PEMBAHASAN
A. Individu, Masyarakat dan Kebudayaan
Manusia hidup berkelompok dan tidak dapat hidup tanpa bantuan dari
orang lain. Oleh karena itu, manusia dikatakan sebagai mahluk sosial. Secara
sosial budaya target utama pendidikan nilai adalah membangun kesadaran
interpersonal yang mendalam. Peserta didik dibimbing untuk mampu menjalin
hubungan sosial secara harmonis dengan orang lain melalui sikap dan perilaku
yang baik sehingga mereka dapat hidup secara sehat dan harmonis dalam
lingkungan sosialnya. Dalam kehidupan sosial mereka dilatih untuk dapat
berprasangka baik kepada orang lain, berempati, suka menolong, bertanggung
jawab, dan juga menghargai perbedaan pendapat. Untuk itu landasan
sosiologis sangat penting terhadap perkembangan pendidikan nilai sebagai
sebuah disiplin ilmu pendidikan.
1. Individu
Siapakah individu dan apakah yang dimaksud dengan perilaku atau
kegiatan individu itu? Individu yang dimaksud disini adalah individu
manusia, tetapi bukan manusia pada umumnya, melainkan manusia
tertentu, yang memiliki karakteristik dan keunikan tertentu, yang bersifat
spesifik atau khas.
Individu memiliki ciri yang esensial, yaitu bahwa dia selalu berperilaku
atau melakukan kegiatan. Individu adalah individu selama ia masih
melakukan kegiatan atau berperilaku, apabila tidak maka ia bukan individu
lagi. Individu tidak berada dalam ruang hampa, ia selalu berada dalam
lingkungan tertentu. Demikian halnya dengan perilaku individu, selalu
berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan.
2. Masyarakat
Masyarakat didefinisikan oleh Ralph Linton sebagai setiap kelompok
manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga
mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri meraka sebagai
satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
Sejalan dengan definisi Ralph Linton, Selo Sumardjan mendefinisikan
masyarakat sebagai orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1986).
Mengacu kepada dua definisi tentang masyarakat seperti dikemukakan
di atas, terdapat empat unsur yang ada dalam masyarakat, yaitu:
1) Manusia (individu-individu) yang hidup bersama.
2) Mereka melakukan interaksi sosial dalam waktu yang cukup lama.
3) Mereka mempunyai kesadaran sebagai satu kesatuan.
4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang menghasilkan
kebudayaan, sehingga setiap individu didalamnya merasa terikat satu
dengan yang lainnya.
3. Kebudayaan
Dalam hidup bermasyarakat, manusia menghasilkan kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1985).
Ada tiga jenis wujud kebudayaan, ketiga wujud kebudayaan tersebut
adalah:
1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasangagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya.
2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola
dari manusia dalam masyarakat.
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat
dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilainilai. Pendidikan membuat orang berbudaya. Makin banyak orang
menerima pendidikan makin berbudaya orang itu, dan makin tinggi
kebudayaan makin tinggi pula pendidikan atau cara mendidiknya. Karena
ruang lingkup kebudayaan sangat luas, mencakup segala aspek kehidupan
manusia, maka pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan dalam
masyarakat
Masyarakat
dan
itu
sendiri
kebudayaan
terbentuk
mempengaruhi
dari
individu-individu.
individu,
sebaliknya
10
11
pada dasarnya mengandung pengertian yang relatif sama. Dengan kata lain,
pranata sosial adalah perilaku terpola yang digunakan oleh suatu masyarakat
untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasarnya.
Terdapat berbagai jenis pranata sosial, salah satunya yaitu pranata
pendidikan. Pranata pendidikan adalah salah satu pranata sosial dalam rangka
proses sosialisasi dan atau enkulturasi untuk mengantarkan individu ke dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbudaya, serta untuk menjaga kelangsungan
eksistensi masyarakat dan kebudayaannya. Sebagai pranata sosial, pranata
pendidikan berada di dalam masyarakat dan bersifat terbuka. Sebab itu,
pranata pendidikan mengambil masukan (input) dari masyarakat dan
memberikan keluarannya (output) kepada masyarakat.
D. Pendidikan Informal, Formal, dan Nonformal
Pendidikan dijalani oleh individu sepanjang hayat. Dalam rangka
pendidikan
yang
berlangsung
sepanjang
hayat
tersebut,
pendidikan
12
merupakan
pewarisan
sosial
yang
berfungsi
untuk
dan atau
pemerintah
dalam
rangka
penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan
menyelenggarakan
pembelajaran
yang
13
dilakukan oleh para petugas khusus dengan cara-cara yang terencana dan
teratur menurut tatanan nilai dan norma yang telah ditentukan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar
(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah merupakan lanjutan
pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan
(MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
3. Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Pasal 1
ayat 12 UU RI No. 20 Tahun 2003). Fungsi pendidikan nonformal
berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan
pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian professional. Dalam hubungannya
dengan pendidikan formal, pendidikan nonformal diselenggarakan bagi
warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan
pendidikan
anak
pemberdayaan
usia
dini,
perempuan,
pendidikan
pendidikan
kecakapan
hidup,
kepemudaan,
pendidikan
keaksaraan,
pendidikan
14
individual.
Pendidikan
berdasarkan
pola
nomothetis
sebagai
urusan
membantu
seseorang
mengembangkan
15
Sikap
Guru
terhadap
Siswa
dan
Implikasinya
terhadap
Tugas/Peranan Guru
David Hargreaves (Sudarja Adiwikarta, 1998) mengemukakan tiga
kemungkinan pola sikap guru terhadap muridnya serta implikasinya terhadap
fungsi dan tipe atau peranan guru.
1. Pola pertama
Guru berasumsi bahwa para muridnya belum menguasai kebudayaan,
sedangkan pendidikan diartikan sebagai enkulturasi (pembudayaan).
Implikasinya maka tugas dan fungsi guru adalah menggiring muridmuridnya untuk mempelajari hal-hal yang dipilihkan oleh guru, dengan
pertimbangan itulah yang terbaik bagi mereka. Tipe guru dalam kategori
ini dinamakan Hargreaves sebagai penjinak atau penggembala singa (lion
tamer).
2. Pola kedua
16
17
peran sosial. Dewasa secara moral, yaitu telah memiliki seperangkat nilai yang
ia akui kebenarannya, ia pegang teguh dan mampu berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai yang menjadi pegangannya.
Guru berperan sebagai pembimbing, sebagai pembimbing guru perlu
memiliki pemahaman yang seksama tentang para siswanya, memahami segala
potensi dan kelemahannya, masalah dan kesulitannya, dengan segala latar
belakangnya. Agar tercapai kondisi seperti itu, guru perlu banyak mendekati
para siswa, membina hubungan yang lebih dekat dan akrab, melakukan
pengamatan dari dekat serta mengadakan dialog-dialog langsung.