Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. bahwa penulis telah menyelesaikan tugas
Pendididkan Agama Islam dengan membahas Terjadinya Pembaharuan Islam dan Ilmuanilmuan muslim di dunia
, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penilis menyadari bahwa kelancaran
dalam penyusunan tugas PAI ini tidak lain berkat bantuan, dorongan orang tua. Sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapakan terima
kasih kepada Bapak Guru bidang Study pelajaran Agama Islam yang telah memberikan tugas,
petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
Semoga tugas pai ini dapat bermamfaat khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapakn dapat tercapai Amin

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setelah islam mengalami kekalahan dalam perang salib, banyak yang terjadi
kemunduran pada umat islam. Perubahan besar pun terjadi pada Barat dari segala aspek,
mulai dari ilmu pengetahuan hingga sistem kemiliteran. Barat dan islam menjadi dua sisi
yang berlawanan karena masing-masing memiliki dua perbedaan mencolok. Barat
mengambil komponen-komponen penting dalam islam, tanpa meninggalkan sisa sedikitpun.
Terbukti dengan pembakaran perpustakaan-perpustakaan islam dan perampasan buku-buku
ilmu pengetahuan, hingga akhirnya islam memasuki era kegelapan. Umat muslim sedikit
demi sedikit tersingkirkan dari pergerakan zaman, sampai pada akhirnya umat
muslim;sebagian dari mereka namun tidak semua, merasa bahwa hal yang terjadi pada islam
ini berupa kemunduran dan masa kegelapan haruslah diakhiri.
Umat islam pun melakukan semacam Renaisance. Tapi bagi umat islam, tidak hanya
ilmu yang dikedepankan, namun juga dari segi keagamaan yang tentunya orang Barat tidak
punya. Perlahan-lahan umat islam mulai meneliti faktor-faktor kemunduran dan komponen
apa saja yang harus diperbaiki untuk kembali pada masa yang cerah. Satu persatu muncul
tokoh-tokoh berpendidikan dari umat islam.Masing-masing dari mereka melakukan remedi
atau perbaikan pada hampir seluruh komponen yang dapat membantu kembalinya kejayaan
umat islam. Seperti membentuk organisasi yang berlandaskan keislaman untuk memperjelas
tujuan umat muslim dalam berjuang melawan Barat dan racun-racunnya.Hingga pada masa
kini dampak dari pergerakan mereka masih tercermin dalam organisasi-organisasi islam yang
bergerak untuk membela islam dan membangun generasi islam. Namun pembahasan pada
makalah ini lebih pada ide-ide dan pembaharuan yang dilakukan pada pembaharu tersebut,
juga apa sumbangan nyata yang mereka berikan dan dapat kami manfaatkan hingga sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang terjadinya pembaharuan islam ?
2. Siapa saja tokoh pembaharuan islam ?
3. Siapa saja tokoh Ilmuan-ilmuan muslim di dunia?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Terjadinya Pembaharuan Islam dan Ilmuan-ilmuan muslim di dunia


Mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat islam , pada abad inilah
daerah-daerah islam meluas di Barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur melalui
Persia sampai ke India.
Daerah-daerah ini tunduk karena kepada kekuasaan khalifah yang pada mulanya
berkedudukan di Madinah, kemudian Damskus dan terakhir di Bagdad. Dari situlah banyak
lahir pemikir-pemikir hebat. Dari lahirnya pemikir dan para ulama besar itu, maka ilmu
pengetahuan berkambang pesat sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama, non agama
dan bidang kebudayaan lainya.
Para pemikir dan ulama islam pada saat itu bukan hanya dapat mengislamisasikan
pengetahuan-pengetahuan Persia kuno dan warisan-warisan Yunani, akan tetapi kedua
kebudayaan itu di sesuaikan pula dengan kebutuhan dan perkembangan pemikiran pada masa
itu. Ilmu pengetahuan yang telah di tampung dan diolah oleh para pemikir islam.
Pada abad selanjutnya pemikiran islam memasuki benua Eropa melalui Spayol dan
Sisilia dan inilah yang menjadi dasar ilmu yang menguasai alam pikiran Barat.
Dipandang dari sisi sejarah dan kebudayaan maka tugas meme-lihara dan
menyebarkan ilmu pengetahuan tidaklah kecil nilainya dibanding mencipta ilmu
pengetahuan. Jika tugas-tugas penelitian diadakan oleh Aristoteles, Galinus dan para ilmua
lainnya tidak ditampung maka dunia akan miskin dengan ilmu. Puncak kemegahan dunia
islam itu akhirnya menurun, islam mulai mengalami kemunduran pada abad ke-10 dan
tenggelam berabad-abad lamanya.
Faktor penyebab kemunduran umat islam:
Isu pintu ijtihad tertutup telah meluas dikalangan umat islam. Berpaling pikiran untuk
menggali secara langsung pada sumber pertama dan utama, yaitu Al-Quran dan Al-Hadits.
Apabila mereka menemukan persoalan baru, pikiran mereka hanya terpusat pada kepentingan
mazhab. Praktek bermazhab dan taassuk terhadap mazhab tertentu sangat marak dilakukan.
Karena itulah ilmu pengetahuan mulai berkurang, kehidupan berkelompok dengan pengaruh
negatifnya tersebar hampir disemua tempat di dunia islam.
Keutuhan umat islam dalam bidang politik mulai terpecah, kekuasaan khalifah
menurun, masyarakat islam yang berbentuk persatuan dan kesatuan dalam seiman telah
pindah. Tidak ada satu ikatan di dalamnya kecuali nama dan tatanan. Umat Islam terpecah
belah dan saling bermusuhan, masyarakat islam berubah dan kerajaan islam telah mewariskan
kota-kota dan kerajaan yang telah bertikai selama berabad-abad, dalam sekejap mata sejarah
kemanusiaan telah dirobek-robek oleh kelemahan strategi politik.
Adanya perang salib dibawah arahan gereja katolik Roma dan serbuan tentara barbar.
Karena itu khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat islam hilang. Tentara salib ingin
menguasai baitul maqdis untuk menyebarkan pengaruhnya dan mengajak bersatu dalam
keyakinan.
kemunduran ini berlangsung berabad-abad lamanya hingga muncul
gerakan yang dikumandangkan oleh pelopor-pelopor pembaharuan seperti Ibnu
Taimiyah dengan muridnya Ibnu Al-Qoyyim, Muhammad Ibnu Abdul Wahab,
Muhammad Ibnu Ali Sanusi Al-Kabir, dan lain-lain.
Masa

Diantara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan islam adalah:

- Paham tauhid yang dianut kaum muslimim yang bercampur dengan kebiasaan yang
dipengaruhi oleh kelompok-kelompok, pemujaan terhadap orang-orang suci dan hal lain yang
membawa kepada kekufuran.
- Sifat jumud membuat umat islam berhenti berpikir dan berusaha. Umat islam maju
dikarenakan pada saat itu mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu selama
umat islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir untuk berijtihad maka mereka tidak
mungkin mengalami kemajuan. Untuk itu perlu diadakan pembaharuan yang berusaha
memberantas kejumudan.
- Umat islam selalu berpecah belah, mereka tidak akan mengalami kemajuan apabila tidak
adanya persatuan dan kesatuan yang diikat oleh tali ajaran islam. Karena itulah, bangkit suatu
gerakan pembaharuan.
- Hasil dari kontak yang terjadi antara dunia islam dan barat. Dengan adanya kontak ini
mereka sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan barat. Terutama
sekali saat terjadinya peperangan antara kerajaan ustmani dengan kerajaan eropa, yang
biasanya tentara kerajaan utsmani selalu menang dalam peperangan dan pada akhirnya
mengalami kekalahan ditangan barat. Hal ini membuat pembesar-pembesar utsmani
menyelidiki rahasia kekuatan militer eropa yang baru muncul. Ternyata rahasianya adalah
kekuatan militer modern yang dimiliki eropa sehingga pembaharuan juga dipusatkan pada
bidang militer.[1]
Pembahuran dalam islam berbeda dengan renainsans Barat. Kalau renainsans Barat
muncul dengan menyingkirkan agama, maka pembaharuan islam sebaliknya, yaitu untuk
memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran agama islam. Islam bukan hanya mengajak maju ke
depan untuk melawan segala kebodohan dan kemajuan islam itu sendiri.
B. Tokoh-tokoh pembaharuan Islam
Berawal dari kemunduran yang di alami oleh umat islam dan Barat semakin
menunjukan Eksistensinya sebagai pusat peradaban. Akhirnya munculah banyak pemikirpemikir islam yang tersadar bahwa keadaan umat islam saat itu sangat terbelakang. Maka
mereka melakukan suatu gerakan yang menghasilkan gagasan untuk membangkitkan umat
islam dari ketepurukan itu. Dan sangat banyak tokoh-tokoh yang memberikan jasa nya. Di
makalah ini kita hanya memaparkan beberapa tokoh yang paling berpengaruh bagi islam.

1. MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB


Lahir di nejad(Arab Saudi)pada tahun 1115 H(1703 M) dan wafat di Daryah tahun
1206 H(1793M).Nama Lengkapnya adalah Muhammad bin Abd al-Wahhb bin Sulaiman
bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif atTamimi al-Hambali an-Najdi.Dia adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh
pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah, yang
kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi.Dia juga merupakan seorang ulama besar
yang produktif,karena buku-buku karangannya tentang islam mencapai puluhan
buku,diantaranya buku yang berjudulKitab At-Tauhidyang isinya tentang pemberantasan
syirik,khurafat,takhayul,dan bidah yang terdapat di kalangan umat Islam dan mengajak umat
Islam agar kembali kepada ajaran tauhid yang murni.
Muhammad bin Abd al-Wahhb, adalah seorang ulama berusaha membangkitkan
kembali pergerakan perjuangan Islam secara murni. Para pendukung pergerakan ini
sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut
mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih

memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu
Tuhan".
Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal-usul dan
kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya terkeliru dengan mereka kerana
mereka mendakwa mazhab mereka menuruti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, alHanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah sebuah mazhab dalam Ahl al-Sunnah
wa al-Jama'ah. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah
seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan abangnya adalah seorang qadhi (mufti
besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang
bersangkutan dengan agama.
Dia menempuh berbagai macam cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai
dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau
juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau
berdakwah dengan besi (pedang).
Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya,
salah satunya adalah Dahham bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para
ulama dan penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke seluruh
penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan
tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga
bahaya bidah, khurafat dan takhayul.
Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan
luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di
antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di
luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh
dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afganistan,Afrika Utara, Maghribi, Mesir,
Syria, Iraq dan lain-lain lagi.
Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih
di Dariyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan
berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab.
Muhammad bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29
Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun.[2]
2. Muhammad Abduh
Sang Modernis yang Tradisional
Akhir abad ke-18 dunia islam terbantai oleh penjajah. Mesir, Pakistan, Sudan dan
Bangladesh, Malaysia dan Brunei Darussalam diduduki Inggris. Aljazair, Tunisai dan Maroko
dijajah perancis. Italia mendapatkan Libya. Indonesia oleh Belanda. Pada saat itu juga
kekhalifaan yang menjadi kebesaran islam yang ada di Turki yaitu kahlifah Utsmani dalam
keadaan sakit. Dan Muatfa Kamal Attaturk mengganti sistem pemerintahan kesultanan
menjadi republik sekuler untuk menyelamatkan Turki. Sejak inilah dunia islam mengalami
kemunduran.
Sebenarnya kemunduran islam sudah terjadi 6 abad sebelumnya. Yaitu pada
pemerintahan Andalusia dan kekhalifahan Bani Abbasiyah oleh tentara Mongol, selama itulah
pemikiran islam berhenti. Dan pada abad ke 19 kondisi mencair dengan muculnya pelopor
yang mengelaborasikan antara agama yang di sesuaikan pemahaman masyarakat. Sejarah
mencatat, peranan Muhammad Abduh tidak hanya membangkitakan gerakan revolusioner
melalui pemikiranya akan tetapi sebagai pencetus muncul paham islam kiri dan islam
kanan melalui murid-muridnya. Gerakan revolusionernya membuat takut pemerintahan

kolonial. Munculnya gerakan perlawanan umat islam terhadap Eropa juga salah satu
pemikiran Abduh.
Abduh, nama lengkapnya Muhammad Abduh bin Hassan Khair Ullah, lahir di desa
Mahalat Nashr, provinsi Gharbiyah, Mesir pada 1265 H. Dia menganal agama dari orang
tuanya. Dia sudah dapat menghafal seluryh isi al-Quran dari kecil. Dan dia melanjutkan
pendidikan formalnya di Thanta, dis ebuah lembaga pendidikan Masjid Al-Ahmad, milik AlAzhar.
Gurunya, Syaikh Darwisi membimbingnya dan mengantarkannya dalam kehidupan
sufi. Tahun 1871 Abduh bertemu dengan Jmaludin Al-Afghani. Pada jamaludi Al-Afghani dia
belajar filsafat, ilmu kalam, ilmu pasti, ilmu pengetahuan lain yang juga didapatkan di alAzhar metode diskusi yang diterapakan Jamaludin menarik minat Abduh.
Dalam karirnya ia pernah menjadi dosen di Al-Azhar, Dar Al-Ulum dan perguruan
bahasa Khedevi. Ia pernah menjadi mufti Mesir dan menjabat sebagai Hakim agung. Di
jurnalistik ia adalah penulis produktif dari sebuahkoran dan dia menjadi pimpinan redaksi,
yaitu koran Waqai Al-Misriyah yang membahas persoalan politik, sosial, agama dan negara.
Dia meninggal pada tahun 1905.
Gagasan Pembaharuan
Kontribusi pembaharuan pemikiran abduh paling menonjol dan menjadi fokus
gerakanya meliputi dua bidang yaitu teologi dan hukum, dua aspek ini yang dianggapnya
vital yang telah di lupakan oleh umat islam sehingga benih kemunduran di setiap kehidupan
tidak dapat dihindari.
Pemikiran teologi Abduh didasari oleh tiga hal yaitu; kebebasn manusia dalam
memilih perbuatan, kepercayaan yang kuat terhadapsunnah allah dan fungsi akal yang sangat
dominan dalam menggunakan kebebasan. Pandangan Abduh tentang perbuatan manusia
bertolak dari satu deduksi, bahwa manusia adalah mahluk yang bebas dalam memilih
perbuatanya, akan tetapi kebebasan tersebut bukanlah kebebasan tanpa batas.
Abduh memandang akal berperan penting dalam mencapai pengetahuan yang hakiki
tentang iman, bahkan menurut Abduh akal memilik kekuatan yang sangat tinggi. Berkat akal,
orang dapat mengetahui adanya tuhan dan sifat-sifat nya, adanya hidup di akhirat ,
kewajjiban terhadap tuhan, kebaikan dan kejahatan, serta mengetahui kewajiban membuat
hukum-hukum. Tapi bukan berarti manusia tidak membutuhkan wahyu. Wahyu tetap
dibutuhkan, sebab wahyu sesungguhnya memiliki dua fungsi utama, yakni menolong akal
untuk mengetahui secara rinci kehidupan akhirat dan menguatkan akal dalam mendidik
manusia untuk hidup damai dalam lingkungan sosialdengan itu maka para mukmin baru
dapat mengenali tuhan dengan baik yang tercermin oleh tindakan baik manusia.
Dalam aspek hukum, pemikiran Abduh tercermin dalam 3prinsip, yaitu: al-Quran
sebagai sumber syariat , memerangi taklid dan berpegang kuat pada akal dalam memahami
ayat Al-Quran.dia membagi syariat menjadi 2: yang pasti (qathi) dan yang tidak pasti
(zhani). Hukum syariat yang pertama wajib mengetahui dan mengamalkan tanpa interpertasi
karena dia jelas dalam al-Quran dan al-Hadits. Yang kedua dengan tunjukan nash dan ijma
yang tidak pasti.
Jenis hukum kedua hukum inilah yang mejadi lapangan ijtihad dan mujtahid. Dalam
komteks ini, ijtihad Abduh tampak begitu jelas. Bebeda pendapat, menurutnya wajar dan
merupakan tabiat manusia. Keseragaman berpikir dalam semua hal adalah sesuatu yang tidak
mungkin di wujudkan. Akan membawa perpecahan jika semua perbedaan pendapat di jadikan
sebagai hukum. Maka dari itu kita harus kembali pada sumber aslinya, yaitu al-Quran dan as-

Sunnah. Bagi yang berilmu pengetahuan wajib berijtihad, sedangkan bagi awam wajib
bertanya pada orang yang ahli dalam agama.
Dia menyarankan agar para ahli fiqih membentuk tim yang bekerja untuk
mengadakan penelitian tentang pendapat yang terkuat di antara di antara pendapat-pendapat
yang ada. Kemudian keputusan itu yang di jadika pegangan umat islam. Tim ahli fiqih itu
juga bertugas mengadaka reinterpretasi terhadap hasil ijtihad ulam amupun mazhab masa
lalu, jadi, menurutnya, bermazhab mencontoh metode ber-instinbath hukum.
Peran dan kiprah Abduh mengangkat citra islam dan kualitas umatnya tidak kecil.
Dialah seorang mujahid dan mujadid sekaligus pada masanya. Bukan saja mengalami
tentangan internal dan eksternal. Berkat upayanya, meski begitu maksimal, modernisme
pemikiran sudah kelihatan. Dalam amatan cendikiawan muslim indonesia Dr. Nurcholis
Majid (islam kemoderenan dan keindonesiaan mizan: 1987), modernisme Abduh, antara
lain, tercermin dalam sikapnya yang apresiatif terhadap filsafat yang di perolah dari gurunya
yaitu Jamaludin al-Afghani, seorang penganjur gigi Pan-Islamisme dan orator politik yang
memukau.
Di Indonesia, pemikiran Abduh banyak mempengaruhi pelajaran dan patron ormas
lainnya. Di antara warisan nya adalah Risalah Al-Tauhid sedangkan Tafsir Al-Manar
merupakan kumpulan pidato-pidatonya, pikiran-pikiran, dan ceramah-ceramhanya yan di
tulis oleh muridnya, Syaikh Muhammad Rasyid Ridha.
Kiri dan kanan Islam
Tidak berlebihan jika Abduh dikatakan sebagai seorang figur yang modernis yang
menggerakan kebangkitan umat islam. Karena modernis , Abduh tetap di terima di kalangan
Al-Azhar , terbukti ia tetap menjadi mufti agung Mesir. Dalam hal ini, Abduh sangat pandai
bagaimana bersikap sebagai orang alim dan sekaligus menjadi intelektual modernis. Selama
menjadi mufti, ia mengeluarkan fatwa yang berkaitan dengan persoalan-persoalan modernis.
Tiga fatwa nya yang terkenal dan masih kontroversial yaitu bunga bank, pakaian tradisional
dan tentang daging hasil sembelih non-muslim.
Karena sikapnya yang dua wajah itu ia diterima oleh kalangan tradsional dan
modernis, dengan sama kuatnya. Dalam satu sisi, ia selalu dilihat sebagai seorang tokoh alim,
mujtahid dan penganjur doktrin orisinalitas Islam. Pada sisi lain, Abduh juga dianggap
sebagai reformis yang toleran, liberal dan kaya akan gagasan-gagasan modern. Tidak heran
kalau murid-murid Abduh kemudian terpecah menjadi dua kelompok besar yang oleh Hasan
Hanafi, pemikir Mesir kontemporer, dianalogikan seperti murid-muridnya Hegel dalam
tradisi filsafat Barat.
Sama seperti yang Hegel lahirkan yaitu dikotomi kanan dan kiri, menurut Hasan
Hanafi, murid-murid Abduh juga dapat dikategorikan seperti kelompok kanan yang
cenderung mengembangkan pemikiran-pemikiran keagamaan, dan kelompok kiri Abduh
yang lebih cenderung mengembangkan gagasan modernnya. Di antara murid-murid Abduh
yang memiliki kecenderungan kanan adalah Muhammad Rasyid Ridha (w.)(1935) dan
Shakib Arselan (w.)(1946), Sayyid Qutb dan Hasal al-Banna. Sementara Qasim Amin (w.)
(1908), Thaha Husein, Ali Abduraziq, Hasan Hanafi di anggap sebagai murid-murid Abduh
beraliran kiri. Kecenderungan kanan dan kiri dalam aliran mazhab Abduh ini dalam
perkembangsn selanjutnya mengalami radikalisasi yang cukup signifikan. Baik yang kiri
dan kanan sama-sama menganggap dirinya sebagai penerus Abduh yang paling benar.[3]

