ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN NEFROTIK SYNDROM
Disusun Sebagai Penugasan dari Mata Kuliah
KEPERAWATAN ANAK
Oleh :
1.
2.
3.
4.
1320025B
1320026B
1320027B
1320028B
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya makalah asuhan keperawatan ini dapat diselesaikan.
Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing Ns.
Samariah Yani, S. Kep. Yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini, temanteman yang telah memberikan suport dan menyumbangkan ide-idenya, serta pegawai
perpustakaan yang telah membantu dalam penyediaan bahan literature dan media PC dan
internet yang telah disediakan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh sebab itu penulis ingin memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan pada klien Nefrotik
Syndrom.
Surabaya, 11-05-2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
Anatomi Fisiologi
Pengertian
Etiologi
Manifestasi Klinis
7
Patofisiologi
7
Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan
12
Komplikasi
13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
14
B. Diagnosa Keperawatan
C. Rencana Keperawatan
D. Tindakan Keperawatan
E. Evaluasi
20
DAFTAR FUSTAKA
3
5
12
14
14
20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
berbentuk pelayanan bio, psiko, sosial dan spiritual yang sehat maupun yang sakit
dan mencakup proses kehidupan manusia.
Paradigma sehat yang merupakan cara pandang, pola pikir atau modal
pembangunan kesehatan yang bersifat holistik dalam melihat masalah kesehatan dan
upaya kesehatan yang dilakukan. Seiring dengan perkembangan ilmu keperawatan,
maka berkembang pulalah berbagai macam jenis penyakit yang ada dalam kehidupan
masyarakat, salah satu jenis penyakit yang mempunyai prognosis buruk adalah
penyakit dalam.
Faktor-faktor penyebab pada penyakit dalam diantaranya adalah faktor genetik,
faktor fisik dan faktor parasit. Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh pada
kekebalan tubuh manusia terhadap serangan penyakit Penyakit dalam yang sering
terjadi dewasa ini adalah penyakit ginjal. Diantaranya dapat timbul sindrom nefrotik
seperti yang akan dibahas di dalam makalah ini. Mengingat tanda dan gejala utama
dari sindrom ini yaitu edema yang berhubungan dengan konsep cairan dalam tubuh,
maka perku perhatian dan penatalaksanaan yang cermat, tentunya dengan
pengetahuan tentang konsep penyakit. Karena sangat fatal akibatnya apabila masalah
tersebut diatasi dengan sembrono dan tidak teliti.
Pemahaman ini perlu dibiasakan bagi mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi penerus perawat senior, apa lagi mengingat pengetahuan seorang perawat
harus dapat berkembang sesuai perkembangan dari penyakit yang terus berubah-ubah
sesuai keadaan atau kondisi zaman.
B. Tujuan
1. Umum
Agar mahasiswa memiliki gambaran dan pengetahuan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan sindrom nefrotik.
2. Khusus
Agar mahasiswa dapat:
a. Menjelaskan konsep penyakit dan teori tentang sindrom nefrotik
b. Melakukan pengkajian pada klien dengan Nefrotik Sindrom secara benar dan
sesuai dengan teori yang didapat.
c. Merumuskan diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan
Sindrom Nefrotik
d. Merumuskan perencanaan keperawatan pada klien Sindrom Nefrotik.
e. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Sindrom Nefrotik
f. Membuat evaluasi dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada klien
dengan Sindrom Nefrotik
g. Membuat pendokumentasian semua tindakan keperawatan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal
dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra.
Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar
dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra
thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin
kurang sehingga waktu dewasa menghilang.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid
yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh
kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla
marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi
kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu
menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya
terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron
terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang
dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta
nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
2. Fisiologi
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat
penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat
ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh
cardiac output.
a. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk
ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan
hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per
luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120
cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90
cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
b. Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat
yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
6
paratiroid (PTH). Hasil reabsorbsi ini merupakan urine sekunder yang komposisinya
menggandung air, garam, urea, dan pigmen empedu yang memberi warna dan bau pada
urine.
