Anda di halaman 1dari 14

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PERSONAL HYGIENE DAN KEPADATAN HUNIAN


DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI
DI PONDOK PESANTREN AL-MUBAARAK
KOTA BENGKULU

BASOFI SUKIMAN BOB (H1A011029) dkk

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
1

HUBUNGAN ANTARA PERSONAL HYGIENE DAN KEPADATAN HUNIAN


DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI
DI PONDOK PESANTREN AL-MUBAARAK KOTA BENGKULU
Basofi Sukiman Bob1, Wahyu Sudarsono2, Enny Nugraheni3
1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Bengkulu
2. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Bengkulu
3. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Bengkulu
ABSTRAK
Latar Belakang: Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var.hominis dan produknya. Prevalensi skabies di seluruh dunia
dilaporkan 300 juta kasus per tahun, sedangkan di Indonesia skabies menduduki urutan ketiga
dari 12 penyakit kulit tersering dengan tingkat prevalensi 5,6-12,95%. Prevalensi skabies yang
tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan kepadatan penghuni dan kontak interpersonal
tinggi seperti penjara, panti asuhan, dan pondok pesantren. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana hubungan antara personal hygiene dan kepadatan hunian dengan kejadian
skabies pada santri di pondok pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu pada periode Mei-Juni
2015.
Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian analisis deskriptif dengan rancangan studi
potong lintang (cross sectional study). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2015 di
pondok pesantren Al-Mubaarak Kelurahan Sumur Dewa Kecamatan Selebar Kota Bengkulu.
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh santri yang tinggal menetap minimal 6 minggu di
pondok pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu. Variabel independen yaitu personal hygiene dan
kepadatan hunian, sedangkan variabel dependen adalah kejadian skabies. Analisis data dilakukan
dengan analisis univariat dan bivariat dengan penggunaan statistik uji Chi-Square. Dari semua
data yang masuk, dilakukan pengolahan data dan disajikan dalam bentuk tabel persentase.
Hasil Penelitian: Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 72 orang. Subjek penelitian yang yang
memiliki personal hygiene baik sebanyak 15 orang (20,8 %); yang menderita skabies sebanyak 1
orang (1,4 %) dan yang tidak menderita skabies sebanyak 14 orang (19,4 %). Subjek penelitian
dengan personal hygiene buruk sebanyak 57 orang (79,2 %); yang menderita skabies sebanyak
43 orang (59,7 %) dan yang tidak menderita skabies sebanyak sebanyak 14 orang (19,4 %).
Subjek penelitian yang menempati kamar tidur padat sebanyak 48 orang (66,7 %); yang
menderita skabies sebanyak 39 orang (54,2 %) dan yang tidak menderita skabies sebanyak 9
orang (12,5 %). Subjek penelitian yang menempati kamar tidur tidak padat sebanyak 24 orang
(33,3 %); yang menderita skabies sebanyak 5 orang (6,9 %) dan yang tidak menderita skabies
sebanyak 19 orang (26,4 %). Hasil statistik dengan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,000 (p <
0,05).
Simpulan: Adanya hubungan antara personal hygiene dan kepadatan hunian dengan kejadian
skabies pada santri di pondok pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu dengan nilai p < 0,05.
Kata Kunci : skabies, personal hygiene, kepadatan hunian, pesantren
2

