu'l Hasan Tsabit bin Qurra' bin Marwan al-Sabi al-Harrani, (826 18 Februari 901) adalah
seorang astronom dan matematikawan dari Arab, dan dikenal pula sebagai Thebit dalam
bahasa Latin.
Tsabit lahir di kota Harran, Turki. Tsabit menempuh pendidikan di Baitul Hikmah di Baghdad
atas ajakan Muhammad ibn Musa ibn Shakir. Tsabit menerjemahkan buku Euclid yang
berjudul Elements dan buku Ptolemy yang berjudul Geograpia.
Al-Sabi Thabit bin Qurra al-Harrn, Latin: Thebit / Thebith / Tebit, 826 - 18 Februari, 901)
adalah seorang ahli matematika, dokter, astronom, dan penerjemah Islam Golden Age yang
tinggal di Baghdad pada paruh kedua abad kesembilan.
Ibnu Qurra membuat penemuan penting dalam aljabar, geometri, dan astronomi. Dalam
astronomi, Thabit dianggap sebagai salah satu dari para reformis pertama dari sistem
Ptolemaic, dan dalam mekanika dia adalah seorang pendiri statika.
Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat
merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 - 930. Ia lahir di Rayy,
Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925.
Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam
bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke
Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga
memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad.
Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serbabisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan
terbesar dalam sejarah.
Biografi
Ar-Razi lahir pada tanggal 28 Agustus 865 Hijirah dan meninggal pada tanggal 9 Oktober
925 Hijriah. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut terletak di lembah
selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga,
Ibnu Sina menyelesaikan hampir seluruh karyanya.
Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi tapi dia kemudian lebih
tertarik pada bidang alkemi. Pada umurnya yang ke-30, ar-Razi memutuskan untuk berhenti
menekuni bidang alkemi dikarenakan berbagai eksperimen yang menyebabkan matanya
menjadi cacat. Kemudian dia mencari dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan dari
sinilah ar-Razi mulai mempelajari ilmu kedokteran.
Dia belajar ilmu kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan filsuf yang lahir
di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang Yahudi yang kemudian berpindah agama
menjadi Islam setelah mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan dibawah
kekuasaan khalifah Abbasiyah, al-Mu'tashim.
Razi kembali ke kampung halamannya dan terkenal sebagai seorang dokter disana. Kemudian
dia menjadi kepala Rumah Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq, penguasa
Samania. Ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus dipersembahkan untuk
Mansur ibnu Ishaq. Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah ke Baghdad pada masa
kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di Baghdad.
Setelah kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi, ar-Razi memutuskan untuk
kembali ke kota kelahirannya di Rayy, dimana dia mengumpulkan murid-muridnya. Dalam
buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki
banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak membebani
biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.
Kontribusi
Bidang Kedokteran
Cacar dan campak
Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan orang pertama
yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar:
"Cacar terjadi ketika darah 'mendidih' dan terinfeksi, dimana kemudian hal ini akan
mengakibatkan keluarnya uap. Kemudian darah muda (yang kelihatan seperti ekstrak basah
di kulit) berubah menjadi darah yang makin banyak dan warnanya seperti anggur yang
matang. Pada tahap ini, cacar diperlihatkan dalam bentuk gelembung pada minuman anggur.
Penyakit ini dapat terjadi tidak hanya pada masa kanak-kanak, tapi juga masa dewasa. Cara
terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah mencegah kontak dengan penyakit ini, karena
kemungkinan wabah cacar bisa menjadi epidemi."
Diagnosa ini kemudian dipuji oleh Ensiklopedia Britanika (1911) yang menulis: "Pernyataan
pertama yang paling akurat dan tepercaya tentang adanya wabah ditemukan pada karya
dokter Persia pada abad ke-9 yaitu Rhazes, dimana dia menjelaskan gejalanya secara jelas,
patologi penyakit yang dijelaskan dengan perumpamaan fermentasi anggur dan cara
mencegah wabah tersebut."
Buku ar-Razi yaitu Al-Judari wal-Hasbah (Cacar dan Campak) adalah buku pertama yang
membahas tentang cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Buku ini kemudian
diterjemahkan belasan kali ke dalam Latin dan bahasa Eropa lainnya. Cara penjelasan yang
tidak dogmatis dan kepatuhan pada prinsip Hippokrates dalam pengamatan klinis
memperlihatkan cara berpikir ar-Razi dalam buku ini.
Berikut ini adalah penjelasan lanjutan ar-Razi: "Kemunculan cacar ditandai oleh demam yang
berkelanjutan, rasa sakit pada punggung, gatal pada hidung dan mimpi yang buruk ketika
tidur. Penyakit menjadi semakin parah ketika semua gejala tersebut bergabung dan gatal
terasa di semua bagian tubuh. Bintik-bintik di muka mulai bermunculan dan terjadi
perubahan warna merah pada muka dan kantung mata. Salah satu gejala lainnya adalah
perasaan berat pada seluruh tubuh dan sakit pada tenggorokan."
Alergi dan demam
Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit "alergi asma", dan
ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada salah satu tulisannya, dia
menjelaskan timbulnya penyakit rhintis setelah mencium bunga mawar pada musim panas.
Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh
untuk melindungi diri.
Farmasi
Pada bidang farmasi, ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung, spatula
dan mortar. Ar-razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.
Etika kedokteran
Ar-Razi juga mengemukakan pendapatnya dalam bidang etika kedokteran. Salah satunya
adalah ketika dia mengritik dokter jalanan palsu dan tukang obat yang berkeliling di kota dan
desa untuk menjual ramuan. Pada saat yang sama dia juga menyatakan bahwa dokter tidak
mungkin mengetahui jawaban atas segala penyakit dan tidak mungkin bisa menyembuhkan
semua penyakit, yang secara manusiawi sangatlah tidak mungkin. Tapi untuk meningkatkan
mutu seorang dokter, ar-Razi menyarankan para dokter untuk tetap belajar dan terus mencari
informasi baru. Dia juga membuat perbedaan antara penyakit yang bisa disembuhkan dan
yang tidak bisa disembuhkan. Ar-Razi kemudian menyatakan bahwa seorang dokter tidak
bisa disalahkan karena tidak bisa menyembuhkan penyakit kanker dan kusta yang sangat
berat. Sebagai tambahan, ar-Razi menyatakan bahwa dia merasa kasihan pada dokter yang
bekerja di kerajaan, karena biasanya anggota kerajaan suka tidak mematuhi perintah sang
dokter.
Ar-Razi juga mengatakan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik, bahkan
sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar.
Buku-buku Ar-Razi pada bidang kedokteran
Berikut ini adalah karya ar-Razi pada bidang kedokteran yang dituliskan dalam buku:
1
Abu Musa Jabir bin Hayyan, atau dikenal dengan nama Geber di dunia Barat, diperkirakan
lahir di Kuffah, Irak pada tahun 722 dan wafat pada tahun 804. Kontribusi terbesar Jabir
adalah dalam bidang kimia. Keahliannya ini didapatnya dengan ia berguru pada Barmaki
Vizier, pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid di Baghdad. Ia mengembangkan teknik
eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia, sehingga setiap eksperimen dapat
direproduksi kembali. Jabir menekankan bahwa kuantitas zat berhubungan dengan reaksi
kimia yang terjadi, sehingga dapat dianggap Jabir telah merintis ditemukannya hukum
perbandingan tetap.
Kontribusi lainnya antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi, kalsinasi,
sublimasi dan penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan proses-proses
tersebut.
Bapak Kimia Arab ini dikenal karena karya-karyanya yang sangat berpengaruh pada ilmu
kimia dan metalurgi.
Karya Jabir antara lain:
1
Kitab Al-Sab'een
Kitab Al Rahmah
Al Tajmi
Al Zilaq al Sharqi
Book of Balance
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam adalah agama yang mencakup berbagai macam aspek, baik itu ekonomi,
politik, budaya, ibadah, dan lain-lain. Bila memandang Islam dalam konteks kekinian,
rasanya memang perjuangan atau usaha yang dilakukan oleh para tokoh pembaharu islam
belum sempurna. Perjuangan dan usaha mereka kami analogikan sebagai sebuah ajang lari
estafet, merekapara tokoh pembaharu islamberlari dan membawa tongkat estafet
kemajuan islam dengan susah payah dan penuh perjuangan agar sampai kepada kitaumat
saat inidengan harapan besar kita mampu melanjutkan tongkat estafet tersebut sampai pada
generasi selanjutnya hingga akhir zaman. Namun, potret umat islam saat ini bisa dikatakan
amat menyedihkan dari segi keilmuan dan persatuan. Umat islam saat ini tidak lagi dinamis,
dan seperti tidak memiliki pendirian. Hal ini terlihat dari mudahnya umat islam terprovokasi
oleh oknum-oknum tertentu yang tak bertanggung jawab.Hal ini menunjukkan kesadaran
umat islam untuk melanjutkan tongkat estafet kemajuan itu masih belum maksimal.
Semoga dengan hadirnya kajian(studi tokoh) ini kita semakin menyadari kondisi
islam yang masih terpuruk saat ini dan harapan besar kami adalah munculnya jiwa dan
semangat Muhammad Bin Abdul Wahab, Muhammad Abduh,Syaikh Rasyid Ridha dan lainlain yang mampu kembali meneruskan tongkat estafet perjuangan itu dan menanggalkan
seluruh pengaruh barat pada islam yang merupakan hambatan bagi umat islam untuk maju.
Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni,Drs.
H.M.Yusran, Pengantar
Studi
Pemikiran
Dan
Gerakan
Pembaharuan(Dirasah Islamiah III), Rajawali Pers: Jakarta, 2001
Rahman, Fazlur, Kebangkitan dan Pembaharuan di dalam Islam, Penerbit Pustaka:
Bandung, 2001.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan
Gerakan), Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Taufik, Ahmad dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh modernisme Islam, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005.
Anshoriy, Nasruddin, Matahari Pembaruan; Rekam Jejak KH Ahmad Dahlan.
Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2010.
Damimi, Mohammad. Akar Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Fajar
Pustaka Baru,2000.
Syuja. Islam
Berkemajuan;
Kisah
Perjuangan
KH
Ahmad
Dahlan
dan Muhammadiyah Masa Awal. Tangerang: Penerbit Al-Wasath, 2009.
NourouzzamanAShiddiqi,FiqhIndonesia,PenggagasdanGagasannya,cet.1Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997.