3) Augmentasi (pengeluaran zat yang tak berguna)
Augmentasi merupakan pengeluaran zat yang tidak berguna misalnya sekresi ion H+ dan
ion K+. augmentasi terjadi di tubulus distal. Filtrasi hasil augmentasi merupakan urine
yang sesungguhnya. Urin yang sesungguhnya masih dapat direabsorpsi bahkan sampai
urine berada di dalam tubulus kolektivus
B. Pengertian
1. Sindrom nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis (ditandai dengan proteinuria
lebih dari 3,5 gr/1,7m2 dan hiperalbuminemia kurang dari 3gr/ml) dan berhubungan
dengan kelainan glomerulus akibat penyakit-penyakit tertentu atau tidak diketahui
(idioptik). (ilmu penyakit dalam. Jilid II, hal 282).
2. Sindrom Nefrotik adalah hilangnya sejumblah besar protein plasma ke dalam urine.
(Guyton dan Hall, Fisiologi kedokteran, hal 518)
3. Sindrom Nefrotik merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan peningkatan
albumin dalam urin secara bermakna (proteinuria), penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), edema, serum kolesterol yang tinggi serta lipoprotein densitas yang
rendah (hiperlipidemia). (Brunner dan suddarth, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8,
Vol. 2 Hal 1441).
4. Sindrom Nefrotik merupakan keadaan klinis dengan adanya proteinuria masif (> 3, 5/
hari), hipoalbuminemia, edema, dan hyperlipidemia, dan disertai beberapa penyakit
glomerulus (idiopatik) primer, atau mungkin berhubungan dengan gangguan sistemik
dengan ginjal yang terserang secara sekunder. (Sylvia, A. Price, Patofisiologi Edisi 6, hal
929).
Etiologi
Penyakit parenkim ginjal primer
Glomerulonephiritis akut pasca streptokok
Glomerulonephiritis idiopatik
Penyakit metabolic dan jaringan kolagen (sistemik)
DM (Diabetes Melitus)
Hampir 30% pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol memperlihatkan
kelainan ginjal ringan sampai berat dengan azotemia. Gejala klinis kelainan ginjal
tersebut dapat berupa: LFG supra normal, proteinuria asimtomatik, proteinuria masif
dengan nefrotik syndrome, serta azotemia. Kelainan ginjal yang khas pada diabetes
11
Factor hemodinamik ikut berperan dalam pengaturan atau regulasi laju filtrasi
glomerulus (GFR/LFG). Angiotensin II menyebabkan kontraksi pembuluh darah efferent
maupun afferent. Sel messangium mengandung reseptor angiotensin II dan kotraksi sel
ini dapat menyebabkan penurunan glomerular cavilary coefficient-kf. Penurunan factor
kf merupakan akibat hasil dari produksi renin-angiotensin. Singkatnya factor
hemodinamik itu dpat menyebabkan kenaikan filtration frakstion, penurunan glomerular
plasma flow, dan kenaikan tekanan hidrolik transkapiler glomerulus sehingga
menyebabkan proteinuria.
Perubahan serum protein
Hipoproteinuria bisa terjadi bila proteinuria lebih dari 3-5 gram/hari; katabilisme
albumin meningkat; asupan protein berkurang akibat anoreksia; bertambahnya
pemakaian asam amino; kehilangan protein melalui usus. Namun kehilangan protein
melalui urin atau proteinuria merupakan peyebab utama hipoproteinuria. Plasma
mengandung berbagai macam protein dan sebagian besar akan mengisi ruang ekstra
vascular (EV). Plasma atau serum protein terutama terdiri dari albumin yang memiliki
BM kecil (69.000). oleh karena itu istilah proteinuria berhubungan dengan
hipoalbuminemia.
Perubahan serum protein non-albumin juga terjadi akibat proteinuria, seperti
kenaikan alfa-2-globulin, fibrinogen (BM 341.000), alfa-2-akroglobulin (BM 840.000),
dan beta-lipoprotein (BM 5 juta 20 juta) yang bermolekul besar. Hal ini timbul sebagai
kenaikan semua fraksi protein akibat hipoalbuminemia.