RELATIONSHIP BETWEEN PERSONAL HYGIENE AND RESIDENTIAL DENSITY


WITH SCABIES INCIDENT THAT HAPPENED TO STUDENTS AT ISLAMIC
BOARDING SCHOOL AL-MUBAARAK BENGKULU CITY
Basofi Sukiman Bob1, Wahyu Sudarsono2, Enny Nugraheni3
1. Student at Faculty of Medicine and Health Sciences, University of Bengkulu
2. Faculty of Medicine and Health Sciences, University of Bengkulu
3. Faculty of Medicine and Health Sciences, University of Bengkulu
ABSTRACT
Background: Scabies is a disease which is caused by infestations and sensitisations of sarcoptes
scabiei var.hominis and their product. The prevalence of scabies in the world was reported
around 300 milion cases per year, while in Indonesia scabies is in third rank from 12 disease that
frequently happened with the prevalence 5,6%-12,95%. High prevalence of scabies which is
generally found in an environment with a dense occupancy and high interpersonal contact such
as boarding schools. This research aims to find out the relationship between personal hygiene
and residential density in islamic boarding school Al-Mubaarak Bengkulu City with scabies
incident in the period May-Jun 2015.
Methods: This research constitutes a type of descriptive analysis research with cross sectional
study. The research held on May-June 2015 at islamic boarding school Al-Mubaarak Kelurahan
Sumur Dewa Kecamatan Selebar Bengkulu City. The examples for this research are all the
students thay stayed a minimum for 6 weeks in islamic boarding school Al-Mubaarak Bengkulu
City. The independent variables is personal hygiene and residential density, while the dependent
variable represent scabies incident. Data analysis done with univariat and bivariat analysing by
using chi square statistics, the data processed and turned to table presentation.
Results: Total of the subject in this research is 72 People. Subjects who have a good personal
hygiene are 15 people (20,8%); suffering from scabies are 1 person (1,4%) and who do not suffer
from scabies are 14 people (19,4%). Subjects who have a bad personal hygiene are 57 people
(79.2%); suffering from scabies are 43 people (59,7%) and who do not suffer from scabies are 14
people (19,4%). Research subjects who occupy bedrooms congested with as many as 48 people
(66,7%); suffering from scabies are 39 people (54,2%) and who do not suffer from scabies are 9
people (12,5%). Research subject who occupy the bedroom which is not congested as many as
24 people (33,4%); suffering from scabies are 5 people (6,9%) and who do not suffer from
scabies are 19 people (26,4%). Statistic result with chi square are mark on p = 0,000 (p < 0,05).
Conclusion: Relationship between personal hygiene and residential density with scabies incident
that happened to students at islamic boarding school Al-Mubaarak Bengkulu City with results p
< 0,05.
Key Words : scabies, personal hygiene, residential density, islamic boarding school

PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var.hominis dan produknya. Pengetahuan dasar tentang penyakit ini
diungkapkan pertama kali oleh Von Hebra, bapak dermatologi modern. Penyebab penyakit ini
ditemukan pertama kali oleh Benomo pada tahun 1687, kemudian oleh Mellanby dilakukan
percobaan induksi pada sukarelawan selama perang dunia II (Djuanda, 2010). Penyakit ini
dikenal juga dengan nama the itch, seven year itch, norwegian itch, gudik, gatal agogo, buduk,
penyakit ampera, kudis dan keropeng (Harahap, 2000; Brown, 2005).
Skabies merupakan penyakit kulit yang endemis di wilayah beriklim tropis dan subtropis
seperti Asia, Afrika, Amerika selatan, Karibia, Australia tengah dan selatan (Ratnasari, 2014).
Prevalensi skabies di seluruh dunia dilaporkan 300 juta kasus per tahun, sedangkan di Indonesia
skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering dengan prevalensi 5,6-12,95 %
(Setyaningrum, 2013). Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu (2015), pada tahun 2014
jumlah penderita skabies di Provinsi Bengkulu adalah sebanyak 2.756 jiwa, jumlah ini
merupakan kasus terbesar pada golongan penyakit infestasi karena parasit. Di Kota Bengkulu
jumlah penderita skabies pada tahun 2014 sebanyak 689 jiwa. Data ini berdasarkan laporan dari
seluruh puskesmas di Kota Bengkulu. Jumlah penderita skabies terbanyak pada tahun 2014
berada di Puskesmas Basuki Rahmad Kecamatan Selebar sebanyak 262 jiwa (Dinkes Kota
Bengkulu, 2015). Prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan
kepadatan penghuni dan kontak interpersonal tinggi seperti penjara, panti asuhan, dan pondok
pesantren (Ratnasari, 2014).
Skabies dapat menular melalui dua cara yaitu secara kontak langsung dan tidak langsung.
Kontak langsung terjadi ketika adanya kontak dengan kulit penderita, misalnya berjabat tangan,
tidur bersama, dan hubungan seksual. Kontak tidak langsung melalui benda yang telah dipakai
oleh penderita seperti pakaian, handuk, seprai, selimut, bantal dan lain-lain. Pondok pesantren
merupakan salah satu tempat yang sering mengalami kejadian skabies. Skabies banyak
menyerang para santri yang memiliki personal hygiene buruk seperti sering bertukar pinjam
pakaian, menggunakan tempat tidur, bantal, baju, handuk dan sebagainya secara bersama,
sehingga hal inilah yang menyebabkan skabies sering dihubungkan dengan pesantren. Di
Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, terdapat 27.230
pondok pesantren dengan prevalensi skabies yang tinggi (KEMENAG, 2013; Ratnasari, 2014).
4

Pesantren merupakan salah satu bentuk pendidikan dan pengajaran yang berbasis agama
islam dan bersatu antara sekolah serta pemondokannya. Pada beberapa pesantren
pemondokannya mempunyai ruangan tidur yang dihuni oleh banyak santri dengan luas kamar
yang kurang memadai, kondisi kebersihan yang buruk, dan kondisi ruangan terlalu lembab serta
kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Kondisi pesantren dapat mempengaruhi
penularan skabies apabila para santri tidak paham dan tidak sadar tentang pentingnya menjaga
kebersihan lingkungan maupun kebersihan pribadi. Santri yang menderita skabies akan
terganggu kualitas hidupnya dikarenakan keluhan gatal yang dialami. Keluhan tersebut dapat
menurunkan kualitas hidup serta prestasi akademik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Muzakir (2008) bahwa santri yang menderita skabies nilai rapornya menurun bahkan di
antaranya tinggal kelas dan tidak lulus ujian akhir. Untuk mencegah kejadian tersebut,
pemahaman kepada siswa untuk menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan pribadi adalah
penting.
Dari uraian di atas maka penulis ingin mengadakan penelitian tentang hubungan antara
personal hygiene dan kepadatan hunian dengan kejadian skabies pada santri di pondok pesantren
Al-Mubaarak Kota Bengkulu.
SUBJEK DAN METODE
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analisis deskriptif dengan rancangan studi
potong lintang (cross sectional study).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2015 di pondok pesantren AlMubaarak Kelurahan Sumur Dewa Kecamatan Selebar Kota Bengkulu.
C. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri yang tinggal menetap di pondok
pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu
D. Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik total sampling, dimana subjek penelitian adalah
5

seluruh santri yang tinggal menetap minimal 6 minggu di pondok pesantren Al-Mubaarak Kota
Bengkulu.
1. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria inklusi pada penelitian ini terdiri dari:
1) Santri yang tinggal atau menetap minimal 6 minggu di pondok pesantren Al-Mubaarak
Kota Bengkulu.
2) Santri yang bersedia menjadi subjek penelitian.
b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini terdiri dari:
1) Santri yang mengalami gangguan saraf, imunologis, atau mental.
E. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan metode tatap muka (face to face interview) dengan subjek
penelitian.
2. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen penilaian formulir identitas, kuesioner,
formulir diagnosis, dan meteran. Formulir identitas berisi mengenai identitas subjek
penelitian yang meliputi: nama, jenis kelamin, umur dan kelas. Kuesioner digunakan untuk
menilai personal hygiene subjek penelitian. Setelah kuesioner diisi oleh subjek penelitian,
selanjutnya akan dilakukan penilaian. Personal hygiene dikatakan baik apabila seluruh
indikator pengamatan terpenuhi, yaitu seluruh hasil pengamatan pada kuesioner dalam
kategori ya; personal hygiene dikatakan buruk apabila ada salah satu indikator
pengamatan yang tidak terpenuhi, yaitu ada hasil pengamatan pada kuesioner dalam
kategori tidak (Lathifah, 2014). Formulir diagnosis berupa tanda kardinal skabies
digunakan untuk mendiagnosis skabies (Djuanda, 2010), sedangkan meteran digunakan
untuk mengukur kamar tidur santri dan dibandingkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/1999 (Frenki, 2011).
F. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini terdiri dari:
1. Variabel bebas (independent variable) pada penelitian ini yaitu personal hygiene pada
santri dan kepadatan hunian di pondok pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu.
6

2. Variabel terikat (dependent variable) pada penelitian ini yaitu kejadian skabies pada santri
di pondok pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu.
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
Subjek penelitian dilihat dari distribusi frekuensi berdasarkan personal hygiene
didapatkan personal hygiene yang baik sebanyak 15 orang (20,8 %) dan personal hygiene
yang buruk sebanyak 57 orang (79,2 %). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Personal Hygiene
No

Personal Hygiene

Frekuensi (Orang)

Persentase (%)

1
2

Baik
Buruk
Jumlah

15
57
72

20,8
79,2
100

Subjek penelitian dilihat dari distribusi frekuensi berdasarkan kepadatan hunian


didapatkan bahwa yang menempati kamar tidur padat sebanyak 48 orang (66,7 %) dan yang
menempati kamar tidur tidak padat sebanyak 24 orang (33,3 %). Lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Kepadatan Hunian
No

Kepadatan Hunian

Frekuensi (Orang)

Persentase (%)

1
2

Padat
Tidak Padat
Jumlah

48
24
72

66,7
33,3
100

Subjek penelitian dilihat dari distribusi frekuensi berdasarkan kejadian skabies


didapatkan bahwa yang menderita skabies sebanyak 44 orang (61,1 %) dan yang tidak
menderita skabies sebanyak 28 orang (38,9 %). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Kejadian Skabies


No

Diagnosis

Frekuensi (Orang)

Persentase (%)

1
2

Skabies
Tidak Skabies
Jumlah

44
28
72

61,1
38,9
100
7

B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas yaitu
personal hygiene dan kepadatan hunian dengan variabel terikat yaitu kejadian skabies.
Hubungan antara personal hygiene dengan kejadian skabies pada penelitian ini
didapatkan yang memiliki personal hygiene baik sebanyak 15 orang (20,8 %); yang
menderita skabies sebanyak 1 orang (1,4 %) dan yang tidak menderita skabies sebanyak 14
orang (19,4 %). Subjek penelitian dengan personal hygiene buruk sebanyak 57 orang (79,2
%); yang menderita skabies sebanyak 43 orang (59,7 %) dan yang tidak menderita skabies
sebanyak sebanyak 14 orang (19,4 %). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.
Uji statistik chi square hubungan personal hygiene dengan kejadian skabies
didapatkan nilai p 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.
Tabel 4 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies

Personal
Hygiene

Baik
Buruk

Jumlah

Kejadian Skabies
Tidak
Skabies
Skabies
N (%)
N (%)
14
1
(19,4%)
(1,4%)
14
43
(19,4%)
(59,7%)
28
44
(38,9%)
(61,1%)

Jumlah

15
(20,8%)
57
(79,2 %)
72
(100%)

P
value

0,000

Hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian skabies pada penelitian ini
didapatkan yang menempati kamar tidur padat sebanyak 48 orang (66,7 %); yang menderita
skabies sebanyak 39 orang (54,2 %) dan yang tidak menderita skabies sebanyak 9 orang
(12,5 %). Subjek penelitian yang menempati kamar tidur tidak padat sebanyak 24 orang
(33,3 %); yang menderita skabies sebanyak 5 orang (6,9 %) dan yang tidak menderita
skabies sebanyak 19 orang (26,4 %). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Kejadian Skabies

Kepadatan
Hunian

Padat

Kejadian Skabies
Tidak
Skabies
Skabies
N (%)
N (%)
9
39
(12,5%)
(54,2%)

Jumlah

P
value

48
(66,7%)
8

Tidak
Padat
Jumlah

19
(26,4%)
28
(38,9%)

5
(6,9%)
44
(61,1%)

24
(33,3 %)
72
(100%)

0,000

Uji statistik chi square hubungan kepadatan hunian dengan kejadian skabies
didapatkan nilai p 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.
PEMBAHASAN
Subjek penelitian dilihat dari distribusi frekuensi berdasarkan personal hygiene
didapatkan personal hygiene yang baik sebanyak 15 orang (20,8 %) dan personal hygiene
yang buruk sebanyak 57 orang (79,2 %). Penilaian personal hygiene dalam penelitian ini
meliputi kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan genitalia, kebersihan
pakaian, kebersihan handuk, serta kebersihan tempat tidur dan seprai. Personal hygiene
menjadi penting karena personal hygiene yang baik akan meminimalkan pintu masuk
bakteri dan parasit yang ada di lingkungan dan akhirnya mencegah seseorang terkena
penyakit.
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999
mengenai persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman bahwa luas kamar
tidur minimal 8 m2 dan maksimal dihuni oleh dua orang dalam satu ruang tidur (Keman,
2005). Pondok pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu terdiri dari 3 asrama yaitu asrama
panti asuhan putra, asrama putra, dan asrama putri. Asrama panti asuhan putra terdiri dari 9
kamar dengan jumlah santri serta luas kamar yang berbeda-beda dan semua kamar masuk
dalam kategori padat hunian. Asrama putra terdiri dari 4 kamar dengan luas yang sama dan 2
kamar diantaranya merupakan kamar dengan padat hunian sedangkan 2 kamar lainnya tidak
padat hunian. Asrama putri terdiri dari 1 kamar besar yang dihuni oleh seluruh santri putri
dan tidak termasuk kamar padat hunian. Subjek penelitian dilihat dari distribusi frekuensi
berdasarkan kepadatan hunian didapatkan bahwa yang menempati kamar tidur padat
sebanyak 48 orang (66,7 %) dan yang menempati kamar tidur tidak padat sebanyak 24 orang
(33,3 %). Kepadatan hunian merupakan syarat mutlak untuk kesehatan hunian, karena
dengan kepadatan hunian yang tinggi terutama pada kamar tidur akan memudahkan
penularan skabies secara langsung dari satu santri kepada santri lainnya (Marufi, 2005).
9

Subjek penelitian dilihat dari distribusi frekuensi berdasarkan kejadian skabies


didapatkan bahwa yang menderita skabies sebanyak 44 orang (61,1 %) dan yang tidak
menderita skabies sebanyak 28 orang (38,9 %). Dengan demikian tampak bahwa skabies
merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang perlu diperhatikan di pondok pesantren
Al-Mubaarak Kota Bengkulu. Prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di
lingkungan dengan kepadatan penghuni dan kontak interpersonal tinggi seperti penjara,
panti asuhan, dan pondok pesantren (Ratnasari, 2014). Penelitian Marufi (2005) yang
berjudul faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap prevalensi penyakit skabies studi
pada santri di pondok pesantren Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur, dimana dari
pemeriksaan fisik kulit terhadap 338 orang didapatkan prevalensi skabies sebesar 64,2 %.
Skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal yaitu gatal di
malam hari, menyerang secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) dan
menemukan tungau (Djuanda, 2010), sedangkan menurut Brown (2005) diagnosis pasti
skabies hanya dapat ditentukan dengan ditemukannya tungau, telur, atau cangkang telur
pada pemeriksaan mikroskopis. Pada penelitian ini diagnosis skabies dilakukan melalui
formulir diagnosis berupa tanda kardinal skabies berdasarkan kriteria Djuanda (2010).
Diagnosis skabies menggunakan mikroskop harus memerlukan keahlian yang khusus untuk
menemukan terowongan (kunikulus) pada kulit dan melakukan kerokan dengan skalpel
tumpul atau dikenal sebagai skalpel pisang sehingga wajib didampingi oleh ahlinya dan
sebagian besar kasus jarang yang bisa berhasil menemukan tungau dikarenakan pengambilan
kerokan pada kulit yang kurang tepat sehingga tungau, telur, atau bahkan cangkang telur
tidak ditemukan di bawah mikroskop (Brown, 2005).
Hubungan antara personal hygiene dengan kejadian skabies pada penelitian ini
didapatkan yang memiliki personal hygiene baik sebanyak 15 orang (20,8 %); yang
menderita skabies sebanyak 1 orang (1,4 %) dan yang tidak menderita skabies sebanyak 14
orang (19,4 %). Subjek penelitian dengan personal hygiene buruk sebanyak 57 orang (79,2
%); yang menderita skabies sebanyak 43 orang (59,7 %) dan yang tidak menderita skabies
sebanyak sebanyak 14 orang (19,4 %). Subjek penelitian dengan personal hygiene baik dan
menderita skabies didapatkan sebanyak 1 orang (1,4 %), hasil pengamatan di lokasi
diketahui bahwa 1 orang yang menderita skabies dengan personal hygiene baik tersebut
merupakan santri yang menempati kamar tidur dengan padat hunian yaitu kamar tidur seluas
10

