Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masalah selalu ada dalam berbagai aspek kehidupan manusia termasuk
dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan. Manusia yang ditimpa masalah
berusaha mengenali dan mengatasinya. Masalah-masalah yang begitu luas
dan kompleks dipelajari kemudian ditanggulangi sehingga dicapai kehidupan
yang lebih baik dan sejahtera. Sudah menjadi kodrat manusia mempunyai
sifat ingin tahu (human curiosity), yang bertanya tentang alam sekitarnya.
Karena sifat itulah lalu dilanjutkan dengan pertanyaan, yang merupakan
permulaan dari Ilmu; untuk menjawab pertanyaan digunakan metode berpikir
ilmiah. Sedangkan proses dalam mencari suatu jawaban atau suatu kebenaran
itu disebut Penelitian.
Penelitian merupakan suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan, penyajian
dan analisis data yang dilakukan secara ilmiah, sistematis dan logis dalam
rangka memahami dan memecahkan suatu masalah.
Secara umum penelitian bertujuan untuk mengembangkan khazanah ilmu
dengan memperoleh pengetahuan berupa fakta baru, sehingga kemudian
dapat disusun teori, konsep, hukum, kaidah, atau metodologi yang baru.
Untuk itu, ilmu (science) dan penelitian (research) tidak dapat dipisahkan.
Ilmu tidak akan berkembang tanpa penelitian, sebaliknya penelitian tidak
akan ada apabila tidak berada di dalam kerangka ilmu tertentu. Meskipun
banyak sekali definisi tentang ilmu dan penelitian, namun secara umum dapat
dikatakan bahwa ilmu merupakan filosofi (philosophy) sedang penelitian
merupakan tindakan (action) yang berguna untuk membangun serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Ada begitu banyak metode dalam suatu penelitian. Namun penelitian yang
tepat adalah berbasis Metode Berpikir Ilmiah (MBI). MBI adalah sejumlah
pengetahuan yang berkaitan dengan cara atau jalan yang ditempuh oleh
pikiran manusia, untuk mencapai kesimpulan atau putusan yang sah dan
benar (valid and true judgment).

MBI menjadi sangat penting untuk dipahami secara lebih mendalam,


termasuk dalam menyusun skripsi atau penelitian lainnya, khususnya
hubungan antara konsep dengan gejala di lapangan. Dari uraian latar belakang
di atas penulis tertarik untuk menelaah lebih jauh tentang Metode Berpikir
Ilmiah dan Logika sebagai salah satu teknik dalam metode berpikir ilmiah.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang penulisan di atas dapat dirumuskan masalah yang ada
sebagai berikut:
1. Apa itu metode berpikir ilmiah?
2. Apa itu logika?
3. Bagaimana penerapan metode ilmiah dalam penelitian keperawatan?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuannya, antara lain:
1. Tujuan Umum
Untuk memahami mata kuliah Metodologi Riset Keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Untuk memahami lebih jauh tentang metode berpikir ilmiah dan logika
serta penerapannya dalam penelitian keperawatan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 METODE BERPIKIR ILMIAH
MBI adalah sejumlah pengetahuan yang berkaitan dengan cara atau jalan
yang ditempuh oleh pikiran manusia, untuk mencapai kesimpulan atau
putusan yang sah dan benar (valid and true judgment).
A. BENTUK-BENTUK PEMIKIRAN ILMIAH
Perbincangan berikut ini, dimulai dengan membedakan antara berpikir
dengan bernalar yang terjadi dalam khazanah ilmu pengetahuan.
Pemikiran ilmiah bukan suatu pemikiran yang manasuka melainkan suatu
pemikiran yang memiliki tatacara dan prosedural.
Berpikir (thinking) adalah suatu proses atau aktivitas kejiwaan pada
seseorang yang mencoba menghubungkan segala pengertian dan
pengalaman yang dimilikinya, untuk mencapai suatu kesimpulan yang sah
dan benar.
Dalam berpikir, masih terjadi proses kejiwaan yang umum.
Menalar (reasoning) adalah suatu proses alau aktivitas kejiwaan dalam
diri seseorang, di mana seseorang yang berpikir dengan mempergunakan
asas-asas atau pola berfikir tertentu, untuk memperoleh kesimpulan yang
sah dan benar. Konsep tersebut terdapat asas alau pola pikir yang
dipergunakan seseorang, sehingga dapat mencapai kesimpulan yang sah
dan benar.
Menalar dalam pikiran dapat dianggap sebagai suatu proses sistemik
dalam arti terdapat aktivitas yang kompleks menghubungkan unsur/elemen
atau komponen pengertian, sehingga tercapai suatu tujuan tertentu.
Proses berpikir adalah suatu proses makro yang sangal luas dan
kompleks, baik dengan mempergunakan akal murni (reinen vernunf)
maupun dengan akal praktis (praktisen vernunft). Berawal dari
pemahaman bahwa pengertian dan pengetahuan manusia dibedakan
menjadi dua (1) pengetahuan bentuk, dan (2) pengetahuan isi/materinya.
Oleh karena itu muncul pemahaman tentang jenis pemikiran yang berbeda,
yaitu pemikiran formal dan pemikiran material.
Dalam filsafat Logika, proses berpikir dapat dibedakan menjadi:
3

1. Berpikir Formal
Berpikir formal adalah berpikir yang mendasarkan premi premi dari
bentuk pengertian (aspek eksternal).
Contoh:
Semua pemimpin negara dan bangsa berhati jujur,

si Ali adalah

seorang pemimpin negara dan bangsa


Si Ali pasti berhati jujur
Kesimpulan atau putusan diperoleh melalui hubungan bentuk (formal)
pada aspek eksternalnya saja, dan bukan pada aspek isinya (aspek
internal) .
2. Berpikir Material
Berpikir material adalah berpikir yang lebih mendasarkan premi premi
dari isi pengertian (aspek internal) .
Contoh :
Semua manusia pasti akan mati di kemudian hari.
Si Ali adalah manusia Si Ali pasti akan mati di kemudian hari
Kesimpulan atau putusan diperoleh melalui hubungan antara isi
pengertian" pada aspek internalnya, dan bukan pada aspek
eksternalnya.
Konsep pemikiran di atas, kemudian lahirlah perbincangan yang
sangat luas dan kompleks tentang kesimpulan formal dan kesimpulan
material dan kemudian tentang kebenaran fomal dan kebenaran material.
Manakala kita memperhatikan isi materi suatu argumentasi, suatu
argumentasi akan menghasilkan kesimpulan formal dan material.
Demikian juga, setiap argumentasi akan menghasilkan kebenaran formal
dan kebenaran material.
Seperti disebutkan di awal, metode berpikir ilmiah adalah suatu
aktivitas yang selalu berupaya untuk mencapai kesimpulan yang sah dan
valid. Suatu argumentasi dapat saja mengandung kebenaran formal,
namun belum tentu mengandung kebenaran material atau sebaliknya.
Dari bentuk berpikir, kemudian kita melangkah ke arah pembicaraan
tentang pola umum dalam berpikir (berlaku untuk semua pengetahuan).
Paling tidak terdapat dua pola umum berpikir, yaitu:
1. Deduksi
Deduksi adalah sesuatu proses herpikir, yang mempergunakan premis
premis khusus. Ada juga orang yang menyatakan deduksi sebagai suatu

