Anda di halaman 1dari 58

LAPKAS KARDIOLOGI

Hipertensi + Rheumatoid heart disease


(RHD) mitral sistolik+ Pulmonary
hipertensi (PHT)+Decompensasi Cordis
Functional Case (DCFC) III-IV

Oleh:
Devi Chistina/ 008400200
Mira Ristaman Harahap/ 0090840017
Pembimbing:
Dr. Darti, Sp.JP

LANDASAN TEORI

-Anatomi-

-Fisiologis

Siklus jantung gerakan jantung terdiri dari


kontraksi (sistolik) dan relaksasi (diastolik).

curah jantung volume darah yang dipompa tiap


ventrikel per menit. Jumlah darah yang
dipompakan pada setiap kali sistolik disebut
volume sekuncup.

Curah jantung orang dewasa pada saat istirahat 5


liter.

Curah jantung= volume sekuncup x frek. /mnt

-Fisiologis

Denyut jantung dan daya pola jantung:


pada
saat
istirahat
sistem
parasimpatis
mempertahankan kecepatan denyut jantung 6080x/mnt,

Kecepatan denyut jantung dipengaruhi oleh:


- Pekerjaan,
- tek. Darah,
- emosi,
- gaya hidup
- umur.

-Hipertensi

Adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari


140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90
mmHg.

Etiologi:
- yang dapat dimodifikasi: stres, obesitas dan
nutrisi.
- yang tidak dapat dimodifikasi: faktor genetik,
umur, jenis kelamin, dan etnis.

-Hipertensi-

-Hipertensi

Patofisiologi

-Hipertensi-

-Hipertensi-

-Hipertensi Pulmonal (PHT)

Adalah resistensi vaskular pulmonal


fungsi ventrikel kanan oleh karena afterload
ventrikel kanan.
Patogenesis:

-Hipertensi Pulmonal (PHT)-

Pasien HTP dapat berkembang menjadi gagal


jantung kanan dengan gambaran kongesti vena
sistemik, efusi pleura dan asites.

-Hipertensi Pulmonal (PHT)

WHO juga mengusulkan klasifikasi fungsional


HTP dengan memodifikasi klasifikasi
fungsional dari New York Heart Association
(NYHA) sistem.

-Hipertensi Pulmonal (PHT)


1.

2.

Pemeriksaan penunjang:
Tekanan sistolik arteri pulmonal ekuivalen dengan tekanan
sistolik ventrikel kanan tanpa adanya obstruksi outflow
pulmonal. Untuk menilai tekanan sistolik ventrikel kanan
dengan ekokardiografi harus ada trikuspid regurgitasi (TR).
EKG tdk spesifik

-Hipertensi Pulmonal (PHT)

Pemeriksaan penunjang:

3. Foto thoraks Gambaran khas foto thoraks pada HTP


ditemukan pembesaran hilar, bayangan arteri pulmonalis
dan pada foto thoraks lateral pembesaran ventrikel kanan.

-Reumatoid Hearth Disease (PJK)

Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat


jantung akibat karditis rematik.

Penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa


(sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai
dengan terjadinya cacat katup jantung. yang
merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi 2-3
minggu setelah infeksi streptococcus beta
hemolyticus grup A pada saluran nafas bagian
atas.

-Reumatoid Hearth Disease (PJK)

Menurut kriteria Jones (direvisi tahun 1992) menyediakan


pedoman untuk diagnosis demam rematik (AHA, 1992).
Kriteria Jones menuntut keberadaan 2 mayor atau 1 mayor
dan 2 kriteria minor untuk diagnosis demam rematik.

Kriteria diagnostik mayor: karditis, poliarthritis, khorea,


nodul subkutan dan eritema marginatum.

Kriteria diagnostik minor: demam, arthralgia, panjang


interval PR pada EKG, peningkatan reaktan fase akut
(peningkatan tingkat sedimentasi eritrosit [ESR]), kehadiran
protein C-reaktif, dan leukositosis.

-DCFC III-IV

Gagal jantung adalah keadaan fatofisiologi dimana jantung


sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah
untuk metabolisme jaringan.

Gangguan fungsi jantung ditinjau dari efek-efeknya


terhadap perubahan 3 penentu utama dari fungsi
miokardium :

1.

freeload (beban awal) yaitu derajat peregangan serabut


miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau diastolik.

2.

Afterload (beban akhir) yaitu besarnya tegangan dinding


ventrikel yag harus dicapai selama sistol untuk memompa
darah

3.

Kontraktilitas miokardium yaitu perubahan kekuatan


kontraksi.

-DCFC III-IV-

-DCFC III-IV-

-DCFC III-IV-

-DCFC III-IV

Gagal jantung menurut New York Heart


Association (NYHA) diklasifikasikan menjadi 4
kelas. New York Heart Association membagi
klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
berdasarkan tingkat keparahan dan
keterbatasan aktivitas fisik :

-DCFC III-IV

Kriteria diagnosis Berdasarkan studi


Framingham, diagnosis gagal jantung
kongestif ditegakkan apabila diperoleh :

-DCFC III-IV-

-DCFC III-IV-

-DCFC III-IV-

-DCFC III-IV

Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup:


a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala.
Aktifitas yang sesuai tonus simpatik, mendorong BB,
dan memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal
jantung terkompensasi dan stabil.
b. Oksigen vasorelaksan paru, merupakan afterload RV,
dan memperbaiki aliran darah paru.
c. Merokok cenderung curah jantung, denyut jantung,
dan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus
dihentikan.
d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan,
inotropik negative, dan dapat memperburuk hipertensi.
Penghentian konsumsi alcohol memperlihatkan perbaikan
gejala dan hemodinamik bermakna.

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama
: Ny. A.S
Umur
: 28 thn
Alamat
: Jln. Yoka
Agama
: KP
Pendidikan : SMA
Pekerjaan
: Ibu Rumah tangga
Suku bangsa : Biak
Tgl MRS
: 23 januari 2016
No. DM
: 40 84 61

Anamnesis

Keluhan utama: Sesak yang memberat sejak 3 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien rujukan PKM Yoka dengan G3P1A1 hamil 36
minggu datang dengan keluhan sesak yang memberat
sejak 3 jam SMRS. Sesak sudah dirasakan selama 1
minggu, sesak dirasakan saat pasien sedang duduk saat
istirahat. Sesak dirasakan walaupun pasien tidak sedang
beraktivitas. Nyeri dada (-), Batuk (+) yang dirasakan
sejak 1 minggu, batuk disertai lendir warna putih
kekuningan. Demam (-), keringat malam (-), pasien juga
mengeluhkan
bengkak
yang
dirasakan
semakin
membengkak saat memasuki usia kehamilan 8 bulan.
Badan pasien terasa lemah.

Anamnesis

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengaku pada usia kehamilan 3 bulan dilakukan
pemeriksaan darah dan pasien dinyatakan HIV (+) pasien
diminta untuk menjalankan program pengobatan tetapi
pasien menolak. Setelah dirujuk ke bagian kandungan RSU
DOK II, pasien menceritakan dilakukan pemeriksaan
lengkap dan karena kondisi pasien tidak memungkinkan
lahir normal karena TD yang masih tinggi dan keadaan
lemah kemudian dilakukan operasi pada pasien tanggal 23
januari 2016. Setelah itu pasien dimasukan keruang ICU
selama 2 hari. Setelah operasi dan sadar, pasien mengaku
tetap merasa sesak dan semakin lama semakin
memberat, batuk juga masih dirasakan pasien serta
bengkak pada kaki sudah mulai berkurang dibanding
sebelumnya.

Anamnesis

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riw.Penyakit jantung (-), HT (-), Riw. TB (-), DM (-),
Hiperkolesterolemia (-), riw. Alergi (-).

Riwayat penyakit keluarga:


Riw. Penyakit jantung (-), riw. TB (+)

Riwayat keadaan sosial:


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang
sehari-hari hanya dirumah dan menjaga anak,
merokok (-), konsumsi alcohol (-).

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan awal diObsgyn:

Keadaan umum: Tampak sakit ringan, Kesadaran : Composmentis, GCS : E 4V5M6

TTV : TD = 160/100 mmHg, N = 112x/min, R = 40x/mnt, S = 36,5 oC

Status Generalis

Kepala/leher: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pembesaran KGB (-)

Thoraks

: inspeksi: simetris, datar,

Palpasi: TF D=S

Perkusi: redup/redup pada bagian basal

Auskultasi: SN bronkovesikuler +/+, Rho (+/+), Whe (-/-)

Cor

: inspeksi: ic tidak tampak


Palpasi: ic tidak teraba,

Perkusi: pekak, batas jantung kanan ICS IV parasternal, batas


jantung kiri ICS V midclavicula,
Auskultasi: Bj I-II takikardi, murmur (+) mitral, gallop (-)
Abdomen : inspeksi: membesar sesuai usia kehamilan,

Auskultasi: BU(+) N, DJJ (+) normal,

Palpasi: gerak janin aktif,

Perkusi: -

Ekstremitas: akral teraba hangat, CRT > 2, edema ekstremitas inferior (+/+)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan setelah SC:

Keadaan umum: Tampak sakit ringan, Kesadaran : Composmentis, GCS : E 4V5M6

TTV : TD = 150/100 mmHg, N = 100x/min, R = 40x/mnt, S = 36,5 oC

Status Generalis

Kepala/leher: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pembesaran KGB (-)

Thoraks

: inspeksi: simetris, datar,

Palpasi: TF D=S keduanya melemah pada bagian basal

Perkusi: redup/redup bagian basal

Auskultasi: SN bronkovesikuler +/+, Rho (+/+) bagian basal, Whe(-/-)

Cor

: inspeksi: ic tidak tampak


Palpasi: ic tidak teraba,
Perkusi: pekak, batas jantung kanan ICS IV parasternal, batas jantung
kiri ICS V midclavicula,
Auskultasi: Bj I-II takikardi, murmur (+) mitral sistolik, gallop (-)

Abdomen : inspeksi: supel, cembung,

Auskultasi: BU(+) N,

Palpasi: NT (+) pada luka post SC.

Perkusi: -

Ekstremitas: akral teraba hangat, CRT > 2, edema (-)

Diagnosis sementara

Suspek edema paru dd/ TB paru


pada para 2 abortus 1 post SC.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang

Sudut kostofrenikus dekstra dan sinistra


tumpul, trakea tidak mengalami deviasi,
parenkim paru tampak radioopak pada bagian
basal paru dekstra dan sinistra, jantung
tampak membesar dengan CTR=
(4,3+3,4):10,9x100%= 70,6%.
Kesan: efusi pleura bilateral dan kardiomegali

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang

Hasil pembacaan EKG: irama sinus normal dengan frekuensi 8389x/mnt, axis: lead I +5 lead AVF +4 sumbu normal, tampak
gelombang P mitral pada lead I, II, V1?, V2?, interval PR 0,12
second normal, komp. QRS 0,08 second normal dan segmen
ST sejajar dengan garis isoelektrik. Kesan: Abnormalitas atrium
kiri (AAKi).

Diagnosis Kerja

Hipertensi grade 1+ Rheumatoid


heart disease (RHD) mitral
sistolik+ Pulmonary hipertensi
(PHT)+Decompensasi Cordis
Functional Case (DCFC) III-IV
Dengan diagnosis tambahan:
Anemia sedang + PLWH

Penatalaksanaan

- O2 nasal 3lpm

-IVFD RL 800CC/24 jam


-inj. Lasix 3x20mg
-metildopa 3x500mg
-adalat oros 3x30mg
-spironolakton 2x50mg
-albendazole 2x400mg
-SF tab 1x1
-Asam folat 2x1

Prognosis

Quo Vitam
: dubia ad malam
Quo Functionam : dubia ad malam
Quo Sanationam : dubia ad bonam

PEMBAHASAN

Mengapa pada kasus ini didiagnosis Hipertensi stage


1, RHD mitral sistolik, PHT dan DCFC III-IV?
1. Hipertensi:

Pasien diketahui post menjalani operasi SC dengan penyebab


preeklamsia berat sehingga dapat mendukung diagnosis ini,
kemudian setelah dilakukan pemeriksaan fisik yaitu pengukuran
tekanan darah yang lebih dari 3 kali didapatkan TD berkisar antara
140/90-150/100 sehingga pasien tersebut didiagnosis hipetensi
stage 1.

Hal ini sesuai dengan teori bahwa dari anamnesis yang perlu
ditanyakan adalah gejala yang dirasakan, ada atau tidak riwayat
hipertensi sebelumnya termasuk riwayat hipertensi pada kehamilan
dan dilakukan pemeriksaan pengukuran tekanan darah dimana
dilakukan 2-3 kali kunjungan dengan posisi telentang, duduk atau
berdiri dilengan kanan dan kiri. Bila didapatkan tekanan sistolik
140-159 atau tekanan diastolic 90-99 seperti yang terjadi pada
pasien tersebut maka diklasifikasikan sebagai hipertensi stage 1.

Mengapa pada kasus ini didiagnosis Hipertensi stage


1, RHD mitral sistolik, PHT dan DCFC III-IV?
1. PJR:

Dari anamnesis yang dapat ditemukan hanyalah pasien


mengeluhkan nyeri tulang dan sendi seluruh tubuh atralgia dan
awal pasien masuk pasien tampak pucat.. Dari pemeriksaan fisik
bising pada katub mitral dan pada pemeriksaan penunjang
leukositosis dan pada foto thoraks terdapat jantung membesar
70,6%

Hal ini sesuai dengan tinjauan kepustakaan ditemukannya 2


kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. Pada
pasien ini kriteria mayor= karditis sesuai dengan ditemukannya
bising mitral yang merupakan tanda endokarditis, dan kardiomegali
pada foto thoraks yang merupakan tanda dari miokarditis. Serta
dari anamnesis: tampak pucat dan tampak lelah. Sedangkan kriteria
minor yang didapat adalah atralgia dan leukositosis sehingga pasien
ini memenuhi kriteria diagnosis PJR.

Mengapa pada kasus ini didiagnosis Hipertensi stage


1, RHD mitral sistolik, PHT dan DCFC III-IV?
1. PHT:
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan sesak saat
kehamilan usia 36 minggu sesak dirasakan pasien semakin
menberat terutama ketika pasien beraktifitas.

Selain sesak pasien juga mengeluhkan cepat lelah. Dari


pemeriksaan fisik didapatkan edema perifer. Dari
pemeriksaan penunjang yaitu EKG meskipun berdasarkan
teori dikatakan tidak spesifik didapatkan abnormalitas
atrium kiri ditandai dengan tampaknya gelombang P mitral
pada lead I, II. Dan pada foto thoraks tidak tampak
gambaran pembesaran hilar dan bayangan arteri pulmonal
yang khas pada thoraks pasien PHT. Sehingga yang
mengarahkan pasien ini pada diagnosis PHT adalah gejala
klinis yaitu sesak dan fatigue, pemeriksaan fisik yang
ditemukan edema dan pada gambaran EKG tampak
abnormalitas atrium kiri.

Mengapa pada kasus ini didiagnosis Hipertensi stage


1, RHD mitral sistolik, PHT dan DCFC III-IV?
- DCFC III-IV:

Dari anmnesis pasien mengeluhkan sesak dan cepat lelah


toleransi aktivitas berkurang, pada pemeriksaan fisik perkusi
redup pada basal thoraks, dan pada auskultasi terdengar ronki
basah pada basal thoraks selain itu pada ekstremitas inferior
tampak edema pada pergelangan kaki. Pada pemeriksaan
penunjang foto thoraks tampak efusi pleura dan kardiomegali.

Jadi berdasarkan teori yaitu Kriteria diagnosis Framingham, pada


pasien ditemukan 2 kriteria mayor yaitu kardiomegali dan ronkhi
serta ditemukan 2 kriteria minor yaitu dispnea dan efusi pleura.
Sedangkan untuk klasifikasi gagal jantung berdasarkan kemampuan
fungsional, dibagi menurut New York Heart Association (NYHA),
dimana pasien ini termasuk dalam kelas III-IV karena dari awalnya
dalam waktu 1 minggu pasien sesak dan lelah bila melakukan
aktivitas kemudian semakin memberat 3 jam SMRS yang walaupun
pasien istirahat pasien merasa sesak dan bila beraktivitas sesak
dirasakan semakin memberat.

Apa saja Faktor Resiko pada kasus ini?


1. Hipertensi:

Faktor resiko terjadinya hipertensi pada pasien ini adalah kondisi


kehamilan pasien, dimana hipertensi kehamilan berdasarkan teori
dapat disebabkan oleh primigravida; hiperplasentosis pada
kehamilan ganda, DM, atau bayi besar; umur ibu yang ekstrim saat
hamil, riwayat keluarga preeklamsia; penyakit ginjal dan hipertensi
sebelum hamil serta obesitas.

Sedangkan dari anamnesis, kehamilan ini merupakan kehamilan


ketiga dengan janin tunggal, pasien juga tidak ada riwayat DM dan
tidak obesitas, usia saat hamil juga tidak ekstrim, tidak ada
keluarga yang mengalami ini sebelumnya dan pada kehamilan
sebelumnya pasien juga tidak menderita hal seperti ini, pasien juga
mengaku bukan perokok dan peminum alcohol. Sehingga
berdasarkan teori patofisiologi hipertensi, kemungkinan factor resiko
terjadinya hipertensi pada pasien ini adalah diet tinggi garam selama
kehamilan dan juga faktor stress.

Apa saja Faktor Resiko pada kasus ini?


1. PJR:
Factor resiko terjadinya PJR pada pasien ini berdasarkan
dibagi menjadi factor intrinsik dan ekstrinsik. Factor
instrinsik disebabkan oleh demam reumatik yang disebabkan
oleh kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A. sedangkan
untuk faktor ekstrinsik dipengaruhi oleh berbagai factor yaitu
keadaan sosio ekonomi yang rendah, penduduk yang padat,
golongan etnik tertentu, faktor genetik, golongan HLA
tertentu, daerah iklim sedang, daerah tropis bercuaca lembab
dan perubahan suhu yang mendadak.

Yang sesuai dengan pasien ini adalah keadaan social ekonomi


yang rendah dimana pasien merupakan seorang ibu rumah
tangga tamatan SMA sedangkan suami pasien juga tamatan
SMA dan tidak ada pekerjaan. Selain itu juga tempat tinggal
pasien yang beriklim tropis dan sering terjadi perubahan
cuaca secara mendadak.

Apa saja Faktor Resiko pada kasus ini?


1. DCFC III-IV:
Factor resiko terjadinya gagal jantung pada pasien ini
disebabkan oleh banyak factor yaitu:
usia, pasien ini berumur 28 tahun sehingga berdasarkan
teori antara usia 16-40 terjadi peningkatan resiko gagal
jantung sebesar 14,8% hal ini terjadi karena semakin tua
seseorang maka kekuatan pembuluh darah semakin tidak
elastis seperti saat masih muda;
hipertensi, hal ini terjadi karena ketika tekanan darah terus
di atas 140/80, jantung akan semakin kesulitan memompa
darah dengan efektif dan setelah waktu yang lama, risiko
berkembangnya penyakit jantung meningkat. Hipertensi
dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri; Penyakit katup
jantung, penyakit ini sering disebabkan oleh penyakit jantung
rematik (PJR).

Apa saja Faktor Resiko pada kasus ini?


