Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Hematemesis diartikan sebagai muntah darah yang dapat berwarna merah


gelap, coklat atau hitam tergantung pada kadar asam hidroklorida di dalam lambung
dan campurannya dengan darah. Melena adalah buang air besar darah yang dapat
berwarna merah, merah gelap, cokelat atau hitam. Gejala ini menunjukkan bahwa
sumber perdarahan terletak pada saluran cerna bagian atas yaitu bagian proksimal
ligamentum treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan
esophagus.1,2,3
Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises esophagus dan nonvarises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan
prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan bisa beragam bergantung lama,
kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan terus
menerus atau tidak. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas ( SCBA ) dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang
berlangsung lama, hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan
atau tanpa gangguan hemodinamik.4
Penyebab hematemesis yang sering dilaporkan antara lain ulkus peptikum,
gastritis erosif, sindrom Mallory-weiss dan varises esophagus, serta keganasan. 1,2
Hematemesis dan melena dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, biasanya dilakukan endoskopi untuk melihat lokasi
perdarahan secara langsung namum pemeriksaan ini dapat dilakukan setelah
hemodinamik pasien stabil. Terapi hematemesis disesuaikan dengan etiologinya
sedangkan komplikasi yang dapat timbul antara lain syok hipovolemik dan anemia
karena perdarahan.5
Di Negara Barat, insidensi SCBA mencapai 100 per 100.000 penduduk
pertahun.1,3,6 Sedangkan laporan dari rumah sakit (RS) Pemerintah di Ujung Pandang
menyebutkan ulkus peptikum menempati urutan pertama penyebab perdarahan
SCBA. Laporan kasus di RS swasta yakni RS Darmo Surabaya perdarahan karena

ulkus peptikum mencapai 51,2%.7 Di bagian penyakit dalam RS Hasan Sadikin


Bandung pada tahun 1996-1998, pasien yang dirawat karena perdarahan SCBA
sebesar 2,5% - 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat.1,3,6
Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas
di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot
dari suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung
asam/ pepsin. Prevalensi kemunculan ulkus peptikum berpindah dari yang
predominan pada pria ke frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin. Prevalensi
berkisar 11-14 % pada pria dan 8-11 % pada wanita. Etiologi ulkus peptikum antara
lain penggunaan OAINS, infeksi Helicobacter pylori, dan faktor stress.8
Berikut ini akan dipaparkan laporan kasus mengenai seorang pasien dengan
penyakit Hematemesis Melena et causa peptic ulcer bleeding, Hipertensi terkontrol,
Diabetes melitus, anemia et causa gastrointestinal bleeding.

LAPORAN KASUS
Seorang perempuan dengan inisial Ny. AS umur 64 tahun, pekerjaan Ibu
Rumah Tangga, suku Minahasa Utara, alamat Tetey Jaga 1, Kecamatan Dimembe,
Kabupaten Minahasa Utara, agama Kristen Protestan, dirawat di BLU RSUP Prof. dr.
R. D. Kandou melalui IRDM tanggal 6 Januari 2015 dengan keluhan utama muntah
berwarna merah gelap. Muntah dialami sejak sekitar 2 jam SMRS. Muntah sebanyak
2 kali, isi cairan dan darah berwarna kehitaman, volume sekitar 2 gelas aqua. Muntah
diawali dengan nyeri ulu hati yang dirasakan sejak 2 jam SMRS, nyeri perut
dirasakan menusuk. Tidak demam, tidak batuk, tidak sesak napas dan tidak nyeri
dada. Nafsu makan berkurang. Tidak ada penurunan berat badan. Buang air besar dan
buang air kecil biasa. Riwayat makan makanan pedas dan asam diakui. Riwayat
minum jamu tidak ada. Riwayat minum obat anti nyeri tidak ada.
Riwayat penyakit dahulu, penderita memilki riwayat sakit maag lama 40
tahun, hipertensi sejak sekitar 4 tahun yang lalu, minum captopril 3 x 25mg perhari
tidak teratur. Riwayat DM sejak sekitar 3 tahun yang lalu, minum obat glibenklamid 1
x 1 perhari tidak teratur. Riwayat penyakit jantung, paru, hati, dan ginjal disangkal.
Riwayat penyakit keluarga, hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.
Riwayat sosial, penderita tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 170/80mmHg, nadi 96 kali per menit,
respirasi 20 kali per menit, suhu badan 36,0 oC, tinggi badan 160 cm, berat badan
70kg dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 27,3 kesan gizi obesitas grade I. Pada
pemeriksaan kulit didapatkan kulit hangat, lapisan lemak cukup dan tidak terdapat
edema diseluruh tubuh. Pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, refleks cahaya positif, gerakan bola mata aktif. Pemeriksaan telinga
tidak tampak tofi, lubang normal, cairan tidak ada. Pemeriksaan hidung tidak didapati
deviasi, tidak ada sekret. Pemeriksaan mulut didapatkan bibir tidak sianosis, gigi
geligi dalam batas normal, lidah tidak kotor, mukosa basah, pembesaran tonsil tidak
ada. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan pembesaran getah bening, trakea letak
3