"proses berpikir dari hal-hal yang umum menuju hal-hal khusus. Ini
berarti ada gerak herpikir dari umum ke khusus. Sebagai contoh :
a. Deduksi 1
Semua mahasiswa STIKes CHMK wajib membawa pasien KB
(umum)
Gladys adalah mahasiswa STIKes CHMK (khusus)
Kesimpulannya, Gladys wajib membawa pasien KB (khusus)
b. Deduksi 2
Semua ibu hamil mengalami mual dan muntah (umum)
Ibu Nani sedang hamil (khusus)
Kesimpulannya, ibu Nani mengalami mual dan muntah (khusus)
Pola berpikir deduksi hanyak dilakukan dalam pengetahuan religi atau
nengetahuan sosial lainnya terutama dalam pengetahuan hukum. Terdapat
kecenderungan manusia dalam berpikir deduksi untuk menyatakan hahwa
premis yang dipergunakan harus di benar.
Pola berpikir deduktif ini telah melahirkan telaah khusus tentang
logika deduktif dalam dunia ilmu. Salah satu hentuk klasik dari logika
deduktif adalah apa yang disebut dengan silagisme. Logika silogisne
memiliki bentuk, struktur dan aturan-aturan sendiri yang cukup kompleks
(Mehra dan Jazir, 1986).
2. Induksi
Sebagai lawan deduksi, induksi adalah proses berpikir dengan
mempergunakan premis-premis khusus, kemudian bergerak menuju
premis umum. Dengan perkataan lain, induksi adalah suatu proses
berpikir dari hal-hal yang khusus menuju hal-hal yang umum.
Dasar pola berpikir ialah observasi. Observasi adalah jalan yang
penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Pengetahuan ilmiah diperoleh
melalui observasi yang dilakukan di lapangan. Pengetahuan observatif
itulah kemudian menjadi pengetahuan-pengetahuan yang khusus.
Observasi mendahuli adanya induksi, demikian menurut Chalmers.
Contoh pemikiran induktif ialah:
a) Induksi-1:
Mahasiswa A telah melunasi uang registrasi (khusus)
Mahasiswa B telah melunasi uang registrasi (khusus)
Mahasiswa C telah melunasi uang registrasi (khusus)
Semua mahasiswa telah melunasi uang registrasi (umum).
b) Induksi-2:

Mahasiswa A mengalami stres ketika ingin masuk ruang prodi


(khusus)
Mahasiswa B mengalami stres ketika ingin masuk ruang prodi
(khusus)
Mahasiswa C mengalami stres ketika ingin masuk ruang prodi
(khusus)
Semua mahasiswa mengalami stres ketika ingin masuk ruang prodi
(umum).
Pemikiran ilmiah sebenarnya memakai pola berpikir induksideduksi secara bolak balik dan terus menerus tanpa ada henti-hentinya.
Dengan perkataan lain, ilmu memakai pola pemikiran sintesis antara
induksi dengan deduksi.
Pola pemikiran induktif ini melahirkan telaah yang kompleks
dalam logika indutif, yang banyak membahas hal-hal yang berkaitan
dengan: (1) generalisasi induktif, (2) hubungan sebab-akibat menurut
John. S. Mill, (3) hukum probabilitas, dan (4) teori induktif dan teori
ilmiah (R.G., 1985).
Di samping terdapat 2 pola pemikiran (deduksi dan induksi),
sesungguhnya masih ada pola berpikir lain yang dianggap sebagai
pelengkap yaitu pola berpikir analogis (analogical thinking) dan pola
berpikir komparatif (comparative thinking).
Pola berpikir analogis adalah proses berpikir yang dilakukan pada
seorang yang menyatakan bahwa dalam dunia terdapat hal-hal atau
segala sesuatu yang memiliki sifat kemiripan satu sama lain
(similarity). Oleh karena hal-hal atau segala sesuatu memiliki sifatsifat yang mirip, maka kemudian hal-hal sesuatu dianggap memiliki
sifat yang sama.
Pola berpikir komparatif adalah proses berpikir yang dilakukan
seseorang segala pengalamannya yang sedang terjadi dibandingkan
dengan

pengalamannya

yang

terjadi

sebelumnya.