3.SYEIKH RASYID RIDHA


Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Muhammad Syama Al bin al-Kalamuny,
dilahirkan ditengah-tengah sebuah keluarga yang memiliki sedikit kedudukan dengan tradisi
pendidikan dan kesalehan, pada tahun 1865 di al-Qalamun, suatu desa di Libanon yang
letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Suria).
Semasa kecil ia dimasukkan ke madrasah tradisional di al-Qalamun untuk belajar
menulis, berhitung dan membaca al-Quran. Di tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di alMadrasah al-Wathaniyah al-Islamiyah (sekolah Nasional Islam) milik Syaikh Husain al-Jisr,
yang terletak di Tripoli. Di madrasah ini, selain bahasa Arab, diajarkan pula bahasa Turki dan
Perancis, dan juga, selain pengetahuan-pengetahuan agama, juga diajarkan pengetahuanpengetahuan modern.
Setelah itu, Rasyid Ridha meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah agama yang
berada di Tripoli, walaupun demikian, hubunganya dengan Syaikh Husain al-Jisr tetap
berjalan, dan guru inilah yang menjadi pembimbing baginya di masa muda. Selanjutnya, ia
banyak dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, yaitu
melalui majalah al-Urwah al-Wutsqo.
Ia berniat untuk menggabungkan diri dengan al-Afghani, tetapi niat itu tak terwujud,
dan semenjak pertemuannya dengan Muhammad Abduh, pengaruh Afghani pun mulai
meredup dan tergantikan oleh pengaruh Muhammad Abduh. Dengan demikian, pemikiranpemikiran pembaru yang diperolehnya dari syaikh al-Jisr dan yang kemudian diperluas
dengan ide-ide yang ia peroleh dari Afghani dan Abduh, menjadi sebuah pondasi yang kuat
dan tertanam dalam jiwanya.
Tidak seperti gurunya, Muhammad Abduh, yang lebih bisa disebut sebagai seorang
yang liberal, Rasyid Ridha mendekatkan dirinya pada ajaran Ibnu Taimiyah dan praktikpraktik Wahabiyyah, salah satu faktor yang menuntunya pada ajaran tersebut, adalah karena
kecurigaannya terhadap tasawuf.
Setelah menebarkan kiprah dirinya dalam banyak bidang, pada bulan Agustus tahun
1935, sekembalinya dari Suez setelah mengantarkan Pangeran Suud, ia meninggal dunia dan
meninggalkan banyak ide-ide pembaruan, yang cukup memberikan pengaruh terhadap
generasi selanjutnya.

BENTUK PEMIKIRANNYA
Pada dasarnya, pemikiran-pemikiran pembaruan yang diajukan Rasyid Ridha, tidaklah
banyak berbeda dengan ide-ide yang disampaikan oleh Afghani dan Muhammad Abduh. Ia
juga berpendapat bahwasanya umat Islam mundur karena tidak lagi menganut ajaran-ajaran
Islam yang sebenarnya. Perbuatan-perbuatan mereka telah menyeleweng dari ajaran-ajaran
islam yang sebenarnya.
Sebenarnya, ia telah mulai menjalankan ide-ide pembaruannya semenjak ia masih
berada di Suria, tetapi usaha-usahanya tersebut mendapat tantangan dari pihak kerajaan
Usmani. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk hijrah ke Mesir, dekat dengan gurunya,
Muhammad Abduh.
Beberapa bulan kemudian, ia mulai menerbitkan majalah yang cukup ternama, yaitu alManar. Di dalam nomor pertama dijelaskan bahwa tujuan al-Manar adalah sama dengan
tujuan al-Urwah al-Wutsqa, yaitu antara lain adalah mengadakan pembaruan dalam bidang
agama, sosial dan ekonomi, memberantas takhayul dan bidah-bidah yang masuk ke dalam

tubuh Islam, menghilangkan faham fatalisme yang terdapat dalam kalangan umat Islam serta
faham-faham salah yang dibawa tarekat-tarekat tasawuf, serta meningkatkan mutu
pendidikan dan membela umat Islam dari permainan-permainan politik negara-negara Barat.
Sebagai tokoh pembaruan yang masih condong pada ajaran-ajaran ibnu Taimiyah dan
sekaligus sebagai penyokong aliran Wahabi, ajarannya berpaham salaf yang bertujuan
mengembalikan ajaran Islam kepada al-Quran dan hadits.
Secara umum, pandangan Islam yang dipegang oleh Rasyid ridha, adalah seperti yang
disebarluaskan oleh Afghani dan Muhammad Abduh. Pandangan ini dimulai dari pertanyaan
tentang mengapa dunia Islam mengalami ketertinggalan dalam semua aspek peradaban. Dan,
jawaban mendasar mengenai hal tersebut adalah ajaran-ajaran dan perintah-perintah Islam
yang pada dasarnya serba mencakup, sehingga jika dipahami dengan benar dan dipatuhi
sepenuhnya, ia akan membawa pada kesuksesan dunia dan akhirat kelak.
Umat Islam adalah jantung dari peradaban dunia selama ia benar-benar Islami.
Penyebab ketertinggalan ini adalah dikarenakan muslim telah kehilangan kebenaran sejati
agamanya. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya penguasa-penguasa politik yang buruk.
Menurut Rasyid Ridha, kejayaan Islam masa lalu dapat tercipta kembali, apabila orangorang muslim bersedia kembali pada al-Quran dan perintah-perintah moral yang terkandung
di dalamnya. Sedangkan keterampilan teknis secara potensial adalah universal, dan
penguasaan atasnya tergantung pada kebiasaan-kebiasaan moral dan prinsip-prinsip
intelektual tertentu. Jika orang-orang muslim memilikinya, mereka akan dengan mudah dapat
meraih keterampilan teknis, dan kebiasaan-kebiasaan serta prinsip-prinsip semacam itu
sesungguhnya telah terkandung di dalam Islam.
Meskipun pada dasrnya ide-ide dan pemikiran yang dihasilkan oleh Rasyid Ridha
memiliki banyak kesamaan dengan ide-ide dan pemikiran sang Guru, Muhammad Abduh,
namun, diantara keduanya juga terdapat perbedaan. Salah satunya adalah, Muhammad
Abduh, bersifat lebih liberal dibandingkan Rasyid Ridha. Abduh tidak mau terikat pada salah
satu aliran atau mazhab yang ada dalam Islam, ia melepaskan diri dari aliran dan mazhab
yang pernah dianutnya, alasannya adalah karena ia ingin bebas dalam menelurkan ide-ide dan
pemikirannya. Pindah dari satu aliran ke aliran lain bukanlah kebebasan, melainkan terikat
pada ikatan-ikatan baru. Berbeda dengan Rasyid ridha, ia masih memegang mazhab dan
masih terikat pada pendapat-pendapat Ibn Hambal dan Ibn Taimiyah. Ia juga sangat
mendukung gerakan yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abdul Wahab, karena ia semazhab
dengannya.
Selain itu, perbedaan antara keduanya juga terlihat dari cara mereka menafsirkan ayatayat al-Quran. Bagi Abduh, ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mempunyai Wajah, Tangan,
Kursi, dan lain sebagainya, harus diberi interpretasi, dalam arti harus dimengerti makna yang
tersirat di dalammnya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan Kursi Tuhan adalah
Pengetahuan Tuhan, dan yang dimaksud dengan Tahta Tuhan adalah Kekuasaan-Nya. Bagi
Rasyid Ridha, kelihatanya, Tahta Tuhan masih mengandung arti sebagai tahta, meskipun
Tahta Tuhan tidaklah sama dengan tahta pada manusia.
Perbedaan-perbedaan tersebut, juga terlihat dalam karya mereka, yaitu tafsir alManar, misalnya ketika Rasyid Ridha memberikan komentar terhadap uraian Abduh dalam
menyoal permasalahan mengenai balasan di akhirat yang disebutkan dalam ayat ke-25 surat
al-Baqarah. Muhammad Abduh menekankan terhadap makna filosofis. Tafsiran iu
mengandung arti bahwa balasan yang akan diterima bersifat rohani. Rasyid Ridha dalam
komentarnya lebih menekankan balasan dalam bentuk jasmani, dan bukan dalam bentuk
rohani.

Ide-ide pembaruan Rasyid Ridha meliputi berbagai bidang, diantaranya adalah bidang
agama, bidang pendidikan, dan bidang politik, yang secara sedikit lebih terperincinya, akan
dibahas pada kalimat demi kalimat berikutnya.
Bidang Agama
Setelah banyak berguru kepada Muhammad Abduh, Rasyid Ridla berpendapat bahwa
madzhab dalam pengertian Muhammad Abduh adalah lebih ditekankan pada cara
pengambilan hukum dari nash yang ditempuh oleh seorang mujtahid tertentu. Jadi bukan
dalam artian mengikuti dan tunduk pada hasil mujtahid tertentu, tetapi bermadzhab adalah
dengan mengikuti cara-cara atau metode yang mereka tempuh dalam beristinbath hukum .
Dengan demikian bermadzhab bukan bagi mereka yang awam, seperti umum dipahami, tetapi
bagi mereka yang berijtihad dalam lingkungan madzhab tertentu. Mereka ini dalam istilah
Ushul Fiqh adalah Mujtahid Bil-Madzhab.
Maka fanatisme madzhab yang biasanya terjadi di kalangan awam dapat dihindari dan
sikap taklid bisa diatasi. Akan tetapi, menurut Abduh, yang terjadi di masyarakat adalah
sebaliknya. Generasi sesudah mujtahid mengikuti hasil ijtihad yang mereka dapatkan, bukan
mengambil cara yang ditempuh oleh para imam. Akibatnya, terjadinya perselisihan pendapat
yang membawa perpecahan di kalangan muslimin sendiri. Fanatisme madzhab pun mucul
dan taklid tidak bisa dihindarkan.
Rasyid ridha berpendapat bahwa faktor utama yang menyebabkan umat islam lemah,
adalah karena tidak lagi mengamalkan ajaran islam yang sebenarnya. Menurutnya, Islam
telah banyak diselimuti oleh faktor bidah yang menghambat perkembangan dan kemajuan
umat, diantara bidah-bidah yang dimaksudkan itu ialah pendapat bahwa dalam Islam
terdapat ajaran kekuatan batin yang membuat pemiliknya dapat memperoleh segala yang
dikehendakinya, dan sekaligus juga memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Selain
itu, bidah lain yang juga mendapat tantangan keras dari Rasyid Ridha, ialah ajaran syekhsyekh tarekat tentang tidak pentingnya kehidupan duniawi, tawakkal yang berlebihan, serta
kepatuhan yang berlebihan terhadap syekh dan wali.
Ia berpendapat bahwa salah satu penyebab mundurnya umat Islam lainnya adalah
paham fatalisme, karena paham tersebut menyebabkan manusia tidak memiliki etos kerja dan
cenderung tidak mau berpacu atau pasrah dengan keadaan. Menurutnya, salah satu penyebab
kemajuan Eropa adalah paham dinamika. Dalam pandangannya, sifat dinamis tersebut pada
dasarnya telah dimiliki oleh Islam, karena itu Islam harus bersikap aktif dan memberikan
penghargaan terhadap akal. Dinamika dan sifat aktif itu terkandung dalam kata jihad,
jihad dalan arti berusaha keras, dan bersedia berkorban untuk mencapai tujuan perjuangan.
Faham jihad serupa inilah yan menyebabkan umat islam di zaman klasik dapat menguasai
dunia.
Rasyid Ridha, sebagaimana Muhammad Abduh, menghargai akal manusia. Meskipun,
penghargaannya terhadap akal tidak setinggi penghargaan yang diberikan oleh Muhammad
Abduh. Baginya, akal dapat dipakai dalam hal yang berkenaan dengan hidup bermasyarakat,
dan tidak terhadap hal-hal yang berkenaan dengan ibadah. Ijtihad tidaklah diperelukan dalam
persoalan ibadah. Ijtihad hanya diperlukan dalam menghadapi persoalan-persoalan
bermasyarakat. Ijtihad juga tidak diperlukan terhadap ayat dan hadits yang mengandung arti
tegas, namun hanya terhadap ayat dan hadits yang tidak mengandung arti tegas, serta
terhadap persoalan-persoalan yang tidak disebutkan dalam al-Quran dan hadits. Disinilah
letak dinamika Islam dalam pandangan Rasyid Ridha.
Umat islam harus menggali kembali teks al-Quran tanpa harus terikat pada pendapat
para ulama terdahulu, sebab, akal dapat memberikan interpretasi atau pemahaman ulang

terhadap teks-teks al-quran dan hadist yang tidak mengandung arti tegas, atau
bersifat dhanny, apalagi persoalan-persoalan yang tidak terkandung dalam al-quran dan
hadits.
Untuk mengatasi sikap fanatik terhadap pendapat para ulama terdahulu, Rasyid Ridha
menganjurkan terhadap adanya toleransi bermazhab. Yang perlu dipertahankan dalam
kesamaan faham umat, menurutnya hanyalah mengenai hal-hal mendasar saja (misalnya
mengenai masalah ke-Tuhan-an), sedangkan dalam hal perincian dan bukan dalam hal yang
mendasar, diberikan kemerdekaan bagi tiap orang untuk menjalankan mana yang
disetujuinya.
Rasyid Ridha melihat perlunya diadakan penafsiran modern terhadap al-Quran, yaitu
penafsiran yang sesuai dengan ide-ide yang dicetuskan oleh gurunya. Ketika Muhammad
Abduh memberikan kuliah mengenai tafsir al-Quran di al-azhar, ia menuliskan keteranganketerangan yang diberikan oleh gurunya tersebut, dan kemudian disusun dalam bentuk
karangan teratur dan diperiksa kembali oleh Abduh, selanjutnya, karangan itu ia siarkan
dalam al-Manar. Yang dikemudian hari, menjadi titik awal tersusunnya tafsir al-Manar.
Namun, Muhammad Abduh hanya sempat menyelesaikan penafsiran hingga ayat ke-125 dari
surat an-Nisa (jilid III dari tafsir al-Manar), dan selanjutnya, diteruskan oleh Rasyid Ridha
sesuai dengan jiwa dan ide yang dicetuskan oleh sang guru.
Menurut Rasyid Ridha, umat harus dibawa kembali kepada ajaran islam yang
sebenarnya, murni dari segala bidah yang ada. Dan dalam pemahamannya, Islam yang murni
itu sangatlah sederhana, sederhana dalam ibadah, juga dalam muamalahnya. Ibadah terlihat
berat dan ruwet karena ke dalam hal-hal yang wajib dalam ibadah tersebut, telah ditambahkan
hal-hal yang bukan wajib, tetapi sebenarnya hanya sunnah. Sedangkan, mengenai hal-hal
yang sunnah ini, terdapat perbedaan faham, dan timbullah kekacauan.
Dalam soal muamalah, dasar-dasar seperti keadilan, persamaan, serta
pemerintahan, perincian dan pelaksanaannya, umatlah yang menentukan. Sedangkan, hukumhukum fiqh mengenai hidup kemasyarakatan, didasarkan kepada al-Quran dan Hadits,
namun demikian ayat-ayat al-Quran dan hadits tidak boleh dianggap absolut dan seakan
tidak dapat dirubah. Hukum-hukum itu timbul sesuai dengan suasan tempat dan zaman ia
timbul.
Bidang Pendidikan
Menurut Rasyid Ridha, membangun sarana pendidikan adalah lebih baik dibandingkan
membangun masjid. Menurutnya, masjid tidak besar nilainya apabila mereka yang shalat di
dalamnya hanyalah orang-orang bodoh. Akan tetapi dengan membangun sarana dan
prasarana pendidikan, akan dapat menghapuskan kebodohan. Dengan begitu, pekerjaan
duniawi dan ukhrawi akan menjadi baik dan teratasi.
Ia juga mengadakan berubahan kurikulum dengan melakukan penambahan materimateri seperti Teologi, Pendidikan Moral, Sosiologi, Ilmu Bumi, Sejarah, Ekonomi, Ilmu
Hitung, Ilmu Kesehatan, Bahasa-Bahasa Asing dan Ilmu Mengatur Rumah Tangga
(kesejahteraan keluarga) yaitu di samping ilmu-ilmu seperti Fiqh, Tafsir, Hadits, dan lainlainnya yang biasa diberikan di madrasah-madrasah tradisional.
Pada tahun 1909, ia menerima banyak keluhan mengenai aktivitas missi Kristen di
negara-negara Islam, dan untuk menandingi aktivitas tersebut, ia melihat perlunya diadakan
dan dibangun sebuah sekolah missi Islam. Akhirnya, pada tahun 1912, ia berhasil mendirikan
sekolah yang dimaksud, dengan nama al-Dawah wa al-Irsyad. Namun sayangnya, sekolah

missi tersebut tidaklah berumur panjang, karena terpaksa harus ditutup pada tahun 1914,
yaitu ketika pecahnya perang dunia I.
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, berpandangan bahwasanya untuk mengarahkan
dan membawa umat Islam pada kemajuan, kuncinya terletak pada upaya memperbarui
pendidikan dengan segenap komponen yang ada di dalamya. Serta, diarahkan kepada upaya
melahirkan manusia yang memiliki keunggulan dalam bidang ilmu agama dan umum.[4]

4. KH. Ahmad Dahlan


Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan), Beliau adalah pendiri
Muhammadiyah. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara. Bapaknya bernama
K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid
Besar Kasultanan Yogjakarta pada masa itu. Ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari
H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. K.H.
Ahmad Dahlan meninggal dunia di Yogyakarta, tanggal 23 Februari 1923. Beliau juga
dikenal sebagai seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak
keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali
adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik
Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Walisongo, yang
merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa.
Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH.
Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo
bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin
Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin
Maulana Malik Ibrahim.
Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Makkah selama lima tahun. Pada
periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam
Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika
pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Makkah dan menetap selama dua tahun. Pada
masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU,
K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,
Yogyakarta.
Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak
Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang
Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH.
Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan
Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad
Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi
Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari
perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama
Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. Beliau
dimakamkan di Karang Kajen, Yogyakarta.[5]
B. Proses Terbentuknya Organisasi Muhammadiyah

Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M)


merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan
Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan
pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia.
Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni
Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.
Kata Muhammadiyah secara bahasa berarti pengikut Nabi Muhammad.
Penggunaan kata Muhammadiyah dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan)
dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H.
Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: Dengan nama itu dia
bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan
asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan
melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi
Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama
Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi
kemajuan
umat
Islam
dan
bangsa
Indonesia
pada
umumnya.
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan
merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad
Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke
Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai
menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan
setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh
Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari
Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran
para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin AlAfghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta
interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru
pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi
sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan,
bukan malah menjadi konservatif.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk
mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000:
13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah
Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut
merupakan rintisan lanjutan dari sekolah (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran
Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang
mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan
Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta
tersebut, merupakan Sekolah Muhammadiyah, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak
diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi
bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan
papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu
umum.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah
1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama

MUHAMMADIYAH. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20


Desember 1912 dengan mengirim Statuten Muhammadiyah (Anggaran Dasar
Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur
Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam Statuten Muhammadiyah yang pertama itu,
tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak
mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, Perhimpunan itu ditentukan
buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya Muhammadiyah dan
tempatnya di Yogyakarta.
Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut
mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam
kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya,
maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta
menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para
ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan menggembirakan.
Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap,
pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham
Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid
(pembaharuan) yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter
yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan,
sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita
membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang
berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (aqidah), ibadah,
muamalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan
mengembalikan kepada sumbernya yang asli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shahih,
dengan
membuka
ijtihad.
Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi
Hadikusuma telah menampilkan Islam sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala
seginya. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai
aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangkut akhlak dan
muamalat dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam
akhlak dan muamalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para
pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan
memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem kehidupan yang nyata.
Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat mendalam, luas, kritis, dan
cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus mencari kebenaran yang sejati, berpikir
mana yang benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta dalam kebenaran sendiri,
menimbang-nimbang dan menggunakan akal pikirannya tentang hakikat kehiduupan, dan
mau berpikir teoritik dan sekaligus beripiki praktik. Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam
taklid (ikut2an tnpa dsar) dalam beragama, juga tertinggal dalam kemajuan hidup. Karena itu
memahami Islam haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki dengan
mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad (usaha yg bsungguh unt mncapai tujuan
yg benar).
Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari
pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam

menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga
menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi
pendorong
lahirnya
Muhammadiyah
ialah
antara
lain:
Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga
menyebabkan merajalelanya syirik, bidah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam
tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam
tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya
ukhuwah
Islamiyah
serta
ketiadaan
suatu
organisasi
yang
kuat;
Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kaderkader
Islam,
karena
tidak
lagi
dapat
memenuhi
tuntutan
zaman;
Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta
berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;
dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam,
serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin
menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat. Karena itu, jika disimpulkan, bahwa
berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut:
(1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam.
Cntohnya: mengadakan pesta minuman keras, main judi, panco apabila ad raja2 yg
meninggal di istana. Lalu memotong kerbau.
(2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern
(3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan
(4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar.[6]
C.Gagasan Pemikiran KH. Ahmad Dahlan Pembaruan & Pemurnian Islam.
Formalitas beragama adalah fokus utama yang ingin didekonstruksi oleh Kyai
Dahlan. Ide pembaharuannya menyangkut akidah dan syariat, misalnya tentang upacara ritual
kematian, upacara perkawinan, kehamilan, sunatan, berziarah ke kuburan keramat,
memberikan sesajen kepada hal yang dianggap keramat dan sebagainya. Menurut Kyai
Dahlan, hal-hal tersebut bertentangan dengan Islam dan dapat menimbulkan perbuatan syirik
dan musyrik. Kyai Dahlan juga berupaya menegakkan ajaran Islam sesuai dengan Al-Quran
dan Hadist, berusaha mengedepankan ijtihad jika ada hal yang tidak dapat dalam Al-Quran
maupun Hadist serta berusaha menghilangkan taqlid (pendapat ulama terdahulu tanpa ada
dasarnya) dalam fiqih dan menegakkan amar maruf nahi munkar.

Pembaharuan Lewat Politik


Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai
kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kiai diangkat sebagai khatib Masjid Besar
Yogyakarta dengan gelar Katib Amin oleh Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam
usianya yang relatif muda sekitar 28 tahun, ketika ayahanda Kyai mulai uzur dari jabatan
serupa. Satu tahun kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat
pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah
mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum
Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan

Musyawarah ini diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun


pernah berbeda pendapat, Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan
Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas
Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam
melalui
pembuktian
jalan
kepandaian
dan
ilmu.
Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain
sebagai wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan
pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang
pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah dengan
Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di
rumah Kiai Ahmad Dahlan.
Di sisi lain Dr. Soetomo pendiri Boedi Oetomo juga banyak terlibat dalam kegiatankegiatan Muhammadiyah dan menjadi Penasehat (Adviseur Besar) Muhammadiyah. Dalam
Kongres Muhammadiyah ke-26 (Surabaya), Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah)
dengan tema Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong lahirnya
PKO dengan rumah sakit dan panti asuhannya kemudian. Dr.Soetomo pun membantu
memperlancar pengesahan berdirinya Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.
Untuk mengetahui informasi perkembangan pemikiran di Timur Tengah Ahmad
Dahlan menjalin hubungan intensif melalui Jamiat Khair dan masuk menjadi anggotanya
pada tahun 1910. Ketika Syarikat Islam berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut serta menjadi
anggota.

Rupannya dengan masuknya Ahmad Dahlan pada semua organisasi tersebut di atas
dakwahnya semakin meluas dan mendapat respon positif dan di dukung oleh kalangan
modernis dan perkotaan. Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak,
yang akhirnya pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan
bagi pikirannya yaitu Muhammadiyah
Pembaharuan Lewat Pendidikan
Tak kalah penting dalam pembicaraan kita tentang Kyai Dahlan adalah semangatnya
sebagai seorang pendidik. Beliau begitu intens mengkritik dualisme pendidikan pada
masanya. Pandangan muslim tradisional terhadap pendidikan terlalu menitikberatkan pada
aspek spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat dari lembaga pendidikannya yaitu
pesantren. Pesantren lebih mengembangkan ilmu agama dibanding ilmu pengetahuan
sehingga menyebabkan kemunduran pada dunia Islam karena umat Islam hanya memikirkan
masalah akhirat dan menimbulkan sikap pasrah.
Begitu pun dengan sistem pendidikan kolonial. Dilihat dari metode pengajaran dan
alat-alat pendidikannya, memang terbilang banyak sekali manfaat dan kemajuan yang bisa
diraih siswa dari pendidikan kolonial ini. hanya saja, dalam sekolah kolonial tidak terdapat
pelajaran tentang agama, khususnya Islam. Hal ini menyebabkan siswa cakap secara
intelektual namun lemah karakter dan moralitasnya. Karena itulah Kyai Dahlan memandang
penting persoalan sinergi antara ilmu umum dan agama. Karena itulah institusi pendidikan
Muhammadiyah tidak memberlakukan pemisahan antara ilmu umum dan agama.
Sekolah Muhammadiyah yang pertama telah berdiri satu tahun sebelum
Muhammadiyah sebagai organisasi berdiri. Pada tahun 1911 Kyai Dahlan mendirikan sebuah
madrasah di rumahnya yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kaum muslim terhadap

pendidikan agama dan pada saat yang sama memberikan mata pelajaran umum. Di sekolah
itu, pendidikan agama diberikan oleh Kyai Dahlan sendiri dan pelajaran umum diajarkan oleh
seorang anggota Budi Utomo yang juga guru di sekolah pemerintah.
Ketika sekolah ini dibuka hanya ada 9 murid yang mendaftar. Hal itu membuktikan
bahwa umat Islam belum memandang pentingnya ilmu pengetahuan umum dan agama.
Respon tersebut tidak mematahkan semangat Kyai Dahlan. Ia tidak segan-segan mendatangi
anak-anak sampai ke rumahnya untuk mengajak mereka masuk sekolah. Kyai Dahlan juga
memberikan perhatian khusus pada pendidikan anak-anak perempuan. Karena bila anak lakilaki maju, anak perempuan terbelakang maka terjadi kepincangan. Pada tahun 1918 didirikan
sekolah Aisyiyah. Suatu pertanda bahwa pemikiran emansipasi pendidikan juga menjadi
perhatian Kyai Dahlan.
Sinergi antara ilmu umum dan agama juga merupakan tanda bahwa Kyai Dahlan
sangat menyadari pentingnya pembangunan kepribadian sebagai salah satu tujuan
pendidikan. Entah disadari atau tidak, upaya Kyai Dahlan menyinergikan antara ilmu umum
dan agama ini merupakan sebuah antitesis terhadap Prof. Snouck Hurgronje. Inilah sebab
mengapa pemikiran Kyai Dahlan di bidang pendidikan merupakan sebuah terobosan yang
membawa dampak besar bagi umat. Lebih jauh kedepan, dapat kita lihat hasilnya dengan
munculnya kader-kader Muhammadiyah yang turut mewarnai dunia politik dengan membawa
identitas ke-Islamannya.[7]

5. HASBI ASH SHIDDIEQY


Seorang mufasir, dan penulis buku-buku keagamaan asal Aceh, terutama masalahmasalah hukum (fiqih), tafsir dan hadits.
Ia lahir di Lhokseumawe, Aceh Utara. Ia masih mempunyai silsilah sampai Abu Bakar
Siddik (sahabat Nabi SAW). Ayahnya, Al hajj Teungku Muhammad Hussein Ibn Muhammad
Ibn Masud, yang menjabat sebagai Qadi Srimaharaja Mangkubumi di Lhokseumawe.
Ibunya, Teuku Amrah, putri Teuku Abdul Aziz, yang menjabat Qadi Srimaharaja, yang
digantikan ayahnya.
Pendidikan agamanya didapat dari ayahnya sendiri (yang mempunyai dayah). Sejak usia 8
tahun ia belajar dari dayah (pesantren) ke dayah yang lain dengan memakan waktu 12 tahun.
Pada tahun 1925 ia baru menyelesaikan pelajaran sekaligus memperoleh ijazah untuk dapat
membuka dayah sendiri.
Hasbi adalah seorang otodidak (belajar sendiri), pendidikan yang ditempuhnya dari dayah
ke dayah yang lainnya, dan hanya 1,5 tahun duduk dibangku sekolah Al Irsyad (di Surabaya
tahun 1926). Meskipun basis pendidikan formalnya relatif rendah, tetapi ia memperlihatkan
dirinya sebagai pemikir. Kemampuannya selaku seorang intelektual telah diakui oleh dunia
international. Ia pernah diundang dan menyampaikan makalah dalam International Islamic
Colloquium yang diselenggarakan di Lahore, Pakistan (1958). Pada tahun 1960 ia diangkat
menjadi dekan di IAIN Kalijaga Yogyakarta (hingga tahun 1972).
Ia memperoleh 2 gelar Doctor Honoris Causa karena jasanya terhadap perkembangan
perguruan tinggi dan ilmu pengetahuan keislaman di Indonesia. Gelar tersebut didapat dari
Unisba (Universitas Islam Bandung) pada 22 Maret 1975, dan IAIN Kalijaga Yogyakarta (29
Oktober 1975).
Ia meninggal pada 9 Desember 1975 di Jakarta, dan dimakamkan di pemakaman keluarga
IAIN Ciputat, jakarta.

Hasbi adalah salah seorang tokoh yang menyerukan pembaharuan di Indonesia. Dan ia
termasuk salah seorang tokoh yang pernah mengusulkan perlunya menyusun fiqih baru ala
Indonesia. Ia menulis sekitar 72 judul buku dan tidak kurang dari 50 artikel dibidang tafsir,
hadits, fiqih, dan pedoman ibadah umum.[8]
Karya

Tafsir Al Quranul Majid


Tafsir An Nur
Tafsir Al Bayan (1733 halaman). Tafsir ini menjelaskan ayat demi ayat, dilengkapi
penjelasan tambahan dan juga catatan kaki.
Pengantar Ilmu Hadits
Ilmu hadits Dirayah (2 jilid)
2002 Mutiara Hadits (8 jilid)
Pedoman Haji, merupakan naskah yang terakhir ia buat.
Pokok-pokok Pegangan Imam Madzhab (616 halaman). Dalam buku ini ia
menjelaskan bahwa semua mujtahid baik dari kalangan Sunni maupun Syiah, dalam
menggali hukum syara tetap bersumber pada Al Quran dan Hadits. Mereka hanya
berbeda pandangan dalam menentukan dasar-dasar yang boleh dipakai Al Quran dan As
Sunah. Buku ini juga dilengkapi sejarah perkembangan madzhab, riwayat hidup para imam,
dan glossary (kamus istilah).
Falsafah Hukum Islam, buku ini mencakup dasar, tujuan, keistimewaan, keindahan
dan rahasia-rahasia yang dikandung setiap hukum, yang dibagi dalam 2 bagian, yaitu segi
falsafah dan segi ruhul ahkam yang ditanggapi dari hasil istiqra.
Hukum Antar Golongan. Buku ini mempberi tuntunan dalam menghadapi persoalan
dengan agama lain, seperti : perkawinan, bisnis dan hutang piutang.
Tuntunan Qurban & Aqiqah. Buku ini secara ringkas menjelaskan berbagai hal
tentang ibadah qurban dan memberikan tuntunan yang benar mengenai syarat-syarat
pelaksanaannya agar qurban yang dilakukan benar-benar penuh keikhlasan sesuai dengan
syariat. Dalam buku ini dibahas juga mengenai penyembelihan diluar qurban (aqiqah, atirah,
dan fara).
Peradilan & Hukum Acara Islam (204 halaman)
Pidana Mati Dalam Syariat Islam (68 halaman)
Islam dan Politik Bernegara (261 halaman), buku ini menguraikan dasar-dasar teori
politik Islam yang menjelaskan tentang sejarah negara Islam dan munculnya partai-partai
politik, imamah, syarat dan kewajiban negara, hubungan rakyat dan penguasa serta perbedaan
demokrasi Islam dan barat.
Ilmu-ilmu Al Quran (340 halaman), merupakan buku tentang dasar untuk
mempelajari Al Quran (ulumul Quran) dari sejarah dan perkembangannya sampai kaidahkaidah yang diperlukan mufasir.
Kuliah Ibadah (262 hal), buku ini menguraikan ibadah secara luas, mendalam dan
detail dilihat dari segi hukum (fiqih) dan hikmah (filosofi0. Buku ini dijadikan panduan
perkuliahan di IAIN atau setingkat.
Pedoman Dzikir dan Doa.Buku ini terdiri dari 4 jilid, jilid satu berisi mengenai
bagaiman hukum dan adab berdoa; Jilid dua tentang berdzikir dan berdoa untuk berbagai
pengalaman; Jilid 3, dzikir dan doa para rasul dalam Al Quran, serta surat-surat yang dibaca
malam; Jilid 4, berisi bacaan dzikir dan doa dalam shalat, zakat, puasa, haji dan umrah.

Dasar dasar fiqih Islam


Fiqhul Mawaris
Hukum-hukun fiqih Islam
Al Islam: Kepercayaan, Kesusilaan, amal Kebajikan
Koleksi hadits-hadits hukum.
Pedoman Puasa
Pedoman Shalat
Pengantar Hukum Islam
Pokok pokok Ilmu dirayah
Sejarah dan pengantar Ilmu hadits
Sejarah dan Pengantar ilmu tauhid / ilmu kalam.
Sejarah dan Pengantar ilmu Al Quran

6. MUHAMMAD BIN MUSA AL-KHAWARIZMI

Muhammad bin Ms al-Khawrizm adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi,


dan geografi yang berasal dari Persia. Lahir sekitar tahun 780 di Khwrizm (sekarang Khiva,
Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850 di Baghdad. Hampir sepanjang hidupnya, ia bekerja
sebagai dosen di Sekolah Kehormatan di Baghdad
Buku pertamanya, al-Jabar, adalah buku pertama yang membahas solusi sistematik dari linear
dan notasi kuadrat. Sehingga ia disebut sebagai Bapak Aljabar. Translasi bahasa Latin dari
Aritmatika beliau, yang memperkenalkan angka India, kemudian diperkenalkan sebagai
Sistem Penomoran Posisi Desimal di dunia Barat pada abad ke 12. Ia merevisi dan
menyesuaikan Geografi Ptolemeus sebaik mengerjakan tulisan-tulisan tentang astronomi dan
astrologi.
Kontribusi beliau tak hanya berdampak besar pada matematika, tapi juga dalam kebahasaan.
Kata Aljabar berasal dari kata al-Jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk
menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau. Kata logarisme dan

logaritma diambil dari kata Algorismi, Latinisasi dari nama beliau. Nama beliau juga di serap
dalam bahasa Spanyol Guarismo dan dalam bahasa Portugis, Algarismo yang berarti digit.
Biografi
Sedikit yang dapat diketahui dari hidup beliau, bahkan lokasi tempat lahirnya sekalipun.
Nama beliau mungkin berasal dari Khwarizm (Khiva) yang berada di Provinsi Khurasan pada
masa kekuasaan Bani Abbasiyah (sekarang Xorazm, salah satu provinsi Uzbekistan). Gelar
beliau adalah Ab Abdu llh atau Ab Jafar.
Sejarawan al-Tabari menamakan beliau Muhammad bin Musa al-Khwrizm al-Majousi alKatarbali. Sebutan al-Qutrubbulli mengindikasikan beliau berasal dari Qutrubbull, kota kecil
dekat Baghdad.
Dalam Kitb al-Fihrist Ibnu al-Nadim, kita temukan sejarah singkat beliau, bersama dengan
karya-karya tulis beliau. Al-Khawarizmi menekuni hampir seluruh pekerjaannya antara 813833. setelah Islam masuk ke Persia, Baghdad menjadi pusat ilmu dan perdagangan, dan
banyak pedagang dan ilmuwan dari Cina dan India berkelana ke kota ini, yang juga dilakukan
beliau. Dia bekerja di Baghdad pada Sekolah Kehormatan yang didirikan oleh Khalifah Bani
Abbasiyah Al-Ma'mun, tempat ia belajar ilmu alam dan matematika, termasuk mempelajari
terjemahan manuskrip Sanskerta dan Yunani.
Karya
Karya terbesar beliau dalam matematika, astronomi, astrologi, geografi, kartografi, sebagai
fondasi dan kemudian lebih inovatif dalam aljabar, trigonometri, dan pada bidang lain yang
beliau tekuni. Pendekatan logika dan sistematis beliau dalam penyelesaian linear dan notasi
kuadrat memberikan keakuratan dalam disiplin aljabar, nama yang diambil dari nama salah
satu buku beliau pada tahun 830 M, al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa'l-muqabala
atau: "Buku Rangkuman untuk Kalkulasi dengan Melengkapakan dan Menyeimbangkan,
buku pertama beliau yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12.
Pada buku beliau, Kalkulasi dengan angka Hindu, yang ditulis tahun 825, memprinsipkan
kemampuan difusi angka India ke dalam perangkaan timur tengah dan kemudian Eropa.
Buku beliau diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Algoritmi de numero Indorum,
menunjukkan kata algoritmi menjadi bahasa Latin.
Beberapa kontribusi beliau berdasar pada Astronomi Persia dan Babilonia, angka India, dan
sumber-sumber Yunani.
Sistemasi dan koreksi beliau terhadap data Ptolemeus pada geografi adalah sebuah
penghargaan untuk Afrika dan Timur Tengah. Buku besar beliau yang lain, Kitab surat al-ard
("Pemandangan Bumi";diterjemahkan oleh Geography), yang memperlihatkan koordinat dan
lokasi dasar yang diketahui dunia, dengan berani mengevaluasi nilai panjang dari Laut
Mediterania dan lokasi kota-kota di Asia dan Afrika yang sebelumnya diberikan oleh
Ptolemeus.
Ia kemudian mengepalai konstruksi peta dunia untuk Khalifah Al-Mamun dan berpartisipasi
dalam proyek menentukan tata letak di Bumi, bersama dengan 70 ahli geografi lain untuk

membuat peta yang kemudian disebut ketahuilah dunia. Ketika hasil kerjanya disalin dan
ditransfer ke Eropa dan Bahasa Latin, menimbulkan dampak yang hebat pada kemajuan
matematika dasar di Eropa. Ia juga menulis tentang astrolab dan sundial.
Kitab I - Aljabar
Al-Kitb al-mukhtas a r f h isb al-jabr wa-l-muqbala (Kitab yang Merangkum Perhitungan
Pelengkapan dan Penyeimbangan) adalah buku matematika yang ditulis pada tahun 830.
Kitab ini merangkum definisi aljabar. Terjemahan ke dalam bahasa Latin dikenal sebagai
Liber algebrae et almucabala oleh Robert dari Chester (Segovia, 1145) dan juga oleh
Gerardus dari Cremona.

Dalam kitab tersebut diberikan penyelesaian


persamaan linear dan kuadrat dengan menyederhanakan persamaan menjadi salah satu dari
enam bentuk standar (di sini b dan c adalah bilangan bulat positif)
dengan membagi koefisien dari kuadrat dan menggunakan dua operasi: al-jabr ( ) atau
pemulihan atau pelengkapan) dan al-muqbala (penyetimbangan). Al-jabr adalah proses
memindahkan unit negatif, akar dan kuadrat dari notasi dengan menggunakan nilai yang
sama di kedua sisi. Contohnya, x^2 = 40x - 4x^2 disederhanakan menjadi 5x^2 = 40x. Almuqbala adalah proses memberikan kuantitas dari tipe yang sama ke sisi notasi. Contohnya,
x^2 + 14 = x + 5 disederhanakan ke x^2 + 9 = x.
Beberapa pengarang telah menerbitkan tulisan dengan nama Kitb al-abr wa-l-muqbala,
termasuk Ab Hanfa al-Dnawar, Ab Kmil (Rasla fi al-abr wa-al-muqbala), Ab
Muh ammad al-Adl, Ab Ysuf al-Mis s s , Ibnu Turk, Sind bin Al, Sahl bin Bir, dan
arafaddn al-Ts.
Kitab 2 - Dixit algorizmi
Buku kedua besar beliau adalah tentang aritmatika, yang bertahan dalam Bahasa Latin, tapi
hilang dari Bahasa Arab yang aslinya. Translasi dilakukan pada abad ke-12 oleh Adelard of
Bath, yang juga menerjemahkan tabel astronomi pada 1126.
Pada manuskrip Latin,biasanya tak bernama,tetapi umumnya dimulai dengan kata: Dixit
algorizmi ("Seperti kata al-Khawrizm"), atau Algoritmi de numero Indorum ("alKahwrizm pada angka kesenian Hindu"), sebuah nama baru di berikan pada hasil kerja
beliau oleh Baldassarre Boncompagni pada 1857. Kitab aslinya mungkin bernama Kitb alJama wa-l-tafrq bi-h isb al-Hind ("Buku Penjumlahan dan Pengurangan berdasarkan
Kalkulasi Hindu")

Kitab 3 - Rekonstruksi Planetarium


Peta abad ke-15 berdasarkan Ptolemeus sebagai perbandingan.
Buku ketiga beliau yang terkenal adalah Kitb surat al-Ardh "Buku Pemandangan Dunia"
atau "Kenampakan Bumi" diterjemahkan oleh Geography), yang selesai pada 833 adalah
revisi dan penyempurnaan Geografi Ptolemeus, terdiri dari daftar 2402 koordinat dari kotakota dan tempat geografis lainnya mengikuti perkembangan umum.
Hanya ada satu kopi dari Kitb s rat al-Ard , yang tersimpan di Perpustakaan Universitas
Strasbourg. Terjemahan Latinnya tersimpan di Biblioteca Nacional de Espaa di Madrid.
Judul lengkap buku beliau adalah Buku Pendekatan Tentang Dunia, dengan Kota-Kota,
Gunung, Laut, Semua Pulau dan Sungai, ditulis oleh Abu Jafar Muhammad bin Musa alKhawarizmi berdasarkan pendalaman geografis yang ditulis oleh Ptolemeus dan Claudius.
Buku ini dimulai dengan daftar bujur dan lintang, termasuk Zona Cuaca, yang menulis
pengaruh lintang dan bujur terhadap cuaca. Oleh Paul Gallez, dikatakan bahwa ini sanagat
bermanfaat untuk menentukan posisi kita dalam kondisi yang buruk untuk membuat
pendekatan praktis. Baik dalam salinan Arab maupun Latin, tak ada yang tertinggal dari buku
ini. Oleh karena itu, Hubert Daunicht merekonstruksi kembali peta tersebut dari daftar
koordinat. Ia berusaha mencari pendekatan yang mirip dengan peta tersebut.
Buku 4 - Astronomi
Kampus Corpus Christi MS 283
Buku Zj al-sindhind (tabel astronomi) adalah karya yang terdiri dari 37 simbol pada
kalkulasi kalender astronomi dan 116 tabel dengan kalenderial, astronomial dan data
astrologial sebaik data yang diakui sekarang.
Versi aslinya dalam Bahasa Arab (ditulis 820) hilang, tapi versi lain oleh astronomer Spanyol
Maslama al-Majrt (1000) tetap bertahan dalam bahasa Latin, yang diterjemahkan oleh
Adelard of Bath (26 Januari 1126). Empat manuskrip lainnya dalam bahasa Latin tetap ada di
Bibliothque publique (Chartres), the Bibliothque Mazarine (Paris), the Bibliotheca
Nacional (Madrid) dan the Bodleian Library (Oxford).
Buku 5 - Kalender Yahudi
Al-Khawrizm juga menulis tentang Penanggalan Yahudi (Risla fi istikhrj tarkh al-yahd
"Petunjuk Penanggalan Yahudi"). Yang menerangkan 19-tahun siklus interkalasi, hukum yang
mengatur pada hari apa dari suatu minggu bulan Tishr dimulai; memperhitungkan interval
antara Era Yahudi (penciptaan Adam) dan era Seleucid; dan memberikan hukum tentang
bujur matahari dan bulan menggunakan Kalender Yahudi. Sama dengan yang ditemukan oleh
al-Brn dan Maimonides.
Karya lainnya

Beberapa manuskrip Arab di Berlin, Istanbul, Tashkent, Kairo dan Paris berisi pendekatan
material yang berkemungkinan berasal dari al-Khawarizm. Manuskrip di Istanbul berisi
tentang sundial, yang disebut dalam Fihirst. Karya lain, seperti determinasi arah Mekkah
adalah salah satu astronomi sferik.
Dua karya berisi tentang pagi (Marifat saat al-mashriq f kull balad) dan determinasi azimut
dari tinggi (Marifat al-samt min qibal al-irtif).
Beliau juga menulis 2 buku tentang penggunaan dan perakitan astrolab. Ibnu al-Nadim dalam
Kitab al-Fihrist (sebuah indeks dari bahasa Arab) juga menyebutkan Kitb ar-Ruma(t)
(buku sundial) dan Kitab al-Tarikh (buku sejarah) tapi 2 yang terakhir disebut telah hilang.

7. UMAR KHAYYAM

'Umar Khayym (18 Mei 1048 - 4 Desember 1131), dilahirkan di Nishapur, Iran. Nama
aslinya adalah Ghiytsuddin Abulfatah 'Umar bin Ibrahim Khayymi Nisybri . Khayym
berarti "pembuat tenda" dalam bahasa Persia.
Sang Matematikawan
Pada masa hidupnya, ia terkenal sebagai seorang matematikawan dan astronom yang
memperhitungkan bagaimana mengoreksi kalender Persia. Pada 15 Maret 1079, Sultan
Jalaluddin Maliksyah Saljuqi (1072-1092) memberlakukan kalender yang telah diperbaiki
Umar, seperti yang dilakukan oleh Julius Caesar di Eropa pada tahun 46 SM dengan koreksi
terhadap Sosigenes, dan yang dilakukan oleh Paus Gregorius XIII pada Februari 1552 dengan
kalender yang telah diperbaiki Aloysius Lilius (meskipun Britania Raya baru beralih dari
Kalender Julian kepada kalender Gregorian pada 1751, dan Rusia baru melakukannya pada
1918).
Dia pun terkenal karena menemukan metode memecahkan persamaan kubik dengan
memotong sebuah parabola dengan sebuah lingkaran.
Sang astronom

Pada 1073, Malik-Syah, penguasa Isfahan, mengundang Khayym untuk membangun dan
bekerja pada sebuah observatorium, bersama-sama dengan sejumlah ilmuwan terkemuka
lainnya. Akhirnya, Khayym dengan sangat akurat (mengoreksi hingga enam desimal di
belakang koma) mengukur panjang satu tahun sebagai 365,24219858156 hari.
Ia terkenal di dunia Persia dan Islam karena observasi astronominya. Ia pernah membuat
sebuah peta bintang (yang kini lenyap) di angkasa.
Umar Khayym dan Islam
Filsafat Umar Khayym agak berbeda dengan dogma-dogma umum Islam. Tidak jelas apakah
ia percaya akan kehadiran Allah atau tidak, namun ia menolak pemahaman bahwa setiap
kejadian dan fenomena adalah akibat dari campur tangan ilahi. Ia pun tidak percaya akan
Hari Kiamat atau ganjaran serta hukuman setelah kematian. Sebaliknya, ia mendukung
pandangan bahwa hukum-hukum alam menjelaskan semua fenomena dari kehidupan yang
teramati. Para pejabat keagamaan berulang kali meminta dia menjelaskan pandanganpandangannya yang berbeda tentang Islam. Khayym akhirnya naik haji ke Mekkah untuk
membuktikan bahwa ia adalah seorang muslim.
Omar Khayyam, Sang Skeptik
Dan, sementara Ayam Jantan berkokok, mereka yang berdiri di muka / Rumah Minum
berseru - "Bukalah Pintu! / Engkau tahu betapa sedikit waktu yang kami punyai untuk
singgah, / Dan bila kami pergi, mungkin kami takkan kembali lagi."
Demikian pula bagi mereka yang bersiap-siap untuk HARI INI, / Dan meyangka setelah
ESOK menatap, / Seorang muazzin berseru dari MenaraKegelapan / "Hai orang bodoh!
ganjaranmu bukan di Sini ataupun di Sana!"
Mengapa, semua orang Suci dan orang Bijak yang mendiskusikan / Tentang Dua Dunia
dengan begitu cerdas, disodorkannya / Seperti Nabi-nabi bodoh; Kata-kata mereka untuk
Dicemoohkan / Ditaburkan, dan mulut mereka tersumbat dengan Debu.
Oh, datanglah dengan Khayyam yang tua, dan tinggalkanlah Yang Bijak / Untuk berbicara;
satu hal yang pasti, bahwa Kehidupan berjalan cepat; / Satu hal yang pasti, dan Sisanya
adalah Dusta; / Bunga yang pernah sekali mekar, mati untuk selama-lamanya.
Diriku ketika masih muda begitu bergariah mengunjungi / Kaum Cerdik pandai dan Orang
Suci, dan mendengarkan Perdebatan besar / Tentang ini dan tentang: namun terlebih lagi /
Keluar dari Pintu yang sama seperti ketika kumasuk.
Dengan Benih Hikmat aku menabur, / Dan dengan tanganku sendiri mengusahakannya agar
bertumbuh; / Dan cuma inilah Panen yang kupetik - / "Aku datang bagai Air, dan bagaikan
Bayu aku pergi."
Ke dalam Jagad ini, dan tanpa mengetahui, / Entah ke mana, seperti Air yang mengalir begitu
saja: / Dan dari padanya, seperti Sang Bayu yang meniup di Padang, / Aku tak tahu ke mana,
bertiup sesukanya.

Jari yang Bergerak menulis; dan, setelah menulis, / Bergerak terus: bukan Kesalehanmu
ataupun Kecerdikanmu / Yang akan memanggilnya kembali untuk membatalkan setengah
Garis, / Tidak juga Air matamu menghapuskan sepatah Kata daripadanya.
Dan Cawan terbalik yang kita sebut Langit, / Yang di bawahnya kita merangkak hidup dan
mati, / Janganlah mengangkat tanganmu kepadanya meminta tolong - karena Ia / Bergelung
tanpa daya seperti Engkau dan Aku.
Omar Khayym, Penulis dan Penyair
Omar Khayym kini terkenal bukan hanya keberhasilan ilmiahnya, tetapi karena karya-karya
sastranya. Ia diyakini telah menulis sekitar seribu puisi 400 baris. Di dunia berbahasa Inggris,
ia paling dikenal karena The Rubiyt of Omar Khayym dalam terjemahan bahasa Inggris
oleh Edward Fitzgerald (1809-1883).
Orang lain juga telah menerbitkan terjemahan-terjemahan sebagian dari rubiytnya (rubiyt
berarti "kuatrain"), tetapi terjemahan Fitzgeraldlah yang paling terkenal. Ada banyak pula
terjemahan karya ini dalam bahasa-bahasa lain.

8. TSABIT BIN QURRAH

Abu'l Hasan Tsabit bin Qurra' bin Marwan al-Sabi al-Harrani, (826 18 Februari 901) adalah
seorang astronom dan matematikawan dari Arab, dan dikenal pula sebagai Thebit dalam
bahasa Latin.
Tsabit lahir di kota Harran, Turki. Tsabit menempuh pendidikan di Baitul Hikmah di Baghdad
atas ajakan Muhammad ibn Musa ibn Shakir. Tsabit menerjemahkan buku Euclid yang
berjudul Elements dan buku Ptolemy yang berjudul Geograpia.
Al-Sabi Thabit bin Qurra al-Harrn, Latin: Thebit / Thebith / Tebit, 826 - 18 Februari, 901)
adalah seorang ahli matematika, dokter, astronom, dan penerjemah Islam Golden Age yang
tinggal di Baghdad pada paruh kedua abad kesembilan.
Ibnu Qurra membuat penemuan penting dalam aljabar, geometri, dan astronomi. Dalam

astronomi, Thabit dianggap sebagai salah satu dari para reformis pertama dari sistem
Ptolemaic, dan dalam mekanika dia adalah seorang pendiri statika.

9. MUHAMMAD BIN ZAKARIYA AL-RAZI

Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat
merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 - 930. Ia lahir di Rayy,
Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925.
Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam
bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke
Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga
memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad.
Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serbabisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan
terbesar dalam sejarah.
Biografi
Ar-Razi lahir pada tanggal 28 Agustus 865 Hijirah dan meninggal pada tanggal 9 Oktober
925 Hijriah. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut terletak di lembah
selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga,
Ibnu Sina menyelesaikan hampir seluruh karyanya.

Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi tapi dia kemudian lebih
tertarik pada bidang alkemi. Pada umurnya yang ke-30, ar-Razi memutuskan untuk berhenti
menekuni bidang alkemi dikarenakan berbagai eksperimen yang menyebabkan matanya
menjadi cacat. Kemudian dia mencari dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan dari
sinilah ar-Razi mulai mempelajari ilmu kedokteran.
Dia belajar ilmu kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan filsuf yang lahir
di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang Yahudi yang kemudian berpindah agama
menjadi Islam setelah mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan dibawah
kekuasaan khalifah Abbasiyah, al-Mu'tashim.
Razi kembali ke kampung halamannya dan terkenal sebagai seorang dokter disana. Kemudian
dia menjadi kepala Rumah Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq, penguasa
Samania. Ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus dipersembahkan untuk
Mansur ibnu Ishaq. Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah ke Baghdad pada masa
kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di Baghdad.
Setelah kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi, ar-Razi memutuskan untuk
kembali ke kota kelahirannya di Rayy, dimana dia mengumpulkan murid-muridnya. Dalam
buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki
banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak membebani
biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.
Kontribusi
Bidang Kedokteran
Cacar dan campak
Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan orang pertama
yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar:
"Cacar terjadi ketika darah 'mendidih' dan terinfeksi, dimana kemudian hal ini akan
mengakibatkan keluarnya uap. Kemudian darah muda (yang kelihatan seperti ekstrak basah
di kulit) berubah menjadi darah yang makin banyak dan warnanya seperti anggur yang
matang. Pada tahap ini, cacar diperlihatkan dalam bentuk gelembung pada minuman anggur.
Penyakit ini dapat terjadi tidak hanya pada masa kanak-kanak, tapi juga masa dewasa. Cara
terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah mencegah kontak dengan penyakit ini, karena
kemungkinan wabah cacar bisa menjadi epidemi."
Diagnosa ini kemudian dipuji oleh Ensiklopedia Britanika (1911) yang menulis: "Pernyataan
pertama yang paling akurat dan tepercaya tentang adanya wabah ditemukan pada karya
dokter Persia pada abad ke-9 yaitu Rhazes, dimana dia menjelaskan gejalanya secara jelas,
patologi penyakit yang dijelaskan dengan perumpamaan fermentasi anggur dan cara
mencegah wabah tersebut."
Buku ar-Razi yaitu Al-Judari wal-Hasbah (Cacar dan Campak) adalah buku pertama yang

membahas tentang cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Buku ini kemudian
diterjemahkan belasan kali ke dalam Latin dan bahasa Eropa lainnya. Cara penjelasan yang
tidak dogmatis dan kepatuhan pada prinsip Hippokrates dalam pengamatan klinis
memperlihatkan cara berpikir ar-Razi dalam buku ini.
Berikut ini adalah penjelasan lanjutan ar-Razi: "Kemunculan cacar ditandai oleh demam yang
berkelanjutan, rasa sakit pada punggung, gatal pada hidung dan mimpi yang buruk ketika
tidur. Penyakit menjadi semakin parah ketika semua gejala tersebut bergabung dan gatal
terasa di semua bagian tubuh. Bintik-bintik di muka mulai bermunculan dan terjadi
perubahan warna merah pada muka dan kantung mata. Salah satu gejala lainnya adalah
perasaan berat pada seluruh tubuh dan sakit pada tenggorokan."
Alergi dan demam
Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit "alergi asma", dan
ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada salah satu tulisannya, dia
menjelaskan timbulnya penyakit rhintis setelah mencium bunga mawar pada musim panas.
Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh
untuk melindungi diri.
Farmasi
Pada bidang farmasi, ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung, spatula
dan mortar. Ar-razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.
Etika kedokteran
Ar-Razi juga mengemukakan pendapatnya dalam bidang etika kedokteran. Salah satunya
adalah ketika dia mengritik dokter jalanan palsu dan tukang obat yang berkeliling di kota dan
desa untuk menjual ramuan. Pada saat yang sama dia juga menyatakan bahwa dokter tidak
mungkin mengetahui jawaban atas segala penyakit dan tidak mungkin bisa menyembuhkan
semua penyakit, yang secara manusiawi sangatlah tidak mungkin. Tapi untuk meningkatkan
mutu seorang dokter, ar-Razi menyarankan para dokter untuk tetap belajar dan terus mencari
informasi baru. Dia juga membuat perbedaan antara penyakit yang bisa disembuhkan dan
yang tidak bisa disembuhkan. Ar-Razi kemudian menyatakan bahwa seorang dokter tidak
bisa disalahkan karena tidak bisa menyembuhkan penyakit kanker dan kusta yang sangat
berat. Sebagai tambahan, ar-Razi menyatakan bahwa dia merasa kasihan pada dokter yang
bekerja di kerajaan, karena biasanya anggota kerajaan suka tidak mematuhi perintah sang
dokter.
Ar-Razi juga mengatakan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik, bahkan
sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar.
Buku-buku Ar-Razi pada bidang kedokteran

Berikut ini adalah karya ar-Razi pada bidang kedokteran yang dituliskan dalam buku:
1

Hidup yang Luhur

Petunjuk Kedokteran untuk Masyarakat Umum

Keraguan pada Galen

Penyakit pada Anak

10. ABU MUSA JABIR BIN HAYYAN

Abu Musa Jabir bin Hayyan, atau dikenal dengan nama Geber di dunia Barat, diperkirakan
lahir di Kuffah, Irak pada tahun 722 dan wafat pada tahun 804. Kontribusi terbesar Jabir
adalah dalam bidang kimia. Keahliannya ini didapatnya dengan ia berguru pada Barmaki
Vizier, pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid di Baghdad. Ia mengembangkan teknik
eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia, sehingga setiap eksperimen dapat
direproduksi kembali. Jabir menekankan bahwa kuantitas zat berhubungan dengan reaksi
kimia yang terjadi, sehingga dapat dianggap Jabir telah merintis ditemukannya hukum
perbandingan tetap.
Kontribusi lainnya antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi, kalsinasi,
sublimasi dan penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan proses-proses
tersebut.
Bapak Kimia Arab ini dikenal karena karya-karyanya yang sangat berpengaruh pada ilmu
kimia dan metalurgi.
Karya Jabir antara lain:
1

Kitab Al-Kimya (diterjemahkan ke Inggris menjadi The Book of the


Composition of Alchemy)

Kitab Al-Sab'een

Kitab Al Rahmah

Al Tajmi

Al Zilaq al Sharqi

Book of The Kingdom

Book of Eastern Mercury

Book of Balance

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam adalah agama yang mencakup berbagai macam aspek, baik itu ekonomi,
politik, budaya, ibadah, dan lain-lain. Bila memandang Islam dalam konteks kekinian,
rasanya memang perjuangan atau usaha yang dilakukan oleh para tokoh pembaharu islam
belum sempurna. Perjuangan dan usaha mereka kami analogikan sebagai sebuah ajang lari
estafet, merekapara tokoh pembaharu islamberlari dan membawa tongkat estafet
kemajuan islam dengan susah payah dan penuh perjuangan agar sampai kepada kitaumat
saat inidengan harapan besar kita mampu melanjutkan tongkat estafet tersebut sampai pada
generasi selanjutnya hingga akhir zaman. Namun, potret umat islam saat ini bisa dikatakan
amat menyedihkan dari segi keilmuan dan persatuan. Umat islam saat ini tidak lagi dinamis,
dan seperti tidak memiliki pendirian. Hal ini terlihat dari mudahnya umat islam terprovokasi
oleh oknum-oknum tertentu yang tak bertanggung jawab.Hal ini menunjukkan kesadaran
umat islam untuk melanjutkan tongkat estafet kemajuan itu masih belum maksimal.
Semoga dengan hadirnya kajian(studi tokoh) ini kita semakin menyadari kondisi
islam yang masih terpuruk saat ini dan harapan besar kami adalah munculnya jiwa dan
semangat Muhammad Bin Abdul Wahab, Muhammad Abduh,Syaikh Rasyid Ridha dan lainlain yang mampu kembali meneruskan tongkat estafet perjuangan itu dan menanggalkan
seluruh pengaruh barat pada islam yang merupakan hambatan bagi umat islam untuk maju.
Amien.

DAFTAR PUSTAKA
Asmuni,Drs.
H.M.Yusran, Pengantar
Studi
Pemikiran
Dan
Gerakan
Pembaharuan(Dirasah Islamiah III), Rajawali Pers: Jakarta, 2001
Rahman, Fazlur, Kebangkitan dan Pembaharuan di dalam Islam, Penerbit Pustaka:
Bandung, 2001.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan
Gerakan), Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Taufik, Ahmad dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh modernisme Islam, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005.
Anshoriy, Nasruddin, Matahari Pembaruan; Rekam Jejak KH Ahmad Dahlan.
Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2010.
Damimi, Mohammad. Akar Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Fajar
Pustaka Baru,2000.
Syuja. Islam
Berkemajuan;
Kisah
Perjuangan
KH
Ahmad
Dahlan
dan Muhammadiyah Masa Awal. Tangerang: Penerbit Al-Wasath, 2009.
NourouzzamanAShiddiqi,FiqhIndonesia,PenggagasdanGagasannya,cet.1Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997.

Anda mungkin juga menyukai