tengah, tekanan vena jugularis 5+0 cm H2O. Pemeriksaan thoraks, inspeksi dada
terlihat simetris dan tidak ada kelainan kulit. Inspeksi punggung terlihat simetris,
tidak ada kelainan kulit. Palpasi, stem fremitus kanan sama dengan kiri dan perkusi
paru kanan dan kiri sama terdengar sonor. Auskultasi thoraks kanan sama dengan kiri
suara pernapasan vesikuler, dan tidak ditemukan ronki pada kedua lapangan paru,
wheezing tidak ada. Pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba,
didapatkan batas jantung kanan di ICS IV dari garis sternalis dekstra, serta batas
jantung kiri di ICS V midklavikularis sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I dan II
regular, bising tidak ada, gallop tidak ada. Pemeriksaan abdomen, inspeksi terlihat
datar, tidak ada pelebaran pembuluh darah vena, palpasi terasa lemas, terdapat nyeri
tekan epigastrium, hepar tidak teraba dan tidak ada nyeri tekan, lien tidak teraba,
ballotement tidak teraba. Perkusi timpani, nyeri ketok angulus kostovertebra tidak
ada, auskultasi bising usus normal. Ekstremitas warna kulit sawo matang, tidak ada
deformitas pada jari-jari, jari tabuh tidak ada, kuku sianosis tidak ada, tidak ada
edema di ekstremitas atas dan bawah, tidak ada atrofi otot, gerakan aktif dan pasif
normal, kekuatan otot normal. Pada pemeriksaan refleks fisiologi normal, refleks
patologis tidak ditemukan.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 7 Januari 2015 pukul 00.54 WITA
didapatkan leukosit 4700/mm3 , hemoglobin 11,2 mg/ dL, hematokrit 32,2 %,
trombosit 90000/mm3, ureum darah 34 mg/dL, creatinin 0,9 mg/dL, natrium 138
mEq/l, kalium 5,1 mEq/l, klorida 110 mEq/l.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
tersebut pasien didiagnosis dengan hematemesis et causa suspect peptic ulcer
bleeding, hipertensi stage II, diabetes melitus tipe II, dan anemia et causa
Gastrointestinal bleeding.
Terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9% 20 tetes per menit, omeprazol
injeksi 40 mg dua kali satu, captopril 25 mg tiga kali satu dihentikan untuk
sementara, sukralfat sirup empat kali dua sendok makan, metoclopramide injeksi tiga
kali satu, metformin dua kali satu dihentikan untuk sementara waktu, gula darah
4

sewaktu empat porsi. Penderita direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan


laboratorium darah lengkap, ureum, kreatinin, gula darah sewaktu, SGOT, SGPT,
natrium, kalium, klorida, profil lipid, protein total, albumin, globulin, radiologi foto
thoraks, elektrokardiografi (EKG), ultrasonografi