Pengertian-

pengertian yang di berikan sekarang dibandingkan dengan pengertian


sebelumnya. Umpamanya pengertian logos sekarang dibandingkan
dengan pengertian logos dalam zaman Yunani kuno.

Suatu istilah ternyata memiliki arti yang tak tetap, ibarat sebuat
balon karet. Seberapa besarkah volume yang harus ditiupkan ke
daalam balon karet itu? Ini sangat tergantung dari seseorang
memberikan makna atau arti terhadap suatu istilah. Pemahaman
terhadap pengertian akan melahirkan masalah yang sangat rumit
tentang konsep dan proposisi dalam dunia ilmu.
B. KESALAHAN-KESALAHAN DALAM BERPIKIR ILMIAH
Hendaknya kita yang bergumul dalam dunia ilmu tidak terjatuh
kedalam sikap yang serba diterministik atau serba absolut. Kita yakin
bahwa ilmu penuh dengan kelemahan atau keterbatasan.
Dalam logika ilmiah dijumpai materi tentang kesesatan berpikir
(fallacia atau fallacy) yaitu suatu proses berpikir yang mengahsilkan
putusan akal atau kesimpulan yang pasti salah atau keliru.
Kita menemukan banyak sumber yang mendatangkan kesesatan dalam
berpikir ilmiah yaitu:
1. Bahasa
Terdapat banyak istilah dalam suatu bahasa, yang memiliki pengertian
yang jamak pula. Satu istilah belum tentu memiliki satu pengertian.
Jika pengertian yang terdapat dalam istilah yang dipakai sudah pasti
salah, maka kesimpulannya akan salah pula.
2. Hal yang tak relevan (irrelevant)
Banyak pihak berpikir diikuti dengan perasaan yang emosional,
sehingga seseorang tak memperhatikan apa yang dipikirkan,
melainkan orang yang diajak berpikir. Kesalahan ini disebut dengan
argumentum ad-hominem (karena orang) atau argumentum admisericondiam (karena perasaan kasih sayang).
3. Konsep dan proporsisi
Mereka yang berpikir memakai konsep secara tak jelas atau
pengertian konsep itu sendiri tak jelas, sehingga hubungan konsep
akan tak jelas pula. Jika pengertian konsep telah salah sejak awal.
Maka arrgumentasi dan hubungan antar konsep/konstrak akan
menghasilkan kesimpulan yang salah.
4. Pro-causal non-causal

Kesalahan ini berkaitan dengan hal-hal tentang gejala fenomena


kausalitas. Seringkali apa yang ada dalam kausalitas logis, belum
tentu ada dalam kausalitas empiris. Argumentasi akan menghasilkan
kesimpulan yang salah, manakala telah terjadi kesalahan kesalahan
dalam mengindentifikasi gejala kausalitas.
5. Defenisi dan komposisi
Kesalahan dalam menarik kesimpulan karena memakai definisi
sebagai pangkal pikir atau komposisi yang salah. Jika pangkal pikir
salah, maka kesimpulannya akan salah juga.
6. Asas petitio-principii
Logika ilmiah banyak sekali dirumuskan dalam pola atau asas logika
yang bentuknya sederhana. Seringkali pola dan asas itu tak dapat
menampung semua gejala yang ada, sehingga mencoba menerapkan
pola untuk semuanya. Manakala suatu model telah keliru, hasil
kesimpulannya akan keliru pula.
7. Asas ignorantio-elenchi
Banyak pihak secara emosional tidak menerima dan menyatakan jalan
pikiran orang lain adalah keliru. Kaum pragmatisme tidak mau tau
pandangan analisis yang kompleks sehingga hanya mau hal-hal yang
praktis saja. Kesimpulan akan salah manakala hal-hal yang kompleks
begitu saja dijdikan hal-hal yang sederhana.
Kesalahan-kesalahan berpikir ilmiah memang tidakn dapat dihindari,
namun perlu diupayakan kesalahan-kesalahan besar dalam berpikir. Kita
harus mampu mencapai kesimpulan yang benar dan sah dengan derajad
(kausalitas) yang tinggi.
2.2 LOGIKA
JENIS LOGIKA DAN PROSES LOGIKA-ILMIAH
Terdapat beberapa jenis logika yang dipergunakan dalam metode berpikir
ilmiah seperti: (1) tradisional, (2) simbolik, (3) modern atau logika
matematik. Namun ada juga yang membedakan logika dengan cara lain,
yaitu: (1) tradisional, (2) simbolik, (3) logika kuantifikasional, (4) deduktif,
(5) induktif.

Penulis tidak akan banyak membahas dan memaparkan bentuk-bentuk


logika di atas, dan semua bentuknya itu memiliki tujuan yang sama yaitu
ingin memperoleh putusan akal atau kesimpulan yang benar dan sah (true
and valid).
Setelah pendapat August Comte berkembang dan kaum empirisme
mempengaruhi filasafat ilmu pengetahuan, sangat dirasakan bahwa ilmu
pengetahuan modern sangat mendasarkan diri pada bentuk logika induktif.
Informasi tersebut diperoleh melalui pengetahuannnya yang diobservasi di
lapangan. Metode observasi sebagai cara untuk memperoleh pengetahuan
menjadi cara yang sangat penting dalam dunia ilmu.
Di samping itu kita masih perlu mengingat pandangan John S. Mill yang
menyatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang mempelajari gejala
kausalitas. Maksud gejala kausalitas dalam hal ini, ialah gejala umum yang
digambarkan

ke

dalam

hubungan

sebab

akibat

(entecedence

and

consequence).
Bahkan Mill menyatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan tentang gejala
kausalitas yang dapat diukur. Konsep kausalitas harus dapat dikembalikan ke
dalam konsep yang dapat diukur (dikuantifikasikan).
Salah satu cara yang dipakai untuk melihat ilmu ialah pandangan
sistemik. Ilmu digambarkan sebagai suatu sistem besar, dengan komponen
atau elemen yang saling berhubungan dan bekerja sama untuk mencapai suatu
tujuan. Umpamanya ilmu terdiri dari komponen logika, konsep, teori, data,
hipotesis, analisi, generalisasi, dan sebagainya.
Namun, ilmu dapat juga dipandang sebagai suatu proses sistemik yang
organis. Ilmu adalah suatu aktifitas atau proses dari suatu tahapan ke tahapan
yang lain, yang sifatnya siklik. Untuk melihat suatu model proses keilmuan
khusus, ditampilkan pandangan yang agak klasik dari Water Wallace, yaitu:
1. Ilmu memiliki komponen utama yaitu teori, hipotesis, data, dan
generalisasi.
2. Proses keilmuan bergerak dari teori ke hipotesis, ke data dan generalisasi.
3. Proses induksi akan berakhir pada keinginan untuk melakukan suatu
generalisasi.
4. Proses keilmuan akan menghasilkan suatu teori baru.

Dewasa ini telah diketahui dan disepakati bahwa formula logika ilmu
ialah apa yang disebut dengan logicohipotetetico-verifikatif. Pernyataan ini
meringkaskan proses keilmuan sebagai proses pembuktian hipotesis.
Nampaknya pembuatan dan pemunculan hipotesis sangat penting dalam ilmu,
dan kemudian hipotesis dibuktikan (diverifikasi) dalam penelitian di
lapangan.
Pandangan yang lain dikemukakan oleh DR. Jujun Suriasumantri, yang
menyatakan bahwa proses keilmuan kalau dilihat dari logika adalah
merupakan

suatu

logicohipotetetico-verifikatif.

Proses

keilmuan

ini

merupakan langkah-langkah yang harus memenuhi procedural, seperti:


1. Perumusan masalah.
2. Penyusunan kerangka berpikir.
3. Penyusunan hipotesis.
4. Pengujian hipotesis
5. Penarikan kesimpulan.
Namun ada juga yang menyatakan bahwa logika ilmiah dirumuskan
menjadi deducto-inducto-hipotetico-verifikatif. Pandangan ini masih ingin
menggambarkan pola penalaran deduksi dalam ilmu dengan pola penalaran
induksi.
Dengan demikian proses berpikir ilmiah dalam ilmu ialah melalui proses:
1. Deduksi.
2. Induksi.
3. Penyusunan hipotesis.
4. Pembuktian hipotesis/Verifikasi.
Kini telah terjadi perkembangan lain terutama apa yang dilakukan oleh
Thomas Khun. Thomas Khun ingin membangun suatu ilmu baru tanpa perlu
memperhatikan formula-formula yang lama. Ilmu bukan suatu pengetahuan
akumulatif, melainkan suatu penemuan paradigma baru. Ilmu pengetahuan
modern mungkin saja dapat berangkat dari sautu anomali.
Gema akan kebebasan pemikiran dalam filsafat ilmu ini semakin luas.
Muncul masalah-masalah baru seperti apakah realitas itu suatu kausalitas,
apakah penelitian harus dimulai dengan masalah, apakah penelitian dimulai
dengan kerangka teori yang telah mapan, apakah penelitian harus melakukan
suatu generalisasi, dan sebagainya.
10

Namun

demikian,

semua

aliran

filsafat

ilmu

(positivisme,

konstruksionisme, idealisme, realisme, induksinisme, dan sebagainya.) selalu


mengembangkan pandangan-pandangannya sendiri tentang logika keilmuan.
Logika keilmuan terus berkembang setelah memperoleh dukungan besar dari
perkembangan teknologi, matematika, dan bahasa.
2.3 METODE ILMIAH DALAM PENELITIAN KEPERAWATAN
Secara umum pelbagai disiplin ilmu dapat di kategorikan menjadi, ilmu
alamiah, ilmu sosial, maupun budaya. Yang mana dalam pendekatan
penelitiannya ketiga disiplin ilmu tersebut juga memiliki perbedaan.
Ilmu alamiah menerapkan pendekatan empiris, ilmu sosial dengan
pendekatan empiris-normatif, sedangkan pengetahuan budaya dengan
penelitian normatif.
Berdasarkan pendekatan yang telah disebutkan di atas, ilmu keperawatan
termasuk dalam disiplin ilmu alamiah. Sehingga dalam melakukan penelitian,
ilmu keperawatan menggunakan pendekatan empiris.
Berikut adalah alur penelitian ilmu empiris.

11

Aktivitas

penelitian

dimulai

dari

kejelian

peneliti

dalam

mengidentifikasikan kesenjangan antara apa yang seharusnya ada (teori)


dengan apa yang sekarang ada (fakta). Peneliti kemudian merumuskan
masalah serta membangun hipotesis. Awal penelitian merupakan proses
deduksi, yakni peneliti menerapkan apa yang ada dalam teori (yang bersifat
umum) kepada masalah khusus. Untuk menguji hipotesis, ia harus menyusun
rancangan penelitian dengan metodologi penelitian yang sesuai. Hasil
penelitian, yang bersifat khusus, di generalisasi sebagai pernyataan umum
yang akan memperkaya teori baru; generalisasi ini merupakan proses induksi.
Hasil penelitian dapat digunakan untuk menyusun hipotesis beru yang timbul
sebagai tindak lanjut penelitian, sehingga ilmu pengetahuan akan selalu
bertambah melalui proses siklus deduksi-induksi ini.

12

BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Uraian ringkas diatas dapat diketahui bahwa metode berpikir ilmiah adalah
suatu aktifitas atau proses berpikir, dengan asas-asas atau prinsip-prinsip
logika, unttuk mencapai suatu putusan akan atau kesimpulan yang benar dan
sah. Metode berpikir ilmiah adalah komponen penting dalam ilmu
pengetahuan.
Pola berpikir ilmiah yang umum ialah: (1) induksi, yaitu berpikir dari hal
yang khusus ke umum, dan (2) deduksi, yaitu berpikir dari yang umum ke
khusus. Pemikiran ilmiah melibatkan pola berpikir induksi-deduksi atau
sintesis antara induksi dengan deduksi yang berkesinambungan.
MBI adalah metode untuk mencapai pengetahuan ilmih (scientific).
Pengetahuan ilmiah adalah berpikir yang memiliki ciri berbeda dengan
pengetauan mitos, religi, filosofis, dan seni ciri-ciri pengetahuan ilmiah antara
lain adalah pengetahuan: (1) rasional-empiris, (2) aposteri-oris, (3) verifikatif,
(4) logika, (5) obyektif, dan terbuka. Ciri-ciri pengetahuan ilmiah yang lain
ialah relafif, netral, sistematik, tak emosional, dan sebagainya.
Proses logika daalam pemikiran ilmiah kemudian dirumuskan menjadi
formula sebagai logicohipotetico-verifikatif atau inductodeductohipoteticoverifikatif.
Ilmu dapat dipandang dalam berbagai macam segi. Umpamanya ilmu
dilihat sebaagai sistem besar atau sistem organis yang hidup.
Ilmu sebagai sistem terdiri dari komponen-komponen seperti logika,
konsep, teori, hipotesis, data, analisis, generalisasi, dan sebagainya.
Menurut Walter Wallace, proses keilmuan adalah proses yang bergerak
dari teori ke hipotesis ke data ke generalisasi. Menurut Jujun Curiasumantri
bahwa proses keilmuan merupakaan proses prosedural yang meliputi
langkah-langkah perumusan masalah, penyusun kerangka teori, perumusan
hipotesis, pengujian hipotesis, daan penarikan kesimpulannya.
Berpikir ilmiah hendaknya bersifat heuristik, dalam arti bahwa berpikir
yang selalu terbuka, selalu siap berubah menuju suatu proses penyempurnaan,

13

serta dilatarbelakangi dengan pola berpikir yang rasional, kritis, sangat


mendasar, serta bebas dan sebebas-bebasnya.
Metode Berpikir Ilmiah dalam penelitian keperawatan diterapkan
berdasarkan pendekatan empiris.
Demikian makalah ini dihangkan pembaca, semoga ada manfaatnya dalam
menelaah hakekat berpikir ilmiah, sebagai langkah awal untuk memahami
ilmu lebih dalam.
3.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan penulis kepada :
a. Institusi
Karena materi yang diberikan cukup spesifik maka penulis menyarankan
kepada pihak kampus untuk meng-upgrade buku-buku yang ada di
perpustakaan.
b. Mahasiswa
Penulis menyarankan kepada calon tenaga medis, khususnya calon
perawat (mahasiswa STIKes CHMK) agar dapat memahami benar apa itu
Metode Berpikir Ilmiah agar mampu menelaah ilmu yang diberikan
dengan baik dan diharapkan mahasiswa dapat menyusun tugas akhir
dengan menerapkan Metode Berpikir Ilmiah.
c.
Pembaca
Setelah mempelajari makalah ini, pembaca lebih mengerti apa itu Metode
Berpikir Ilmiah serta manfaat penerapannya.

14

DAFTAR PUSTAKA

Chandra Budiman. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan.EGC : Jakarta


Lapau Buchari. 2012. Metode Penelitian Kesehatan : Metode Ilmiah Penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Yayasan Pustaka Obor Indonesia : Jakarta
Riyanto Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Nuha
Medika:Yogyakarta
Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik Penlulisan Riset Keperawatan, Edisi Kedua.
Graha Ilmu : Yogyakarta

15

Anda mungkin juga menyukai