Hyperlipidemia & lipiduria
hati memegang peranan penting untuk sintesis protein apabila tubuh kehilangan
sejumlah protein, baik itu secara renal atau ekstrarenal. Ini merupakan bentuk
kompensasi dari hati untuk mempertahankan komposisi protein (albumin) dalam ruang
ekksta dan intra vaskuler (EV & IV) dengan mensintesis atau membentuk lipoprotein
lipid atau lipogenesis. Akibatnya kadar lemak/lipid hasil sintesis meningkat dalam darah
12
(hiperlipiduria). Selanjutnya kelebihan kadar lipid dalam darah ini dibuang melalui
proses filtrate lipoprotein melalui membrane basal glomerulus. Sebagian dari hasil
filtrate ini mengalami degradasi pada sel-sel tubulus ginjal dan dikeluarkan bersama urin
(lipiduria)
sembab atau edema.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik/osmotik vaskuler.
Penurunan tekanan osmotic membuat cairan untuk cenderung masuk kedalam ruang
interstisial yang mengakibatkan sembab/edema. Pada penderita sindrom nefrotik tidak
ditemukan kerusakan permukaan kapiler, jadi kecendrungan cairan memasuki ruang
interstisial murni karenapenurunan tekanan osmotik. Masuknya cairan dari intravascular
ke dalam ruang interstisial menyebabkan volume cairan dalam rongga vaskuler
berkurang (hipovolumia). Penurunan volume darah dapat diikuti denga reaksi reninangiotensin-aldosteron yang dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah sampai
terjadinya hipertensi. Udema yang terjadi bias mengakibatkan ganguan fungsi organ,
seperti gangguan pola napas (efusi fleura) bila terjadi di paru-paru dan menyebabkan
diare bila terjadi di mukosa usus.
Penurunan sistem imun
Pengeluaran globulin melalui urin yang berperan dalam system imun tubuh
mengakibatkan imunodefisiensi. Hal ini akan bertambah berat dengan pemberian terapi
kortikostereoid yang bersifat imunosupresan sehingga klien sangat rentan dengan
infeksi.
Gangguan koagulasi
Peningkatan faktor pembekuan seperti faktor V dan VII, fibrinogen dan trombosit
yang meningkatkan koagulasi darah atau hiperkoagulasi darah. Peningkatan factor
pembekuan tersebut dapat dikaitkan dengan keadaan hipoalbuminemia.
Skema 1.1.
Penyakit
sistemik; DM
Gangguan
sirkulasi
13
mekanis
maligni
tas
Obatobatan
non
Kelainan
Kongeital
Pembentukan
nefron tidak
sempurna
Penumpukan gula
Reaksi
Thrombosis
pada nefron,
autoimu
vena renalis
penyumbatan
n
aliran darah renal
Tekanan membrane basal glomerulus
HUMP sepanjang
Suplai nutrisi
, kerapuhan; kebocoran nefron
membrane basalis
glomerulrus
Pembentukan
noduler/glanu
lar
Peningkatan
permeabilitas
Penyakit parenkim ginjal primer;glume
membrane basal
proteinu
ria
F.
1.
a.
b.
c.
d.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.
Pemeriksaan Diagnostik
Uji urine
Protein urin meningkat
Urinalisis cast hialin dan granular, hematuria
Dipstick urin positif untuk protein dan darah
Berat jenis urin meningkat
Uji darah
Albumin serum menurun (kurang lebih 29/dl)
Kolesterol serum meningkat (450-1500 mg/dl)
Hemoglobin dan hematokrit meningkat (hemokonsetrasi)
Laju endap darah (LED) meningkat
Elektrolit serum bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
Konsentrasi serum sodium menurun (kurang lebih 130-135 meq/L)
Uji diagnostik
Biopsi renal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin. Menunjukan
informasi tentang status glomerulus.
G.
1.
a.
b.
Penyakit infeksi
Penatalaksanaan
Medis
Terapi steroid biasanya diberikan. Misalnya Prednisok
Pemberian diuretic
14
2. Keperawatan
a. Pencegahan infeksi
Hilangnya banyak protein melalui urine dapat mengurangi daya tahan tubuh,
apalagi bila mengingat klien mendapatkan terapi steroid yang bersifat imunosupresan.
Perhatihan tehnik aseptik dan beri klien antibiotik yang sesuai.
b. Perawatan integritas kulit
Edema pada klien dapat merusak integritas kulit. Infeksi dapat masuk melalui luka
yang terdapat pada kulit. Ubah posisi klien tiap dua jam. Pada klien pria dapat terjadi
edema skrotum. Berikan alat bantu yang dapat menyokong skrotum agar dapat memberi
rasa nyaman dan mengurangi edema skrotum.
c. Peningkatan nutrisi
Klien mengalami anoreksia, ada pembatasan natrium pada makanan klien. Berikan
makanan sedikit-sedikit namun sering. Lakukan hygiene oral secara teratur, terutama
sebelum makan. Hal ini dapat mengurangi bau napas yang dapat mempeberat anoreksia.
Klien dapat diberikan diit dengan tujuan dan syarat-syarat sebagai berikut:
Tujuan Diit :
Mengganti kehilangan protein.
Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan
Syrarat-syarat diet sindrom neprotik :
d.
H. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
15
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama
:
Usia
: Semua umur namun lebih biasa dijumpai pada anak
Jenis kelamin :
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
Alamat
:
2. Keluhan Utama:
16
Diare
5.
BB,
edema,
hipertensi,
gangguan pengelihatan)
hipoalbuminuria
sydrom
terjadi
sehingga
tekanan
17
kenyamanan
di
samping
menjaga
keutuhan kulit.
3. Catat intake dan output cairan pada waktu dan 3. Pemantauan intake dan output yang
skala yang sama (setiap 6 jam sampai stabil)
mengetahui
jumlah
dan
yang terjadi.
waktu
5. Batasi kosumsi garam dan cairan sesuai 5. Sodium dapat mengikat cairan sehingga
anjuran
dapat memperberat edema.
6. Ukur lingkar abdomen dan BB setiap hari 6. Menentukan keseimbangan cairan dan
pada waktu yang yang sama.
7. Kolaborasi
pemberian
Diuretik
diindkasikan
8. Kolaborasi pemberian kortikosteroid sesuai 8. Mengurangi ekskresi protein dalam urine
kebutuhan
B. Diagnosa Keperawatan
1.
2.
18
4.
5.
aktivitas
berhubungan
Rasional
1. Mendeteksi
kejadian-kejadian
yang
tidak normal.
5. Berikan salt-poor albumin
Diagnosa III
19
tanda-tanda
fisik
dari
penurunan cairan
Mengetahui tanda syok hipovolemik .
Mengetahui tanda syok hipovolemik
Mempercepat tindakan keperawatan.
Sebagai plasma expander
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji status nutrisi klien sebelum 1. Status nutrisi ditegakkan sesuai
masuk RS
2.
Berikan
diet
yang
Rencanakan
dengan
tim
yang
pemberian
makan
terlibat
seperti
cairan.
kolaborasi
dalam
5.
akan
dengan
memudahkan
menyesuaikan
keinginan
4.
makanan
klien
dengan
dengan
tidak
yang
menarik
dapat
mual
gangguan
berhubungan
metabolisme
makanan
yang
masuk
20
bertambah
sehingga
perasaan
dapat
status
6.
nutrusinya
perasaan
makan.
mempertahankan
tetapi
mual
meskipun
kadang-kadang
jika
pemberian
obat-obatan
antiemetic
besar.
6. Catatan masukan makanan setiap
waktu makan untuk mengevaluasi
jumlah kalori yang masuk
7. Mengurangi mual dan muntah
Diagnosa IV
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, cairan
overload.
Tujuan: infeksi tidak terjadi
Intervensi
1. Kaji tanda-tanda infeksi
Rasional
1. Menentukan adanya infeksi
dan menentukan tindakan
2. Kaji temperature
selanjutnya.
2. Deteksi awal dari infeksi.
3. Untuk
meminimalkan
masuknya organisme.
mengganggu
sirkulasi.
7. Untuk
meminimalkan
hangat.
masuknya organisme.
terjadinya
penyakit kulit.
Diagnose V
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan kekuatan
(ketahanan).
Tujuan: Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri.
Intervensi
rasional
1.
Kaji tingkat respon terhadap aktivitas 1.
Peningkatan
terhadap
menunjukkan
toleransi
aktivitas
ketergantungan
22
merencanakan
intervensi
Rencanakan
berikutnya.
perawatan
untuk 2.
beraktivitas
berlebihan
4.
yang
sehingga
menimbulkan keletihan.