abdomen

dan rencana masuk

rumah sakit.
Hari pertama perawatan tanggal 7 Januari 2015, pasien mengeluh muntah
darah kehitaman dan BAB cair kehitaman. Pada pemeriksaan ditemukan keadaan
umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 76 kali per menit, Respirasi 20 kali per menit, suhu 36,9 oC. Pemeriksaan
kepala ditemukan konjungtiva anemis. Pemeriksaan thoraks, jantung dan paru dalam
batas normal. Pemeriksaan abdomen, terdapat nyeri tekan epigastrium. Pemeriksaan
ekstremitas tidak terdapat edema pada ekstremitas atas dan bawah. Pemeriksaan
colok dubur didapatkan tonus sphincter ani normal, mukosa licin, nyeri tekan tidak
ada, sarung tangan darah positif, feses positif berwarna hitam. Pemeriksaan
penunjang, hasil laboratorium pada tanggal 7 Januari 2015 pukul 17.52 WITA, MCH
(Mean Cell Hemoglobin) 29,9 pg; MCHC (Mean Cell Hemoglobin Consentration)
35,4 g/dL; MCV (Mean Cell Volume) 84,4fl; leukosit 5200 sel/mm3; eritrosit 3,2 x 106
L; hemoglobin 9,6 g/dL; hematokrit 27,1%; trombosit 92.000/L; GDS (Gula Darah
Sewaktu) 147 mg/dL; SGOT 21 U/L; SGPT 11 U/L. Gambaran elektrokardiografi
dalam batas normal. Foto thoraks dalam batas normal. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien di diagnosis dengan
Hematemesis Melenaet causa suspect peptic ulcer bleeding, hipertensi terkontrol,
diabetes melitus tipe II dan anemia et causa gastrointestinal bleeding. Terapi
dilanjutkan dan diet lambung 1 dingin.
Perawatan hari kedua tanggal 8 Januari 2015, keluhan muntah sudah tidak
ada, BAB hitam sudah tidak ada namun masih nyeri ulu hati. Pada pemeriksaan
ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis,
tekanan darah hari kedua 130/70mmHg, nadi 80 kali permenit, respirasi 20 kali
permenit, suhu 36 C. Pemeriksaan kepala tidak ditemukan konjungtiva anemis.
5

Pemeriksaan thoraks, jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen,
terdapat nyeri tekan epigastrium. Pemeriksaan ekstremitas tidak terdapat edema pada
ekstremitas atas dan bawah. Terapi dilanjutkan dan diet lambung 1 dingin.
Perawatan hari ketiga tanggal 9 Januari 2015, keluhan muntah sudah tidak
ada, BAB hitam sudah tidak ada, namun masih ada nyeri ulu hati. Pada pemeriksaan
ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis,
tekanan darah hari ketiga 170/80 mmHg, nadi 88 kali permenit, respirasi 20 kali
permenit, suhu 36 C. Pemeriksaan kepala tidak ditemukan konjungtiva anemis.
Pemeriksaan thoraks, jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen,
terdapat nyeri tekan epigastrium. Pemeriksaan ekstremitas tidak terdapat edema pada
ekstremitas atas dan bawah. Pemeriksaan colok dubur didapatkan tonus sphincter ani
normal, mukosa licin, nyeri tekan tidak ada, sarung tangan darah positif, feses positif
berwarna hitam. Pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium pada tanggal 9 Januari
2015 pukul 13.45 WITA, MCH (Mean Cell Hemoglobin) 30 pg; MCHC (Mean Cell
Hemoglobin Consentration) 35 g/dL; MCV (Mean Cell Volume) 86 fl; leukosit 5100
sel/mm3; eritrosit 3,3 x 106 L; hemoglobin 7 g/dL; hematokrit 20 %; trombosit
151.000/L. Terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9% 20 tetes per menit,
omeprazol injeksi 40mg dua kali satu, amlodipin 10 mg satu kali satu, sukralfat sirup
empat kali dua sendok makan, metoclopramide injeksi tiga kali satu, metformin dua
kali satu, gula darah sewaktu dua porsi. Diet lambung 1 dingin, transfusi packed red
cell (PRC) 1 kantong per hari sampai dengan hemoglobin lebih dari sama dengan
10mg/dL. Pasien direncanakan untuk pemeriksaan feses lengkap untuk melihat
adanya infeksi Helicobacter pylori.
Perawatan hari keempat dan kelima tanggal 10 Januari 2015 dan 11 Januari
2015, keluhan muntah sudah tidak ada, BAB hitam sudah tidak ada, nyeri ulu hati
tidak ada. Pada pemeriksaan ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang dengan
kesadaran compos mentis. Tekanan darah hari keempat 140/90mmHg, nadi 80 kali
permenit, respirasi 24 kali permenit, suhu 36,3 C. Tekanan darah hari kelima 160/
90 mmHg, nadi 84 kali permenit, respirasi 20 kali permenit, suhu 36 C. Pemeriksaan
6

