Anda di halaman 1dari 36

BAB II

LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan membahas tentang teori teori yang
berhubungan dengan penelitian ini, yaitu persediaan dan pengujian
distribusi.

2.1 Persediaan
2.1.1 Pengertian Persediaan
Masalah persediaan adalah masalah yang dihadapi oleh semua
perusahaan. Masalah persediaan penting untuk ditangani dengan baik
karena menyangkut keberhasilan dan kelangsungan hidup perusahaan.
Ada beberapa pendapat tentang istilah persediaan diantaranya
adalah :
1.

Menurut Heryanto (1997) persediaan adalah bahan atau barang


yang disimpan yang akan digunakan untuk mencari tujuan tertentu,
misalnya untuk proses produksi, untuk dijual dan untuk suku
cadang peralatan.

2.

Menurut Rangkuti (2002) persediaan adalah merupakan salah satu


unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara
kontinu diperoleh, diubah kemudian dijual kembali.

3.

Menurut Handoko (1999) persediaan adalah segala sesuatu sumber


daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap
pemenuhan permintaan

4.

.Menurut Baroto (2002) Persediaan adalah komponen material, atau


produk jadi yang tersedia di tangan, menunggu untuk digunakan
atau dijual. Persediaan adalah bahan mentah, barang dalam proses,
1

II-2

barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang


disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.

2.1.2 Jenis Jenis Persediaan


Secara fisik, item persediaan dapat dikelompokkan dalam lima
kategori yaitu bahan mentah (raw material), komponen, barang setengah
jadi (work in process), barang jadi (finished good) dan bahan pembantu
(Baroto, 2002 :52).
1.

Bahan mentah (raw material), yaitu barang-barang berwujud


seperti baja, kayu, tanah liat, atau bahan-bahan mentah lainnya
yang diperoleh dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari
pemasok, atau diolah sendiri oleh perusahaan untuk digunakan
perusahaan dalam proses produksinya sendiri.

2.

Komponen, yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian


yang diperoleh dari perusahaan lain atau hasil produksi sendiri
untuk digunakan dalam pembuatan barang jadi atau barang
setengah jadi.

3.

Barang setengah jadi (work in process), yaitu barang-barang


keluaran dari tiap operasi produksi atau perakitan yang telah
memiliki bentuk lebih kompleks daripada komponen, namun
masih perlu proses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi.

4.

Barang jadi (finished good) adalah barang-barang yang telah


selesai diproses dan siap untuk di distribusikan ke konsumen.

5.

Bahan pembantu (supplies material) adalah barang-barang


yang diperlukan dalam proses pembuatan atau perakitan
barang, namun bukan merupakan komponen barang jadi.

II-3

Menurut fungsinya jenis-jenis persediaan terdiri dari Batch


stock, Fluctuation stock dan Anticipation stock (Rangkuti,2002:7).
1.

Batch stock/Lot size Inventory


Persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat
bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar
dari jumlah yang dibutuhkan saat itu.

2.

Fluctuation Stock
Persediaan

yang

diadakan

untuk

menghadapi

fluktuasi

permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan


3.

Anticipation Stock
Persediaan

yang

diadakan

untuk

menghadapi

fluktuasi

permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman


yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi
penggunaan atau penjualan atau permintaan yang meningkat.
Persediaan yang diadakan mulai bahan baku sampai barang jadi
berguna untuk menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang,
menghilangkan risiko barang yang rusak, mempertahankan stabilitas
operasi perusahaan, mencapai penggunaan mesin yang optimal dan
memberikan pelayanan yang sebik-baiknya bagi konsumen.
Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang
sangat penting, karena mayoritas perusahaan melibatkan investasi besar
pada aspek ini yaitu 20%-60%. Kekurangan ataupun kelebihan
persediaan merupakan persoalan yang sangat diperhatikan. Untuk itu
perusahaan harus merencanakan dan mengendalikan persediaan pada

II-4

tingkat optimal. Kriteria optimal adalah minimasi keseluruhan biaya


yang terkait dengan pengadaan persediaan.

2.1.3 Penyebab dan Fungsi Persediaan


Persediaan merupakan hal yang tidak dapat terhindarkan.
Penyebab timbulnya persediaan adalah mekanisme pemenuhan atas
permintaan, keinginan untuk mengantisipasi ketidakpastian, dan
keinginan melakukan spekulasi (Baroto, 2002 : 53).
1.

Mekanisme pemenuhan atas permintaan.


Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika
bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk
menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan
pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit
di hindarkan.

2.

Keinginan untuk mengantisipasi ketidakpastian


Ketidak pastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan
tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu
pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk
dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang
cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tak dapat
dikendalikan. Ketidak pastian ini dapat diantisipasi dengan
mengadakan persediaan.

3.

Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan


keuntungan besar dari kenaikan harga dimasa mendatang.

II-5

Effesiensi

produksi

dapat

ditingkatkan

dengan

melalui

pengendalian persediaan. Effesiensi ini dapat dicapai bila fungsi


persediaan dapat dioptimalkan. Beberapa fungsi persediaan diantaranya
fungsi independensi, fungsi ekonomis, fungsi antisipasi, dan fungsi
fleksibilitas (Baroto, 2002 : 53).
1.

Fungsi

Independensi.

Persediaan

bahan

diadakan

agar

departemen departemen dan proses individual terjaga


kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk
memenuhi permintaan pelanggan yang tidak pasti. Permintaan
pasar tidak dapat diduga dengan tepat, demikian pula pasokan
dari pemasok. Agar proses proses produksi dapat berjalan tanpa
tergantung pada kedua hal (independen), maka persediaan
harus mencukupi.
2.

Fungsi

ekonomis.

Seringkali

dalam

kondisi

tertentu,

memproduksi dengan jumlah produksi tertentu (lot) akan lebih


ekonomis daripada memproduksi secara berulang atas sesuai
permintaan. Jumlah produksi optimal ditentukan oleh biaya set
up dan biaya penyimpanan, bukan jumlah permintaan, sehingga
timbullah persediaan.
3.

Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi


perubahan permintaan atau pasokan. Apabila perusahaan
menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan
diramalkan berdasarkan pengalaman data masa lalu, yaitu
permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat
mengadakan persediaan musiman (seasional inventories).
Disamping itu, perusahaan sering menghadapi ketidak pastian

II-6

jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang selama


periode tertentu. Dalam hal ini perusahaan memerlukan
persediaan ekstra yang disebut dengan persediaan pengaman
(safety stock) .
4.

Fungsi Fleksibilitas. Bila dalam proses produksi terdiri dari


beberapa tahapan proses operasi dan kemudian terjadi
kerusakan pada satu tahapan proses operasi, maka akan
diperlukan waktu untuk melakukan perbaikan. Berarti produk
tidak akan dihasilkan untuk sementara waktu. Sediaan barang
setengah jadi pada situasi ini akan merupakan faktor penolong
untuk kelancaran proses operasi.

2.1.4

Sistem Persediaan
Sistem

persediaan

adalah

suatu

mekanisme

mengenai

bagaimana mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan


persediaan menjadi output, dimana untuk itu diperlukan umpan balik
agar output memenuhi standar tertentu. Mekanisme sistem ini adalah
pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor tingkat persediaan,
menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi
dan berapa besar pesanan harus dilakukan. Sistem ini bertujuan
menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi, barang dalam
proses, komponen, bahan baku secara optimal, dalam kuantitas yang
optimal, dan pada waktu yang optimal. Kriteria optimal adalah minimasi
biaya total yang terkait dengan persediaan, yaitu biaya penyimpanan,
biaya pemesanan dan biaya kekurangan persediaan.

II-7

Variabel keputusan dalam pengendalian persediaan tradisional


dapat diklasifikasikan ke dalam variabel kuantitatif dan variabel
kualitatif. Secara kualitatif, variabel keputusan pada pengendalian sistem
persediaan adalah sebagai berikut (Baroto, 2002 : 54) :
1.

Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan atau dibuat,

2.

Kapan pemesanan atau pembuatan harus dilakukan,

3.

Berapa jumlah persediaan pengaman, dan

4.

Bagaimana mengendalikan persediaan.

Secara

kualitatif, masalah persediaan berkaitan dengan sistem

pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan


persediaan adalah sebagai berikut :
1.

Jenis barang apa yang dimiliki,

2.

Di mana barang tersebut berada,

3.

Berapa jumlah barang yang sedang dipesan, dan

4.

Siapa saja yang menjadi pemasok masing masing item.

2.1.5

Klasifikasi Masalah Persediaan


Masalah persediaan dapat diklasifikasikan delam berbagai cara

diantaranya berdasarkan pengulangan pemesanan, sumber suplai, sifat


permintaan, tenggang waktu, dan sistem persediaan (Yamit, 2005 : 7).
1.

2.

Berdasarkan pengulangan pemesanan, meliputi


a.

Pesanan tunggal (sekali pesan), dan

b.

Pesanan berulang.

Berdasarkan sumber suplai, meliputi


a.

Berasal dari luar, dan

b.

Berasal dari dalam.

II-8

3.

4.

5.

Berdasarkan Sifat permintaan, meliputi


a.

Permintaan tetap (konstan), dan

b.

Permintaan variabel (berubah),

c.

Permintaan Independen, dan

d.

Permintaan dependen.

Berdasarkan tenggang waktu (Lead time), meliputi


a.

Lead time tetap, dan

b.

Lead time berubah.

Berdasarkan sistem persediaan meliputi


a.

Sistem kontinyu,

b.

Sistem periodik,

c.

Sistem Material Requirement Planning (MRP),

d.

Sistem Distribusi Requirement Planning (DRP), dan

e.

Sistem pesanan tunggal.

2.1.6

Biaya Dalam Persediaan


Tujuan manajemen persediaan adalah untuk menyediakan

jumlah material yang tepat, lead time yang tepat dan biaya rendah.
Biaya persediaan merupakan keseluruhan biaya operasi atas sistem
persediaan. Biaya persediaan didasarkan pada parameter ekonomis yang
relevan dengan jenis biayanya, meliputi biaya pembelian, biaya
pemesanan,

biaya

simpan,

dan

biaya

kekurangan

persediaan

(Yamit,2005 : 8).
1.

Biaya Pembelian (Purchase Cost)


Biaya pembelian adalah harga per unit apabila item dibeli dari

luar, atau biaya produksi per unit apabila diproduksi dalam perusahaan.

II-9

Biaya per unit akan selalu menjadi bagian dari biaya item dalam
persediaan. Untuk pembelian item dari luar, biaya per unit adalah harga
beli ditambah biaya pengangkutan. Sedangkan untuk item yang
diproduksi di dalam perusahaan, biaya per unit adalah termasuk biaya
tenaga kerja, bahan baku dan biaya overhead pabrik.
2.

Biaya Pemesanan (Order Cost/ Setup Cost)


Biaya pemesanan adalah biaya yang berasal dari pembelian

pesanan dari supplier atau biaya persiapan (setup cost ) apabila item
diproduksi di dalam perusahaan. Biaya ini diasumsikan tidak akan
berubah secara langsung dengan jumlah pemesanan. Biaya pemesanan
dapat berupa : biaya membuat daftar permintaan, menganalisis suplier,
membuat pesanan pembelian, penerimaan bahan, inspeksi bahan, dan
pelaksanaan proses transaksi. Sedangkan biaya persiapan dapat berupa
biaya yang dikeluarkan akibat perubahan proses produksi, pembuatan
skedul kerja, persiapan sebelum produksi dan biaya pengecekan
kualitas.
3.

Biaya Simpan (Carrying Cost/Holding Cost)


Biaya simpan adalah biaya yang dikeluarkan atas investasi

dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi sarana fisik untuk


menyimpan persediaan. Biaya dapat berupa : biaya modal, pajak,
asuransi, pemindahan persediaan, keusangan atau kerusakan dan semua
biaya yang dikeluarkan untuk memelihara persediaan.
4.

Biaya Kekurangan Persediaaan (Stockout Cost)


Biaya kekurangan persediaan adalah konsekuensi ekonomis

atas kekurangan dari luar maupun dari dalam perusahaan. Kekurangan


dari luar terjadi apabila pesanan konsumen tidak dapat terpenuhi.

II-10

Sedangkan kekurangan dari dalam terjadi apabila departemen tidak


dapat memenuhi kebutuhan departemen yang lain. Biaya kekurangan
dari luar dapat berupa backorder, biaya kehilangan kesempatan
penjualan, dan biaya kehilangan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan. Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa
penundaan pengiriman maupun idle kapasitas. Jika terjadi kekurangan
atas permintaan suatu item, perusahaan harus melakukan backorder atau
mengganti dengan item lain atau membatalkan pengiriman. Dalam
situasi seperti ini bukan kerugian penjualan yang terjadi tetapi
penundaan dalam pengiriman. Untuk mengatasi masalah ini secara
khusus perusahaan melakukan pembelian darurat atas item tersebut dan
perusahaan akan menanggung biaya tambahan (extra cost) untuk
pesanan khusus yang dapat berupa biaya pengiriman secara cepat dan
tambahan biaya pengepakan.
Ongkos kekurangan persediaan bisa terjadi dalam dua jenis
adalah back order dan lost of sales.
a.

Back Order
Jika

terjadi

kekurangan

persediaan,

maka

kekurangan

persediaan tersebut akan terpenuhi pada periode berikutnya. Biasanya


ini terjadi jika konsumen mau menunggu kekurangan yang terjadi
sampai periode berikutnya. Hal ini terjadi umumnya pada perusahanperusahaan yang memonopoli suatu jenis barang sehingga konsumen
mau tidak mau harus membeli dari perusahaan tersebut.
b.

Lost of Sales
Jika

terjadi

kekurangan

persediaan,

maka

kekurangan

persediaan tidak dipenuhi pada periode berikutnya tetapi dianggap

II-11

sebagai kehilangan penjualan atau keuntungan. Hal ini biasanya terjadi


pada pasar dengan persaingan bebas dimana konsumen dapat membeli
pada perusahaan lain yang menghasilkan barang yang sama.

2.1.7

Model-Model Persediaan

2.1.7.1 Model Deterministik


Salah satu alasan utama perusahaan dalam mengadakan
persediaan adalah agar perusahaan dapat membeli atau membuat item
dalam jumlah yang paling ekonomis. Informasi yang diperlukan
untukmenentukan kebijakan persediaan optimum adalah parameter
seperti: permintaan, biaya persediaan dan tenggang waktu (lead time).
Dalam model deterministik semua parameter dan variabel
diketahui atau dapat dihitung dengan pasti. Rata-rata permintaan per unit
dan ongkos persediaan yang tepat diketahui dengan pasti. Yang termasuk
model ini adalah model persediaan EOQ (Ekonomic Order Quantity).
Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam model EOQ ini
adalah sebagai berikut :
a.

Rata-rata permintaan diketahui dengan pasti, konstan dan kontinyu,

b.

Waktu ancang (lead time) diketahui dan konstan,

c.

Kekurangan persediaan tidak diperkenankan, artinya setelah


kebutuhan dan tenggang waktu dapat ditentukan secara pasti beratri
kekurangan persediaan dapat dihindari,

d.

Pemesanan datang sekaligus dan akan menambah persediaan,

e.

Struktur biaya tidak berubah; biaya pemesanan atau persiapan sama


tanpa memperhatikan jumlah yang dipesan, biaya

simpan

II-12

merupakan ongkos linier yang didasarkan pada rata-rata persediaan,


dan biaya pembelian per unit adalah konstan, dan
f.

Kapasitas gudang dan modal cukup untuk menampung dan membeli


pesanan.
Ada beberapa macam model EOQ sesuai dengan kondisinya

diantaranya EOQ dengan adanya kebutuhan tetap, EOQ dengan adanya


stock out, EOQ dengan adanya kapasitas lebih, EOQ dengan adanya
potongan harga, dan EOQ dengan asumsi aliran produk kontinu
(Rangkuti,2002:24).
1.

EOQ dengan adanya kebutuhan tetap


Model ini dapat diterapkan apabila kebutuhan-kebutuhan

permintaan dimasa yang akan datang memiliki jumlah yang konstan dan
relatif memiliki fluktuasi perubahan yang sangat kecil. Apabila jumlah
permintaan telah diketahui, maka kita dapat mengasumsikan bahwa
jumlah permintaan dan masa tenggang merupakan bilangan yang
konstan dan dapat diketahui. Optimum order size dihitung dengan
menganalisis total biaya persediaan. Total biaya pada suatu periode
merupakan jumlah dari biaya penyimpanan dan biaya pemesanan atau
biaya set up. Sehingga formulasi total biaya persediaan adalah sebagai
berikut :

TC

(2.1)

Q
D
C
A.
2
Q

II-13

Maka formulasi persediaannya adalah ;

2 AD
C

(2.2)
dimana : TC = Total biaya persediaan (Rupiah)
Q = Jumlah pemesanan optimal (Kg)
D = Jumlah permintaan per tahun (Kg)
C = Ongkos simpan (Rupiah/Kg)
A = Ongkos pemesanan (Rupiah).
2.

EOQ dengan adanya stock out


Apabila jumlah permintaan atau kebutuhan lebih besar dari

tingkat persediaan yang ada, maka akan terjadi kekurangan persediaan


atau biasa disebut dengan Stock Out. Pada situasi terjadinya
kekurangan persediaan, seseorang pengusaha akan menghadapi dua
kemungkinan yaitu permintaan akan di batalkan dan barang yang masih
kurang akan dipenuhi kemudian. Sehingga akan timbul biaya
kekurangan (stock out cost/shortage cost). Formulasi jumlah pemesanan
optimal dan biaya total persediaan adalah sebagai berikut :

Jumlah
(2.3)

pemesanan

optimal

=Q

2 DA
CB
x
C
B

II-14

Total

biaya

persediaan

TC

L2
(Q L) 2
AD
CB

2Q
2Q
Q

(2.4)

Dimana

2 AD
x
C

B
BC

(2.5)
Dimana : B = Biaya kekurangan (Stock Out Cost) (Rupiah/Kg)
L = Persediaan maksimal (Kg).
3.

EOQ dengan adanya kapasitas lebih


Model EOQ sederhana mengganggap bahwa kuantitas yang di

pesan akan diterima sekaligus dalam suatu saat yang sama. Jika item
diproduksi sendiri, umumnya pesanan tidak dapat datang sekaligus
karena keterbatasan tingkat produksi. Persediaan akan tiba secara
bertahap dan juga dikurangi secara bertahap karena untuk memenuhi
kebutuhan. Formulasi dari jumlah pemesanan optimalnya adalah

(2.6)
dan total biaya persediaannya adalah

2 DP
A
x
( P D) C

II-15

TC A

D
Q( P D)
C
Q
2P

(2.7)
dimana P = Kecepatan putaran produksi.

4.

EOQ dengan adanya potongan harga


Potongan harga merupakan suatu kebijakan dimana harga beli

per unitnya akan lebih murah dibandingkan dengan harga beli per unit
rata-rata. Hal ini sangat dimungkinkan karena jumlah produk yang dibeli
telah mencapai batasan pembelian minimum tertentu.
Pada umumnya harga beli per unit menurun sebesar kenaikan jumlah
pembelian, disebabkan karena adanya prinsip skala ekonomis dalam
bidang produksi maupun distribusi.
Apabila permintaan telah diketahui jumlahnya, maka dengan
sendirinya dalam persediaan tidak terjadi kehabisan stok. Sehingga
harga beli per unitnya menjadi bervariasi tergantung pada jumlah barang
yang dibeli. Kondisi inilah yang disebut dengan EOQ dengan potongan
harga.
5.

EOQ dengan asumsi aliran produk kontinu


Selain menerima order pada saat yang bersamaan, perusahaan

juga dapat menghasilnya produk secara kontinu. Dengan demikian


produk yang dihasilkan dapat dikirim ke persediaan dalam kelompok

II-16

sebesar Q. Asumsinya jumlah unit yang digunakan sebesar D, yang


dihasilnya dengan tingkat produksi sebesar P.
Untuk menghasilkan sejumlah Q, diperlukan waktu sebesar
Q/P. Selama waktu ini, (Q/P)D telah digunakan. Sehingga jumlah yang
tersedia pada titik tertinggi adalah :

Q
D
P

Q
( P D)
P

(2.8)
dan ukuran laju produksi optimal adalah

2 AD
P
x
C
PD

(2.9).

2.1.7.2 Model Probabilistik


Model sebelumnya merupakan model deterministik (semua
parameter telah diketahui dengan pasti). Dalam kenyataannya sering
terjadi parameter-parameter tersebut merupakan nilai-nilai yang tidak
pasti seperti permintaan tahunan, permintaan harian, leadtime, biaya
simpan, biaya pesan, biaya kehabisan dan harga. Proses stokastik atau
probabilistik dalam sistem persediaan akan selalu kita temui dalam
kondisi nyatanya. Demand yang terjadi tidak selamanya konstan
(bersifat deterministik). Ada kalanya demand atau permintaan suatu
barang

pada

perusahaan

bervariasi

atau

mengikuti

distribusi

II-17

probabilistic tertentu yang karateristiknya diketahui. Untuk menghadapi


permintaan yang bervariasi perusahaan biasanya mempunyai persediaan
tertentu sebagai pengaman yang disebut Safety/buffer Stock. Safety stock
ini menyediakan sejumlah persediaan selama lead time. Untuk
menyelesaikan persoalan semacam itu digunakan pendekatan persediaan
probabilistik. Model yang digunakan untuk dalam penyelesaian demand
probabilistik antara lain sistem persediaan kontinyu (Sistem Q,r) dan
sistem persediaan periodik (Sistem P).

Asumsi-asumsi yang digunakan pada model persediaan sistem


Q,r dan Sistem P adalah :
1.

Distribusi

peluang

permintaan

barang diketahui,
2.

Waktu ancang pemesanan konstan,

3.

Harga barang yang dipesan konstan,


tidak tergantung pada ukuran pemesanan,

4.

Biaya pemesanan untuk setiap kali


pemesanan konstan,

5.

Biaya

kekurangan

persediaan

dinyatakan dalam biaya kekurangan per unit tanpa memperhatikan


lamanya kekurangan persediaan tersebut berlangsung, dan
6.

Biaya simpan per unit per tahun


konstan, tidak tergantung pada jumlah barang yang di simpan.

II-18

A.

Sistem Kontinyu (Q,r)


Salah satu model stokastik persediaan yang paling banyak

digunakan adalah sistem Q,r, yang juga disebut dengan sistem


pemeriksaan terus menerus, sistem titik pemesanan kembali, dan sistem
pemesanan tetap. Dengan menggunakan sistem Q,r setiap kali diadakan
pengambilan sediaan maka jumlah sediaan yang tersisa harus dihitung
untuk menentukan apakah pemesanan kembali sudah atau belum perlu
dilakukan.
Aturan dari model ini adalah melakukan pemesanan kembali
apabila kedudukan sediaan sudah sama dengan atau lebih kecil dari titik
pemesanan kembali. Pada model ini jumlah setiap pesanan (Q) adalah
sama dari waktu ke waktu, akan tetapi jarak waktu antara dua
pemesanan yang berurutan adalah berubah-ubah. Disamping itu masa
tunggu (lead time) adalah sama untuk setiap masa yang berbeda.
Dasar formulasi atau perumusan perhitungan persediaan pada model
sistem Q,r yang dikembangkan oleh Hadley dan Within (1963) adalah
dengan langkah langkah sebagai berikut :
a.

Menghitung kebutuhan bahan baku selama lead time ( l ) dengan


menggunakan rumus :

L
x ,
T

(2.10)
dimana : l

= Kebutuhan selama lead time (Kg)

= Waktu ancang (bulan)

= Jumlah periode dalam setahun (bulan)

= Kebutuhan bahan baku per tahun (Kg)

II-19

b.

Menghitung standar deviasi selama lead time ( l ) dengan


menggunakan rumus :

L
,
T

l x
(2.11)
dimana :

= Standar deviasi kebutuhan bahan (Kg)

l = Standar deviasi selama lead time (Kg)

c.

Menghitung nilai Q * dan r * dengan langkah langkah sebagai


berikut :

1.

Menghitung perkiraan awal jumlah barang yang dipesan untuk


model deterministik dengan menggunakan rumus :
Qo

2 A
,
C

(2.12)
dimana : Qo = Perkiraan awal jumlah barang yang dipesan (Kg)

= Kebutuhan bahan baku per tahun (Kg)


A = Biaya setiap kali pesan (Rp)
C

= Biaya simpan per unit ( Rp).

II-20

2.

Menghitung probabilitas kekurangan persediaan dengan rumus :

Qo C
,
Qo C

F ( ro )
(2.13)
atau

r l
l

F( ro ) = 1 F(z) =

(2.14)
dimana : F( ro ) = Probabilitas kekurangan persediaaan
r
3.

= Titik pemesanan kembali (Kg).

Menghitung nilai titik pemesanan kembali dengan menggunakan


rumus :

ro l Z o l ,
(2.15)
dimana : ro = Titik pemesanan kembali (Kg)

Z o = Nilai pada tabel normal.

4.

Menghitung ekspektasi kekurangan persediaan dengan rumus :

r l
l

( ro ) = ( l r )

r l
l

=
(2.16)

( 1 ro ) F (ro ) 1 f ( z o ) ,

II-21

Dimana :
F(r) = 1- F(z) = [(r - 1 )]/ 1 = probability of stock out

f (z) = [(r - 1 )/ 1 ] =

Z2
2

= titik ordinat ,

(2.17)
dimana : ( ro ) = Ekspektasi kekurangan persediaan (Kg)
f(z) = Titik ordinat
e

5.

= Konstanta (Epsilon) = 2,72


= Konstanta (Pi) = 3,14.

Menghitung jumlah perkiraan barang yang dipesan untuk model


probabilistik dengan rumus :

Qi

2 ( A ( ro ))
,
C

(2.18)
dimana : Qi

= Jumlah perkiraan barang yang dipesan (Kg)

= Biaya kekurangan persediaan per unit (Rp)

= Kebutuhan bahan baku per tahun (Kg)

= Biaya setiap kali pesan (Rp)

= Biaya simpan per unit ( Rp).

( ro ) = Ekspektasi kekurangan persediaan (Kg).

II-22

6.

Menghitung probabilitas kekurangan persediaan dengan rumus :

F (ri )

Qi C
,
Qi C

(2.19)
dimana : Qi

= Jumlah perkiraan barang yang dipesan (Kg)

F ( ri ) = Probabilitas kekurangan persediaan.


7.

Menghitung titik pemesanan kembali dengan menggunakan rumus :

ri l Z i l ,

(2.20)

dimana : ri = Titik pemesanan kembali (Kg)

Z i = Nilai pada tabel normal.


8.

Menghitung ekspektasi kekurangan persediaan dengan rumus :

r l
l

( ri ) = ( l r )

r l
l

( 1 ri ) F ( ri ) 1 f ( z i ) ,

(2.21)
dimana : ( ri ) = Ekspektasi kekurangan persediaan (Kg)
f(z)

= Titik ordinat

= Konstanta (Epsilon) = 2,72

= Konstanta (Pi) = 3,14.

II-23

9.

Apabila nilai

ri ro berarti hasilnya sudah optimal, maka

perhitungan dihentikan. Dan apabila hasilnya belum optimal, maka


dilakukan perhitungan kembali pada langkah berikutnya dengan
urutan seperti pada langkah 5 sampai dengan 8 sampai memperoleh
hasil yang optimal. Sehingga diperoleh nilai jumlah pemesanan
optimal ( Q * ) dan titik pemesanan yang optimal ( r * ).
d.

Menghitung persediaan pengaman (S) dengan rumus :


S

(r ) ,

(2.22)
dimana : S = Persediaan pengaman (Kg).
e.

Menghitung biaya-biaya persediaan yang terdiri dari :


-

Menghitung biaya pesan per tahun (BP)


dengan menggunakan rumus :
BP

(2.23)
dimana : BP = Biaya pesan/tahun (Rp)
Q = Jumlah pemesanan bahan (Kg)
A

= Biaya setiap kali pesan (Rp)

= Kebutuhan bahan/tahun (Kg).


-

Menghitung biaya simpan per tahun (BS)


dengan menggunakan rumus :

II-24

BS

r 1
2

(2.24)
dimana : BS = Biaya simpan/tahun (Rp)
C = Biaya simpan/unit (Rp)
r = Titik pemesanan kembali (Kg)

l = Kebutuhan bahan selama lead time (Kg).


-

Menghitung biaya kekurangan persediaan


per tahun (BK) dengan menggunakan rumus :
BK

= C

x (r ) ,
Q

(2.25)
dimana : BK = Biaya kekurangan persediaan/tahun (Rp)

= Biaya kekurangan persediaan/unit (Rp)

(r ) = Ekspektasi kekurangan persediaan (Kg).


-

Menghitung total biaya persediaan dengan


menggunakan rumus:
K A

x ( r )
C
r 1 C
Q
Q
2

= BP + BS + BK
dimana : K = Total biaya persediaan (Rp).
BP = Biaya pesan per tahun (Rp)
BS = Biaya simpan per tahun (Rp)

(2.26)

II-25

BK = Biaya kekurangan persediaan (Rp)

5.

Sistem Periodik (P)


Pada sistem P persediaan diperiksa secara berkala (periodik)

setiap satu jangka waktu tertentu dan jangka waktu ini tidak berubahubah dari waktu ke waktu. Pemesanan kembali dilakukan dengan tingkat
pesanan (R) yang berubah-ubah tetapi dengan jarak waktu yang tetap
antara dua pesanan yang berurutan. Karena jarak waktu yang tetap ini,
serta karena pemeriksaan dilakukan secara berkala, maka sistem P
disebut juga sistem pemeriksaan berkala, sistem pesanan berkala, sistem
pemesanan dengan jarak tetap atau sistem pemesanan kembali berkala.
Pada sistem P ini, ditetapkan suatu target persediaan yaitu tingkat
persediaan yang harus dicapai setiap kali pemesanan dilakukan.
Model persediaan probabilistik selain Sistem Q,r adalah Sistem P.
Adapun langkah langkah perhitungan persediaan model sistem P
adalah sebagai berikut :
1.

Menghitung kebutuhan bahan baku selama lead time dengan


menggunakan rumus :

L
x ,
T

(2.27)
dimana : l

= Kebutuhan selama lead time (Kg)

= Waktu ancang (bulan)

= Jumlah periode dalam setahun (bulan)

II-26

2.

= Kebutuhan bahan baku per tahun (Kg)

Menghitung periode pemesanan dengan rumus :


2A
,
C

Ti

(2.28)
dimana : Ti = Periode pemesanan (bulan)
A = Biaya sekali pesan (Rp)
C = Biaya simpan/unit (Rp)

= Kebutuhan bahan baku per tahun (Kg)


3.

Menghitung kebutuhan selama L+T dan standar deviasi selama


L+T dengan rumus :

L T

T
x ,
12

(2.29)

L T

L T
12

(2.30)
dimana : LT = Kebutuhan selama lead time dan waktu yang
bersangkutan (Kg)

LT = Standar deviasi selama lead time dan waktu yang


bersangkutan (Kg)

= Standar deviasi kebutuhan bahan baku (Kg)

II-27

L
4.

= Lead time (bulan)

Menghitung probabilitas kekurangan persediaan dengan rumus :


F

(R

F(Z)

CTi
CTi

(2.31)
Atau
F(R)

1-

R L T
L T

(2.32)
dimana : F (R) = Probabilitas kekurangan persediaan
C

R
5.

= Biaya simpan/unit (Rp)


= Biaya kekurangan persediaan/unit (Rp)
= Tingkat pemesanan yang optimal (Kg).

Menghitung tingkat pemesanan yang optimal dengan rumus :

R L T Z L T ,
(2.33)
dimana : R = Tingkat pemesanan yang optimal (Kg)
Z = Nilai pada tabel normal.
6.

Menghitung ekspektasi kekurangan persediaan dengan rumus :

R L T
L T

(R ) = ( L T R )

R L T
L T

L T

II-28

( L T R) F ( R) L T f ( z ) ,

=
(2.34)
Dimana

R L T
L T

F(R) = 1- F(z) =

f (z) =

= probability of stock out

R L T

L T

Z2
2

ordinat ,

(2.35)
dimana : (R ) = Ekspektasi kekurangan persediaan (Kg)
f(z) = Titik ordinat
e

= Konstanta (Epsilon) = 2,72

7.

= Konstanta (Pi) = 3,14.

Menghitung Persediaan pengaman dengan menggunakan rumus :


S

1 -

Ti

(R ) ,

(2.36)
Dimana : S = Persediaan pengaman (Kg)
R = Tingkat pemesanan yang optimal (Kg)

1 = Kebutuhan bahan selama lead time (Kg).


8.

Menghitung biaya pemesanan/tahun dengan menggunakan rumus :


BP =

A
Ti

Dimana : BP = Biaya pemesanan/tahun (Rp)

(2.37)

II-29

A = Biaya sekali pesan (Rp)

Ti = Periode pemesanan ( bulan).


9.

Menghitung biaya simpan/tahun dengan menggunakan rumus :


BS

C R 1 Ti
2

(2.38)
dimana : BS = Biaya penyimpanan/thn (Rp)
C = Biaya simpan/unit (Rp).
10. Menghitung biaya kekurangan persediaan/tahun dengan rumus :
BK

(C

) x ( R ) ,
T

(2.39)
dimana : BK = Biaya kekurangan persediaan/thn (Rp)

= Biaya kekurangan persediaan/unit (Rp).

11. Menghitung biaya total persediaan dengan menggunakan rumus :

C R 1 Ti (C ) x ( R)
Ti
2
Ti

= BP + BS + BK
dimana : K = Biaya total persediaan (Rp)
BP = Biaya pesan per tahun (Rp)

(2.40)

II-30

BS = Biaya simpan per tahun (Rp)


BK = Biaya kekurangan persediaan per tahun (Rp).

2.1.7.3 Sistem Persediaan Just In-Time


Secara harfiah Just In Time artinya tepat waktu. Secara umum
Istilah Just In-Time (JIT) adalah usaha-usaha untuk meniadakan
pemborosan

dalam

segala

bidang

produksi,

sehingga

dapat

menghasilkan dan mengirimkan produk akhir tepat waktu untuk dijual


(Yamit,2005:193).
Pada saat ini banyak perhatian telah diberikan kepada
manajemen Jepang dengan sistem Just In-Time atau Sistem Kanban.
Kanban mengacu kepada kartu yang mengizinkan satu departemen dari
satu organisasi untuk menghasilkan jumlah minimum dari suatu jenis
barang, dalam menjawab reaksi dari persyaratan departemen lain.
Idenya adalah dengan menggunakan relatif sangat kecil order (atau
produksi), dengan relatif Low Order Points, sehingga pemenuhan
persediaan dapat datang just in- time (Rangkuti,2002:86).
Konsep
meminimumkan

just
tingkat

in-time

memiliki

persediaan,

tujuan

dengan

yaitu

demikian

untuk
akan

meminimalkan biaya penyimpanan. Dengan demikian apabila tingkat


persediaan lebih rendah dari tingkat EOQ, maka ordering cost akan
meningkat dan total biaya akan lebih tinggi daripada optimal. Dengan
demikian, untuk mengimplementasikan konsep Just In-Time, sangat
penting untuk biaya pemesanan atau set-up lebih rendah dari pada nilai
sebelumnya. Dalam mengimplementasikan model sistem Just In-Time

II-31

digunakan pendekatan model deterministik atau model probabilistik


sebagai masukan dalam penrhitungannya.
Tujuan

dari

Just

In-Time

adalah

untuk

mendapatkan

kesempurnaan dengan melakukan perbaikan terus menerus untuk


mendapatkan yang terbaik, menghilangkan pemborosan dan ketidak
pastian. Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan
konsitens dalam meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu istilah JIT
disebut juga dengan zero inventories (Yamit,2005:193).
Untuk mencapai tujuan JIT diperlukan asumsi sebagai berikut :
1.

Ukuran lot kecil,

2.

Konsisten kualitas tinggi,

3.

Pekerja dapat diandalkan,

4.

Persediaan menjadi minimum,

5.

Mesin dapat diandalkan,

6.

Rencana produksi stabil,

7.

Kepastian jadwal operasi, dan

8.

Keseragaman.
Adapun langkah langkah dalam perhitungan persediaan

dengan menggunakan model persediaan sistem Just In-Time adalah


sebagai berikut :
1.

Mencari nilai Optimal Number Of Deliveries ( nm / na / n p )


Dalam mencari nilai n didasarkan pada kemampuan atau batasan
batasan yang dimiliki oleh perusahaan. Selain itu dapat pula dengan
cara coba coba ataupun asumsi yang didasarkan pada kemampuan

II-32

dan kebijakan perusahaan. Ada 3 rumus apabila perusahaan


memiliki batasan batasan terhadap persediaan diantaranya adalah :
Q*

nm

(2.41)
Q*

2a

na

(2.42)
np

1
(1 P ) 2

(2.43)
Dimana : m = Tingkat kapasitas maksimal persediaan (Kg)
a = Target tingkat persediaan (Kg)
p = persentase penghematan biaya total yang diinginkan
2.

Menghitung Order Quantity dengan menggunakan rumus :


n xQ *

Qn

(2.44)
dimana : Q n = Jumlah order quantity (Kg)
n = Jumlah delivery (kali)
Q*

3.

= Jumlah pemesanan optimal (Kg)

Menghitung nilai Total Annual Cost dengan menggunakan rumus :


TJIT

(2.45)
dimana : T JIT = Total Annual Cost (Rp)

1
n

(TC )

II-33

TC = Total ongkos yang optimal (Rp)


4.

Menghitung jumlah Delivery Quantity dengan menggunakan rumus

Qn
n

(2.46)
dimana q = Jumlah delivery quantity (Kg)
5.

Menghitung Saving By Switching dengan menggunakan rumus :

1
xTC
S 1
n

(2.47)
dimana : S = Saving by Switching (Rp)

2.2

Pengujian Distribusi

2.2.1 Pengujian Distribusi Dengan Chi-Square


Pengujian distribusi dilakukan untuk membuktikan apakah data
tersebut berdistribusi normal atau tidak. Metoda yang digunakan untuk
melakukan pengujian ini adalah Chi-Square goodness of fti test (GOF)
Gof

merupakan

suatu

uji

kesesuaian

distribusi

untuk

menentukan apakah distribusi tersebut sesuai dengan hipotesa tertentu.


Uji ini berdasarkan atas baiknya kesesuaian antar frekuensi terjadinya
pengamatan dalam sampel yang diamati dengan frekuensi harapan yang
diperoleh dari distribusi yang dihipotesa. Uji ini cocok untuk jumlah
sampel data banyak (Walpole dan Myers, 1995:384).
Prosedur pengujian Chi-square goodness of fit test ini adalah

II-34

1.

Menentukkan hipotesa awal (Ho) dan hipotesa akhir (H1),

2.

Menentukkan taraf keberartian dan kriteria penerimaan,

3.

Menentukan daerah kritis,

4.

Menghitung nilai statistik,

5.

Membandingkan nilai X hitung dengan nilai X tabel, dan

6.

Menarik kesimpulan.

2.2.2 Pengujian Distribusi dengan Kolmogorov-Smirnov


Uji kolmogorov-Smirnov adalah suatu test goodness of fit test
juga, namun yang diperhatikan disini adalah tingkat kesesuaian antara
serangkaian harga sampel (jumlah data yang diteliti). Adapun metode ini
cocok untuk jumlah sampel yang kecil dibanding dengan metode ChiSquare.
Uji kolmogorov-smirnov ini adalah merupakan uji non
parametrik untuk perbedaan antara distribusi-distribusi kumulatif.
Sebuah sampel tertuju uji menyangkut persesuaian antara distribusi
kumulatif dari nilai-nilai sampel yang diamati dan fungsi kontinyu yang
spesifik. Jadi hal tersebut merupakan goodness of fit test. Uji dua sampel
tertuju menyangkut persesuaian antara dua distribusi kumulatif yang
diamati. Yang menyangkut suatu hipotesa jika dua sampel yang bebas
berasal dari distribusi kontinyu yang identik dan peka terhadap
perbedaan populasi.
Langkah-langkah dalam pengujian Kolmogorov Smirnov adalah
menentukan hipotesa, kriteria penerimaan, uji statistik, dan menarik
kesimpulan.
a.

Menentukan hipotesa awal dan hipotesa akhir

II-35

Ho : data berdistribusi Normal


H1 : data tidak berdistribusi normal
b.

Menentukan kriteria penerimaan


Ho diterima jika Dn hit Dn , maka sampel berdistribusi normal.
Pengujian dilakukan terhadap 3 tingkat keberartian yaitu pada

1%, 5% dan 10%.


D1

1%

1.63

(2.48)
D2

5%

1.36

10%

1.22

(2.49)
D3
(2.50)
c.

Uji statistik dengan langkah langkah sebagai berikut :


1. Menghitung rata rata dengan menggunakan rumus :

Xi ,
n

(2.51)
2. Menghitung standar deviasi dengan menggunakan rumus :

( Xi )
n 1

(2.52)
3. Mencari nilai Fo dengan menggunakan rumus :
Fo =

fk

fi ,

(2.53)

II-36

4.

Mencari Nilai Z dengan menggunakan rumus :

Z
5.

Xi
,

(2.54)

Menghitung nilai Dn dengan menggunakan rumus :


Dn Fe Fo

(2.55)
dimana = Rata rata data

= standar deviasi

n = Jumlah data
Xi = Jumlah sampel data.
Fi = Frekuensi harapan munculnya suatu data
Fk = Frekuensi komulatif
Z = Nilai probabilitas
d.

Menarik kesimpulan
Jika dalam pengujian Dn hit Dn , maka sampel berdistribusi
normal.

Anda mungkin juga menyukai