8 m2 yang dihuni oleh 4 santri, dimana 3 santri lainnya merupakan penderita skabies dengan
personal hygiene yang buruk. Penelitian ini menunjukkan bahwa selain personal hygiene
ada variabel lain yang mempengaruhi kejadian skabies yaitu kepadatan hunian.
Penelitian dengan menggunakan analisis uji statistik chi square dengan interval
kepercayaan 95 % atau tingkat kemaknaan = 0,05 didapatkan nilai p 0,000 (p < 0,05) yang
menunjukkan adanya hubungan bermakna antara personal hygiene dengan kejadian skabies
di pondok pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu.
Penelitian yang serupa dengan penelitian ini, di antaranya penelitian Marufi (2005)
yang menyatakan bahwa personal hygiene berperan dalam penularan skabies, dimana dari
338 subjek penelitian sebagian besar (213 orang) mempunyai personal hygiene yang buruk
dengan prevalensi penyakit skabies 73,70 %. Penelitian Akmal (2013) juga menunjukkan
adanya hubungan antara personal hygiene dengan kejadian skabies di Pondok Pendidikan
Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah Kecamatan Koto Tangah Padang, dari 138 subjek
penelitian sebanyak 30 orang (44,1 %) menderita skabies dengan personal hygiene yang
buruk; didukung oleh penelitian Saad (2008) di pondok pesantren An-Najach Magelang, dari
100 subjek penelitian didapatkan 43 orang (43 %) menderita skabies dengan personal
hygiene buruk.
Hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian skabies pada penelitian ini
didapatkan yang menempati kamar tidur padat sebanyak 48 orang (66,7 %); yang menderita
skabies sebanyak 39 orang (54,2 %) dan yang tidak menderita skabies sebanyak 9 orang
(12,5 %). Subjek penelitian yang menempati kamar tidur tidak padat sebanyak 24 orang
(33,3 %); yang menderita skabies sebanyak 5 orang (6,9 %) dan yang tidak menderita
skabies sebanyak 19 orang (26,4 %). Uji statistik chi square menunjukkan hubungan
kepadatan hunian dengan kejadian skabies dengan nilai p 0,000 (p < 0,05) bermakna.
Hasil penelitian Lathifah (2014) menyatakan terdapat hubungan yang bermakna
antara kepadatan hunian dengan kejadian skabies di pondok pesantren modern Diniyyah
Pasia Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Sumatera Barat, dari 73 subjek
penelitian sebanyak 53 orang (81,5 %) menderita skabies dan tinggal di kamar tidur yang
padat; didukung oleh penelitian Marufi (2005) di pondok pesantren Kabupaten Lamongan
Provinsi Jawa Timur dari 338 subjek penelitian didapatkan santri yang tinggal di asrama
dengan kepadatan hunian tinggi sebanyak 245 orang mempunyai prevalensi skabies
11

sebanyak 71,40 %, sedangkan santri yang tinggal di asrama dengan kepadatan hunian rendah
sebanyak 93 orang mempunyai prevalensi skabies sebanyak 45,20 %. Penelitian Admadinata
(2014) menunjukkan bahwa santri yang tinggal di kamar tidur yang padat dan tidak
memenuhi standar kesehatan akan mempunyai risiko 7,6 kali lebih tinggi terinfestasi skabies
dari pada santri yang berada di kamar tidur dengan kepadatan hunian yang memenuhi
standar kesehatan. Kepadatan hunian yang tinggi akan mengakibatkan kontak langsung dan
kontak tak langsung antar penghuni, sehingga apabila di dalam kamar tidur yang padat
tersebut terdapat penderita skabies, kemungkinan untuk tertular skabies sangat besar.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Prevalensi skabies di pondok pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu sebanyak 44 orang
(61,1 %); laki-laki sebanyak 39 orang (54,2 %) dan perempuan sebanyak 5 orang (6,9 %).
2. Pondok pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu didapatkan santri yang memiliki
personal hygiene baik sebanyak 15 orang (20,8 %) dan yang memiliki personal hygiene
buruk sebanyak 57 orang (79,2 %).
3. Pondok pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu didapatkan santri yang menempati kamar
tidur padat sebanyak 48 orang (66,7 %) dan yang menempati kamar tidur tidak padat
sebanyak 24 orang (33,3 %).
4. Faktor personal hygiene berhubungan dengan kejadian skabies di pondok pesantren AlMubaarak Kota Bengkulu.
5. Faktor kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian skabies di pondok pesantren AlMubaarak Kota Bengkulu.
B. Saran
1. Pimpinan pondok pesantren, diharapkan dapat melengkapi fasilitas seperti menambah
kamar tidur para santri sesuai standar Kepmenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 bahwa
luas kamar tidur minimal 8 m2 dan maksimal dihuni oleh dua orang dalam satu kamar
tidur. Para pengurus dapat membentuk pengawas kebersihan kamar dan membuat
peraturan tertulis tentang kebersihan serta memberikan sanksi bagi yang melanggar.
Santri yang telah menderita skabies, dilakukan pengobatan secara keseluruhan dan
serentak.
12

2. Santri pesantren Al-Mubaarak Kota Bengkulu diharapkan pada kegiatan sehari-hari untuk
meningkatkan personal hygiene yang baik.
3. Peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai prevalensi skabies diharapkan dapat
menentukan prevalensi skabies dengan pemeriksaan gold standard diagnosis skabies
yaitu menemukan tungau melalui mikroskop.
DAFTAR PUSTAKA
Admadinata (2014). Analisis determinan kejadian skabies santri tsanawiyah di pondok pesantren
al-ittifaqiah dan raudhatul ulum sakatiga indralaya kabupaten ogan ilir tahun 2014.
Universitas sriwijaya.
Akmal S.C, Semiarty R, Gayatri (2013). Jurnal kesehatan andalas: Hubungan personal hygiene
dengan kejadian skabies di pondok pendidikan islam darul ulum, palarik air pacah,
kecamatan Koto Tangah Padang tahun 2013. Vol.2, No.3:164-166.
Brown R.G, Burns T (2005). Lecture notes dermatology. Edisi ke 8. Jakarta: Erlangga. pp: 42-47.
Brown R.G, Bourke J, Cunliffe T (2010). Dermatologi dasar untuk praktik klinik. Jakarta: EGC.
pp: 235-237.
Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu (2014). Rekapitulasi laporan sistem pencatatan dan
pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) tahun 2013. Bengkulu.
Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu (2015). Rekapitulasi laporan sistem pencatatan dan
pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) tahun 2014. Bengkulu.
Dinas Kesehatan Kota Bengkulu (2015). Bidang Infokes Dinas Kesehatan Kota Bengkulu.
Djuanda A (2010). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. pp: 122-125.
Harahap M (2000). Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates. pp: 109-112.
Keman S (2005). Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman. Jurnal kesehatan
lingkungan Vol. 2, No. 1: 29-42.

13

Kementrian Agama (2013). Analisis statistik pendidikan islam: Analisis dan interpretasi data
pada pondok pesantren, madrasah diniyah (madin), taman pendidikan quran (tpq) tahun
pelajaran 2011-2012. Jakarta: Ditjen pendidikan islam. pp: 68-70.
Lathifa M (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan suspect skabies pada santriwati
pondok pesantren modern diniyyah pasia kecamatan ampek angkek kabupaten agam
sumatera barat tahun 2014. Jakarta: Universitas islam negeri Syarif Hidayatullah.
http://repository.uinjkt.ac.id - Diakses Maret 2015
Marufi I, Keman S, Notobroto H (2005). Jurnal kesehatan lingkungan: Faktor sanitasi
lingkungan yang berperan terhadap prevalensi penyakit skabies, studi pada santri di
pondok pesantren kabupaten lamongan. Vol. 2, No. 1: 11-18.
Muzakir (2008). Faktor yang berhubungan dengan skabies di pesantren kabupaten aceh besar
tahun

2007.

Medan:

Universitas

sumatera

utara,

Tesis.

http://repository.usu.ac.id/bitstream - Diakses Januari 2015.


Ratnasari A.F, Sungkar S (2014). Prevalensi skabies dan faktor-faktor yang berhubungan di
pesantren x jakarta timur. Vol.2, No.1: 251-256.
Saad (2008). Pengaruh faktor higiene perorangan terhadap angka kejadian skabies di pondok
pesantren an-najach magelang. Semarang: Fakultas kedokteran universitas diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id - Diakses Februari 2015.
Setyaningrum Y.I (2013). Seminar nasional X: Skabies penyakit kulit yang terabaikan:
prevalensi, tantangan dan pendidikan sebagai solusi pencegahan. Vol.10, No.1.

14

Anda mungkin juga menyukai