kepala ditemukan konjungtiva anemis. Pemeriksaan thoraks, jantung dan paru dalam
batas normal. Pemeriksaan abdomen, terdapat nyeri tekan epigastrium. Pemeriksaan
ekstremitas tidak terdapat edema pada ekstremitas atas dan bawah. Terapi yang
diberikan adalah IVFD NaCl 0,9% 20 tetes per menit, omeprazol 20mg tablet dua
kali satu, amlodipin 10 mg satu kali satu, sukralfat sirup empat kali dua sendok
makan, metoclopramide injeksi tiga kali satu kalau perlu, metformin dua kali satu,
gula darah sewaktu dua porsi. Diet lambung 1 dingin, transfusi packed red cell (PRC)
1 kantong per hari sampai dengan hemoglobin lebih dari sama dengan 10mg/dL
(Pasien tidak memiliki persediaan darah).
Perawatan hari keenam tanggal 12 Januari 2015, keluhan muntah sudah tidak
ada, BAB hitam sudah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada. Pada pemeriksaan
ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 140/60 mmHg, nadi 70 kali permenit, respirasi 20 kali permenit, suhu
36 C. Pemeriksaan kepala ditemukan konjungtiva anemis. Pemeriksaan thoraks,
jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen, terdapat nyeri tekan
epigastrium. Pemeriksaan ekstremitas tidak terdapat edema pada ekstremitas atas dan
bawah. Pasien di diagnosis dengan Post Hematemesis Melena et causa suspect peptic
ulcer bleeding, hipertensi terkontrol, diabetes mellitus tipe II dan anemia et causa
gastrointestinal bleeding.Terapi dilanjutkan dan diet lambung 1 dingin. Transfusi
packed red cell (PRC) 1 kantong per hari sampai dengan hemoglobin lebih dari sama
dengan 10mg/dL ( Pasien tidak memiliki persediaan darah).
Perawatan hari ketujuh tanggal 13 Januari 2015, keluhan muntah sudah tidak
ada, BAB hitam sudah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada. Pada pemeriksaan
ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 140/70mmHg, nadi 73 kali permenit, respirasi 20 kalli permenit, suhu
36 C. Pemeriksaan kepala ditemukan konjungtiva anemis. Pemeriksaan thoraks,
jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen, terdapat nyeri tekan
epigastrium. Pemeriksaan ekstremitas tidak terdapat edema pada ekstremitas atas dan
bawah. Pasien di diagnosis dengan Post Hematemesis Melenaet causa suspect peptic
7

ulcer bleeding, hipertensi terkontrol, diabetes melitus tipe II dan anemia et causa
gastrointestinal bleeding. Terapi dilanjutkan dan diet lambung 1 dingin. Transfusi
packed red cell (PRC) 1 kantong per hari sampai dengan hemoglobin lebih dari sama
dengan 10mg/dL (Pasien tidak memiliki persediaan darah). Keluarga pasien meminta
pulang paksa.

PEMBAHASAN
I.

Diagnosis
Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan hematemesis melena
berdasarkan data anamnesis bahwa pasien mengeluhkan BAB kehitaman
sejak 1 hari yang lalu, muntah darah kehitaman, nyeri ulu hati, nafsu makan
berkurang dan pola makan yang tidak teratur sejak pasien menderita penyakit
gula. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan terdapat
nyeri tekan epigastrium. Pemeriksaan Rectal Toucher: Sfingter ani kuat,
mukosa licin, tidak terdapat benjolan, terdapat feses berwarna hitam, dan tidak
ada lendir. Serta tidak ditemukan stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider
nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai). Pada
pemeriksaan

penunjang

didapatkan

leukosit

5200

sel/mm 3;

eritrosit

3.210.000L; hemoglobin 9,6 g/dL; hematokrit 27,1%; trombosit 92.000/L;


GDS (Gula Darah Sewaktu) 147 mg/dL; SGOT 21 U/L; SGPT 11 U/L; ureum
darah 34 mg/dL; creatinin 0,9 mg/dL; natrium 138 mEq/l; kalium 5,1 mEq/l;
klorida 110 mEq/l.
Diagnosis pada kasus ini sesuai dengan pengertian hematemesis
melena. Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa
dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan/cairan warna merah cerah) atau
berubah karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk
seperti butiran kopi. Melena yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam
seperti aspal (ter) dengan bau khas, yang menunjukkan perdarahan SCBA
serta dicernanya darah pada usus halus. Dimana penyebab kelainan diatas
dapat berasal dari kelainan esofagus, kelainan lambung, dan kelainan
duodenum, keganasan.
Pada pasien dengan ulkus peptikum, sebelum terjadinya hematemesis
melena pasien terutama mengeluh nyeri ulu hati dan dirasakan menusuk.
Nyeri ulu hati biasanya timbul 2 3 jam setelah makan atau pada malam hari
sewaktu lambung kosong. Kerusakan pada mukosa lambung terjadi karena
ketidakseimbangan antara faktor defensive dan faktor perusak. Epitel gaster
9

mengalami iritasi terus menerus oleh dua faktor perusak: perusak


endogen(HCL, pepsinogen/ pepsin, dan garam empedu) dan perusak
eksogen(makanan, obat obatan, alkohol dan bakteri). Sistem pertahanan
mukosa terdiri dari tiga rintangan pre epitel, epitel, post epitel/sub epitel.
Lapisan pre epitel berisi mukus bikarbonat bekerja sebagai rintangan
fisikokemikal terhadap molekul seperti ion hidrogen, mukus yang disekresi
sel epitel permukaan mengandung 95 % air dan campuran lipid dengan
glikoprotein. Sel epitel permukaan adalah pertahanan kedua dengan
kemampuan menghasilkan mukus, transportasi sel epitel serta produksi
bikarbonat yang dapat mempertahankan pH intraseluler (pH 6-7) dan sebagai
intracellular tight junction. Sistem mikrovaskular yang rapi di dalam lapisan
sub mukosa adalah komponen kunci dari pertahanan/perbaikan sistem sub
epitel. Sirkulasi yang baik yang dapat menghasilkan bikarbonat/HCO3 untuk
menetralkan HCl yang disekresi sel parietal, memberikan asupan mikronutrien
dan oksigen serta membuang hasil metabolik toksik. Prostaglandin (PG) yang
banyak ditemukan pada mukosa lambung, dihasilkan dari metabolisme asam
arakidonat memegang peran sentral pada pertahanan dan perbaikan sel epitel
lambung, menghasilkan mukus-bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal,
mempertahankan sirkulasi mukosa dan restitusi sel epitel. 9
Etiologi ulkus peptikum antara lain penggunaan OAINS, infeksi
Helicobacter pylori, dan faktor stress. Stres dapat menyebabkan sekresi asam
berlebihan, aliran darah berkurang, motilitas lambung meningkat, motilitas
usus menurun sehingga menyebabkan jumlah asam yang memasuki usus
meningkat. Kekebalan tubuh juga dapat menurun sehingga mudah terinfeksi
Helicobacter pylori yang dapat menyebabkan ulkus.8 Pada anamnesis, pasien
memiliki riwayat sakit maag lama sejak 40 tahun yamg lalu serta makan
tidak teratur dan suka makan makanan pedas dan asam. Kerusakan mukosa
lambung terjadi karena frekuensi makan yang tidak teratur dan makanan yang

10

meningkatkan asam lambung yang membuat pertahanan mukosa menjadi


tidak stabil dan mengiritasi lambung.
Pengelolaan penderita dengan SCBA akut harus sedini mungkin dan
sebaiknya dirawat di RS untuk mendapat pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengelolaannya meliputi tindakan umum dan dan
tindakan khusus. Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk airway,
breathing dan circulation (ABC) sedangkan tindakan khusus berupa
pemberian terapi farmakologi yaitu proton pump inhibitor dan sitoprotektif
lambung. Penderita harus diistirahatkan mutlak dan dipuasakan sampai
perdarahan berhenti. Bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan secara
bertahap mulai dari makanan cair (Diet lambung I), kemudian makanan lunak
(Diet lambung II); pengawasan terhadap tanda tanda vital dan kesadaran
penderita; transfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin. Jika pasien stabil maka pasien dapat
segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi. Dalam
penatalaksanaan pada pasien ini, diberikan obat penekan sintesa lambung
(Proton Pump Inhibitor) dan terapi lain sesuai dengan komorbid. 10 Awalnya
pasien ini dipuasakan untuk sementara waktu dan diberika omeprazole 2 x 1
ampul intravena serta pemberian sitoprotektif lambung berupa sukralfat sirup
4 x 2 sendok makan. Pada pasien ini didapatkan Hb tanggal 9 Januari 2015
yaitu 7 g/dL, karenanya diberikan transfusi hingga Hb 10 g/dL.
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140
mmHg sistolik dan/ atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada
seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi.
Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Joint National Committee VII
Klasifikasi
Normal
Pre- hipertensi

TD sistolik(mmHg)
< 120 dan
120 139 atau

11

TD diastolik(mmHg)
< 80
80 89

Hipertensi stage I
Hipertensi stage II

140 159 atau


160 atau

90 99
100

Pada kasus ini, tekanan darah pasien 170/ 80 mmHg, berdasarkan kriteria JNC
VII pasien didiagnosis dengan hipertensi stage II. Faktor resiko hipertensi terdiri dari
dua yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang
tidak dapat dimodifikasi antara lain umur, jenis kelamin, dan etnis. 11 Faktor yang
dapat dimodifikasi meliputi stress, obesitas dan nutrisi. Hal ini sesuai dengan kasus,
dimana dari anamnesis didapatkan pasien berusia 64 tahun, pemeriksaan fisik
didapatkan IMT 27,3. Pasien diberikan terapi amlodipin satu kali satu.
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada:
1. kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik)dan
di jaringan perifer(otot dan lemak)
2. sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. atau keduanya
Faktor resiko DM Tipe II berdasarkan PB PAPDI yaitu usia > 45 tahun, Berat
badan lebih> 110% berat badan ideal atau IMT >23 kg/m 2, Hipertensi 140/90
mmHg. Pada kasus ini, pasien berusia 64 tahun; IMT 27,3; Tekanan darah 180/90
mmHg. Pasien diterapi dengan metformin dua kali satu.
KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus hematemesis melenae.csuspec ulkus peptikum
berdarah,anemia ec perdarahan Gastrointestinal, hipertensi terkontrol, diabetes
mellitus tip II yang dirawat di Instalasi Rawat Darurat Medik (IRDM) lantai dua BLU
RSUP Prof. dr. RD Kandou Manado. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan
tanda klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien kemudian diterapi
sesuai dengan pengobatan untuk hematemesis melena, hipertensi terkontrol, diabetes
mellitus tipe II serta terapi penunjang lainnya.
12

Daftar Pustaka

13

1. Siegenthaler W. Differential Diagnosis in Internal Medicine: From Symptom to


Diagnosis. New York: Thieme; 2007. H. 280
2. Iselbacher K,dkk. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam vol 1. Asdie
EH,editor. Jakarta: EGC. 1995. H. 259-62.
3. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik: Hemtemesis Melena. Jakarta: Interna
Publishing. 2009. H 447
4. Purwadianto A, Budi S, 2000. Hematemesis & Melena:dalam Kedaruratan Medik.
Jakarta: Binarupa Aksara. Hlm 105-10
5. Hadi S. Gastroenterologi: Perdarahan Saluran Makan. Ed 7. Bandung: 2002. H. 286.
6. Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Sudoyo A, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
editor.Jakarta: Interna Publishing; 2009. H. 449.
7. Darmadi, Ruslie RH. Deteksi dan Manajemen Refeeding Syndrom. Majalah
Kedokteran Andalas. 2012; 36: 136.
8. Diandra M. Ulkus Peptikum. 2014.
Diunduh:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40648/4/Chapter%20II.pdf
9. Tarigan P. TukakGaster. In Siyohadi B, Idrus A, Simadibrata M, Setiati S, editors.

Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H. 514-5.


10.Djumhana A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Atas. 2011. Diunduh : http://
pustaka.unpad.ac.id.pdf
11. Levanita S. Hipertensi. Diunduh: respiratory.usu.ac.id.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai