2.1. Pajak
2.1.1. Pengertian Pajak secara Umum
Pengertian pajak menurut Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi yang bersifat wajib
kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi kemakmuran rakyat.
Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
No.28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 : Pajak adalah Kontribusi Wajib kepada Negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (UndangUndang KUP Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1).
Menurut Dr.Soeparman Soemahamidjaja Pajak ialah iuran wajib, berupa
uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma
hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum. (Suandy, 2008).
Menurut Prof.Dr.P.J.A.Adriani Pajak adalah iuran masyarakat kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut
11
12
13
Peraturan
lainnya
untuk
memotong
dan
memungut
pajak,
14
15
Pajak
negara/pajak
pusat
adalah
pajak
yang
wewenang
16
2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada
pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas
Pendapatan Daerah. Pajak Pusat diatur dalam undang-undang dan hasilnya
akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sesuai UU no. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah, berikut jenis-jenis pajak daerah:
1) Pajak Provinsi, terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan
e. Pajak Rokok
2) Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
17
18
jalan TOL,
kolam renang,
pagar mewah,
19
taman mewah,
oleh
pemerintahan.
Pemerintah
dan
Daerah
untuk
penyelenggaraan
20
(nol
koma
satu
persen)
untuk
NJOP
sampai
dengan
(lima
ratus
juta
rupiah)
sampai
dengan
21
c. 0,160 % (nol koma seratus enam puluh persen) untuk NJOP di atas
Rp1.000.000.000,00
(satu
milyard
rupiah)
sampai
dengan
(dua
milyard
rupiah)
sampai
dengan
22
23
24
Tempat Pembayaran
25
Wajib Pajak melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh
tempo pembayaran PBB, tetapi denda administrasi tidak dilunasi.
Saat jatuh tempo STP adalah satu bulan sejak diterimanya STP
oleh Wajib Pajak. Konsekuensi jika saat jatuh tempo STP terlampaui
adalah adanya denda administrasi dalam STP. Besarnya denda
administrasi
karena
membayar pajaknya,
lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh Wajib Pajak.
Jadi, bila seorang Wajib Pajak menerima SKP pada tanggal 1 Maret 2009,
26
Undang-undang
No.
28/2009,
pemerintah
daerah
mempunyai tambahan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru yang berasal
dari pajak daerah, sehingga jenis pajak kabupaten/kota bertambah dari 7 menjadi
11 jenis pajak. Penambahan pos pajak dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.
Pada tabel 2.1 dapat diliht bahwa PBB-P2 termasuk dalam pajak daerah
berdasarkan UU No. 28 tahun 2009. Menurut Peraturan Bersama Menteri
Keuangan dan Menteri Dalam Negeri nomor: 213/PMK.07/2010, nomor: 58
Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah. Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan, yang selanjutnya disebut PBB-P2, adalah pajak atas
27
UU No. 34/2000
UU No. 28/2009
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
1. Pajak Hotel
3. Pajak Hiburan
2. Pajak Restoran
4. Pajak Reklame
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
6. Pajak Parkir
6. Pajak Parkir
28
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah dalam waktu paling
lambat 31 Desember 2013; 2) Menteri Keuangan bersama-sama dengan Menteri
Dalam Negeri mengatur tahapan persiapan pengalihan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan sebagai Pajak Daerah paling lama 1 tahun sejak berlakunya
Undang-Undang tersebut.
Adapun tujuan Pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah
diatur dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah adalah:
-
29
yaitu 90% untuk pemerintah daerah itu sendiri dan 10% untuk pemerintah pusat.
Namun, setelah diterbitkannya Undang-Undang PDRD mengenai pengalihan
PBB-P2 ke pemerintah daerah, semua hasil penerimaan PBB-P2 menjadi
pendapatan daerah itu sendiri.
Gambar 1
Bagi Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Sumber : www.pajak.go.id
Sedangkan dalam penerapannya, Undang-Undang No. 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PPB tidak lagi menggunakan Nilai
Jual Kena Pajak sebagai dasar perhitungan PBB. Selain itu, tarif PBB berdasarkan
Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebesar
30
Parameter
1.
DPP
NJOP
NJOP
2.
NJOP
3.
NJKP
Tidak digunakan
4.
Tarif
0,5%
Max. 0,3%
5.
NJOP PBB-P2
ditetapkan oleh
Menteri Keuangan
Kepala Daerah
UU
Perda
6.
Besarnya tarif
ditetapkan melalui
31
32
Namun dalam beberapa kasus, ada SPPT yang tidak memuat NJOPTKP atau
NJOPTKP sebesar Rp 0,00. Menurut KMK Nomor 201/KMK 04/2000, hal ini
dkarenakan apabila seorang Wajib Pajak mempunyai 2 (dua) Objek Pajak atau
lebih, yang diberikan NJOPTKP hanya obyek yang terbesar. Selain itu juga,
dalam SPPT terdapat tarif pajak, dan jumlah pajak terutang berdasarkan hasil dari
perhitungan PBB.
Bertambahnya jumlah SPPT yang berisi jumlah pajak terutang akan
menambah potensi objek PBB, hal ini diharapkan dapat meningkatkan realisasi
penerimaan PBB. Penelitian sebelumnya yang berkaitan yang dilakukan oleh
Sasana (2005) menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak berpengaruh positif
terhadap penerimaan PBB di Kabupaten Banyumas. Selain itu, penelitian
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan PBB di
Kecamatan
Jebres
Kota
Surakarta
yang
dilakukan
Handayani
(2014)
menunjukkan faktor tidak tersampainya SPPT merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi realisasi penerimaan PBB. Berdasarkan uraian diatas, maka
hipotesis untuk penelitian ini adalah :
Ha1
2.4.2. Pengaruh Nilai Jual Objek Pajak terhadap Penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan
Dasar pengenaan PBB adalah NJOP. Semakin besar NJOP, maka semakin
besar jumlah PBB yang dibayarkan oleh wajib pajak. Semakin besar NJOP, maka
semakin besar kemungkinan meningkatkan penerimaan PBB. Penelitian yang
dilakukan oleh Damanik (2005) di Medan menunjukkan bahwa kenaikan NJOP
33