3.
Klien
harus
optimal
istirahat
sehingga
tidak
Berikan
dorongan
dan
ajarkan
memerlukan
energi
lebih
yang
berat
energi
lebih
banyak.
4.
Aktivitas
6.
memerlukan
7.
Pantau
keletihan
terhadap
tanda
yang ada.
5.
Pernapasan
bibir
dan
pengeluaran
udara.
6.
Memenuhi kebutuhan O2
terutama
saat
setelah
beraktivitas
7.
23
Keletihan
ekstrem
menandakan
penuh
ketergantungan
terhadap
sehingga
menentukan
perawat
perawan
mampu
intervensi
selanjutnya.
Diagnose VI
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ketidakadekuatan ekspansi dada
(penumpukan/akumulasi cairan)
Tujuan: Pola napas klien menjadi efektif
Intervensi
rasional
24
1.
Penampilan
terlihat
dan
umum
relax,
tenang,
mudah
tanpa
dan teratur
Frekuensi napas
20x /menit
Apabila pola napas klien
16-
dengan
keadaan
perlu
dilakukan
normal),
2.
intervensi selanjutnya.
Gerakan
yang
3.
dinding
tidak
perkembangan
dada
simetris
otot
tidak
Atur
klien
dalam
posisi
untuk
3.
terdengar
bunyi
napas
abnormal
maka
Apabila
cairan di paru.
perlu
25
6.
2-4 jam
menyebabkan
expansi
dada adekuat.
5.
7.
Untuk
memenuhi
kebutuhan O 2 tubuh
Tanda-tanda
mengalami
vital
yang
perubahan
yaitu
peningkatan
adanya
menandakan
perubahan
secara
fisiologi.
8.
Pernafasan
menghemat
diafragma
diafragma
energi
karena
menggunakan
O2
Berikan
tetaplah
dukungan
bersama
emosional
klien
dan
dalam
episode
selama
sesak
napas
periodeanxietas meningkat.
penghentian
yang
harus
membutuhkan
secara
kebutuhan
spontan
O2
energi
sehingga
untuk
seimbang.
9.
Dukungan
emosional
sehingga
klien
Diagnosa VII
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh.
Tujuan: Kulit klien tetap utuh.
Intervensi
rasional
27
1.
piting edema.
2.
3.
4.
5.
Tempatkan
bantal
dibawah
dan
kerusakan kulit.
6. Mencegah penekanan berlebih pada
D. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan sesuai intervensi
E. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan
28
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan manifestasi klinis, bukan digolongkan sebagai
sebuah penyakit. Dapat ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, lipiduria,
kadar kolesterol tinggi dalam darah, dan yang paling mudah dilihat adalah adanya
pembengkakan karena akumulasi cairan. Secara umum penatalaksanaan pada
sindrom nefrotik adalah mengawasi status cairan klien jangan sampai berlebihan
mengingat adanya edema, di samping itu juga menjaga status cairan sesuai
29
kebutuhan, menganjurkan diit tinggi protein dan rendah natrium serta asupan nutrient
lain yang adekuat. Pembatasan aktivitas juga dianjurkan.
B. Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat:
a. Menjelaskan konsep penyakit dan teori tentang sindrom nefrotik
b. Melakukan pengkajian pada klien dengan Nefrotik Sindrom secara benar dan
sesuai dengan teori yang didapat.
c. Merumuskan diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan
Sindrom Nefrotik
d. Merumuskan perencanaan keperawatan pada klien Sindrom Nefrotik.
e. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Sindrom Nefrotik
f. Membuat evaluasi dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada klien
dengan Sindrom Nefrotik
30
DAFTAR FUSTAKA
Baradero, Mary, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Ginjal. EGC.
Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall (1999), Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
EGC,
Jakarta.
Donges Marilyn E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga.
Nurusalam, M. Nurs. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem
Pearce, Evelyn C (1991), Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis, Terjemahan Sri
Yuliani
Handoyo. PT. Gramedia, Jakarta.
Syaifudin (1992), Anatomi Fisiologi. EGC, Jakarta
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. EGC. Jakarta
Waspadji, Sarwono, dkk.1998. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
31