1. DCFC III-IV:
PJR adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada
katup jantung yang bisa berupa penyempitan, atau
kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral).
sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik.
Demam rematik akut dapat mneyebabkan peradangan pada
semua lapisan jantung. Peradangan endokardium biasanya
mengenai endotel katup, dan erosi pinggir daun katup Bila
miokardium terserang akan timbul nodular yang khas pada
dinding jantung sehingga dapat menyebabkan pembasaran
jantung yang berakhir pada gagal jantung.

Apakah sudah tepat penatalaksanaan pada kasus


ini?

Penatalaksanaan kasus ini sudah tepat sesuai dengan


penatalaksanaan tiap diagnose yang dialami pasien. Karena
pasien datang dengan sesak maka penatalaksanaan non
farmakologi yang diberikan adalah pemberian oksigen nasal 3
lpm. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan
afterload RV, dan memperbaiki aliran darah paru. Untuk
memenuhi kebutuhan cairan pasien diberikan cairan
intravena RL 800 cc/ 24 jam.

Untuk penanganan hipertensi diberikan kombinasi obat yaitu


adalat oros yang mengandung nifedipin dan metildopa.
Nifedipin merupakan golongan calcium channel blocker yang
bekerja dengan menghambat masuknya kalsium kedalam otot
polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer.
Sedangkan metildopa adalah golongan alfa-2 agonis yang
menstimulasi reseptor alfa 2 di sentral dan menghambat
aktivitas eferen simpatis.

Apakah sudah tepat penatalaksanaan pada kasus


ini?

Untuk gagal jantung, pada pasien ini diberikan diuretik.


Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana
dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada
hipertensi dan gagal jantung. Pasien ini diberikan 2 golongan
diuretic yaitu diuretic loop, furosemid dan diuretic hemat
kalium, spironolakton.

Untuk kondisi pasien yang anemia diberikan tablet


sulfaferosus sebagai zat penting untuk pembentukan sel
darah merah. Selain itu, diberikan juga asam folat yang
berfungsi untuk mempertahankan erithopoiesis normal.

Prognosis

Quo vitam pada pasien ini dubia ad malam, hal ini


dikarenakan pasien masuk dalam keadaan
preeklamsia berat yang merupakan penyebab
tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu hami
sehingga mengharuskan pasien operasi Caesar.
Lalu kondisi pasien post sc juga masih sesak
dengan hipertensi stage 1, PJR dan gagal jantung
kelas III-IV. Seperti penjelasan diatas bahwa
hipertensi dan PJR dapat memperburuk gagal
jantung sehingga bila tidak dilakukan penanganan
dengan cepat dan tepat kondisi pasien dapat
menjadi lebih buruk.

Prognosis
Quo functionam dubia ad malam, hal ini
dikarenakan pada pasien dengan PJR sesuai teori
dapat menyebabkan Karditis. karditis merupakan
proses peradangan aktif yang mengenai
endokarditis, miokarditis, dan perikardium.
Endokarditis dapat menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan pada katup yang
menyebabkan terdengarnya bising yang berubahubah. Ini menandakan bahwa kelainan yang
ditimbulkan pada katup belum menetap.
Miokarditis ditandai oleh adanya pembesaran
jantung dan tanda-tanda gagal jantung. Sehingga
dari perubahan-perubahan ini yang menyebabkan
prognosis fungsi dari jantung pasien ini buruk.

Prognosis

Quo sanationam dubia ad bonam, hal ini


dikarenakan pasien dengan hipertensi, PJR dan
gagal jantung bila cepat didiagnosis dan dilakukan
penanganan dapat mencapai kesembuhan terlebih
bila pasien dapat menjaga pola hidup sehat dan
rajin kontrol ke dokter.

Prognosis

Quo sanationam dubia ad bonam, hal ini


dikarenakan pasien dengan hipertensi, PJR dan
gagal jantung bila cepat didiagnosis dan dilakukan
penanganan dapat mencapai kesembuhan terlebih
bila pasien dapat menjaga pola hidup sehat dan
rajin kontrol ke dokter.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai