Anda di halaman 1dari 4

1.

Miopia
Berkas cahaya pada myopia sinar sejajar yang masuk ke mata dalam
keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibiaskan dan membentuk
bayangan di depan retina (Taib, 2010).
Patofisiologi (Taib, 2010) :
a. Miopia Aksial: terjadi karena sumbu aksial mata yang lebih panjang
daripada normal
b. Miopia Kurvatura: terjadi karena kurvatura kornea atau lensa yang
lebuh kuat daripada normal.
c. Miopia indeks:terjadi karena indeksbias kornea ataupun lensa yang
lebih tinggi daripada normal.
d. Miopia Refraktif: bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti
terjadi pada katarak intumesensi, dimana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan menadi lebih kuat.
Gejala Klinis (Taib, 2010):
a. Gejala utamanya adalah kabur bila melihat benda jauh.
b. Sakit kepala, namun jarang terjadi, kecuali disertai

dengan

astigmatisma. Kondisi sakit kepala ini jarang terjadi karena pada


penderita myopia murni, penderita tidak pernah berakomodasi, karena
dengan berakomodasi, penglihatan akan semakin kabur.
c. Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh, Hal ini sesuai dengan
efek pin hole, dimana sinar yang dating hanya yang melalui visual aksis
sehingga tidak dibiaskan.
d. Suka membaca, terutama pada anak-anak, karena dengan membaca dia
menjadi tidak ada yang mengusik.
Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi menjadi (Taib, 2010) :
a. Miopia Ringan : -0.25 s/d -3.00
b. Miopia Sedang : -3.25 s/d -6.00
c. Miopia Berat : -6.25 atau lebih
Diagnosis/ Cara Pemeriksaan: Refraksi Subjektif Metode trial and
error (Nurwasis, 2006; Taib, 2010) :
a. Jarak pemeriksaan 6 meter/5 meter/20feet
b. Digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita

c. Mata diperiksa satu persatu


d. Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata
e. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan kaca mata sferis negative
Cara pemeriksaan refraksi objektif (Nurwasis, 2006; Taib, 2010) :
a. Retinoskopi: dengan lensa kerja +2.00, pemeriksa mengamati reflex
fundus yang bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskop
(against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negative
sampai tercapai netralisasi.
b. Autorefraktometer (computer)
Penatalaksanaan miopi adalah dengan kacamata yang dikoreksi dengan
lensa sferis negatif terlemah yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik.
Bisa juga menggunakan lensa kontak untuk anisometria atau myopia
tinggi, atau terapi bedah refraktif. Bedah refraktif kornea adalah tindakan
untuk mengubah kurvatura permukaan anterior kornea (excimer laser,
operasi lasik), sedangkan bedah refraktif lensa adalah tindakan ekstraksi
lensa jernih, biasanya diikuti dengan implantasi lensa intraokuler
(Nurwasis, 2006; Taib, 2010)

Patofis miopia

Gambar 1.1 perbedaan antara mata normal dan mata miopi

Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada myopia patologi masih


belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi
penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma.
Columbre dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di

dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata


dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini
merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada mata manusia, dan tidak
ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme
patogenesa terhadap elongasi berlebihan pada myopia.
Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk
panjangnya bola mata akibat :
1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter anteroposterior
yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai
miopia aksial
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu
cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut
miopia kurvatura/refraktif
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes
mellitus. Kondisi ini disebut miopia indeks
Miopi karena perubahan posisi lensa. Misalnya: posisi lensa lebih ke anterior,
misalnya pasca operasi glaukoma (Ilyas, H. 2004).

Protanopia
2. Dichromacy
Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut tidak
ada atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada kerucut,

seseorang yang menderita

dikromatis akan mengalami gangguan penglihatan

terhadap warna-warna tertentu.


Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang rusak:
a. Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak
adanya

photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia,

penglihatan terhadap warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi
pada 1 % dari seluruh pria. Keadaan yang paling sering ditemukan dengan
cacat pada warna merah hijau sehingga sering dikenal dengan buta warna
merah hijau.
b. Deuteronopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh
tidak adanya photoreceptor retina hijau. Pada penderita deuterunopia,
penglihatan terhadap warna hijau tidak ada.
c. Trinopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak
adanya photoreceptor retina biru.

Anda mungkin juga menyukai