Anda di halaman 1dari 31

Diskusi Kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE

oleh :
Paksi Suryo Bawono
G99141165

KEPANITERAAN KLINIK / LABORATORIUM FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

BAB I
STUDI PUSTAKA
I. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue adalah demam akut yang disebabkan oleh empat
serotype virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam
yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan
sirkulasi sampai timbulnya renjatan sebagai akibat dari kebocoran plasma yang
dapat menyebabkan kematian.1
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF), dan Dengue Shock Syndrom (DSS).2
II. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk group B Arthropod borne virus (Arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili flaviviridae yang mempunyai 4
jenis serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dengan salah
satu serotype akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotype yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang lain. Serotipe
DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan banyak berhubungan dengan
kasus berat.3
III. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terdapat di daerah tropis, terutama di negara ASEAN dan
Pasifik Barat. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh
nyamuk Aedes, di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes, yaitu Aedes aegypti
dan Aedes albopictus.4
Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968,
tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Pada tahun 1993 DBD
telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia dan endemis di banyak kota-kota
besar. Angka morbiditas rata-rata DBD di Indonesia

terus meningkat dan

mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35 orang per 100.000 penduduk
dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang.1
Morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue bervariasi dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologi penderita, kepadatan
vektor nyamuk, transmisi virus dengue, virulensi virus, dan kondisi geografi
setempat.1
Pada beberapa negara penularan virus dengue dipengaruhi oleh adanya
musim, jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan curah
hujan. Jumlah penderita di Indonesia meningkat antara bulan September sampai
Februari dan mencapai puncaknya pada bulan Januari.1
Walaupun demam berdarah dengue bisa mengenai semua kelompok umur,
namun terbanyak pada anak di bawah umur 15 tahun. Penderita demam berdarah
dengue di Indonesia terbanyak umur 5-14 tahun.1
IV. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS DBD
Ada dua patofisiologi yang utama pada DBD :
1. Meningkatnya permeabilitas kapiler yang menghasilkan kebocoran plasma dan
ini menyebabkan hipovolemia, hemokonsentrasi, serta renjatan.
2. Adanya hemostasis yang abnormal melibatkan perubahan pembuluh darah,
trombositopenia, dan koagulopati.
Hemostasis yang abnormal menyebabkan bermacam-macam manifestasi
perdarahan. Penyebab perdarahan pada DBD sangat komplek dan mungkin
melibatkan satu atau lebih dari trombositopenia, kerusakan pembuluh darah kecil,
ganguan fungsi trombosit, dan disseminated intravascular disease (DIC).
Kerusakan trombosit dapat secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu,
pasien dengan trombosit kurang dari 100.000/mm3 mungkin didapat waktu
perdarahan yang memanjang. DIC terjadi pada renjatan berkepanjangan dan berat
serta menyebabkan perdarahan hebat dan irreversible shock dengan prognosis
buruk.1

Manusia dapat terinfeksi 4 serotipe dengue selama hidup. Hampir semua


pasien DBD pernah terinfeksi dengan salah satu dari 4 serotipe virus dengue
sebelumnya, yang dikenal dengan hipotesa antibodi heterotipik.1
Menurut sejarah perkembangan patogenesis DBD dalam kurun waktu 100
tahun ini, dapat dibagi dua kelompok besar teori patogenesis yaitu :
1. Teori virulensi virus
Teori ini mengatakan seseorang akan terkena virus dengue dan menjadi
sakit kalau jumlah dan virulensi virus cukup kuat. Keempat serotipe virus
mempunyai potensi patogen yang sama dan syok sindrom terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen.
2. Teori imunopatologi (The Secondary Heterologous Dengue Infection
Hypothesis)
Teori ini mengatakan DBD dapat terjadi apabila sesorang yang telah
terinfeksi dengan virus dengue pertama kali, mendapat infeksi ulangan dengan
tipe virus dengue tipe yang berlainan. Akibat infeksi kedua oleh tipe virus yang
berlainan pada seseorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue rendah
maka respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit sistem imun dengan
menghasilkan titer antibodi IgG anti dengue. Selain itu, replikasi virus dengue
terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah yang banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
komplek antigen antibodi (komplek virus-antibodi) yang selanjutnya akan :
a. Mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi
C3 dan C5 menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu. Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis
metabolik dan berakhir dengan kematian.
b. Dengan terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah maka
akan mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami
metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE sehingga berakibat
terjadinya trombositopenia hebat dan perdarahan. Disamping itu, trombosit

yang mengalami metamorfosis akan melepaskan faktor trombosit 3 yang


dapat mengaktivasi sistem koagulasi.
c. Aktivasi faktor Hageman (Faktor XII) yang selanjutnya juga mengaktivasi
sistem koagulasi sehingga berakibat terjadinya pembekuan intravaskuler
yang meluas. Dalam proses ini maka plasminogen akan berubah menjadi
plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan penghancuran
fibrin menjadi Fibrin degradation Product.4
Skema patogenesis DBD menurut The Secondary Heterologous Dengue Infection
Hypothesis :
Secondary Heterologous Dengue Infection

Replikasi Virus

Reaksi Antibody Anamnestik


Komplek Virus
Antibodi

Agregasi Platelet

Penghancuran
trombosit oleh RES

Trombositopenia

Aktivasi Sistem Koagulasi

Pelepasan factor 3
trombosit

Aktivasi Factor
Hageman

Koagulopati
Konsumtif

Penurunan Factor Pembekuan

Perdarahan Hebat

V. MANIFESTASI KLINIK

Kinin

Aktivasi komplemen

Plasmin

Anafilatoksin
(C3a dan C5a)

Permeabilitas Vaskuler
Meningkat

Perembesan Plasma

Shock

Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus dengue juga
merupakan suatu self limiting infecting disease yang akan berakhir sekitar 2-7
hari.4
Gambaran klinis yang terjadi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Panas
DBD didahului oleh panas tinggi yang timbul mendadak dan terus
menerus dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi terhadap
pemberian antipiretik (mungkin hanya turun sedikit kemudian naik kembali).
Panas ini biasanya berlangsung 2-7 hari. Bila tidak disertai syok maka panas
akan turun dan penderita sembuh sendiri.5
2. Tanda perdarahan
a. Perdarahan karena manipulasi
Uji tornikuet / rumple leed test yaitu dengan mempertahankan manset
tensimeter selama 5 menit, kemudian dilihat apakah timbul petekie atau
tidak di daerah volar lengan bawah. Sekarang ini banyak dianut RL (+)

bila dalam 1 inchi persegi petekie berjumlah > 10 bukan 20 seperti


sebelum tahun 1975.4
Uji tornikuet sebagai manifestasi perdarahan yang paling ringan dapat
dinilai sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari
pertama demam. Pada DBD, uji tornikuet pada umumnya memberikan
hasil positif. Pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif atau positif
lemah selama masa syok.3
b. Perdarahan spontan
- Petekie
- Perdarahan gusi
- Epistaksis
- Hematemesis dan melena
3. Pembesaran hepar
Hepar yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan
penyakit dan pembesaran hepar ini tidak sejajar dengan berat penyakit. Nyeri
tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus.3
4. Syok
Manifestasi syok pada anak terdiri atas :
a. Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan, dan
hidung, sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi
yang insufisien yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus secara
reflek.
b. Anak yang semula rewel, cengeng, dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apati, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral
c. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat
dan lembut sampai tidak teraba oleh karena kolaps sirkulasi.
d. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang
e. Tekanan sistolik anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang
f. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang melalui arteri
renalis.3

Untuk gambaran laboratoris biasanya kelainan hematologis yang paling


sering adalah kenaikan hematokrit 20 % atau lebih melebihi nilai hematokrit
penyembuhan,

tombositopenia,

leukositosis

ringan,

perpanjangan

waktu

perdarahan dan penurunan kadar protrombin. Kadar fibrinogen mungkin


subnormal dan produk-produk pecahan fibrin naik.5
VI. DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis DBD didasarkan pada kriteria menurut


WHO (1997), yaitu :
A. Kriteria Klinis
1. Panas tinggi mendadak, terus menerus selama 2 7 hari tanpa sebab yang
jelas (tipe demam bifasik).
2. Manifestasi perdarahan:
-

Uji Turniquet (+)

Petechie, echimosis, purpura

Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

Hematemesis dan atau melena.

3. Hepatomegali
4. Kegagalan sirkulasi (syok) yang ditandai dengan
-

Nadi cepat dan lemah

Penurunan tekanan darah

Akral dingin

Kulit lembab

Pasien tampak gelisah

B. Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (AT <100.000/ul)
2. Hemokonsentrasi ditandai dengan nilai hematokrit lebih dari atau sama
dengan 20% dibandingkan dengan masa konvalesen yang dibandingkan
dengan nilai Hct sesuai umur, jenis kelamin dari populasi.
Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai
trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat
diagnosis DBD. Dengan patokan ini, 87 % kasus tersangka DBD dapat
didiagnosis dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan serologis.3
Adanya efusi pleura ( X-ray thoraks atau USG) adalah bukti yang
paling

obyektif

menunjukkan

adanya

kebocoran

plasma,

sementara

hipoalbuminemia merupakan bukti pendukung. Hal ini sangat berguna untuk


mendiagnosis DBD pada pasien : anemia; perdarahan berat; di mana tidak ada
dasar hematokrit; kenaikan hemtokrit sampai < 20% karena terapi intravena
awal.6
Mengingat derajat beratnya penyakit yang bervariasi dan sangat erat
kaitannya dengan pengelolaan dan prognosis maka WHO (1997) membagi
DBD dalam beberapa derajat setelah kriteria laboratorik terpenuhi yaitu :
Derajat I

: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


peradarahan adalah uji turniquet (+).

Derajat II : Derajad I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan


lain.

Derajat III: Derajad II ditambah kegagalan sirkulasi ringan yaitu nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) / hipotensi
(tekanan sistolik < 80 mmHg) disertai kulit yang dingin, lembab
dan penderita gelisah.
Derajat IV: Derajad III ditambah renjatan berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah yang tidak terukur, dapat disertai
dengan penurunan kesadaran, sianosis dan asidosis.
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis pasti infeksi dengue membutuhkan pemeriksaan penunjang,
baik dengan mengisolasi virus atau mendeteksi antibodi-dengue tertentu. Isolasi
virus atau deteksi DENV RNA dalam spesimen serum serotype tertentu, Real
Time Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), dalam fase
akut spesimen serum harus dikumpulkan dalam waktu 5 hari dari timbulnya
gejala. Jika virus tidak dapat dipisahkan atau terdeteksi dari sampel ini, fase
convalescent dari spesimen serum diperlukan sedikitnya 6 hari setelah timbul
gejala untuk membuat diagnosis serologi dengan tes antibodi IgM dengue dengan
IgM antibodi captured enzyme linked Immunosorbent Assay (ELISA MAC).7
VIII. DIAGNOSIS BANDING
DBD bisa didiagnosis banding dengan penyakit yang disertai gejala klinis
demam tinggi mendadak, yaitu dengue fever, demam cikungunya, pharingitis
akut, ISK akut, infeksi susunan saraf akut, malaria, dan proses supurasi.8
IX. KOMPLIKASI6
Beberapa komplikasi DBD yang perlu diwaspadai adalah :
a. Syok ringan/berat, syok berulang
b. Enselophati dengue
Terjadi akibat gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremi, atau
perdarahan. Kemungkinan juga oleh trombosis pembuluh darah otak akibat dari
koagulasi intra vaskuler yang menyeluruh.

c. Kelainan ginjal
Pada syok berat yang tidak teratasi dengan baik dapat terjadi gagal ginjal akut.
d. Efusi pleura
e. Sepsis
X. PENATALAKSANAAN
Terdapat 5 hal yang harus dievaluasi yaitu keadaan umum, renjatan,
kebocoran plasma, perdarahan terutama perdarahan gastrointestinal dan
komplikasi. Pada dasarnya terapi DBD bersifat suportif yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat
perdarahan.
Adapun penatalaksanan DBD menurut derajatnya adalah sebagai berikut :

PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA


DEMAM BERDARAH DENGUE DBD (Bagan 1)

Tersangka DBD
Demam tinggi, mendadak, terus-menerus, < 7
hari tidak disertai ISPA, badan lemah/lesu

Ada kedaruratan

Tidak ada kedaruratan

Tanda syok muntah terus menerus, kesadaran


menurun
Kejang, muntah darah, berak darah, berak hitam
Uji Tourniquet (+)
(Rumplee Leede)

Jumlah trombosit
< 100.000/ul

Rawat Inap

Periksa uji tourniquet

Uji tourniquet (-)


(Rumplee Leede)

Jumlah trombosit
> 100.000/ul

Rawat jalan
Parasetamol
Kontrol tiap hari sampai
demam hilang

Nilai tanda klinis & jumlah


trombosit, Ht bila masih demam
hari sakit ke 3

Rawat Jalan
Minum banyak,
Parasetamol bila perlu
Kontrol tiap hari sp demam turun.
Bila demam menetap periksa Hb.Ht, Trombosit.
Perhatikan untuk orang tua pesan bila timbul tanda
syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit
perut, berat hitam, kencing berkurang

Lab :Hb/Ht naik dan trombosit turun

PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD I


(Bagan 2)
DBD Derajad I

Pasien Masih dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1
sd. mkn tiap 5 menit.
Jenis minuman; air putih teh manis,
sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu > 38,5 derajad celcius beri
parasetamol
Bila kejang beri obat antikonvulasif

Gejala klinis : demam 2-7 hari


Uji tourniquet positif
Lab. hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)
Pasien tidak dapat minum
Pasien muntah terus menerus

Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5%


(1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik dan atau trombositopeni

Perbaikan klinis dan laboratoris

Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
7. Tidak dijumpai distress pernafasan

Infus ganti ringer asetat


(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)

PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD II


(Bagan 3)
DBD Derajat II
DB Derajad I + perdarahan spontan
Hemokonsentrasi & Trombositopeni
Cairan awal RA/NaCl 0,9% atau
RAD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 7
ml/kgBB/jam
Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam
Tidak Ada
Perbaikan

Perbaikan
Tidak gelisah
Nadi kuat
Tek Darah stabil
Diuresis cukup
(1 ml/kgBB/jam)
Ht Turun
(2x pemeriksaan)
Tetesan dikurangi
5 ml/kgBB/jam

Tanda Vital memburuk

Ht meningkat

Gelisah
Distres pernafasan
Fre. nadi naik
Ht tetap tinggi/naik
Tek. Nadi < 20 mmHg
Diuresis kurang/tidak
ada
Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB/jam
(bertahap)

Perbaikan
Evaluasi 12-24 jam

Perbaikan
Tanda vital tidak stabil

Sesuaikan tetesan
3 ml/kgBB/jam
IVFD stop setelah 24-48 jam
apabila tanda vital/Ht stabil dan
diuresis cukup

Distress pernafasan
Ht Naik

Koloid
20-30 ml/kgBB

Keterangan : 1 CC = 15 Tetes
Perbaikan

Ht turun

Transfusi darah segar


10 ml/kgBB

PENATALAKSANAAN KASUS DSS ATAU DBD DERAJAD III DAN IV


(Bagan 4)
DBD Derajad III & IV
DBD Derajad II + Kegagalan sirkulasi
Oksigenasi (berikan O2 2-4/menit) Penggantian
volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB
secepatnya (bolus dalam 30 menit)
Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?
Pantau tanda vital tiap 10 menit
Cacat balans cairan selama pemberian
cairan intravena
Syok tidak teratasi

Syok teratasi
Kesadaran membaik
Nadi teraba kuat
Tekanan nadi > 20 mmHg
Tidak sesak nafas / Sianosis
Ekstrimitas hangat
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
Cairan & tetesan disesuaikan
10 ml/kgBB/jam

Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
Tambahan koloid/plasma
Dekstran 40/FFP
10-20 (max 30) ml/kgBB
Koreksi Asidosis
evaluasi 1 jam

Evaluasi ketat
Tanda vital
Tanda perdarahan
Diuresis
Hb, Ht, Trombosit

Kesadaran menurun
Nadi lembut / tidak teraba
Tekanan nadi < 20 mmHg
Distres pernafasan / sianosis
Kulit dingin dan lembab
Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah

Syok teratasi
Syok belum teratasi

Stabil dalam 24 jam


Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam

Ht turun
Transfusi darah segar 10
ml/kgBB
Dapat diulang sesuai kebutuhan

Infus Stop tidak melebihi 48 jam

Ht tetap tinggi/naik
Koloid
20 ml/kgBB

X. MONITORING
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
monitoring adalah :
-

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30
menit atau lebih sering sampai syok teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis
pasien stabil.

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis


cairan, jumlah, dan tetesan untuk menentukan apakah cairan yang
diberikan sudah mencukupi.

Jumlah dan frekuensi diuresis.1

XI. KRITERIA PEMULANGAN PASIEN


Pasien dapat dipulangkan apabila :
-

Bebas panas 2 hari

Nilai trombosit > 50.000 / ul

Tidak didapatkan komplikasi.8

XII. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN


Pemberantasan DBD didasarkan atas pemutusan mata rantai penularan.
Dalam hal ini, komponen penularan terdiri dari virus-nyamuk Aedes-manusia.
Pemberantasan ditujukan pada manusia dan terutama pada vektornya.
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DBD adalah :
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DBD.
2. Memutus lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat
sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara
spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran, yaitu di
sekolah dan rumah sakit termasuk pula daerah penyangga di sekitarnya.

4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan


tinggi.
Beberapa cara yang dapat dilaksanakan pada pemberantasan DBD
didasarkan atas pemutusan rantai penularan adalah :
1. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes dengan
menggunakan mosquito repellent dan insektisida dalam bentuk semprotan.
2. Pembasmian sarang nyamuk dengan jalan membuang kaleng, botol, ban, dan
semua yang mungkin dapat menjadi tempat nyamuk bersarang.
3. Menggunakan bahan kimia
- Membunuh larva dengan butir abate SG 1 % pada tempat penyimpanan air
dengan dosis 1 ppm yaitu 10 gram untuk 100 liter air. Cara ini sebaiknya
diulangi dalam jangka waktu 2-3 bulan.
- Melakukan fogging dengan malation atau fetitrotion dalam dosis 438
gram/ha, dilakukan dalam rumah dan di sekitar rumah dengan menggunakan
larutan 4 % dalam solar atau minyak tanah.

BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. D

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 14 tahun

Berat badan

: 44 kg

Tinggi badan

: 150 cm

Nama Ayah

: Tn.B

Pekerjaan Ayah

: Guru

Agama

: Islam

Alamat

: Mojolaban, Surakarta

No. CM

: 01 23 xx xx

ANAMNESIS
Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita :
Penderita adalah anak pertama dari dua bersaudara. Anak lahir dengan
berat badan 3200 gram, lahir spontan, menangis kuat, umur kehamilan 9 bulan,
di bidan. Keguguran tidak pernah, anak lahir meninggal tidak ada, anak
meninggal tidak ada. Ayah dan ibu menikah satu kali. Penderita tinggal satu
rumah dengan ayah, ibu, dan adiknya.
1.
2.

Keluhan Utama : Panas

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 4 hari SMRS, penderita badannya panas mendadak. Panas tinggi
terus menerus sepanjang hari. Oleh ibu penderita diberi obat penurun panas.
Setelah minum obat, panas turun tapi tak berapa lama panas timbul kembali.
Selain itu penderita juga batuk dan pilek sejak 4 hari SMRS. Batuknya tidak
berdahak dan tidak disertai sesak napas. Nyeri menelan tidak didapatkan.
Selama sakit, penderita sudah 6 kali muntah, isi makanan, kurang lebih
gelas belimbing setiap kali muntah. Penderita juga mengeluh pusing, mual,

nafsu makan berkurang, nyeri perut, dan pegal-pegal di seluruh tubuh. .


Mimisan (-), muntah darah (-), berak darah (-), bintik-bintik merah (-). Sejak
sakit penderita makan dan minum hanya sedikit. BAB tidak ada keluhan.
BAK juga tidak ada keluhan.
3.

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Riwayat sakit serupa

Riwayat mondok di RS

Riwayat alergi
4.

: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan

- Riwayat sakit serupa di keluarga

: disangkal

- Riwayat sakit serupa di lingkungan

: Ya, anak tetangga terkena DBD

- Riwayat alergi di keluarga

: disangkal

5.

Riwayat Imunisasi

Jenis
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B
6.

I
1 bulan
2 bulan
1 bulan
9 bulan
1 bulan

II
3 bulan
2 bulan
2 bulan

III
4 bulan
3 bulan
-

IV
4 bulan
-

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Senyum Miring Tengkurap Duduk Gigi keluar Berdiri Berjalan


2 bln

5 bln

6 bln

7 bln

6 bln

9 bln

7. Keadaan Kesehatan Keluarga


Ayah

: baik

Ibu

: baik

Saudara

: baik

Sekitar rumah : DBD (+), anak tetangga terkena DBD

11 bln

8.

Riwayat Makan Minum Anak


ASI diberikan sejak lahir sampai anak berusia 2 tahun. Frekuensi

pemberian tiap kali anak menangis, lama pemberian 10-15 menit,


bergantian payudara kanan dan kiri. Sesudah menyusu anak tidak
menangis. Sejak usia 1 tahun sampai dengan usia 3 tahun anak diberikan
susu formula. Saat anak berusia 6 bulan diberi makanan tambahan berupa
bubur sumsum dan bubur susu, nasi tim sejak usia 7 bulan, dan nasi mulai
usia 1 tahun. Anak makan 3 kali sehari dengan nasi dan lauk pauk yang
cukup.
9.

Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal

Pemeriksaan di

: Bidan

Frekuensi

: TM I : 1 x/bulan
TM II: 1 x/bulan
TM III: 2 x/bulan

Penyakit selama kehamilan : (-)


Obat-obatan yang diminum selama kehamilan: vitamin dan tablet
penambah darah.
10. Riwayat Kelahiran
Lahir di bidan, umur kandungan 9 bulan, lahir normal, berat badan lahir
2900 gram, menangis kuat segera setelah lahir.
11.

Riwayat Post natal

Pemeriksaan rutin di Posyandu sejak umur 1 bulan.


12.

Riwayat Keluarga Berencana

Ya, bentuk suntik


Sikap dan kepercayaan baik

PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum: lemah, compos mentis, gizi kesan baik
B. Tanda Vital
Tensi

: 110/75 mmHg

Heart rate

: 88 x/menit

Respirasi

: 24 x/menit, reguler, tipe thorakal

Suhu

: 38,2 0C

Berat badan

: 44 kg

Tinggi badan : 150 cm


C. Kulit
Warna sawo matang, kelembaban baik, turgor baik.
UKK (-)
D. Kepala
Bentuk

: mesocephal

Rambut

: hitam, sukar dicabut

Sutura

: sudah menutup

UUB

: sudah menutup

Kelainan lain : (-)


E. Mata
Odema palpebra (-/-), air mata (+/+), sekret (-/-), conjunctival injection
(-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter
3mm/3mm, refleks cahaya (+/+).
F. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-).
G. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), stomatitis (-), bercak koplik (-), lidah
kotor (-), lidah tremor (-).

H. Telinga
Telinga dalam batas normal, sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-).
I. Tenggorok
Uvula di tengah, dinding pharynx posterior tenang, tonsil T1-T1, tonsil
hiperemis (-).
J. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar, kaku kuduk (-).
K. Thorax
Bentuk normochest, retraksi (-), UKK (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Kiri atas

: SIC II LPSS

Kiri bawah

: SIC IV LMCS

Kanan atas

: SIC II LPSD

Kanan bawah : SIC IV LPSD


Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) normal


Suara tambahan (-/-)
L. Abdomen
Inspeksi

: Dinding perut sejajar dinding dada


UKK (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (+) di epigastrium, hepar teraba 1 cm di


bawah arcus costa dextra, 3 cm di bawah Proc.
xyphoideus, lien tidak teraba

Perkusi

: Tympani

Auskultasi

: Peristaltik (+) normal

M. Urogenitalia
Dalam batas normal
N. Ekstremitas
Superior :oedem (-/-), luka (-/-), akral dingin (-/-), tremor (-/-), ikterik (-/-),
kuku spoon nail (-/-)
Inferior :oedem (-/-), luka (-/-), akral dingin (-/-), tremor (-/-), ikterik (-/-),
kuku spoon nail (-/-)
Perfusi perifer : < 2
Rumple Leed

: (+)

O. Pemeriksaan Neurologi
Fungsi luhur

: dalam batas normal

Fungsi vegetatif

: dalam batas normal

Fungsi sensorik

: dalam batas normal

Fungsi motorik

5 5
5 5

N N
N N

P. Ujud Kelainan Kulit


Tidak ada
Q. Perhitungan Status Gizi
Menggunakan BMI = BB/TB2
= 44/1,52
= 19,56 kg/m2
Status gizi secara antropometri : gizi baik

RF

+2 +2
+2 +2

RP

- - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium darah
Hb

: 13,6 gr/dL

Hct

: 42,4 %

AL

: 5.400 uL

AT

: 49.000 uL

Gol. Darah

:O

GDS

: 102 mg/dl

Na

: 140 mEq/L

: 4,5 mEq/L

Cl

: 102 mEq/L

RESUME
Datang seorang penderita anak laki-laki umur 14 tahun, BB: 44
kg, TB : 150 cm dengan keluhan panas. Sejak 4 hari SMRS , badannya
panas tinggi mendadak, terus menerus sepanjang hari, diberi obat penurun
panas, panas hanya turun sebentar kemudian timbul lagi. Sejak 4 hari SMRS
penderita juga batuk pilek. Batuk tidak berdahak dan tidak disertai sesak
nafas. Nyeri menelan tidak didapatkan. Selama sakit, penderita sudah 6 kali
muntah, isi makanan, kurang lebih gelas belimbing setiap kali muntah.
Penderita juga mengeluh pusing, mual, nafsu makan berkurang, nyeri perut,
dan pegal-pegal di seluruh tubuh. Mimisan (-), muntah darah (-), berak
darah (-), bintik-bintik merah (-). Sejak sakit penderita makan dan minum
hanya sedikit. BAB tidak ada keluhan. BAK juga tidak ada keluhan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:


Keadaan Umum : Tampak lemah, compos mentis, gizi kesan baik
Tanda Vital

Tensi

: 110/75 mmHg

Heart rate

: 88x/menit

Respirasi

: 24x/menit, reguler, tipe thorakal

Suhu

: 38,20C

Kulit

: UKK (-)

Mata

: conjunctiva anemis(-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: NCH (-/-), sekret (-/-)

Tenggorok

: pharynx hiperemis (-)

Thorax

: normochest, retraksi (-)

Cor

: dalam batas normal

Pulmo

: dalam batas normal

Abdomen

: Nyeri tekan (+) di epigastrium, Hepar teraba 1 cm di


bawah arcus costa dextra, 3 cm di bawah Proc.xyphoideus;
Lien tidak teraba.

Urogenital

: dalam batas normal

Ekstremitas

: superior: akral dingin (-/-), luka (-/-), oedem (-/-)


Inferior : akral dingin (-/-), luka (-/-), oedem (-/-)
RL : (+)

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan Hb, Hct dan


AL dalam batas normal, sedangkan AT di bawah batas normal.
DIAGNOSIS BANDING
DHF grade I
Dengue Fever
DIAGNOSIS KERJA
DHF grade I
PENATALAKSANAAN
Tujuan Penatalaksanaan
- mengatasi kehilangan cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas
kapiler
- mengatasi gejala simptomatis
Non Medikamentosa
1. Masuk Rumah sakit untuk observasi demam
2. Bedrest tidak total

- Diet 2600 kalori Karbohidrat

= 1/4 x 70 % x 2600 = 728 Kal

Lemak

= 1/9 x 20 % x 2600 = 57,77 Kal

Protein

= 1/4 x 10 % x 2600 = 65 Kal

Medikamentosa
- IVFD Nacl 0,9 % : Dekstrosa 5 % (1:3) 2 cc / KgBB / jam 25 tpm
makro.
- Paracetamol 500 mg (k/p)
Dokter : Paksi Suryo
R/

Infus Natrium Chlorida 0,9 % fl

No I

Infus Dekstrosa 5 % fl

No III

Cum transfusi set

No I

Iv catheter no.22

No I

S imm

R/

Paracetamol tab mg 500

No.X

S prn (1 - 3) dd tab 1
Pro : An. D (14 th)
PLANNING
-

Periksa Hb, Hct, AT per 8 jam

Urine dan Feces Rutin

Monitor KU dan Vital sign per 4 jam

Balance cairan per 8 jam

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan
Pasien An. D (14 th) datang dengan panas mendadak tinggi sejak 4 hari
SMRS. Panas tinggi terus menerus sepanjang hari. Dengan obat, panas turun
tapi tak berapa lama panas timbul kembali. Batuk (+) dan pilek (+) sejak 4
hari SMRS, pusing (+), mual (+), nafsu makan berkurang (+), nyeri perut
(+), dan pegal-pegal di seluruh tubuh (+). Muntah (+) 6x berisi makanan @
gelas. Mimisan (-), muntah darah (-), berak darah (-), bintik-bintik merah
(-). makan dan minum hanya sedikit. Riwayat tetangga terkena DBD (+).
Pemeriksaan fisik: KU lemah, Tanda Vital Tensi : 110/75 mmHg, Nadi : 88
x/menit, reguler, isi cukup, simetris kanan-kiri, Respirasi : 24 x/menit,
reguler. Palpasi abdomen : Supel, nyeri tekan (+) di epigastrium, hepar
teraba 1 cm di bawah arcus costa dextra, 3 cm di bawah Proc. Xyphoideus.
Rumple leed (+). Pemeriksaan Penunjang: AT: 49.000. Diagnosis kerja:
DHF grade I dd Dengue Fever.
PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

2. Saran
Non Medikamentosa
a. Masuk Rumah sakit untuk observasi demam
b. Bedrest tidak total
c. Diet 2600 kalori
Karbohidrat

= 1/4 x 70 % x 2600 = 728 Kal

Lemak

= 1/9 x 20 % x 2600 = 57,77 Kal

Protein

= 1/4 x 10 % x 2600 = 65 Kal

Medikamentosa

- IVFD Nacl 0,9 % : Dekstrosa 5 % (1:3) 2 cc / KgBB / jam 25 tpm


makro.
- Paracetamol 500 mg (k/p)
Plan : Periksa Hb, Hct, AT per 8 jam, Urine dan Feces Rutin, Monitor KU
dan Vital sign per 4 jam, Balance cairan per 8 jam

BAB IV

PEMBAHASAN OBAT
Antipiretik9
Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan
efek antipiretik yang ditimbulkan oleh gugus aminobenzen.
a. Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi
nyeri

ringan

sampai

sedang

dengan

cara

menghambat

impuls/rangsang nyeri di perifer. Obat ini juga memiliki efek


antipiretik, menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang
diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan
sebagai

antireumatik.

Parasetmaol

merupakan

penghambat

biosintesis prostaglandin yang lemah.


b. Farmakokinetik
Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu jam
dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Dalam plasma, 25 %
parasetamol terikat oleh protein plasma. Obat ini dimetabolisme
oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%)
dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya
dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga mengalami
hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit, obat ini diekskresi
melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan
sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
c. Indikasi
Di Indonesia penggunaan parasetamol digunakan sebagai analgesik
antipiretik yang sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena
mungkin dpat menimbulkan nefropati analgesik.
d. Efek samping

Reaksi alergi terhadap deivat paraaminofenol jarang terjadi.


Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala ynag lebih
berat berupa demam dan lesi pada mukosa.
Methemoglobinemia dan sulhemoglobinemia jarang menimbulkan
masalah pada dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah
menjadi met-Hb.
Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan
ginjal lebih mudah terjadi akibat asetosal daripada fenasetin.
Penggunaan analgesik dosis besar secara menahun berpotensi
menyebabkan nefropati analgesik.
e. Sediaan dan dosis
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, bentuk tablet 500 mg
atau sirup yang mengandung 120 mg/5 mL. Salain itu juga terdapat
sediaan kombinasi tetap dalam bentuk tablet maupun cairan.
Dosis parasetamol untuk dewasa 300mg 1gram per kali, dengan
dosis maksimumn4 gram per hari; untuk anak 6-12 tahun : 150-300
mg/kali, dengan maksimum 1,2g/hari. Untuk anak 1-6 tahun : 60120 mg/kali dan bayi di bawah 1 tahun : 60 mg/kali; keduanya
diberikan maksimum 6 kali sehari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soegeng, S., 2002. Ilmu Penyakit Anak : Demam Berdarah Dengue.


Jakarta: Salemba Medika.
2. Depkes RI. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2006.
3. Sumarmo,S., 2002. Infeksi dan Penyakit Tropis : Infeksi Virus Dengue.
Jakarta: IDAI.
4. Rampengan, T.H., 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak : Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: EGC.
5. Behrmen RE, Kliegman RM. 2000. Nelson Texbook of Pediatrics, Vol II
E/15 WB Saunders, Philadelphia.
6. WHO. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of
Dengue and Dengue Haemmorhagic Fever: Revised and Expanded.
http://apps.searo.who.int/pds_docs/B4751.pdf. Diakses pada 14 Januari
2015.
7. Centers for Disease Control and Prevention (2009). Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever: Information for Helath Care Practitioners.
http://www.cdc.gov/Dengue/resources/Dengue&DHF%20Information
%20for%20Health%20Care%20Practitioners_2009.pdf. Diakses pada 14
Januari 2015.
8. Komite Medik RSDM, 2004. Standar Pelayanan Medis Kelompok Staf
Medis Fungsional Anak. RSUD Dr.Moewardi, Surakarta.
9. Wilmana, F., Gan, S. 2007. Farmakologi dan Terapi : AnalgesikAntipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid, dan Obat Gangguan
Sendi Lainnya. Jakarta: Balai Pustaka FK UI, hal 237-239.

Anda mungkin juga menyukai