Anda di halaman 1dari 41

REFARAT

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya di SMF Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh:
Nama
Nim

:Fatma Arif
:0090840031

Pembimbing:
1. dr. Fitri Ria Dini P, Sp.OG
2. dr. Andri Welly

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH


SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DOK II
JAYAPURA
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan dipresentasikan referat dengan judul Hiperemesis


Gravidarum. Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir Kepaniteraan
Klinik Madya (KKM) pada SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Dok II Jayapura.

Hari

: Kamis

Tanggal

: 3 Maret 2016

Tempat: Ruang Pertemuan bagian obstetri dan ginekologi

Mengesahkan,
Pembimbing I

Pembimbing II

dr. Fitri Ria Dini P, Sp.OG

dr. Andri Welly

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas refarat ini. Dengan
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, berkembang pula berbagai penelitianpenelitian baru, semakin menuntut pula manusia untuk berfikir mencari ilmu-ilmu
terbaru. Untuk itu dengan adanya penyakit seperti ini melatih penulis untuk
mencoba menjelaskan dan memahaminya walaupun tak sempurna dan sebaik
yang diharapkan. Refarat ini dibuat secara sangat sederhana dan sisitematis,
sehingga pembaca bisa langsung mencoba memahaminya.
Pada

kesempatan

ini,

penulis

menyampaikan terima

kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Fitri Ria Dini P, Sp.OG sebagai
pembimbing pertama dan dr. Andri Welly sebagai pembimbing kedua yang tidak
bosan-bosannya mengajar dan mendorong penulis untuk terus belajar, berlatih
dan membimbing penulis. Akhirnya ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada pembaca yang telah memberikan kritik dan masukan untuk perbaikan di
masa yang akan datang.

Jayapura, 2 Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN .

ii

KATA PENGANTAR ..

iii

DAFTAR ISI .

iv

DAFTAR GAMBAR . v
BAB I PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG...
1

BAB II TIJAUAN PUSTAKA


2.1.

Definisi.

2.2.

3
Epidemiologi

2.3.

3
Etiologi

2.4.

4
Patofisiologi

2.5.

9
Klasifikasi

2.6.
2.7.

19
Diagnosis ..20
Gejala
Klinis.....

2.8.

21
Risiko

2.9.

22
Pencegahan

2.10.

22
Penatalaksanaan

2.11.

24
Diagnosis

2.12.

31
Komplikasi

2.13.

32
Prognosis.............

...

...
....
....

.......
..

banding

.
...

...

34
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan..... 36
DAFTAR PUSTAKA 37

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Etiologi Mual dan Muntah pada hiperemesis gravidarum..................... 9


Gambar 2 patofisiologi hiperemesis gravidarum...................................10
Gambar 3 Peran karnitin dalam pengankutan asam lemak rantai panjang
menembus membran dalam mitokondria..............11
Gambar 4 Pembentukan, pemakaian, dan ekresi badan keton...........................15
Gambar 5 Mekanisme lipid, karbohidrat, dan protein dalam membentuk siklus
kreb ..16
Gambar 6 Siklus kreb ...17

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekitar 50-90 % perempuan hamil mengalami keluhan mual dan muntah.
Keluhan ini biasanya disertai dengan hipersalivasi, sakit kepala, perut kembung,
dan rasa lemah pada badan. Keluhan-keluhan ini secara umum dikenal sebagai
morning sickness. Istilah ini sebenarnya kurang tepat karena 80% perempuan
hamil mengalami mual dan muntah sepanjang hari.1
Apabila mual dan muntah yang dialami mengganggu aktivitas sehari-hari
atau menimbulkan komplikasi, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan
penurunan berat badan lebih dari 3 kilogram atau 5% berat badan.1
Menurut World health Organization (WHO) jumlah kejadian hiperemesis
gravidarum mencapai 12,5% dari seluruh jumlah kehamilan di dunia, Populasi
Asia cenderung memiliki tingkat insiden yang lebih tinggi. Sebuah studi dari 3350
pengiriman tunggal pada populasi Asia Timur diamati hiperemesis gravidarum di
119 (3,6%) dari populasi. Seperti disebutkan, studi 1867 tunggal kelahiran hidup
mengungkapkan tingkat tertinggi mual dan muntah kehamilan di Shanghai, Cina,
1986-1987, dengan kejadian 10,8%.Sebagai contoh, sebuah studi Malaysia
diidentifikasi 192 kasus yang tercatat (3,9%) dari 4937 maternitis.8 Menurut
departemen kesehatan Republik

Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2013

kunjungan pemeriksaan kehamilan ibu hamil di Indonesia diperoleh data ibu


dengan hiperemesis gravidarum mencapai 14,8% dari seluruh kehamilan.

Mual dan muntah pada kehamilan biasanya dimulai pada kehamilan


minggu ke-9 sampai ke-10, memberat pada minggu ke-11 sampai ke-13 dan
berakhir pada minggu ke-12 sampai ke-14. Hanya pada 1-10% kehamilan gejala
berlanjut melewati minggu ke-20 sampai ke-22. Pada 0,3-2% kehamilan terjadi
hiperemesis gravidarum yang menyebabkan ibu harus ditata laksana dengan rawat
inap.2
Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian, tetapi angka
kejadiannya masih cukup tinggi. Hampir 25% pasien hiperemesis gravidarum
dirawat inap lebih dari sekali. Terkadang, kondisi hiperemesis yang terjadi terusmenerus dan sulit sembuh membuat pasien depresi. Pada kasus-kasus ekstrim, ibu
hamil bahkan dapat merasa ingin melakukan terminasi kehamilan.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Hiperemesis dalam kehamilan didefinisikan sebagai muntah yang
berlebihan dalam kehamilan yang menyebabkan terjadinya ketonuria dan
penurunan berat badan lebih dari lima persen.

Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal


kehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadangkadang begitu hebat di mana segala apa yang dimakan dan diminum
dimuntahkan sehingga dapat mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu
pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton
dalam urin bahkan seperti gejala penyakit apendisitis, pielitis dan sebagainya.4
Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan
muntah/tumpah yang berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap
saat, sehingga menggangu kesehatan dan pekerjaan sehari-hari.5
Hiperemesis gravidarum dapat diartikan sebagai mual dan muntah yang
terjadi pada kehamilan hingga usia 16 minggu. Pada keadaan muntah-muntah
yang berat, dapat terjadi dehidrasi, gangguan asam-basa, elektrolit dan ketosis
keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum6
2.2.

Epidemiologi
Menurut World

health

Organization

(WHO)

jumlah

kejadian

hiperemesis gravidarum mencapai 12,5% dari seluruh jumlah kehamilan di


dunia. Hiperemesis gravidarum, mual dan muntah yang berat pada kehamilan,
lebih dari 59.000 wanita hamil rawat inap di Amerika Serikat setiap tahunnya
dilaporkan kejadian 0,5%. Perkiraan mual dan muntah pada kehamilan sangat
bervariasi dan berkisar dari 0,3% dalam registrasi Swedia, 10,8% dalam
registrasi

Cina dari ibu hamil. Studi populasi yang besar baru-baru ini

mendukung variasi etnis dalam kejadian Hiperemesis gravidarum.7


Sebuah penelitian Norwegia dalam kelahiran medis di Norwegia dari
tahun 1967-2005, hiperemesis gravidarum didefenisikan sebagai mual dan
muntah yang terus-menerus pada kehamilan dikaitkan dengan ketosis dan
penurunan berat badan > 5% dari berat badan sebelum kehamilan, dan
mengungkapkan prevalensi keseluruhan 0,9%, tapi ketika dipecah oleh etnis,
ditemukan hiperemesis gravidarum pada 2,2% dari 3927 perempuan Pakistan
dan 1,9% dari 1997 perempuan Turki, lebih dari dua kali kejadian 0,9% di
798.311 wanita Norwegia. Sebuah studi di Kanada menemukan hiperemesis
gravidarum tahun 1270 (0,8%) dari 156.091 wanita dengan pengiriman
tunggal antara 1988 dan 2002. Tingkat ini dikonfirmasi dalam sebuah
penelitian di Kanada kedua selama jangka waktu yang sama dari berbasis
8

populasi Nova Scotia Atlee Perinatal database persalinan di usia kehamilan 20


minggu, yang ditemukan hiperemesis gravidarum pada 1301 (0,8%) dari
157.922 kehamilan.8
Populasi Asia cenderung memiliki tingkat insiden yang lebih tinggi.
Sebuah studi dari 3350 pengiriman tunggal pada populasi Asia Timur diamati
hiperemesis gravidarum di 119 (3,6%) dari populasi. Seperti disebutkan, studi
1867 tunggal kelahiran hidup mengungkapkan tingkat tertinggi mual dan
muntah kehamilan di Shanghai, Cina, 1986-1987, dengan kejadian
10,8%.Sebagai contoh, sebuah studi Malaysia diidentifikasi 192 kasus yang
tercatat (3,9%) dari 4937 maternitis.8
Menurut departemen kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) pada
tahun 2013 kunjungan pemeriksaan kehamilan ibu hamil di Indonesia
diperoleh data ibu dengan hiperemesis gravidarum mencapai 14,8% dari
seluruh kehamilan.9
2.3.
Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, tetapi
diperkirakan erat hubungannya dengan endokrin, biokimiawi, dan psikologis.
Hiperemesis

gravidarum

umumnya

terjadi

pada

primigravida,

mola

hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG.4


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus
hiperemesis gravidarum di Canada diketahui beberapa hal yang menjadi faktor
risiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya komplikasi dari kelainan
hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan gastrointestinal, dan diabetes
pregestasional. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor
toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia.10
Gejala mual muntah dapat juga disebabkan oleh gangguan saluran cerna,
seperti yang dialami oleh penderita diabetes melitus (gastroparesis
diabetikorum) akibat gangguan motalitas usus atau pascavagotomi. Selain
merupakan refleksi gangguan instriksi lambung, gejala mual muntah dapat
juga disebabkan oleh gangguan yang bersifat sentral dipusat muntah
(chemoreceptor trigger zone).11
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah
sebagai berikut :

1. Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola


hidatidosa dan kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan
dimana hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal (menempelnya plasenta
pada rahim ibu) dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi
yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut merupakan
faktor organik.
3. Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.
4. Faktor psikologis
Hipotesis faktor psikologik dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1) Teori psikoanalisis yang menerangkan hiperemesis merupakan sebuah
kelainan konversi atau somatisasi.
2) Ketidakmampuan ibu untuk merespon stres kehidupan yang
berlebihan.
3) Meningkatnya penerimaan ibu terhadap kondisi tertentu.
Beberapa kasus hiperemesis gravidarum menunjukkan adanya
kelainan psikiatri, termasuk sindrom Munchausen, gangguan konversi
atau somatisation, atau depresi berat. Hal ini mungkin terjadi dibawah
situasi stres atau ambivalensi sekitar kehamilan. Tampaknya respon
fisiologi dapat berinteraksi dan memperburuk fisiologi mual dan muntah
selama kehamilan. Kemungkinan besar, perubahan-perubahan fisiologis
yang berhubungan dengan ke hamilan berinteraksi dengan fisiologi
wanita pada setiap negara dan nilai-nilai budaya. Namun demikian,
hiperemesis gravidarum dapat timbul tanpa disertai adanya kelainan
psikiatri.
Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga
yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan
persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk
menerima kehamilan memegang peranan yang cukup penting dalam
menimbulkan hiperemesis gravidarum.4
Dalam masyarakat primitif yang cara hidupnya lebih sederhana,
lebih santai dan tidak banyak tuntutan, jarang sekali ditemukan ibu hamil

10

yang mengalami rasa mual ini. Ketidakstabilan emosi dan keadaan sosial
lingkungan dapat menjadi pemicu terjadinya emesis gravidarum.9
5. Faktor adaptasi dan hormonal
Pada ibu hamil yang kekurangan darah lebih sering terjadi
hiperemesis gravidarum. Yang termasuk dalam ruang lingkup adaptasi
adalah ibu hamil dengan anemia, wanita primigravida, dan over distensi
rahim pada kehamilan ganda dan mola hidatidosa.

Sebagian kecil

primigravida belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan


human gonadotropin chorionic (hCG), sedangkan pada kehamilan ganda
dan mola hidatidosa, jumlah hormon yang dikeluarkan terlalu tinggi, dan
menyebabkan terjadi hiperemesis gravidarum.
Menurut Goodwin dan Van de Ven, hiperemesis nampaknya terkait
dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik
gonadotropin, estrogen atau kadar keduanya di dalam serum.
Gangguan keseimbangan hormon, seperti hCG, tiroksin, kortisol
dan hormon seks seperti estrogen dan progesteron, diperkirakan menjadi
faktor penyebab yang penting.11
Secara fisiologis human chorionic gonadotropin (hCG) dapat
merangsang reseptor thyroid stimulating hormones (TSH) sehingga
menyebabkan terjadinya transient hyperthyroidism. Pada 50-70% kasus
terdapat penurunan kadar TSH dan pada 40-73% kasus terjadi
peningkatan kadar FT4, namun perubahan kadar ini tidak selalu diikuti
dengan gejala klinis hipertiroid ataupun pembesaran kelenjar tiroid.
Semakin besar peningkatan konsentrasi HCG maka akan diikuti oleh
peningkatan kadar FT4 yang semakin tinggi dan penurunan kadar TSH.
Pada beberapa kasus hiperemesis, peneliti menemukan korelasi positif
antara beratnya keluhan mual dan muntah dengan tingkat stimulasi tiroid.
Namun demikian teori ini masih kontroversial karena belum banyak
didukung oleh hasil penelitian yang lain. Beberapa studi menghubungkan
tingginya kadar estradiol terhadap beratnya mual dan muntah pada wanita
hamil, sementara yang lain menemukan tidak adanya korelasi antara
kadar estrogen dengan beratnya mual dan muntah pada wanita hamil.
Intoleransi terhadap kontrasepsi oral terkait dengan mual dan muntah
dalam kehamilan. Progesteron juga mencapai puncaknya pada trimester

11

pertama dan menurunkan aktivitas otot polos, tetapi penelitian gagal


untuk menunjukkan keterkaitan antara kadar progesteron dan gejala mual
muntah pada wanita hamil. Namun demikian dipercaya bahwa
peningkatan kadar hormon estrogen dapat meningkatkan pengeluaran
asam lambung. Sementara itu peningkatan kadar hormon progesteron
akan menurunkan motilitas usus sehingga memicu mual dan muntah.12
6. Kelainan gastrointestinal
Pada hiperemesis gravidarum terjadi peningkatan kadar hormon
estrogen dan progesteron, gangguan fungsi tiroid, abnormalitas saraf
simpatik, dan gangguan sekresi vasopressin sebagai respon terhadap
perubahan volume intravaskular. Semua ini pada akhirnya mempengaruhi
peristaltik lambung sehingga menimbulkan gangguan motilitas lambung.
Pada penderita hiperemesis gravidarum biasanya saluran gastrointestinal
lebih sensitif terhadap perubahan saraf / humoral.12
7. Kelainan hepar
Peningkatan kadar serum transaminase secara ringan terjadi pada
hampir 50% dari pasien dengan hiperemesis gravidarum. Gangguan Fatty
Acid Oxidation (FAO) mitokondria telah berperan dalam patogenesis ibu
hamil dengan gangguan hati terkait dengan hiperemesis gravidarum. Ibu
hamil dengan defek FAO heterozigot dapat berkembang menjadi
hiperemesis gravidarum yang terkait dengan gangguan hati dengan defek
FAO pada fetusnya sebagai akibat akumulasi asam lemak di dalam
plasenta dan generasi berikutnya dari spesies oksigen reaktif. Atau,
mungkin, kelaparan menyebabkan lipolisis perifer dan meningkatkan
beban asam lemak dalam sirkulasi ibu-fetus, dikombinasikan dengan
penurunan kapasitas mitokondria untuk mengoksidasi asam lemak pada
ibu dengan defek FAO heterozigot, juga dapat menyebabkan hiperemesis
gravidarum dan cedera hati saat fetus tidak mengalami defek FAO.
Perubahan kadar lemak Jarnfelt-Samsioe et al menemukan kadar yang
lebih tinggi dari trigliserida, kolesterol total, dan fosfolipid pada wanita
dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan wanita hamil yang
tidak muntah dan kontrol. Hal ini mungkin terkait dengan kelainan pada
fungsi hepatik pada wanita hamil.12

12

Perubahan metabolisme hati juga dapat menjadi penyebab penyakit


ini. Oleh sebab itu, pada kasus berat, harus dipikirkan kemungkinan
gangguan fungsi hati, kandung empedu, pancreatitis atau ulkus
peptikum.11
8. Infeksi
Helicobacter pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam perut
yang dapat memperburuk mual dan muntah dalam kehamilan. Penelitian
telah menemukan bukti yang bertentangan dengan peranan H.pylori
dalam hiperemesis gravidarum. Penelitian terbaru di Amerika Serikat
belum menunjukkan asosiasi dengan hiperemesis gravidarum. Namun,
mual dan muntah yang menetap di luar trimester kedua mungkin
disebabkan oleh ulkus peptikum aktif yang disebabkan oleh infeksi
H.pylori.12
Pernah diusulkan adanya keterkaitan dengan infeksi helicobacter
pylori

tetapi

bukti-buktinya

tidak

konklusif.

Meskipun

analisis

menunjukkan keterkaitan antara helicobacter pylori dan hiperemesis,


heterogenitas di antara kelompok-kelompok penelitian terlalu besar.
Adanya hubungan dengan serum positif terhadap helicobacter pylori
sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan oleh beberapa
peneliti.13
9. Vestibular dan penciuman
Sistem penciuman yang tajam kemungkinan merupakan faktor yang
ikut berperan terhadap mual dan muntah selama kehamilan. Banyak ibu
hamil melaporkan bau makanan yang dimasak, terutama daging, sebagai
pemicu untuk mual. Kesamaan antara hiperemesis gravidarum dengan
motion sickness menunjukkan petanda dari gangguan vestibular subklinis
dan dapat menjelaskan beberapa kasus hiperemesis gravidarum.12

13

Gambar 1: Etiologi Mual dan Muntah pada hiperemesis gravidarum


2.4.

Patofisiologi
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada

hamil muda terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak


seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.5
Perasaan mual akibat kadar estrogen yang meningkat. Mual dan muntah terusmenerus dapat menyebabkan dehidrasi, hiponatremia, hipokloremia, penurunan
klorida urin, selanjutnya terjadi hemokonsentrasi yang mengurangi perfusi darah
ke jaringan dan menyebabkan tertimbunnya zat toksik.
Hiperemesis gravidarum yang berat juga dapat membuat pasien tidak dapat
makan dan atau minum sama sama sekali sehingga cadangan karbohidrat dan
lemak habis terpakai untuk kebutuhan energi jaringan.

14

Gambar 2: patofisiologi hiperemesis gravidarum


Apabila ketersediaan glukosa yang akan dipecah menjadi energi mengalami
defisiensi,

maka

diperlukan

proses

glukoneogenesis.

Pada

dasarnya

glukoneogenesis adalah sintesis glukosa dari senyawa bukan karbohidrat,


misalnya asam lemak dan beberapa asam amino. Proses glukoneogenesis
berlangsung terutama dalam hati. Disini asam lemak diubah menjadi glukosa
kembali melalui serangkaian reaksi dalam suatu proses yaitu glukoneogenesis
(pembentukan gula baru). Glukoneogenesis yang dilakukan oleh hati atau ginjal,
menyediakan suplai glukosa yang tetap.
Sebelum dikatabolisme, asam lemak harus diaktifkan dulu menjadi zat antara
aktif. Dalam proses ini dibutuhkan energy adenosin trifosfat (ATP) karena
merupakan penguraian sempurna. Asam lemak diubah menjadi asam lemak aktif
dengan bantuan ATP, koenzim A dan enzim asil-koenzim A (asil-KoA) sintetase
(tiokinase). Dan asil-KoA juga menggunakan satu fosfat berenergi tinggi melalui
pembentukan adenosin monofosfat (AMP) dan PPi. Selanjutnya PPi akan
dihidrolisis oleh pirofosfotase anorganik, dimana fosfat berenergi tinggi akan
hilang dan memastikan reaksi berlangsung hingga selesai. Asil-KoA sintesis dapat
ditemukan di bagian membran dalam dan luar mitokondria.13

15

Gambar 3: Peran karnitin dalam pengankutan asam lemak rantai panjang


menembus membran dalam mitokondria
Dalam proses katabolisme ini juga harus diperhatikan bahwa asam lemak
rantai panjang dalam mengawali proses oksidasi ini perlu melakukkan pemutusan
ikatan rantai panjang terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan untaian rantai panjang
ini tidak mampu menembus membran dalam mitokondria, dimana di situ
merupakan tempat utama terjadinya proses oksidasi- ini. Dengan adanya enzim
karnitin palmitoiltransferase I yang terdapat di membran luar mitokondria, asilKoA rantai panjang diubah menjadi asilkarnitin yang mampu menembus
membrane dalam mitokondria. Selanjutnya asilkarnitin masuk kedalam membran
dengan kerja enzim karnitin-ailkarnitin translokase, dimana pada proses ini juga
dikeluarkan satu molekul karnitin. Lalu, asilkarnitin bereaksi dengan KoA yang
dikatalisis oleh karnitin palmitoiltransferase II. Pada matriks mitokondria, asilKoA terbentuk kembali dan karnitin dibebaskan.13
Proses oksidasi- merupakan diawali dengan pemutusan tiap dua karbon dari
molekul asil-KoA dari ujung karboksil dan bagian yang diputus adalah antara
atom karbon- dengan atom karbon-. Dari pemutusan dua atom karbon tersebut
menghasilkan asetil-KoA. Dalam proses oksidasi lemak ini dibutuhkan beberapa
enzim yang disebut oksidase lemak, dimana enzim ini mengkatalisis oksidasi asil16

KoA yang nanti digabung melalui reaksi fosfolirasi adenosi difosfat (ADP)
menjadi ATP.13
Tahap pertama dalam oksidasi ini dimulai dengan pengeluaran atom hidrogen
dari atom karbon- dan , yang dikatalis oleh asil-KoA dehidrogenase dan dalam
proses ini membutuhkan flavin adenin dinukleotida (FAD). Dari proses ini
terbentuk 2-trans-enol-KoA dan FADH2. FADH2 ini dioksidasi kembali oleh
rantai respiratorik dengan perantara electro-transferringflavoprotein. Lalu
ditambahkan air untuk menjenuhkan ikatan rangkap sehingga terbentuk tiga
hidroksiasil-KoA yang dikatalisis oleh 2-enoil-KoA hidratase.13
Asam lemak dengan atom karbon ganjil dioksidasi melalui oksidasi- dan
menghasilkan asetil-KoA dan residu tiga karbon (propionol-KoA), yang mana
senyawa ini diubah menjadi suksinil-KoA. Pemindahan elektron dari FADH 2 dan
NADH di rantai rspiratorik menyebabkan terbentuknya empat fosfat energi tinggi
untuk setiap tujuh asetil-KoA menghasilkan 10 mol ATP untuk oksidasi dalam
siklus asam sitrat. Pengurangan 2 mol ATP sebagai energi aktivasi asam lemak
dalam siklus.13
Ketogenesis adalah suatu keadaan dimana karena laju oksidasi asam lemak
yang tinggi mengakibatkan hati banyak membentuk asetoasetat dan D(-)-3hidroksibutirat (-hidroksibutirat). Asetoasetat mengalami dekarboksilasi spontan
secara terus-menerus untuk menghasilkan aseton.13
Ketiga benda keton ini dikenal dengan badan keton. Aseto asetat dan D(-)-3hidroksibutirat

dehidrogenase

dan

keseimbangannya

dikendalikan

oleh

keseimbangan rasio (NAD+) berbanding dengan (NADH) di mitokondria.


Keadaan ini dikenal dengan status redoks. Konsentrasi badan keton total dalam
darah normalnya tidak melebihi 0,2 mmol/L. Jaringan di luar hati menggunakan
badan keton ini sebagai substrat respirasi. Aliran netto badan keton dari hati ke
jaringan ekstra hepatic terjadi karena sintesis aktif oleh hati dan tingkat pemakaian
yang rendah. Situasi sebaliknya terjadi dijaringan ekstrahepatik.13
Dua molekul asetil-KoA yang terbentuk dalam oksidasi- bersatu dan
membentuk asetoasetil-KoA melalui reaksi pembalikan (tiolase). AsetoasetilKoAsendiri terbentuk dari empat karbon terminal asam lemak selama terjadinya
oksidasi-. Kondensasi asetoasetil-KoA dengan molekul lain asetil-KoA oleh 3hidroksi-3-metilglutaril-KoA sintase membentuk hidroksi 3-metilglutaril-KoA
(terlepas dari HMG-KoA) karena aktifitas dari enzim hidroksi 3-metilglutaril-

17

KoA yang menyisakan asetoasetat bebas. Atom-atom karbon yang terlepas di


molekul asetil-KoA berasal dari asetosetil-KoA. Proses ketogenesis akan terjadi
apabila kedua enzim, yaitu 3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA sintase dan 3metilglutaril-KoA, berada di mitokondria. Dalam keadaan ketosis, D(-)-3hidroksibutirat secara kuantitatif merupakan bahan keton utama yang terdapat
dalam darah dan urin.13
Asetoasetat yang terbentuk tadi hanya dapat direaktivasi secara langsung di
sitosol sebagai prekursor dan sintesis kolesterol. Hal ini yang mengakibatkan
pembentukan netto badan keton oleh hati. Di jaringan ekstrahepatik, asetoasetat
diaktifkan

menjadi

asetoasetil-KoA

oleh

suksinil-KoA-asetoasetat

KoA

transferase, dimana KoA dipindahkan dari suksinil KoA untuk membentuk


asetoasetil-KoA. Lalu, asetoasetil-KoA dipecah menjadi asetil KoA oleh enzim
tiolase dan dioksidase pada silus asam sitrat. Jika kadarnya dalam darah
meningkat, misalnya sekitar 12mmol/L, dimana kadar normalnya adalah 2
mmol/L, maka badan-badan keton ini akan menyebabkan perangkat oksidatif ini
mengalami kejenuhan sehingga oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh semakin
banyak.13
Pada banyak kasus, ketonemia disebabkan oleh meningkatnya produksi badan
keton oleh hati dan bukan karena defisiensi pemakaiannya oleh jaringan di luar
hati. Asetoasetat dan D(-)-3-hidroksibutirat mudah dioksidasi oleh jaringan
ekstrahepatik, namun aseton sulit dioksidasi secara in vivo dan biasanya
dikeluarkan oleh paru. Pada ketonemia moderat, pengeluaran badan keton melalui
urin hanya sebagai gambaran bagaimana produksi dan pemakaian badan keton
total.13
Tiga tahapan penting dalam ketogenesis, pertama pada proses ketosis tidak
terjadi in vivo, kecuali terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas dalam darah
yang berasal dari lipolisis triasilgliserol di jaringan adipose. Asam lemak
merupakan prekusor badan keton di hati. Hati sendiri memiliki tugas mengektrasi
sekitar 30% asam lemak bebas yang melewatinya dalam keadaan kenyang atau
puasa.13
Setelah diserap oleh hati, asam lemak bebas mengalami oksidasi- menjadi
CO2 atau badan keton teresterfikasi menjadi triasilgliserol dalam fosfolipid.
Masuknya asam lemak ke jalur oksidatif diatur oleh karnitin palmitoiltransferase I
(CPT-I) sedangkan asam lemak yang lainnya diesterfikasi. Pada keadaan kenyang,
18

aktivitas CPT-I rendah sehingga oksidasi asam lemak berkurang sedangkan pada
keadaan puasa terjadi sebalikanya. Malonin-KoA, zat antara awal dalam proses
ooksidasi asam lemak yang dibentuk oleh asetil-KoA karboksilase dalam keadaan
kenyang, bekerja sebagai inhibitor poten bagi CPT-I. Pada kondisi ini, asam lemak
bebas masuk ke sel hati dalam konsebtrasi rendah dan hampir semua teresrefikasi
menjadi asil-gliserol dan diangkut keluar hati dalam bentuk lipoprotein
berdensitas (berat jenis) sangat rendah (very low density lipoproteins/VLDL).13
Pada saat meningkatnya konsentrasi asam lemak bebas pada saat lapar, asetilKoA karboksilase dihambat oleh asil-KoA secara langsung dan produksi MalonilKoA menurun.

Disini membebaskan CPT-I dan asil-KoA yang mengalami

oksidasi semakin banyak. Karena kondisis kelaparan juga ditandai dengan


menurunnnya rasio insulin terhadap glucagon, oksidasi dari asam lemak bebas
dikontrol oleh gerbang masuk CPT-I ke dalam mitokondria dan asam lemak bebas
yang tidak dioksidasi pun diesterefikasi. Pada keadaan kenyang, aktivitas CPT-I
rendah sehingga oksidasi asam lemak berkurang sedangkan pada keadaan puasa
terjadi sebaliknya. Malonin-KoA, zat antara awal dalam proses oksidasi asam
lemak.13
Selanjutnya asetil-KoA yang dibentuk dalam oksidasi- dioksidasi dalam
siklus asam sitrat, memasuki jalur ketogenesis untuk membentuk badan keton.
Semakin meningkat kadar asam lemak bebas, semakin banyak yang dioksidasi
menjadi CO2. Diantara jalur ketogenik dan jalur oksidasi menjadi CO 2 , terjadi
pemisahan asetil-KoA dan energi bebas total yang terserap dalam ATP akan
konstan.13
Adanya badan keton dalam jumlah yang melebihi kadar normal dalam tubuh
disebut ketosis, dimana dalam keadaan lapar berupa kekurangan karbohidrat yang
tersedia diikuti dengan pergerakan asam lemak bebas.13
Jumlah benda keton yang digunakan oleh jaringan sebanding dengan
konsentrasinya dalam arteri sampai konsentrasi ini melewati 70 mg/dl. Di atas
konsentasi ini proses oksidasi telah jenuh. Bila dalam keadaan ketosis dimana
konsentrasi badan-badan keton tinggi menyebabkan pemanfaatannya

menjadi

berkurang bahkan menjadi toksik. Oleh karena itu badan keton yang berlebihan
harus diekskresikan dari tubuh

melalui urin. Aseton yang diproduksi juga

dieksresikan oleh paru-paru pada waktu konsentrasi benda keton arteri tinggi, dan
baunya dikenal dari nafas pasien yang menderita ketosis.13
19

Gambar 4: Pembentukan, pemakaian, dan ekresi badan keton13


Siklus krebs adalah tahapan selanjutnya dari respirasi seluler. Siklus krebs
adalah reaksi antara asetil ko-A dengan asam oksaloasetat, yang kemudian
membentuk asam sitrat. Siklus krebs disebut juga dengan siklus asam sitrat karena
menggambarkan langkah pertama dari siklus tersebut, yaitu penyatuan asetil ko-A
dengan asam oksaloasetat untuk membentuk asam sitrat.

20

Gambar 5: Mekanisme lipid, karbohidrat, dan protein dalam membentuk


siklus kreb
Peranan Siklus krebs adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan sebagian besar CO2
2. Metabolisme lein yang menghasilkan CO2 misalnya jalur pentosa phospat
atau P3 (pentosa phospat pathway) atau kalau di harper heksosa
monofosfat.
3. Sumber enzym-enzym tereduksi yang mendorong RR
4. Merupakan alat agar tenaga yang berlebihan dapat digunakan untuk
sintesis lemak sebelum pembentukan TG untuk penimbunan lemak
5. Menyediakan prekursor-prekursor penting untuk sub-sub unit yang
diperlukan dalam sintesis berbagai molekul
6. Menyediakan mekanisme pengendalian langsung atau tidak langsung
untuk lain-lain sistem enzym

21

Gambar 6: Siklus Krebs


Substrat siklus krebs adalah asetyl Co-A. Asetyl Co-A akan bereaksi dengan
oksalo asetat (OAA) sehingga hasilnya sitrat . Asam sitrat rumusnya beda dengan
sam askorbat (vitamin C), kalau vitamin C itu rumusnya lebih mirip glukosa.
Manusia tidak bisa menghasilkan vitamin C karena ada suatu reaksi yang terputus
dimana manusia itu tidak mempunyai enzim L-glunoluase oksidase yang
mengoksidasi glukosa menjadi vitamin C. Dari isositrat ke

-ketoglutarat

membebaskan CO2 dan NADH (koenzim). Kalau menghasilkan NADH pasti


membutuhkan NAD. NAD dalam bentuk teroksidasi sementara NADH dalam
bentuk tereduksi. NAD merupakan derivat vitamin B yang terdiri dari

B1

(thiamin), B2 (riboflavin) dan B3 (niasin). Koenzim yang terkait dengan ATP


hanya vitamin B2 dan B3. Kekurangan vitamin B akan mengganggu metabolisme
energi. NADH akan masuk ke rantai respirasi melepaskan hidrogen dan
menghasilkan 3 ATP. Sedangkan FADH menghasilkan 2 ATP. Dekarboksilasi
oksidasi akan melepaskan CO2. Dari
prosesnya dekarboksilasi oksidasi.

-keto menjadi suksinil Co-A melalui


Dari succynyl Co-A menjadi succinate

langsung dihasilkan ATP. Reaksi yang menghasilkan ATP langsung: siklus krebs,
glikolisis, fosforilasi oksidatif, dan rantai respirasi. Lemak penghasil ATP paling

22

banyak tapi tidak menghasilkan ATP secara langsung. Lemak banyak


menghasilkan NADH dan FADH. Dari succinate menjadi fumarate dihasilkan
FADH2, membutuhkan koenzim FAD (derivat vitamin B2), dihasilkan 2 ATP. Dari
malate ke oxaloacetat dihasilkan NADH 3 ATP. Total ATP untuk 1 putaran (1
asetyl Co-A) siklus krebs 12 ATP. Karbohidrat disimpan di dalam becak-bercak
sitoplasma di dalam hepar. Hepar dapat bertahan menyimpan glikogen sebanyak
0,5 gram
Jadi pemakaian cadangan karbohidrat dan lemak menyebabkan oksidasi lemak
tidak sempurna. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna dan terjadi
penumpukan asam aseton-asetik, asam hidroksibutirik dan aseton sehingga
menyebabkan ketosis. Salah satu gejalanya adalah bau aseton pada nafas. Asam
asetoasetat dan asam beta-hidroksibutirat digunakan untuk bahan bakar otak dan
otot, tapi tubuh tidak dapat memecah aseton karena itu mengeluarkannya dalam
urin sehingga terjadi ketonuria.
Pada pemeriksaan laboratorium pasien dengan hiperemesis gravidarum dapat
diperoleh peningkatan relative hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia, badan
keton dalam darah dan proteinuria.
Kekurangan cairan, dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan
dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan
khlorida air kemih turun.
Terganggunya keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia akibat muntah dan
ekskresi yang berlebihan selanjutnya dapat menambah frekuensi muntah dan
merusak hepar, selaput lendir esophagus dan lambung dapat robek (sindrom
Mallory-Weiss) sehingga terjadi perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya
robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri. Jarang sampai
diperlukan transfusi atau tinadakan operatif.9

2.5.

Klasifikasi
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam

tiga tingkatan, yaitu:


1. Tingkat I : Ringan
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, timbul
intoleransi terhadap makanan dan minuman, ibu merasa lemah, nafsu makan
23

tidak ada, berat badan menurun , merasa nyeri pada epigastrium, muntah pertama
keluar makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah.
Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor
kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung, dan urin sedikit tapi masih
normal.4,10
2. Tingkat II : Sedang
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan di minum dimuntahkan, haus
hebat, penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
mengering dan nampak kotor, nadi kecil, cepat dan lebih dari 100 140 kali per
menit, tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg, suhu kadang-kadang naik
dan

mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung,

hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau


pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam
kencing, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun.4,10
3. Tingkat III : Berat
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun.
Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy
Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini
terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya
ikterus menunjukan adanya gangguan hati. Selain itu dapat terjadi nistagmus,
gangguan jantung, bilirubin dan protein dalam urin.4,10

2.6.

Diagnosis
Diagnosis

hiperemesis

gravidarum

ditegakkan

melalui

anamnesis,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.


1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan
muntah. Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus
menerus, dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas
pasien sehari-hari.10
24

Selain itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres,
lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya
(hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).10
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital,
tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan
pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.10
Pada fungsi vital nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan darah menurun
pada keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-koma), dehidrasi,
kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, pada vaginal toucber uterus
besar sesuai besarnya kehamilan, konsistensi lunak, pada pemeriksaan inspekulo
serviks berwarna biru (livid).4
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah
lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar),
analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan tertentu, jika pasien
dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan
parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid
50-60%

terjadi

penurunan

kadar

TSH.

Jika

dicurigai

terjadi

infeksi

gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori.10


Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan
pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, proteinuria, shift to the left , peningkatan
blood urea nitrogen, kreatinin dan kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit.
Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda
ataupun mola hidatidosa.10
Muntah-muntah yang tidak membaik dengan pengobatan biasa harus
dicurigai disebabkan oleh penyakit lain, seperti gastritis, kolesistitis, pancreatitis,
hepatitis, ulkus peptikum, pielonefritis dan fatty liver.10
2.7.

Gejala klinis
25

Gejala klinik yang sering dijumpai adalah nausea, muntah, penurunan berat
badan, ptialism (salivasi yang berlebihan), tanda-tanda dehidrasi termasuk
hipotensi postural dan takikardi. Pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai
hiponatremi, hipokalemia, dan peningkatan hematokrit. Hipertiroid dan LFT yang
abnormal juga dapat dijumpai.4
Selama trimester pertama, tubuh menyesuaikan diri terhadap kehamilan.
Pada awal kehamilan, meskipun kehamilan belum nampak tetapi aktivitas hormon
akan mulai berpengaruh dalam berbagai hal. Pada trimester pertama kehamilan
ini, akan terdapat perasaan enek (nausea). Mungkin ini akibat kadar hormon
estrogen yang meningkat. Tonus otot-otot traktus digestivus menurun, sehingga
motilitas seluruh traktus digestivus juga berkurang. Makanan lebih lama berada di
dalam lambung dan apa yang telah dicernakan lebih lama berada dalam usus. Hal
ini mungkin baik untuk resorbsi, akan tetapi menimbulkan pula obstipasi, yang
memang merupakan salah satu keluhan utama wanita hamil. Tidak jarang
dijumpai pada bulan-bulan pertama kehamilan gejala muntah (emesis). Biasanya
terjadi pada pagi hari, dikenal sebagai morning sickness.14
Hiperemesis gravidarum menyebabkan tidak seimbangnya cairan, elektrolit,
asam-basa, defisiensi nutrisi dan kehilangan berat badan yang cukup berat. Pada
hiperemesis gravidarum dapat terjadi dehidrasi, asidosis akibat kelaparan,
alkalosis akibat hilangnya asam hidroklorida pada saat muntah, hipokalemia dan
ketonuria, sehingga mengharuskan pasien masuk dan dirawat di rumah sakit.15
2.8.
Risiko
2.8.1 Maternal
Akibat defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan terjadinya diplopia,
palsi nervus ke-6, nistagmus, ataksia, dan kejang. Jika hal ini tidak segera
ditangani, akan terjadi psikosis Korsakoff (amnesia, menurunnya kemampuan
untuk beraktivitas), ataupun kematian. Oleh karena itu, untuk hiperemesis
tingkat III perlu dipertimbangkan terminasi kehamilan.4
2.8.2

Fetal
Penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadian

gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR).4


2.9

Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak terjadi hiperemesis

gravidarum.

26

Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum diperlukan dengan jalan


memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses
yang fisiologis. Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah
merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah
kehamilan 4 bulan. Dengan memberikan informasi dan edukasi tentang
kehamilan pada ibu-ibu dengan maksud menghilangkan faktor psikis rasa takut.
Juga tentang diet ibu hamil, makan dalam porsi kecil/ sedikit namun sering.
Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, akan terasa doyong, mual dan
muntah sehingga di anjurkan untuk makan roti kering dengan teh hangat. Selain
itu hindari makan yang berminyak dan berbau lemak serta menyajikan makanan
jangan terlalu panas/dingin. Menghindari kekurangan karbohidrat merupakan
faktor penting, dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula. Defekasi
juga hendaknya diusahakan teratur.5
2.9.1 Diet Hiperemesis Gravidarum
1. Tujuan
Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti
persediaan glikogen tubuh dan mengontrol assidosis secara
berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup.
2. Syarat
Diet hiperemesis gravidarum memeiliki beberapa syarat,
diantaranya adalah:
1) Karbohidrat tinggi
2) Lemak rendah
3) Protein sedang
4) Makanan diberikan dalam bentuk kering, pemberian cairan
disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7 10 gelas per hari.
5) Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan,
dan diberikan sering dalam porsi kecil
6) Bila makan pagi dan siang sulit

diterima,

pemberian

dioptimalkan pada makan malam dan selingan malam.


7) Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai
gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien.
3. Macam-macam Diet
Ada tiga macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :
1) Diet Hiperemesis I

27

Diet Hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan


hiperemesis gravidarum berat. Makanan hanya terdiri dari roti
kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buahbuahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam
sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di
dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu yang lama.
2) Diet Hiperemesis II
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah
berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai dengan
memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman
tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan
makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi
kecuali kebutuhan energi.
3) Diet Hiperemesis III
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis
gravidarum ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan
minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan pada diet
ini mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.
4. Makanan yang dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, III
1) Roti panggang, biskuit, krackers
2) Buah segar dan sari buah
3) Minuman botol ringan, sirup, kaldu tak berlemak, teh dan kopi
encer
5. Makanan yang tidak dianjurkan
Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II,
III, adalah makanan yang umumnya merangsang saluran pencernaan
dan berbumbu tajam. Bahan makanan yang mengandung alcohol,
kopi dan yang mengandung zat tambahan (pengawet, pewarna, dan
bahan penyedap) juga tidak dianjurkan.
2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Tatalaksana Umum
1. Sedapat mungkin, pertahankan kecukupan nutrisi ibu, termasuk
suplementasi vitamin dan asam folat di awal kehamilan.
2. Anjurkan istirahat yang cukup dan hindari kelelahan.
28

3. Bila perlu, berikan 10 mg doksilamin dikombinasikan dengan 10 mg


vitamin B6 hingga 4 tablet/hari (misalnya 2 tablet saat akan tidur, 1
tablet saat pagi, dan 1 tablet saat siang).
4. Bila masih belum teratasi, tambahkan dimenhidrinat 50-100 mg per
oral atau supositoria, 4-6 kali sehari (maksimal 200 mg/hari bila
meminum 4 tablet doksilamin/piridoksin), atau prometazin 5-10 mg 34 kali sehari per oral atau supositoria.
5. Bila masih belum teratasi, tapi tidak terjadi dehidrasi, berikan salah
satu obat di bawah ini:
o Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-100 mg IM tiap 4-6 jam
o Proklorperazin 5-10 mg per oral atau IM atau supositoria tiap 6-8
jam
o Prometazin 12,5-25 mg per oral atau IM tiap 4-6 jam
o Metoklopramid 5-10 mg per oral atau IM tiap 8 jam
o Ondansetron 8 mg per oral tiap 12 jam
6. Bila masih belum teratasi dan terjadi dehidrasi, pasang kanula
intravena dan berikan cairan sesuai dengan derajat hidrasi ibu dan
kebutuhan cairannya, lalu:
o Berikan suplemen multivitamin IV
o Berikan dimenhidrinat 50 mg dalam 50 ml NaCl 0,9% IV selama
20 menit, setiap 4-6 jam sekali
o Bila perlu, tambahkan salah satu obat berikut ini:
- Klorpromazin 25-50 mg IV tiap 4-6 jam
- Proklorperazin 5-10 mg IV tiap 6-8 jam
- Prometazin 12,5-25 mg IV tiap 4-6 jam
- Metoklopramid 5-10 mg tiap 8 jam per oral
o Bila perlu, tambahkan metilprednisolon 15-20 mg IV tiap 8 jam
atau ondansetron 8 mg selama 15 menit IV tiap 12 jam atau 1 mg/
jam terus-menerus selama 24 jam.6

2.10.2 Medikamentosa
Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas. Namun
harus diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogenik. Obat-obatan

29

yang dapat diberikan diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin,


dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang
dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6).
Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam mengatasi keluhan mual dan
muntah. Anti histamin yang dianjurkan adalah doxylamine dan dipendyramine.
Pemberian antihistamin bertujuan untuk menghambat secara langsung kerja
histamin pada reseptor H1 dan secara tidak langsung mempengaruhi sistem
vestibular, menurunkan rangsangan di pusat muntah.9
Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan
dalam menghambat motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat
dopamine antagonis. Dopamin antagonis yang dianjurkan diantaranya
prochlorperazine, promethazine, dan metocloperamide. Prochlorperazin dan
promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk menimbulkan efek antiemetik. 9
Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di perifer. Obat ini
menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan spincter
esofagus bagian bawah dan menurunkan transit time pada saluran cerna.
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan
mual dan muntah. Obat ini bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di
medula. Serotonin antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron. Odansetron
biasanya diberikan pada pasien hiperemesis gravidarum yang tidak membaik
setelah

diberikan

obat-obatan

yang

lain.

Sementara

itu

pemberian

kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan pemberian pada


kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan
cacat bawaan.9
Antiemetik atau obat anti mual adalah obat yang digunakan untuk
mengatasi rasa mual dan muntah. Tujuan keseluruhan dari terapi anti-emetik
adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan muntah, seharusnya
tanpa menimbulkan efek samping. Terapi antiemetik diindikasikan untuk
pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia
berat, memburuknya status gizi atau kehilangan berat badan. Berikut
merupakan daftar obat antiemetik yang digunakan pada masa kehamilan.

30

Golongan Obat

Kategori

Pengaruh pada Masa Kehamilan


Ibu

Phenothiazine

FDA: C

(Promethazine)

Janin/bayi
Belum ada

laporan

mengenai efeknya pada


fetus

Metoclopramide

FDA: B

Penelitian

pada Tidak ada bukti terjadi

hewan

cacat bawaan atau efek

menunjukkan

samping lain pada fetus

peningkatan denyut atau bayi baru lahir


jantung ibu
Ondansetron

FDA:B

Tidak ada bukti efek


samping pada fetus atau
kesuburan

tikus

dan

kelinci dengan dosis iv


sampai 4 mg/kg/hari
Domperidone

FDA:B

Tabel 1: Daftar obat antiemetik pada masa kehamilan9


2.10.3 Terapi Nutrisi
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung
pada derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan penerimaan penderita
terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan
saluran cerna harus digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk
menggunakan nasogastric tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak
keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme
defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya
sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan
homeostasis nutrisi.
Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan
adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat,
rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara,
hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan
31

rangsangan muntah. Pemberian diet diperhitungkan jumlah kebutuhan basal


kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.
2.10.4 Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki
peredaran udara yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang
diperbolehkan untuk keluar masuk kamar penderita sampai muntah berhenti
pada penderita mau makan. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak
diberikan makan ataupun minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja
gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
2.10.5 Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.
Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu
merupakan proses fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah
dan konflik lainnya yang melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa
mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan
akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.
2.10.6 Cairan parenteral
Resusitasi

cairan

merupakan

prioritas

utama,

untuk mencegah

mekanisme kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus.


Selama terjadi gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ non vital
sehingga pasokan darah berkurang. Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis
dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan
(pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu
mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang
efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa.
Pemberian cairan untuk dehidrasi harus

memperhitungkan secara cermat

berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit


kalium dan ada tidaknya asidosis.

32

Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein


dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari.
Bila perlu dapat ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B
kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam amino secara intravena
apabila terjadi kekurangan protein.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin
perlu diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin.
Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari.
Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut
keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum
membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun
makanan dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan
penanganan ini, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan
aman bertambah baik. Daldiyono mengemukakan salah satu cara menghitung
kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistem poin. Adapun
poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No Gejala Klinis
1
Muntah
2
Voxs Choleric (suara parau)
3
Apatis
4
Somnolen, Sopor, Koma
5
T 90 mmHg
6
T 60 mmHg
7
N 120 x/ menit
8
Frekuensi nafas > 30 x/ menit
9
Turgor kulit menurun
10 Facies Cholerica (Mata Cowong)
11 Extremitas Dingin
12 Washer Womens Hand
13 Sianosis
14 Usia 50 60
15 Usia > 60
Tabel 2 :skor Daldiyono

Skor
1
2
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
2
-1
-2

Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat dihitung :


Defisit = (Jumlah Poin / 15) x 10 % BB x 1 Liter

33

2.10.7 Terapi Alternatif


Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum,
antara lain:
1. Vitamin B6
Vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid,
karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis
masih kontroversi. Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per
hari tiap 8 jam. Selain itu Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara
bermakna mengurangi kejadian mencegah insiden hiperemesis gravidarum.16
Vitamin B6 merupakan ko-enzim berbagai jalur metabolisme protein dimana
peningkatan kebutuhan protein pada trimester I diikuti peningkatan asupan
vitamin B6. Vitamin B6 diperlukan untuk sintesa serotonin dari tryptophan.
Defisiensi vitamin B6 akan menyebabkan kadar serotonin rendah sehingga saraf
panca indera akan semakin sensitif yang menyebabkan ibu mudah mual dan
muntah. Pada wanita hamil terjadi peningkatan kynurenic dan xanturenic acid di
urin. Kedua asam ini diekskresi apabila jalur perubahan tryptophan

menjadi

niasin terhambat. Hal ini dapat juga terjadi karena defisiensi vitamin B6. Kadar
hormon estrogen yang tinggi pada ibu hamil juga menghambat kerja enzim
kynureninase yang merupakan katalisator perubahan tryptophan menjadi niasin,
yang mana kekurangan niasin juga dapat mencetuskan mual dan muntah.
2.10.8 Menghentikan kehamilan
Bila keadaan memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik,
manifestasi komplikasi organis adalah delirium, takikardi, ikterus, anuria dan
perdarahan dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri
kehamilan keadaan yang memerlukan pertimbangan gugur kandung diantaranya.
1.

Gangguan kejiwaan ditandai dengan: delirium, apatis, somnolen sampai

koma, terjadi gangguan jiwa.


2. Gangguan penglihatan ditandai dengan: pendarahan retina, kemunduran
penglihatan.
3. Ganggguan faal ditandai dengan: hati dalam bentuk ikterus, ginjal dalam
bentuk anuria, jantung dan pembuluh darah terjadi nadi meningkat, tekanan
darah menurun.

34

2.10 Diagnosis Banding


Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan
mempunyai gejala muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa
penyakit tersebut antara lain:
1. Apendisitis akut
Pada pasien hamil dengan appendisitis akut keluhan nyeri tekan
pada perut sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa
appendisitis akut keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda
defance musculare, dan rebound tenderness juga bisa dijadikan petunjuk
untuk membedakan wanita hamil dengan appendisitis akut dan tanpa
appendisitis akut.
2. Ketoasidosis diabetes
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum
hamil mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat
hamil apalagi disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan
kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton urin untuk mendapatkan
badan keton pada urin, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas
darah.
3.

Gastritis dan ulkus peptikum


Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika
pasien mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering
menggunakan Non-Steroidal Anti Inflammation Drugs (NSAID).
Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakan dengan
wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua
pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri
epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari karena
berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan
gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya
diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang murni karena

hormon jarang disertai diare.


4. Hepatitis
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang
hebat biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai

35

peningkatan Serum Glutamic Oxaloacetate Transaminase (SGOT) dan


Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) yang nyata. Kadangkadang sulit membedakan pasien hiperemesis gravidarum tingkat III
(tanda-tanda kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita hepatitis
dengan wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita
hepatitis. Anamnesa yang cermat dapat membantu menegakkan
diagnosis.
5. Pankreatitis akut
Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum
alkohol berat. Gejala klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium,
kadang-kadang agak ke kiri atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke
punggung, kadang-kadang nyeri menyebar di perut dan menjalar ke
abdomen bagian bawah. Pemeriksaan serum amylase dapat membantu
menegakkan diagnosis.
6. Tumor serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah
yang hebat juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang
terjadi hampir setiap hari, gangguan keseimbangan, dan bisa pula
disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita hamil
sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin.
2.11 Komplikasi
Muntah dapat berkepanjangan, sering, dan parah. Kadang seng plasma
menigngkat, kadar tembaga menurun, dan kadar magnesium tidak berubah.
Temuan-temuan awal menyatakan bahwa sepertiga wanita dengan hiperemesis
memperlihatkan elektroensefalogram (EEG) yang abnormal.11
Dapat terjadi berbagai tingkatan gagal ginjal akut akibat dehidrasi, dan
kami pernah merawat sejumlah wanita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat.
Contoh ekstrim yang dilaporkan oleh Hil dan kawan-kawan adalah seorang wanita
yang memerlukan dialisis 5 hari ketika kreatinin serumnya meningkat menjadi
10,7 mg/dL.11
Baik komplikasi yang relatif ringan maupun berat bisa disebabkan karena
hiperemesis gravidarum. Kehilangan berat badan, dehidrasi, asidosis akibat dari

36

gizi buruk, alkalosis akibat dari muntah-muntah, hipokalemia, kelemahan otot,


kelainan elektrokardiografi dan gangguan psikologis dapat terjadi.
Komplikasi yang mengancam nyawa meliputi ruptur oesophagus
disebabkan muntah-muntah berat.

yang

Ensefalopati Wernicke dengan gejala

nistagmus, diplopia dan perubahan mental, serta payah hati dengan gejala
timbulnya

ikterus, perdarahan retina, kerusakan ginjal, pneumomediastinum

spontan, IUGR dan kematian janin.


Daftar komplikasi yang potensi mematikan tercantum di tabel11
Beberapa penyulit yang mengancam nyawa dari hiperemesis gravidarum yang
sukar diobati.
Depresi - penyebab versus efek
Ruptur esophagus sindrom Boerhaave
Hipoprotombinemia vitamin K
Penyulit hiperalimentasi
Robekan Mallory Weiss perdarahan pneumotoraks, pneumomediastinum,
pneumoperikardium
Gagal ginjal - mungkin memerlukan dialysis
Enselofati wernicke defisiensi tiamin
Tabel 3: Beberapa penyulit yang mengancam nyawa dari hiperemesis gravidarum
yang sukar diobati.
Paling tidak dua defisiensi vitamin serius pernah dilaporkan pada
hiperemesis gravidarum. Encelofati Wernicke akibat defisiensi tiamin tidak jarang
terjadi. Chiossi dan kawan-kawan mengukas 49 kasus dan melaporkan bahwa
hanya separuh yang memperlihatkan trias konfusi (gelisah/delirium), kelainan
mata dan ataksia. Paling tidak tiga kematian ibu hamil pernah dilaporkan, dan
sekuele jangka pangjang sering terjadi, yang mencakup kebutaan, kejang dan
koma.11
Pasien dengan hiperemesis gravidarum pernah dilaporkan mengalami
epistaksis pada minggu ke-15 kehamilan karena intak vitamin K yang tidak
adekuat yang disebabkan emesis berat dan ketidakmampuannya mentoleransi
makanan padat dan cairan. Defisiensi vitamin K pernah dilaporkan menyebabkan
koagulopati dan perdarahan intrakranium janin. Dengan penggantian vitamin K,
parameter-parameter koagulasi kembali normal dan penyakit sembuh. 11

37

Vasospasme arteri serebral yang terkait dengan hiperemesis gravidarum


juga ada dilaporkan pada beberapa pasien. Vasospasme didiagnosa dengan
angiografi Magnetic Resonance Imaging (MRI).8
2.12 Prognosis
Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada
kehamilan merasakan awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah
tersebut menurun 30% pada kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada
kehamilan 12 minggu, dan menjadi 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh
persen mengalami mual dan muntah setelah 16 minggu dan hanya 1% tetap
mengalaminya setelah usia kehamilan 20 minggu.
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirimya pada
usia kehamilan 20-22 minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat,
penyakit ini dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.
Dengan terapi yang baik, prognosis penyakit umumnya baik. Hiperemesis
gravidarum jarang sekali menyebabkan kematian atau sampai memaksa kita
melakukan abortus terapeutikus. Pegangan untuk menilai berhasil-tidaknya
pengobatan pasien hiperemesis ialah hilangnya asetonuria, asam laktat, dan
meningkatnya berat badan ibu.10

38

BAB III
PENUTUP
1. Hiperemesis dalam kehamilan didefinisikan sebagai muntah yang
berlebihan dalam kehamilan terjadi lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau
setiap saat, yang menyebabkan terjadinya ketonuria dan penurunan berat
badan lebih dari lima persen, sehingga menggangu kesehatan dan
pekerjaan sehari-hari.
2. Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, tetapi
diperkirakan erat hubungannya dengan endokrin, biokimiawi, dan
psikologis.
3. Klasifikasi hiperemesis gravidarum terbagi atas tiga tingkatan yaitu
ringan, sedang, dan berat.
4. Penatalaksanaan berupa terapi nutrisi, medikamentosa, cairan parenteral,
isolasi, dan terapi psikologik.
5. Dengan terapi yang baik, prognosis penyakit umumnya baik. Hiperemesis
gravidarum jarang sekalli menyebabkan kematian atau sampai memaksa
kita melakukan abortus terapeutikus

39

DAFTAR PUSTAKA
1. Jueckstock JK, Kaestner R, Mylonas I. Managing hyperemesis gravidarum: a
multimodal challenge. BMC Medicine. 2010;8:46
2. Gunawan, Kevin, Manengkai Paul SK, OCviyanti, Dwiana. Diagnosis and
treatment

of

hyperemesis

Gravidarum.

Jakarta.FKUI:

2011.

di.https://www.freepdfconvert.com/result/downloadfile/85363384-3695-45519889-5deebf556872
3. Permana, tatat. 2010. Hiperemesis gravidarum.
4. Prawirohardjo, Sarwono.. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta.Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2010, Hal:815-818
5. Hadi, Syarif. 2011. Distribusi Data Klinik Pasien dengan Hiperemesis
Gravidarum di RSUP Persahabatan. Jakarta: FK UIN.
6. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar

dan

Rujukan.

Download

di

http://www.edukia.org/web/wp-

content/uploads/2013/10/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Ibu.Pdf
7. Murray, Robert K. Granner, Daryl K. Rodwel Victor W. Oksidasi Asam lemak:
Ketogenesis: Biokimia Herper Edisi 27. Jakarta:EGC. 2009. Hal:194-203
8. Fejzo, Marlena S. Ingles. Sue Ann. Wilson, Melissa. Wei, Wang. Macgibbon,
Kimber. Romero, Roberto. Goodwin, Thomas M.High Prevalence of Severe
Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum among
Relatives of affected Individuals. University of Southern California.Eur J
40

Obstet

Gynecol

Reprod

Biol.2008

Nov.141():13-17.

doi:

10.1016/j.ejogrb.2008.07.003
9. Zhang, Yafeng. Cantor, Rita M. Macgibbon, Kimber RN. Romero,Roberto.
Goodwin, Thomas M.Mullin, Patrick. Fejzo, Marlena S. Familial Aggregation
of Hyperemesis Gravidarum. University of California. Am J Obstet Gynecol.
2011 March ; 204(3): 230.e1230.e7. doi:10.1016/j.ajog.2010.09.018
10. Departemen Kesehatan RI. 2014. Hiperemesis gravidarum
11. Tarigan, Tri Fenna. 2010. Prevalensi Penggunaan Obat Anti-emetik dan
Prevalensi Terjadinya efek samping pada Ibu hamil Trimester I dalam
mengatasi Emesis Gravidarum di RSU Yosua Lubuk Pakam. Medan: FK USU
12. Widayana, Ary. Megadhana, Wayan. Kemara Ketut Putera. Diagnosis dan
Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum. Bali:FK Udayana.2010
13. Wahyudi, Heri.2012. Hiperemesis Gravidarum. Denpasar: FK UNUD
14. Martaadi soebrata, Djamhoer.Wirakusumah, Firman F. Effendi, Jusuf S.
Hiperemesis Gravidarum: Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi
3 Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Jakarta: EGC. 2015.Hal:7073
15. Cunningham, F Gary. Leveno, Kanneth J. Bloom, Steven L. Hauth, John C.
Rouse, Dwight J. Spong, Catherine Y. Hiperemesis Gravidarum:

Obstetri

Williams Volume 2 Edisi 23. Jakarta: EGC.2013.Hal:1107-1109


16. Akbar, Aidil. Perbandingan Kejadian Infeksi Helicobacter Pylori pada
Hiperemesis Gravidarum dengan Hamil Normal. Medan FK USU. 2010

41

Anda mungkin juga menyukai